Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STUDI ILMU HADIS

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIS

Disusun oleh:

1. MUHAMAD SHOLIKHAN NIM: 101190066


2. MUHAMAD AMZAT
NIM: 101190064
3. PRYSILLA LUTFIATUS NIM: 101190082
SHOLIKHAH
SA.C/SEM 1

Dosen pengampu:

Khusniati Rofi’ah, MS.I

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

2019
KATA ENGANTAR

‫بسم ا الرحمن الرحيم‬


Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat serta taufik dan
hidayat Nya, sehingga kami dapat menyeleseikan makalah dengan judul : ”Sejarah
Perkembangan Hadis”. Sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, para keluarga, sahabat- sahabat dan pengikut- pengikutnya sampai hari
penghabisan.

Atas bimbingan dosen dan saran dari teman- teman maka disusunlah makalah ini,
semoga dengan tersusunnya makah ini dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi
tugas dari mata kuliah Studi Imu Hadis dan semoga segala yang tertuang dalam makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun
khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi arahan dan
tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih bemakna.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada :

1. Dosen pembimbing mata kuliah Studi Ilmu Hadis. Kusniati Rofi’ah, MS.I
2. Semua pihak yang telah membantu demi terbentuknya makalah ini

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritikan dan saran yang
bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karena kesempurnaan hanya
milik Allah SWT semata.

Ponorogo, 16 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULIAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
1. Perkembangan hadis pada masa rosululloh SAW
2. Perkembangan hadis pada masa sahabat
3. Perkembangan hadis pada masa tabi’in
4. Perkembangan masa Tadwin hadis
5. Masa seleksi dan penyempurnaan serta pengembangan system
penyusunan kitab-kitab hadis

BAB III PENUTUP


3. Kesimpulan
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Membicarakan hadis pada masa rosulullah SAW. Berarti membicarakan pada


awal pertumbuhannya. Maka dalam uraianya akan terkait langsung dengan pribadi
rasulullah SAW sebagai sumber hadis.
Rasulullah SAW membina umatnya selama kurun waktu 23 tahun.Masa ini
merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diurutkannya hadist.Keadaan
ini sangat menuntut keseriusan dan kehatihatian para sahabat sebagai pewaris pertama
ajran islam.
Wahyu yang diturunkan ALLAH SWT kepadanya dijelaskan melalui
perkataan,perbuatan,dan penetapannya.sehingga apa yang didengar,dilihat dan
disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan ubudiah mereka.
Rasulullah SWT merupakan contoh satu satunya bagi para sahabat,karna ia memiliki
sifat kesempurnaan dan keutamaan selaku Rasul ALLAH SWT yang berbeda dengan
manusia lainnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Perkembangan hadis pada masa rosululloh SAW
2. Perkembangan hadis pada masa sahabat
3. Perkembangan hadis pada masa tabi’in
4. Perkembangan masa Tadwin hadis
5. Masa seleksi dan penyempurnaan serta pengembangan system penyusunan
kitab-kitab hadis

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadist pada masa Rasulullah SAW


Para ahli hadist mengatakan bahwa penulisan hadist sudah dimulai sejak
Rasulullah SAW masih hidup. Banyak sekali para sahabat yang memiliki catatan
catatan dan melakukan penulisan hadist,baik untuk disimpan sebagai catatan catatan
pribadi maupun untuk memberikan pesan-pesan kepada orang lain dalam bentuk surat
menyurat dengan membubuhkan hadist.
Namun demikian, gerakan penulisan hadist pada masa Nabi SAW. Tersebut
tidak sehebat penulisan ayat-ayat Al-Qur’an. Kalau untuk menuiskan wahyu alloh
nabi mempunyai sekretaris khusus untuk penulis hadist sebaliknya. Beliau prnah
melarang sahabat-sahabatnya untuk menulis hadist-hadist yang beliau sampaikan
kepada meeka. Bahkan terdapat beberapa riwayat yang isinya pelaragan penulisan
hadist diantaranta :
1. Hadist riwayat abu sa’id al-khudriy ra. :
Dari abu sa’id al-khudriy ra. Ia berkata Rosulloh SAW telah
bersabda “kalian jangan menulis apa-apa yang keluar dariku. Barang
siapa yang menulis sesuatu yang keluar dariku selain Al-Qur’an,
maka hendaklah ia menghapusnya. Riwayatkanlah dari saya barng
siapa sengaja berbohong atas nama saya tempatnya dineraka.” (HR.
Muslim)
2. Hadist riwayat Abu Huroiroh bahwa ia berkata : Rosulloh saw telah
keluar sementara kami menulis hadist-hadist ia bertanya, “apa yang
sedang kalian tulis ini ? kami menjawab, hadist-hadist yang kami
dengar dari paduka,” beliau bertanya tulisan selain kitab alloh ?
tahukah kalian bahwa kesesatan umat sebelum kamu dulu disebabkan
menlis kitab bersamakitab alloh SWT.1

Inilah fakta fakta yang memperkuat argumentasi bahwa upaya penulisan hadist
pada masa nabi dibatasi oleh nabi sendiri. Menurut analisis sejarah larangan nabi
tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu :

1) bahwa nabi melarang para sahabat dekat beliau untuk menulis hadist
hadistnya itu dilatar belakangi oleh kekawatiran beliau sendiri akan.
tercamprnya ayat-ayat Al-Qur’an dengan hadist-hadist, karena mereka
umumnya melakukan penulisan wahyu sementara alat-alat tulis amat
terbatas

1 Khusniati Rofi’ah, Studi Ilmu Hadits, (Yogyakarta: IAIN Ponorogo Press, 2019), 68.
2) para sahabat beliau juga umumnya punya daya hafalan kuat sehingga
walaupun mereka tidak menuliskannya. Hadist hadist yang mereka
terima hadist hadist tersebut tidak akan musnah akibat lupa dan
kelalaiannya.

Dengan demikian alas an nabi itu sangat pragmatis dan kondisional, sehingga
ketika kekhawatiran itu hilang dan kebutuhan kondisi berubah, maka nabi pun
merubah sikapnya itu. Terbukti terdapat beberapa riwayat yang isinya membolehkan
penulisan hadist, yaitu :

1) Hadist riwayat Abdullah bin Amr bin al-‘Ash


Abdullah bin Amr bin ‘Ash berkata,saya senantiasa menuliskan segala
sesuatu yang saya dengar dari Rasulullah saw.agar saya
menghafalnya. Maka orang Quraisy mencegah aku dan berkata:”
Anda menuliskan segala yang anda dari Rasulullah saw.
2) Hadist riwayat Abu Hurairah ra.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah,bahwa ketika Fath Makkah
Rasulullah saw,bangkit untuk berkhotbah ditengah orang-orang
banyak.Maka berdirilah seorang penduduk Yaman,bernama Abu Syah.
Katanya ,” Ya Rasulullah,tuliskanlah untuknya”.
3) Dalam kapasitasnnya sebagai kepala Negara,nabi mengrim surat-surat
ke berbagai penguasa Negara-negara tetangga.2
B. Hadist pada masa sahabat
Kondisi pada masa sahabat besar (Khulafaur Rashidin),perhatian mereka
masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an.Dengan demikian maka
penulisan hadist belum begitu berkembang,bahkan mereka membatasi periwayatan
dan menjauhi penulisan hadist tersebut.3
Kehati-hatian dan usaha membatasi periwayatan dan penulisan hadist yang dilakukan
para sahabat,disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan dan
kebohongan atas nama Rasulullah saw,karena hadist adalah sumber ajaran setelah Al-
QUR’AN.
Abu Bakar sebagai khalifah yang pertama menunjukan perhatian yang serius dalam
memelihara hadist,demikian juga Umar bin Khatab.
Sikap kehatian-hatian kedua sahabat tersebut juga diikuti Usman dan Ali. Dalam
sebuah athar disebutkan bahwa ali ra,tidak menerima hadist sebelum yang
meriwayatkan itu disumpah.

2 Ibid, 70.
3 Ibid, 77
Pada masa ini juga belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun hadist dalam
suatu kitab seperti halnya Al-QUR’AN,hal ini disebabkan karena :
1. Agar tidak memalingkan perhatian umat islam dalam mempelajari Al-
QUR’AN.
2. Para sahabat yang banyak menerima hadist dari Rasul SAW sudah
tersebar keberbagai daerah kekuasaan isla,dengan kesibukan masing-
masing sebagai Pembina masyarakat,sehingga ada kesulitan
mengumpulkan mereka secara lengkap.
3. Soal membukukan hadist,dikalangan sahabat sendiri terjadi
pesrselisihan pendapat.Belum lagi terjadinya perselisihan soal
lafaz,dan kesahih-annya.4

C. Hadis masa Tabi’in

Pasca generasi sahabat, muncul generasi berikutnya yang disebut


taabi’in. Tabi’in dan generasi sesudah mereka juga menempuh metode sahabat
tersebut. Sehingga mereka sangat berhati-hati dalm meriwayatkan hadis dan
mencaci sikap memperbanyak periwayatan hadist, karena khawatir
mengurangi bahkan menghilangkan daya nalar dan pehaman. Mereka
melakukan pembuktian kebenaran hadits yang disampaikan oleh perawi
dengan berbagai cara.5

Periwayatan hadits pada masa ini pada masa ini dengan cara
musyafahah(lisan). Meskipun mereka tidak langsung menerima hadits dari
Nabi, tetapi mereka menerima riwayat hadis dari: (a) periwayat generasi
sebelumnya (sahabat) tapi masih sezaman, (b) periwayat satu generasi, (c)
periwayat generasi berikutnya yang sempat sezaman dengan generasi mereka.
Misalnya az-Zuhry, seorang tabi’iy, hadis yang diriwayatkan ada yang berasal
dari sahabat nabi seperti Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Jabir bin
Abdullah, dari tabi’in seperti Said bin al Jabir bin Abdullah, dari tabi’in seperti
Said bin al Musayyab. Urwah bin Zubair, Ata bin Abi Rabah, dan dari atha at-
tabi’in, misalnya Malik bin Anas.

Cara musyafah ini menunjukkan bahwa mereka masih mendasarkan


periwatannya pada daya ingatan dan hafalan. Bahkan demi musyafahah ini

4 Ibid, 79.
5 Aftonur Rosyad, Studi Hadis, (Lamongan: Pustaka Wacana, 2018), 18.
mereka rela melakukan perjalanan panjang dalam waktu yang cukup lama.
walaupun demikian mereka tetap berpegang pada prinsip periwayatan yang
telah ada di masa sebelumnya yaitu sikap hati-hati.

Para periwayat hadis telah mencurahkan segala daya dan pikirannya


dalam rangka meriwayatkan hadits. untuk itu sebagai penghormatan dan
penghargaan ulama hadis menciptakan gelar-gelar sesuai keahliannya dalam
bidang hadits, baik yang berkaitan dengan sanad maupun matannya. Gelar-
gelar yang berstatus honorus causa tersebut bertingkat-tingkat sesuai dengan
jenjang keahlian yang dimiliki. Secara bertingkat dari yang paling bawah,
gelar itu misalnya, Al musnid Al muhaddits Al hafiz Al hakim Dan yang
paling tinggi Amir al-mukminin fi Al hadits.

Pada masa tabiin in timbul pertikaian antara golongan Ali dan


muawiyah yang membawa pengaruh yang sangat besar terhadap hadits.
Pemalsuan hadis yang sudah mulai muncul pada zaman sahabat menjadi lebih
marak seiring dengan maraknya periwayatan hadis. Dengan adanya
pertikaian fitnah tersebut menjadikan mereka semakin hati-hati dan selektif
dalam menerima riwayat. Padahal periwayatan pada masa tabiin ini memiliki
jalur isnat yang lebih panjang, yang semakin membuka kemungkinan
terjadinya kesalahan kesalahan dan pemalsuan.

Sedangkan periwayatan hadis pada masa Atha at-tabiin sudah tidak


mengandalkan musyafahah, hafalan dan kekuatan ingatan, tetapi mulai
menggunakan bantuan tulisan, catatan, dan kitab-kitab. Hafalan adalah
sebagai penguat, sedangkan catatan untuk kehatian-hatiannya. Pada masa ini
periwayat tetap menerima hadis langsung dari ahlinya (guru), dihafal
kemudian ditulisnya. Mereka juga lebih banyak melakukan pengembaraan.

Periwayat yang termasuk golongan atba' at-tabiin adalah Malik bin


Anas, abu Amr bin Abdurrahman, abu Sa'id Yahya bin said, abu Sa'id bin
Abdurrahman bin Mahdi, abu Al Haris al-Lais, dan asy-syafi'i.

Dari sejarah periwayatan hadis yang telah dipaparkan di atas, bisa


diketahui bahwa hadis pada masa nabi sampai masa tabiin awal sangat terjaga
keasliannya dengan indikasi adanya sikap hati-hati dan cermat dalam
meriwayatkan hadits. Selain itu, rangkaian sanad masih cenderung pendek,
karena massanya yang relatif dekat dengan masa Rasulullah SAW. Pada masa
itu para sahabat dan tabiin masih mempraktekkan as Sunnah Rasulullah.
Sehingga sangat tidak mungkin mereka sengaja mendustakan hadis nabi
meskipun pada masa itu periwayatan hadis mulai berkembang.

Sehubungan adanya cara periwayatan hadis dengan cara musyafahah,


maka kenyataan periwayatan hadis secara makna terus berkembang dan tidak
bisa dihindari, terlebih pada masa tabiin dan sesudahnya. Padahal masa ini
jarak dari masa nabi lebih jauh dibandingkan dengan masa sahabat. adanya
proses transmisi hadis secara makna antara satu periwayat ke periwayat yang
lain sangat memungkinkan terjadi kesalahan, baik disengaja maupun tidak
disengaja. Sehingga teks matan hadits kadang mengalami perubahan, baik itu
adanya penambahan maupun pengurangan. inilah yang menjadi salah satu
penyebab adanya teks matan hadis yang bervariasi tetapi mempunyai maksud
yang sama.6

D. Masa Tadwin Hadis

1. Latar belakang Munculnya Pemikiran Usaha Tadwin Hadist


Sekuran-kurangnya ada dua hal pokok mengapa Umar ibn Abn Aziz
mengambil sikap seperti.Pertama ,ia khawatir terhadap hilangnya hadis-hadis
dengan meninggalnya para ulama dimedan perang.Kedua,ia khawatir juga akan
tercampurnya antara hadis-hadis palsu.7 Di pihak lain bahwa semakin
meluasnya daerah kekuasaan islam,sementara kemampuan para tabi’in antara
satu dengan yang lainnya tidak sama,jelas sangat memerlukan adanya usaha
kondifikasi ini.
Dengan melihat berbagai persoalan yang muncul,sebagai akibat terjadinya
pergolakan politik,yang sudah cukup lama,dan mendesaknya kebutuhan untuk
segera mengambil tindakan guna penyelamatan hadist dari kemusnahan dan
pemalsuan, maka Umar ibn Abdul Aziz sebagai sebagai seorang khalifah yang
berakhlak mulia,adil dan wira’i,terdorong untuk mengambil tindakan ini.
Bahkan menurut beberapa riwayat,ia turut terlibat mendiskusikan hadis-hadis
yang sedang dihimpunnya.
2. Gerakan Menulis Hadist Pada Kalangan Tabi’in dan Tabi’at
6 Ibid, 19.
7 Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), 90.
Tabi’in setelah ibn Syihab az Zuhri
Ada ulama ahli hadist yang berhasil menyusun kitab tadwin,yang bisa
diwariskan kepada generasi sekarang,yaitu Malik ibn Al-Muwaththa’. Kitab
tersebut disusun pada tahun 143H atas permintaan khalifah Al-Mansur. Para
ulama menilai Muwatha’ ini sebagai kitab tadwin yang pertama dan banyak
dijadikan rujukan olaeh para muhaddis selanjutnya.
Para pentadwin berikutnya,ialah Muhammad ibn Ishaq (w 151 H.)dan ibn
Abi Zi’bin (80-158H)di Madinah;ibn juraij (80-150H.) DI Makkah;Al
Rabi’ibn Sabih(w.160 H.) dan Hammad ibn Salamah (w.176 H.) DI
Basrah;Sufyan Al-Tsauri (97-161 H.) di Kufah;Al-Auza’i(88-157 H.) di
Syam;Ma’mar ibn Rasyid (93-153 H) di Yaman; ibn Al-Mubarrak (118-181
H.) di Khurasan; Abdullah ibn Al-Wahab (125-197 H.) di Mesir; dan Jarir
ibn Abd Al-Hamid (110-188 H.) di Rei.8

E.MASA SELEKSI DAN PENYEMPURNAAN SERTA PENGEMBANGAN


SISTEM PENYUSUNAN KITAB HADIS.

1. Masa penyaringan hadis


Masa seleksi atau masa penyaringan hadist terjadi ketika pemerintah
dipegang oleh dinasti Bani Abbas, khususnya sejak masa al-makmum
sampai dengan al-muktadir (sekitar tahun 201-300 H).
Munculnya periode seleksi ini karena pada periode sebelumnya yaitu
periode tadwin belum memisahkan beberapa hadist mauquf dan maqthu
dari hadis marfu’.begitu pula belum bisa memisahkan beberapa hadist yang
dha’if dari yang sahih. Bahkan masih ada hadis yang maudhu tercampur
pada yang sahih. Pada masa ini para ulama bersungguh sungguh
mengadakan penyaringan hadis-hadis yang diterimanya. Meskipun pada
peneli tian berikutnya masih ditemukan terselipnya hadis yang bersifat
dhaif pada kitab sahih karya mereka.
Berkat keuletan dan keseriusan mereka maka bermunculanlah kitab-
kitab hadis yang hanya memuat hadis-hadis sahih. Kitab-kitab tersebut pada
perkembangannya kemudian dikenal dengan kutub al-sittah (kitab induk
yang enam).
Ulama yang berhasil menyusun kitab tersebut adalah Abu Abdillah
Muhammad bin Isma’il ibn Ibrahim ibn Al-Mughira ibn Bardizbah Al-

8 Ibid, 91.
Bukhari atau yang terkenal dengan sebutan Imam Bukhari (194-252 H).
Dengan kitabnya jami’ al-shahih. Kemudian Abu Husain Muslim ibn Al-
Hajjaj Al Kusari Al Nisaburi yang dikenal dengan Imam Muslim (204-261
H) dengan kitabnya juga disebut Al-Jami’ Shahih.
Usaha ang sama juga dilakukan oleh Abu Daud Sulaiman ibn Al-Asy’as ibn
Ishaq Al-Sijistani (202-2075 H), Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Surah Al-
tirmidzi (200-279 H), dan Abu Abdillah ibn Yazid ibn Majah (207-273 H).
Hasil karya keempat ulama tersebut sunan yang menurut para ulama
dibawah sahih Bukhori dan Muslim.
Secara lengkap kitab-kitab enam diatas diurutkan sebagai berikut :

a) Al-jami’ Al sahih susunan Imam Al-Bukhori


b) Al-Jami’ Al sahih susunan Imam Muslim
c) Al-Sunan susunan Abu Daud
d) Al-sunan susunan Al-Tirmidzi
e) Al-sunan susunan Al-Nasa’i
f) Al-sunan susunan Ibnu Majah9

2. Masa Pengembangan dan penyempurnaan sistem penyusunan kitab-


kitab hadis
Setelah munculnya kutub Al-Sittah dan Al-Muwaththa’ Malik serta
musnad Ahmad ibn Hanbal, para ulama mengalihkan perhatiannya untuk
menyusun kitab Jamawi’, kitab syarah mukhtasar, mentakhrij menyusun
kitab Athraf, dan Jawa’idserta penyusunan kitab-kita hadis untuk
penyusunan tertentu. Di antara ulama yang masih melakukan penyusunan
kitab hadis-hadis sahih ialah Ibn Hibban Al-Bisti (W 354 H). Ibn Huzaimah
(W 311 H), dan Al-Hakim Al-Naisaburi.
Pemyusunan kitab-kitab pada masa ini ini lebih mengarah pada
usaha mengembangkan dengan beberapa variasi pentadwinan terhadap
kitab-kitab yang sudah ada. Diantaranya usaha itu ialah mengumpulkan isi
kitab sahih Bukhori dan Muslim. Seperti yang dilakukan oleh Muhammad
ibn Abdillah Al-Jauzaki dan Ibn Furat (w 414 H).
Masa perkembangan hadis yang terahir ini terbentang cukup panjang
dari mulai abad keempat hijriyah terus berlangsung beberapa abad
berikutnya sampai abad kontenporer. Dengan demikian masa
9 Ibid, 92.
perkembangan ini melewati dua fase sejarah perkembangan islam, yakni
fase pertengahan dan fase modern.10

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

10 Ibid, 93.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai