Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
dibawanya sejak dalam kandungan, dengan tidak membedakan bangsa, ras, suku, agama
maupun jenis kelamin serta bersifat universal. Hak asasi manusi pada hakekatnya adalah
hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia yang dianugerahi tuhan dengan penalaran dan
mempunyai hak hidup sebagaimana layaknya manusia.
Setiap warga negara memiliki hak dasar yang pada perkembangannya dikenal sebagai
hak asasi manusia tersebut. Setelah dunia mengalami dua perang yang melibatkan hampir
seluruh dunia dan hak-hak asasi diinjak-injak, timbul keinginan merumuskan hak asasi itu
dalam suatu naskah internasional. Termasuk dalam hal memiliki hak sebagai warga negara
yang meliputi beberapa aspek.
Hubungan antara negara dengan warga negaranya mempunyai hak yang dibatasi, salah
satu hak negara adalah hak memaksa. Selain hal tersebut warga negara sendiri memilik hak
dan kewajiban dalam menjalankan kehidupan sebagaimana mestinya untuk mencapai
kesejahteraan, baik sendiri maupun khalayak.
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, dalam penulisan makalah yang berjudul
“Hak dan Kewajiban Warga Negara” ini, kami sebagai penulis mencoba membahas
mengenai hal tersebut guna menambah wawasan bagi pembaca maupun penulis tentang
bagaimana hak dan kewajiban sebagai warga negara.
B. Rumusan masalah
1. Apakah arti dari warga negara dan kewarganegaraan?
2. Bagaimanakah kedudukan warna negara dalam negara?
3. Bagaimanakah Hak dan Kewajiban warga negara Indonesia?
4. Bagaimanakah problematika Hak dan Kewajiban warga negara?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui arti dari warga negara dan kewarganegaraan
2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan warga negara dalam negara
3. Untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban warga negara Indonesia
4. Untuk mengetahui bagaimana problematika hak dan kewajiban warga negara

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Warga negara dan Kewarganegaraan


1. Warga negara
Pengertian warga negara menurut para ahli:
a. A.S Hikam
Warga negara merupakan terjemahan dari “citizenship” yaitu anggota dari sebuah
komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Istilah ini menurutnya lebih baik
daripada istilah kawula. Negara lebih objek yang berarti orang-orang yang dimiliki
dan mengabdi kepada pemiliknya.
b. UU No. 62 Tahun 1958
Warga negara republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-
undangan dan atau perjanjian-perjanjian dan atau peraturan-peraturan yang berlaku
sejak 17 agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa warga


Negara dianggap sebagai sebuah komunitas yang membentuk negara berdasarkan
perundang-undangan atau perjanjian-perjanjian dan mempunyai hak dan
kewajiban yang bersifat timbal balik terhadapnegaranya.

Berbicara tentang warga negara tidak bisa dilepaskan dari pembicaraan tentang
penduduk. Penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal dalam suatu
negara. Sah dalam artian tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan dan tata cara
masuk dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah negara yang bersangkutan.
Didalam suatu negara, biasanya dibedakan antara orang asing dan warga negara.
Orang asing adalah orang di luar warga negara. Orang asing yang berada di wilayah
suatu negara dilindungi oleh hukum internasional. Jadi dimanapun ia berada berhak
mendapatkan perlindungan dari negara yang bersangkutan. Pada dasarnya orang asing
mendapat perlakuan yang sama. Perbedaan keduanya terletak pada perbedaan beberapa
hak seperti hak politik untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum yang hanya

3
dimiliki oleh warga negara, tidak oleh orang asing, begitu juga hak untuk diangkat
menjadi pejabat negara.
Status kewarganegaraan dalam suatu negara biasanya terkait dengan dua asas, yaitu
“iussanguinis” (asas keturunan) dan asas “ius soli (asas tempat kelahiran). Lazimnya
kedua asas tersebut sama-sama dipakai dalam kewarganegaraan suatu negara. Secara
khusus di Indonesia, menurut UU No. 62 tahun 1958 disebutkan bahwa “warga negara
Republik Indonesia adalah orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau
perjanjian atau peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 agustus 1945 sudah menjadi
warga negara Republik Indonesia.
2. Kewarganegaraan
a. Pengertian kewarganegaraan
Pengertian Kewarganegaraan menurut para Ahli:
1. Daryono
Kewarganegaraan ialah isi pokok yang mencakup hak dan kewajiban warga
negara. Kewarganegaraan merupakan keanggotaan dalam satuan politik
tertentu (secara khusus: Negara) yang dengannya membawa hak untuk
berpatisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang
demikian disebut warga negara.
2. Wolhoff
Kewarganegaraan ialah keanggotaan suatu bangsa tertentu yakni sejumlah
manusia yang terikat dengan yang lainnya karena kesatuan bahasa kehidupan
sosial-budaya serta kesadaran nasioanalnya. Kewarganegaraan memiliki
kemiripan dengan kebangsaan yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif
dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa
menjadi seorang warga negara (contoh: secara hukum berpatisipasi dalam
politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota
bangsa dari suatu negara.
3. Soemantri
Kewarganegaraan ialah sesuatu yang berhubungan dengan manusia sebagai
individu dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam hubungan dengan
negara.

4
b. Asas Kewarganegaraan
Seseorang dapat dinyatakan sebagai warga negara suatu negara harus melalui
ketentuan-ketentuan dari suatu negara. Ketentuan ini yang menjadi asa atau
pedoman dalam menentukan kewarganegaraan seseorang. Setiap negara memiliki
kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asa kewarganegaraannya. Dalam
penentuan kewarganegaraan ada 2 (dua) asas atau pedoman, yaitu asas
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan
perkawinan. Dalam asas kewarganegaraan yang berdasarkan kelahiran ada 2, yaitu
ius soli (tempat kelahiran) dan ius sanguinis (keturunan). Sedangkan dari asa
kewarganegaraan yang beradasarkan perkawinan juga dibagi menjadi 2, yaitu asas
kesatuan hukum dan asas persamaan drajat. Berikut adalah asas berdasarkan
kelahiran:
1) Ius soli (asas kelahiran), berasal dari latin; ius yang berarti hukum atau
pedoman, sedangkan soli berasal dari kata solim yang berarti negeri, tanah atau
daerah. Jadi, ius soli adalah penentuan status kewarganegaraan berdasarkan
tempat atau daerah kelahiran seseorang. Contoh negara yang menganut asas ini
adalah amerika serikat, brazil, dan argentina.
2) Ius sanguinis (asas keturunan) juga berasal dari bahasa latin, ius yang berarti
hukum atau pedoman, sedangkan sanguinis dari kata sanguis yang berarti darah
atau keturunan. Jadi, asas ini adalah kewarganegaraan yang berdasarkan darah
keturunan. Misalnya, seorang yang lahir di Indonesia, namun orang tuanya
kewarganegaraan lain, maka ia mendapat kewarganegaraan orang tuanya.
Contoh negara yang menggunakan asa ini adalah china, Bulgaria, dan belgia.

Selain dilihat dari sisi kelahiran, kewargangeraan juga dilihat dari sisi perkawinan
yang mencakup asas sebagai berikut:

1) Asas kesamaan hukum yaitu berdasarkan pada paradigma bahwa suami istri
ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan
suasana sejahtera, sehat dan tidak terpecah. Untuk merealisasikan terciptanya
kesatuan dalam keluarga, maka semuannya harus tunduk pada hukum yang
sama.

5
2) Asas persamaan derajat yaitu yang menyebutkan bahwa suatu perkawinan
tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak.
Jadi baik suami atau isteri tetap kewarganegaraan aslinya, sama sebelum
adanya ikatan pernikahan.

Adapun cara memperoleh kewarganegaraan yaitu dengan Unsur darah keturunan


(ius sanguinis) yang memperoleh didasarkan pada kewarganegaraan orang tuanya.
Unsur daerah tempat keadilan (ius soli) yang kewarganegaraan dapat ditentukan
berdasarkan daerah tempat dilahirkan. Unsur pewarganegaraan (Naturalisasi) yaitu
mendapat kewarganegaraan yang tidak memenuhi kriteria ius soli dan ius sanguinis
dengan prosedur yang berbeda sesuai kondisi dan situasi suatu negara.

B. Kedudukan Warga Negara dalam Negara


1. Sifat Hubungan Negara dan Warganegara
Hubungan antara warga negara dengan negara, menurut Kuncoro Purbopranoto
(Chloisin, 1999:21) dapat dilihat dari perspektif hukum, politik, kebudayaan dan
kesusilaan. Namun perspektif yang aktual dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
adalah perspektif hokum dan politik.
Pandangan dari perspektif hukum didasarkan pada konsepsi bahwa warga negara
adalah seluruh individu yang mempunyai ikatan hokum dengan suatu negara (Isjwara,
1980:99). Hubungan hukum antara warga negara dan negara dibedakan atas: pertama,
hubungan sederajat dan tidak sederajat dan kedua, hubungan timbal balik dan timbang
timpang.
Hubungan hukum yang cocok antara warga negara dengan negara dan negara dengan
pemerintah yang berasaskan kekeluargaan adalah sederajat dan timbal balik. Pendapat ini
didasarkan pada pendapat Kuncoro Purbopranoto (Cholisin, 1999:22) tentang governants
dan governies atau yang memerintah dan yang diperintah. Dalam konteks pemerintahan
seperti ini, tidak ada lagi yang dikenal perbedaan sifat atau hakikat, tetapi yang ada
adalah perbedaan fungsi, yang pada hakikatnya merupakan kesatuan. Governants dan
governies merupakan komponen yang hakikatnya sama-sama berwujud manusia, oleh
karena itu keduanya sudah seharusnya merupakan satu kesatuan di dalam mewujudkan

6
kehidupan negara yang manusiawi atau berpihak pada manusia. Sedangkan perbedaan
fungsi keduanya adalah perbedaan fungsi yang berimplikasi pada perbedaan tugas.
Dalam konteks hubungan yang timbal balik, warga negara dan negara memiliki
kedudukan yang tidak sederajat dan timbang timpang, dapat berakibat pada sulitnya
penciptaan hubungan yang harmonis antara keduanya. Karena pihak yang diletakkan
pada kedudukan yang lebih tinggi cenderung akan melakukan tindakan yang berbau
dominasi dan hegemoni terhadap pihak yang diletakkan pada kedudukan yang lebih
rendah.
Menurut Hadjoen (Cholisinm 1999:23) hubungan hukum yang sederajat dan timbul
balik, sesuai dengan elemen atau ciri negara hukum Pancasila, yang meliputi:
a. Keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat berdasarkan asa kerukunan
b. Hubungan fungsional yang proposional antara kekuasaan lembaga negara
c. Prinsip penyelesaian masalah secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana
terakhir
d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban

Sifat hubungan hukum antara warga negara dengan pemerintah Indonesia dapat
diformulasikan sebagai hubungan hukum yang bersifat sederajat, timbal balik dan
keseimbangan antara hak dan kwajiban. Di dalam pelaksanaan hukum tersebut harus
disesuaikan jugan dengan tujuan hukum di negara Pancasila yaitu memelihara dan
mengembangkan budi pekerti, kemanusiaan serta cita-cita moral rakyat yang luhur
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dari perspektif politik seorang warga negara adalah seorang individu yang bebas
serta merupakan anggota suatu masyarakat politik jika bentuk pemerintahan menganut
sistem demokrasi. Isjwara (1980:43) memberikan batasan politik adalah perjuangan
memperoleh kekuasaan, teknik menjalankan kekuasaan, masalah pelaksanaan dan control
kekuasaan, serta pembentukan dan penggunaan kekuasaan. Kekuasaan adalah
kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang
atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya (Miriam Budiharjo, 1999:10). Hakikat
politik adalah kekuasaan atau power, tetapi tidak semua kekuasaan adalah kekuasaan
politik.

7
Ossip K. Fleechteim membedakan kekuasaan politik menjadi dua macam, yaitu:

a. Kekuasaan social yang terwujud dalam kekuasaan negara (state power) seperti
lembaha pemerintah, parlemen (DPR), Presiden.
b. Kekuasaan social yang ditujukan kepada negara

Dari klarifikasi tersebut dinyatakan bahwa kekuasaan politik warga negara termasuk
jenis kekuasaan yang pertama. Kegiatan yang dilakukan oleh warga negara terhadap
pemerintah atau negara pada dasarnya adalah dalam rangka untuk mempengaruhi
pemerintah, agar kepentingan-kepentingan yang berupa nilai politik dapat direalisasikan
oleh pemerintah. Bentuk kegiatan politik warga negara untuk memperoleh nilai-nilai
politik tersebut bida salah bentuk partisipasi (mempengaruhi pembuatan kebijakan) dan
dalam bentuk subyek (terlibat dalam pelaksanaan kebijakan).

Bentuk hubungan politik antara warga negara dengan pemerintah bias berebntuk
kooperatif yaitu kerjasama saling menguntungkan dan kedudukan mereka masing-masing
adalah sejajar, bias juga kooperatif ataupun dalam bentuk paternalistic (negara sebagai
patron dan kelompok social tertentu sebagai klien). Bentuk hubungan politik yang
berasaskan kekeluargaan yang paling baik adalah bentuk kooperatif, karena akan
menunjang terciptanya hubungan politik yang harmonis antara warga negara dengan
pemerintah. Dalam konteks ini Kuncoro (Cholisin, 1999:26) memberikan gambaran
bahwa hubungan antara pemimpin dengan rakyat atau lebih khusus lagi antara pamong
dan penduduk adalah hubungan timbal balik yang bersifat konstruktif atau hubungan
yang saling membantu dan mengawasi, atau yang dapat diistilahkan hubungan yang
“mong-kinemong”.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang hubungan warga negara dengan negara


(pemerintah), maka dapat disimpulan bahwa sifat hubungan politik kooperatif, saling
membantu dan mengawasi, adalah yang paling tepat.

2. Wujud Hubungan Negara dan Warganegara

Wujud hubungan warga negara dengan negara pada dasarnya berupa peranan(role).
Peranan pada dasarnya merupakan tugas apa yang dilakukan sesuai dengan tugas yang

8
dimiliki dalam status sebagai warga negara. Suatu peranan tertentu, menurut Soerjono
Sukanto dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut :

a. Peranan yang ideal (ideal role)


b. Peranan yang seharusnya (expected role)
c. Peranan menurut diri sendiri (perceined role)
d. Peranan yang sebenarnya dilakukan (actual role)

Dilihat dari status warga negara, yang meliputi status pasif, aktif, negativ, dan positif.
Maka peranan negara juga bersifat aktif, pasif, negara dan positif secara komprehensif.

Peranan pasif, merupakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang


berlaku, sebagai cerminan seorang warga negara yang taat, patuh dan loyal kepada
negara. Peranan aktif, merupakan aktivitas warga negara untuk berpatisipasi dalm
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam ikut serta mempengaruhi kebijakan
pemerintah. Peranan positif merupakan aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan
kepada negara yang memang memiliki fungsi pelayanan umum (public service) untuk
memenuhi berbagai kebutuhan hidup warganya. Peranan negative, merupakan aktivitas
warga negara untik menolak campur tangan negara (pemerintah) dalam persoalan atau
hak yang bersifat pribadi.

C. Hak dan Kewajiban Warga negara


Hak dan kewajiban adalah suatau yang tidak dapat dipisahkan, tetapi bisa dibedakan.
Dalam realita kehidupan sering terjadi permasalahan karena hak dan kewajiban tidak
berjalan seimbang. Hak warga negara adalah sesuatu yang pantas dan mutlak untuk
didapatkan oleh individu sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam
kandungan. Hak pada umumnya didapat dengan cara diperjuangkan melal pertanggung
jawaban atas kewajiban. Sedangkan, kewajiban warga negara adalah segala sesuatu yang
dianggap sebagai suatu keharusan atau kewajiban untuk dilaksanakan oleh individu sebagai
anggota warga negara guna mendapatkan hak yang pantas utnuk didapatkan. Kewajiban
pada umumnya mengarah pada suatu keharusan atau kewajiban bagi individu dalam
melaksanakan pean sebagai anggota warga negara guna mendapat pengakuan akan hak yang
sesuai dengan pelaksanaan kewajiban tersebut. Hak dan kewajiban merupakan suatu hal

9
yang terkait satu sama lain, sehingga dalam praktiknya harus dijalankan dengan seimbang.
Jika hak dan kewajiban tidak berjalan seimbang dalam oraktik kehidupan, maka akan terjadi
suatu ketimpangan dalam pelaksanaan kehidupan individu baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.
Hak dan kewajiban warga negara secara konstitusional telah tercantum di dalam UUD
1945. Adanya hak dan kewajiban bagi negara dapat menciptakan masyarakat yang tertib,
tentram, aman, dan damai. Serta mampu menjaga stabilitas nasional yang mantap dan
dinamis.
Hak warga negara ini adalah sesuatu yang dpat dimiliki oleh warga negaranya sendiri,
seperti hak untuk hidup yang layak, aman, pelayanan dan hal lain yang diatur dalam
perundang-undangan. Setiap warga negara memiliki hak dasar yang ada pada
perkembangannya, dikenal dengan hak asasi manusia (HAM). Secara universal, HAM dapat
dibagi atau dibedakan sebagai berikut:
1. Hak asasi pribadi (Personal Right) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan untuk beragama, kebebasan bergerak dan lain sebagainya.
2. Hak asasi ekonomi (Property right), yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli,
menjualnya dan memanfaatkannya serta hak untuk mendapatkan kesejahteraan.
3. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
(Right sof legal equality)
4. Hak-hak sipil dan politik (Civil and political right) yaitu hak pilih yang terdiri dari hak
untuk dipilih dan memilih dalam pemilu, hak mendirikan partai politik dan sebagainya
5. Hak asasi social dan kebudayaan (Sosial and Cultural right), misalnya hak untuk
mendapatkan dan memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan dan
sebagainya
6. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan dan tata cara peradilan dan perlindungan
(Procedural Right), misalnya dalam penangkaan dan penggeledahan.

Di Indonesia, hak-hak tersebut diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 39 tahun1999
tentang HAM. Secara garis besar hak-hak tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hak untuk hidup sebagaimana diatur dalam pasal 28A UUD 1945 dan pasal 9 UU No.
39 tahun 1999;

10
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, diatur dalam pasal 28B UUD 1945 dan
pasal 10 UU No. 39 tahun 1999;
3. Hak mengembangkan diri, diatur dalam pasal 28C UUD 1945 dan pasal 11 sampai 16
UU No.39 tahun 1999;
4. Hak memperoleh keadilan sebagaimana diatur dalam pasal 28H dan pasal 28I ayat 2
UUD 1945 serta pasal 17 sampai 19 UU No. 39 tahun 1999;
5. Ha katas kebebasan pribadi, diatur dalam pasal 28G ayat 1 dan pasal 28I ayat 1 UUD
1945 dan pasal 20 sampai 27 UU No. 39 tahun 1999;
6. Hak atas rasa aman sebagaimana diatur dalam pasal 28G ayat 2 UUD 1945 serta pasal
28 sampai 35 UU No. 39 tahun 1999;
7. Hak atas kesejahteraan yang diatur dalam pasal 28C ayat 1 UUD 1945 dan pasal 36
sampai 42 UU No. 39 tahun 1999;
8. Hak untuk turut serta dalam pemerintahan sebagaimana diatur dalam pasal 27 UUD
1945 dan pasal 43 dan 44 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM.

Kita pedomani sebagai bukti adanya hak warga negara Indonesia adalah sebagai
berikut:

1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak


2. Berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan
3. Berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
4. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta
perlindungan dari kekerasan dan diksriminasi
5. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar.
6. Berhak mendapatkan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni budaya
untuk meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia.
7. Setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknua secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
8. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, kepastian hukum yang
adil, serta perlakuan yang sama di depan hukum
9. Setiap orang berhak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan, serta perlakuan yang
adik dan layak dalam hubungan kerja

11
10. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan
11. Setiap orang berhak atas status kewargangeraan
12. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, serta
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak
kembali.
13. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.
14. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Selain itu, setiap orang berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
15. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan martabat,
dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya. Di samping itu, setiap orang
berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
16. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atas perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia, serta berhak ememperoleh suaka plitik negara lain.
17. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat
lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
18. Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama dalam mencapai keadilan
19. Setiap orang berhak atas jaminans social yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
20. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih sewenang-wenang oleh siapa pun.
21. Hak untuk hidup, hak untuk disikda, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, serta hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

12
22. Setiap orang berhak bebad dari perlakuan yang bersifat diskriminasi atas dasar apa
pun, dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminasi itu.
23. Identitas bangsa dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.

Selain hak, warga negara juga mempunyai kewajiban terhadap negara. Beberapa acuan
yang dapat kita pedomani sebagai bukti adanya kewajiban warga negara adalah sebagai
berikut:

1. Menjunjung tinggi hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis


2. Mengakui pemerintahan yang sah, baik pemerintahan daerah maupun pemerintahan
pusat. Secara khusus kewajiban warga negara Indonesia adalah
a. Kewajiban untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara atau pertahanan
keamanan negara, sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat 1 UUD 1945 dan pasal
68 UU No.39 tahun 1999
b. Kewajiban membayar pajak sebagai kontrak utama negara dengan warga negara
c. Kewajiban untuk patuh pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis
serta hukum internasional tentang hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam
pasal 67 dan 70 UU No. 39 tahun 1999;
d. Kewajiban untuk menjunjung pemerintahan, diatur dalam pasal 27 UUD 1945.

D. Problematika hak dan kewajiban warga negara


Masalah tentang kewarganeraan dalam aspek menjamin kesejahteraan hak dan kewajiban
seseorang dalam sebuah negara, merupakan hal yang tidak lepas dari suatu permasalahan
yang berkenan dengan seseorang yang dinyatakan sebagai warga negara atau bukan warga
negara dalam sebuah negara. Permasalahan tersebut diakibatkan karena setiap negara
menganut asas kewarganegaraan yang berbeda-beda. Contoh di Negara Jepang yang hanya
menerapkan asas kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran (ius soli), negara kita
Indonesia menganut kedua asas kewarganegaraan, yaitu ius soli dan ius sanguinis.
Berdasarkan hal di atas tiga permasalahan kewargangeraan, yaitu apatride, bipatride, dan
multipatride.

13
1. Apatride merupakan istilah bagi seseorang yang memiliki status kewarganegaraan. Hal
ini disebabkan ada seseorang yang orang tuanya menganut asas yang berdasarkan
tempat kelahiran (ius soli), namun ia lahir di negara yang menganut asas yang
berdasarkan darah keturunan (ius sanguinis). Misalnya ada sesorang yang orang tuanya
adalah warga negara Brazil yang menganut asa kewarganegraan ius soli, namun ia
dilahirkan di negara jepang yang menganut asa kewarganegaraan ius soli. Namun ia
dilahirkan di negara Jepang yang menganut asa kewarganegaraan yang berdasarkan
keturunan (ius sanguinis). Maka kedua negara, baik negara asal maupun negara
dilahirkan menolaknya untuk menjadi warga negaranya
2. Bipatride adalah istilah untuk seseorang memiliki kewargangeraan ganda (rangkap),
atau memiliki dia kewarganegaraan. Hal ini dapat terjadi jika ada seseorang yang orang
tuanya menganut asa kewarganegaraan yang berdasarkan keturunan (ius sanguinis),
sedangkan ia sendiri lahir di negara yang menganut asas kewarganegaraan yang
berdasakan tempat kelahiran (ius soli). Misalnya ada seseorang, yang kedua orang
tuanya meninggal di negara jepang yang menganut ius sanguinis. Saat itu, ia belum
lahir, dan kedua orang tuanya pergi ke negara Brazil yang menganut ius soli, dania pun
dilahirkan di Brazil, maka ia mendapat kewarganegaran dari kedua negara.
3. Multipatride, merupakan suatu istilah seseoang yang memiliki lebih dari dua
kewarganegaraan. Hal tersebut dapat terjadi karena seseorang yang tinggal di daerah
perbatasan antara dua negara atau juga karena seseorang yang kedua orang tuanya
memiliki kewarganegaraan yang berbeda. Misalnya, seseorang yang ayahnya
berkewarganegaraan China yang menganut asas ius sanguinis dan ibunya
berkewarganegraan India yang menganut ius sanguinis. Namun ia di lahirkan di
Kamboja yang meganut asas ius soli. Jadi ia mendapatkan kewarganegaraan dari negate
ayahnya. Dari negate ibunya dan negara ia dilahirkan.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berbicara tentang warga negara tidak bias dilepaskan dari pembicaraan tentang
penduduk. Penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal dalam suatu negara.
Sah dalam artian tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan dan tata cara masuk dan
bertempat tinggal dalam suatu wilayah negara yang bersangkutan. Selain itu
kewarganegaraan ialah isi pokok yang mencakup hak dan kewajiban warga negara serta
merupakan keanggotaan dalam satuan politik tertentu termasuk dalam hal asas
kewarganegaraan.
Dalam konteks hubungan yang timbal balik, warga negara dan negara memiliki
kedudukan yang tidak sederajat dan timbang timpang, dapat berakibat pada sulitnya
penciptaan hubungan yang harmonis antara keduanya. Karena pihak yang diletakkan pada
kedudukan yang lebih tinggi cenderung akan melakukan tindakan yang berbau dominasi dan
hegemoni terhadap pihak yang diletakkan pada kedudukan yang lebih rendah. Berdasarkan
beberapa pendapat tentang hubungan warga negara dengan negara (pemerintah), maka dapat
disimpulan bahwa sifat hubungan politik kooperatif, saling membantu dan mengawasi,
adalah yang paling tepat.
Dalam realita kehidupan sering terjadi permasalahan karena hak dan kewajiban tidak
berjalan seimbang. Hak warga negara adalah sesuatu yang pantas dan mutlak untuk
didapatkan oleh individu sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam
kandungan. Kewajiban pada umumnya mengarah pada suatu keharusan atau kewajiban bagi
individu dalam melaksanakan pean sebagai anggota warga negara guna mendapat
pengakuan akan hak yang sesuai dengan pelaksanaan kewajiban tersebut.
Masalah tentang kewarganeraan dalam aspek menjamin kesejahteraan hak dan kewajiban
seseorang dalam sebuah negara, merupakan hal yang tidak lepas dari suatu permasalahan
negara kita Indonesia menganut kedua asas kewarganegaraan, yaitu ius soli dan ius
sanguinis. Berdasarkan hal tersebut negara kita memiliki 3 permasalahan dalam
kewarganegaraan yaitu apatride, bipatride, dan multipatride.

15
DAFTAR PUSTAKA

Suwanda, I Made, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi. Surabaya:


Unessa University Press

Sunarso, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: UNY
Press.

Umbuzullan Yohame, Dzineng.2014. Asas-Asas Kewarganegaraan. Makalah. Dikutip dari


https://www.academia.edu/35327584/Makalah_Asas-asas_Kewarganegaraan. 22 september

16

Anda mungkin juga menyukai