Anda di halaman 1dari 25

APLIKASI KEPERAWATAN TRANSCULTURAL DALAM

BERBAGAI MASALAH KESEHATAN


Diajukan untuk memenuhi tugas mata ajar Psikososial dan Budaya dalam
Keperawatan
Dosen : Suharno, S.Kep.,Ners.,M.Kes

Tugas Kelompok
Disusun oleh Kelompok 3 :
Ai Novi Novelia Elsa Dewi Priyanto
Alif Alin Arifah Suhada Jihan Fitrina
Dandi Risnandar Mohammad Wahyudi
Deris Rismansyah Nanda Fatimatul Badriyal
Dhea Paramitha Hesti S Raka Handika
Didit Hamidi Hidayat Yudi Rhamanda

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YPIB
MAJALENGKA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT sehingga penyusunan


makalah tentang “Aplikasi Keperawatan Transcultural Dalam Berbagai Masalah
Kesehatan” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu kami ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing
mata kuliah “Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan” atas bimbingan dan
motivasinya.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Majalengka, 8 Desember 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Baelakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
C. Tujuan .............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
A. Definisi Keperawatan Transkultural ................................................................ 3
B. Tujuan Keperawatan Transkultural .................................................................. 4
C. Hubungan Model Leininger Dengan Konsep Caring....................................... 5
D. Paradigma Transcultural Nursing .................................................................... 9
E. Proses keperawatan Transcultural Nursing .................................................... 11
F. Mitos yang Berkaitan Dengan Kesehatan ...................................................... 16
G. Trend dan Issue Transkultural Nursing .......................................................... 20
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 21
A. Kesimpulan .................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan menjalankan tugas sebagai perawat banyak perubahan-
perubahan yang ada, baik di lingkungan maupun klien. Perawat harus
menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi ini termasuk segi
pelayanan kesehatannya. Perpindahan penduduk menuntut perawat agar
dapat menyesuaikan diri dengan budayanya dan sesuai dengan teori-teori
yang dipelajari. Dalam ilmu keperawatan banyak sekali teori-teori yang
mendasari ilmu tersebut. Termasuk salah satunya teori yang mendasari
bagaimana sikap perawat dalam menerakan asuhan keperawatan. Salah
satu teori yang diaplikasikan dalam asuhan keperawatan adalah teori
Leininger tentang “Transcultural Nursing”.
Dalam teori ini transcultural nursing didefinisikan sebagai area
yang luas dalam keperawatan yang fokusnya dalam komparatif studi dan
analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai perilaku
caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola tingkah
laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistik body of
knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan. Dalam hal ini
diharapkan adanya kesadaran terhadap perbedaan kultur berarti perawat
yang profesional memiliki pengetahuan dan praktik berdasarkan kultur
secara konsep perencanaan dalam praktik keperawatan. Tujuan
penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan
sains dan keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan
pada kultur yang spesifik dan kultur yang universal. Kultur yang spesifik
adalah kultur dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki olh
kelompok tertentu. Kultur yang universal adalah nilai-nilai dan norma-
norma yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur (Leininger,
1979).

1
Leininger mengembangkan teorinya dari perbedaan kultur dan
universal berdasarkan kepercayaan bahwa masyarakat dengan perbedaan
kultur dapat menjadi sumber informasi dan menentukan jenis perawatan
yang diinginkan karena kultur adalah pola kehidupan masyarakat yang
berpengaruh terhadap keputusan dan tindakan. Cultur Care adalah teori
yang holistik karena meletakkan di dalamnya ukuran dari totalitas
kehidupan manusia dan berada selamanya, termasuk sosial struktur,
pandangan dunia, nilai kultural, ekspresi bahasa dan etnik serta sistem
profesional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Keperawatan Transkultural ?
2. Apa Tujuan Keperawatan Transkultural ?
3. Bagaimana Hubungan Model Leininger Dengan Konsep Caring ?
4. Apa Saja Paradigma Transcultural Nursing ?
5. Bagaimana Proses keperawatan Transcultural Nursing ?
6. Apa Saja Mitos yang Berkaitan Dengan Kesehatan ?
7. Bagaimana Trend dan Issue Transkultural Nursing ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Keperawatan Transkultural
2. Untuk Mengetahui Tujuan Keperawatan Transkultural
3. Untuk Mengetahui Hubungan Model Leininger Dengan Konsep
Caring
4. Untuk Mengetahui Paradigma Transcultural Nursing
5. Untuk Mengetahui Proses keperawatan Transcultural Nursing
6. Untuk mengetahui apa saja Mitos yang Berkaitan Dengan Kesehatan
7. Untuk mengetahui Trend dan Issue Transkultural Nursing

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Keperawatan Transkultural


Definisi Transkultural bila ditinjau dari makna kata transkultural
berasal dari kata trans dan culture, trans berarti alur perpindahan, jalan
lintas atau penghubung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
trans berarti melintang, melintas, menembus, melalui. Culture berarti
budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti
kebudayaan, cara pemeliharaan, pembudidayaan, kepercayaan, nila-nilai
dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan
pada generasi berikutnya. Sedangkan cultural berarti sesuatu yang
berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti akal budi, hasil dan
adat istiadat. Dan kebudayaan berarti hasil kegiatan dan penciptaan batin
(akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat atau
keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan
untuk menjadi pedoman tingkah lakunya. Jadi transkultural dapat diartikan
sebagai lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu
mempengaruhi budaya yang lain atau juga pertemuan kedua nilai-nilai
budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial.
Transcultural Nursing merupakan suatu area yang berkaitan
dengan perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya (nilai budaya yang
berbeda, ras, yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan
asuhan keperawatan kepada klien/pasien). Menurut Leininger (1991).
bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan
nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Teori ini
berasal dari disiplin ilmu antropology dan oleh Dr. M. Leininger
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan
nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Bila hal tersebut
diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.

3
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan.
Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidak nyamanan, ketidak
berdayaan dan beberapa mengalami disorientasi. Kebutuhan budaya yang
dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan
keperawatan yang diberikan.
Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus
memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai
asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan
asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (Leininger, 2002). Perilaku caring adalah bagian dari
keperawatan yang membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Tindakan caring adalah tindakan yang dilakukan
dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku ini
seharusnya sudah tertanam di dalam diri manusia sejak lahir, dalam
perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai individu
tersebut meninggal. Hal ini tetap ikut berkembang dengan seturut jalannya
perkembangan manusia tersebut.

B. Tujuan Keperawatan Transkultural


Menurut Leininger tujuan penggunaan keperawatan transkultural
adalah dalam pengembangan sains dan ilmu yang humanis sehingga
tercipta praktek keperawatan pada kebudayaan yang spesifik. Kebudayaan
yang spesifik adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang spesifik
yang tidak dimiliki oleh kelompok lain contohnya suku Osing, Tengger
dan Dayak. Sedangkan kebudayaan yang universal adalah kebudayaan
dengan nilai dan norma yang diyakini dan dilakukan oleh hampir semua
kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan.

4
Dengan adanya keperawatan transkultural dapat membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatannya. Perawat juga dapat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status
kesehatan. Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan
untuk makan-makanan yang berbau amis seperti ikan, maka klien tersebut
dapat mengganti ikan dengan sumber protein nabati yang lainnya. Seluruh
perencanaan dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar
belakang budaya sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup yang
lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

C. Hubungan Model Leininger Dengan Konsep Caring


Caring adalah bentuk perhatian kepada orang lain, berpusat kepada
orang lain, menghargai harga diri dan kemanusiaan, berusaha mencegah
terjadi sesuatu yang buruk, serta memberi perhatian dan cinta. Caring
adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan
kepada individu secara utuh. Caring dalam keperawatan adalah fenomena
transkultural dimana perawat berinteraksi dengan klien, staff dan
kelompok lain. Sikap caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan
niat baik. Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam
aspek bio-psiko-sosio-spiritual. Bersikap caring untuk klien dan bekerja
sama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi
keperawatan.
Leininger menggunakan metode ethomethods sebagai cara untuk
melakukan pendekatan dalam mempelajari “care” karena metode ini
secara langsung menyentuh bagaimana cara pandang kepercayaan dan
pola hidup yang dinyatakan secara benar. Pada tahun 1960an, Leininger
mengembangkan metode ethnonursing untuk mempelajari fenomena
keperawatan secara spesifik dan sistematik. Ethnonursing berfokus pada
sistematika studi dan kalsifikasi pelayanan keperawatan, nila-nilai,

5
praktik-praktik secara kognitif atau secara subjektif yang dikenal sebagai
designated cultured (cultural representatives) melalui bahasa-bahasa lokal,
pengalaman, keyakinan-keyakinan, dan sistem value tentang fenomena
keperawatan yang aktual dan potensial seperti kesehatan dan faktor-faktor
lingkungan. Walaupun keperawatan telah menggunakan kata-kata “care”
dan “caring” untuk menggambarkan praktik keperawatannya selama lebih
dari satu abad, definisi penggunaannya sering kali masih rancu dan
hanyalah berbetuk klise tanpa ada pengertian yang spesifik bagi klien atau
bahkan bagi perawat itu sendiri. Walau demikian, konsep caring adalah
satu bahasan yang paling sedikit dimengerti dan dipelajari daripada bidang
ilmu pengetahuan dan area penelitian lainnya. Melalui definisi bahwa teori
keperawatan transkultural dan ethnomethods yang berfokus pada “etnic”
seseorang dapat semakin dekat pada pengertian “care” itu sendiri, karena
ethnomethods bersumber pada people-contered data dan tidak berasal dari
opini peneliti tersebut, kepercayaan dan prakteknya.
Tujuan penting dari teori ini adalah bagaimana teori ini dapat
mendokumentasikan, mengetahui, memprediksikan dan menjelaskan
secara sistematis data di lapangan tentang fakta universal dan perbedaan
yang ada terkait dengan pelayanan professional, pelayanan secara umum
dan pelayanan keperawatan. Leininger meyakini bahwa “perilaku caring
dan praktiknya secara unik membedakan keperawatan terhadap kontribusi
dari disiplin ilmu yang lain.”. Alasan utama untuk mempelajari caring
adalah :
1. Konsep “care” muncul secara kritis pada pertumbuhan manusia,
perkembangan manusia dan kemampuan bertahan pada makhluk
hidup.
2. Untuk secara eksplisit mengerti secara menyeluruh aturan-aturan
pemberi pelayanan dan penerima pelayanan pada kultur yang berbeda
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan secara kultural.

6
3. “Care” adalah studi untuk memenuhi kebutuhan esensial untuk proses
penyembuhan, perbaikan dan untuk bertahan manusia dan kelompok
sepanjang waktu.
4. Profesi keperawatan telah mempelajari “care” secara terbatas tetapi
secara sistematis dari perspektif kultural dan telah melupakan aspek-
aspek epistemology dan ontology yang berlandaskan pada
pengetahuan keperawatan.

Leininger menyatakan bahwa care adalah fenomena yang luas dan


eksklusif yang sering muncul pada pola hidup masyarakat yang dapat
dijadikan landasan bagi perawat dalam menerapkan “care” pada terapi
tertentu dalam rangka menjaga kondisi sehat, mencegah penyakit, proses
penyembuhan dan membantu orang menghadapi kematian. Lebih lanjut
lagi, perhatian utama pada thesisnya adalah jika seseorang mengerti secara
keseluruhan mengenai konsep “care”, orang tersebut dapat memprediksi
kesejahteraan individu, keluarga dan kelompoknya. Jadi “care” menurut
sudut pandang Leininger merupakan salah satu konsep yang paling kuat
dan fenomena distinctive bagi keperawatan. Sebagaimana bentuk dan
konsep care itu sendiri, sehingga harus benar-benar di dokumentasikan,
dimengerti dan digunakan agar “care” menjadi petunjuk utama bagi terapi
keperawatan dan penjelasan tentang praktek-praktek keperawatan.
Leininger (1994) telah mengembangkan bentuk yang relevan dengan
teori tetapi hanya beberapa hal yang didefinisikan :
1. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan,
dukungan atau perilaku lain yang berkaitan atau untuk individu
lain/kelompok dengan kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan manusia.
2. Caring adalah tindakan yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung individu lain/kelompok dengan nyata atau antisipasi
kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.

7
3. Kultur/Culture adalah berkenaan dengn mempelajari, membagi dan
tranmisi nilai. Kepercayaan, norma dan praktik kehidupan dari sebuah
kelompok yang dapat menjadi tuntunan dalam berfikir, mengambil
keputusan, bertindak dan berbahasa.
4. Culture Care berkanaan dengan kemampuan kognitif untuk
mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang mana
membimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu lain atau
kelompok untuk mempertahakan kesehatan, meningkatkan kondisi
kehidupan atau kematian serta keterbatasan.
5. Nilai kultur berkenaan dengan pengambilan keputusan tentang suatu
cara yang hendak dijalani sesuai dengan adat kebiasaan yang
dipercayai dalam periode waktu tertentu.
6. Perbedaan kulture dalam keperawatan adalah variasi dari pengertian,
pola nilai atau simbol dari perawatan kesehatan untuk meningkatkan
kondisi manusia, jaln kehidupan atau untuk kematian.
7. Culture care universality adalah sesuatu hal yang sangat umum, seperti
pemahaman terhadap nilai atau simbol dari pengaruh budaya terhadap
kesehatan manusia.
8. Ethnosentris adalah kepercayaan yang mana satu ide yang dimiliki,
kepercayaan dan praktiknya lebih tinggi untuk culture yang lain.
9. Culture imposition berkenaan dengan kecendurngan tenaga kesehatan
untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas culture lain
karena mereka percaya bahwa ide mereka lebih tinggi daripada
kelompok lain.

Leininger percaya bahwa tujuan teori ini adalah untuk memberikan


pelayanan yang bebrasis pada kultur. Dia percaya bahwa perawat harus
bekerja dengan prinsip “care” dan pemahan yang dalam mengenai “care”
sehingga culture’s care, nilai-nilai, keyakinan dan pola hidup memberikan
landasan yang realiabel dan akurat untuk perencanaan dan implementasi
yang efektif terhadap pelayanan pada kultur tertentu.

8
Dia meyakini bahwa seseorang perawat dapat memisahkan cara
pandangan dunia, struktur sosial dan keyakinan kultur (orang biasa dan
professional) terhadap kesehatan, kesejahteraan sakit atau pelayanan saat
bekerja dalam suatu kelompok masyarakat tertentu, karena faktor-faktor
ini saling berhubungan satu sama lain. Struktur sosial seperti kepercayaan,
politik, eknomi dan kekeluargaan adalah kekuatan signifikan yang
berdampak pada “care” dan mempengaruhi kesejahteraan dan kondisi
sakit.

D. Paradigma Transcultural Nursing


Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural
sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam
terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang
budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat,
lingkungan dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995).
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki
nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk
menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984)
manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya
pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan
merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya
yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari.
Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif
(Andrew and Boyle, 1995)

9
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien.
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien
dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk
lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah
lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di
daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada
matahari sepanjang tahun.
Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang
berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke
dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial
individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di
lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk
dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu
seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan
latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang
digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi
budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
Cara Mempertahankan budaya
a. Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang
telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau

10
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi.
b. Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini
dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya
tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu
klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih
mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat
diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
c. Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang
dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya
merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi
tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang
lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

E. Proses keperawatan Transcultural Nursing


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam
menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan
dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan
bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan
berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and
Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang

11
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk
memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah
dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi
sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien
memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical
factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan
pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama
memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya
sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah :
agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan
agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social
factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life
ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan
ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau

12
buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang
mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya
terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah : posisi dan
jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang
digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam
kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and
legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah
segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam
asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995).
Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran
untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-
sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar
segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan
antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien
dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini.
Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan
individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya
yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu

13
dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis
pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif
mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang
kembali.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui
intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga
diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan
keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial
berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural
adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan.
Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar
belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga
pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew
and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien
bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan
klien

14
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan
perawat
b. Cultural careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan
klien dan standar etik
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari
budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa
kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan
kesehatan Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami
budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila
perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa
tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat
dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat
mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan
perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai
dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan
kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat

15
bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi
dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang
budaya klien.

F. Mitos yang Berkaitan Dengan Kesehatan


1. Mitos Memakan Makanan Dari Sesaji Untuk Ritual Tertentu Di
Masyarakat
a. Fakta di Lapangan
Masih banyak ditemukan dan bahkan di lapangan
khususnya masyarakat pedesaan masih mempercayainya. Kegiatan
ini sudah ada sejak zaman nenek moyang yang terdahulu. Tempat
mereka pakai dahulunya terletak pada daerah yang dimana disitu
merupakan bagian terpenting akan terkabulnya keinginan mereka.
Intinya kegiatan yang dilakukan ini bisa merupakan wujud
ungkapan rasa sukut untuk Tuhan. Memakan makanan yang
berasal dari sesaji tersebut merupakan bentuk rasa penghormatan
pada yang Kuasa dan juga bisa mendoakan apa yang kita inginkan.
b. Teori
Dilihat dari bentu yang dihidangkan berupa nasi sayur-
sayuran ayam dan lain-lain, yang menjadi inti permasalahannya
adalah pembagian ayamya dari yang masih utuh menjadi bagian
kecil-kecil. Bila orang yang membagikan tidak tahu akan makna
bersih makan akan terabaikan kebersihan kuman ayam tersebut.
Selain itu ada juga bagaimana proses memasaknya untuk ayam
tersebut terkadang ayam ada bagian yang belum mencapai tingkat
kematangan dan itu akan berpengaruh pada proses pencernaan dan
keamanan mengkonsumsi makanan tersebut. Kandungan daging
ayam sesungguhnya banyak mengandung protein dan nutrisi-nutrsi
lain di dalamnya yang berguna untuk keperluan tubuh. Sayur-
sayuran juga diperlukan tubuh untuk proses pencernaan seperti

16
bayam yang banyak mengandung serat berfungsi untuk
memperlancar proses metabolisme.
c. Opini
Kepercayaan yang timbul sejak zaman dahulu sudah sangat
melekat dan kental akan budaya yang tiap tahun diadakan akan
sulit dihilangkan karena akan menjadi ciri khas pada daerah itu.
Mereka beranggapan barang siapa menghilangkan budaya ini
dampaknya sangat bervariasi, bisa dikucilkan masyrakat karena
dianggap tidak menghargai para pendahulunya dan yang paling
fatal bisa diusir dari lingkungan.
2. Mitos Tentang Sirkumsisi Dilihat Dari Segi Agama Islam
a. Fakta Di Lapangan
Sekarang ini dilihat dari kesadaran masyarakat tentang
kesehatan sudah sangat berkembang. Banyak anak kecil yang
sudah lulus tingkat sekolah dasar maupun masih sudah dilakukan
khitan atau sirkumsisi. Faktor yang mempengaruhi keinginan untuk
dikhitan biasanya berasal dari anak itu sendiri yang melu pada
teman-temannya maupun dari orang tua yang mendesak untuk
dilakukannya khitan. Di beberapa daerah sudah ada alat mumpuni
untuk melakukan proses sirkumsisi secara modern. Agenda yang
dilakukan untuk institusi kesehatan biasanya yang sering kita
dengan Khiatanan Masal dan ini sangat membantu bagi keluarga
yang tidak mampu untuk mengkhitankan anaknya.
b. Teori
Dari segi agama islam sangat dianjurkan untuk dilakuakn
sirkumsisi atau khitan dnegan tujuan memberikan kesehatan pada
umatnya. Ini merupakan tanda sudah baligh bila sudah di khitan
atau sirkumsisi. Dahulunya untuk melakukan khitan atau
sirkumsisi masih sangat sederhana dan masih menggunakan
metode yang classic. Untuk penyembuhannya sendiri bisa
berbulan-bulan setelah dilakuakan sirkumsisi atau khitan. Obat

17
yang digunakan masih sangat terbatas selain itu di daerah desa juga
sangat terbatas petugas kesehatannya. Tapi sekarang dengan
kemajuan teknologi diharapkan bisa terlaksanan proses sirkumsisi
yang lebih mauu dan mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat.
Sirkumsisi atau khitan adalah memotong sebagian dari alat kelamin
dari pris untuk menjaga kebersihan dari alat kelamin pria. Ini bisa
dibuktikan dengan urine yang keluar bila belum khitan atau
sirkumsisi akan sebagian tertinggal selanjutkan akan mengendap
dan bahayanya bila terjadi hubungan intim akan membahayakan si
wanita karen sperma yang keluar bersama dengan endapan tadi
akan menyebabkan kanker rahim.
c. Opini
Dilakukan khitan atau sirkumsisi dapat mempercepat proses
pendewasaan dari postur tubuh biasanyya dengan tada jakin
membesar, suara yang telihat besar dan tentunya bertambah tinggi
dan berat badan. Setelah dikhitan akan merasa lega karena sudah
melaksanakan tugas dari Rosul untuk syarat sahnya sholat salah
satunya juga sirkumsisi atau khitan ini bila kita sebagai imam.
3. Mitos Ibu Hamil
a. Fakta Di Lapangan
Ibu hamil jika makan pisang, nanas, mentimun itu akan
menyebabkan keputihan bahkan masyarakat sekitar berpendapat
bahwa nanas bisa menyebabkan keguguran. Sewaktu ibu hamil,
jika suami memotong ayam, diprediksi anaknya akan lahir cacat.
Fakta dari mitos tersebut tidak akan terjadi kecacatan pada bayi
yang dilahirkan. Jika bayi yang lahir cacat, bukan dari mitos
tersebut, tetapi karena cacat itu bisa dari faktor kelainan
genetiknya.

18
b. Teori
Mengkonsumsi pisang, nanas, mentimun justru disarankan
karen kaya akan vitamin C dan serat yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh dan melancarkan proses pembuangan sisa-sisa
pencernaan. Untuk kehamilan itu untuk memenuhi nutrisi dan
menjaga perkembangan janin. Kehamilan seseorang tidak bisa
ditentukan dengan kelahiran yang normal maupun tidak, tetapi
secara medis untuk kelahiran yang tidak normal banyak berbagai
faktor yang mempengaruhi salah satunya adalah kelainan gen
pembawa dari ayah maupun ibu ini sangat berpengaruh bagi
kelahirannya.
d. Opini
Ibu hamil rentan akan masalah yang bisa ditimbulkan.
Sebisa mungkin pertahanan akan kondisi sehat sangat kuat dengan
dukkungan keluarga, suami dan teman-teman, budaya dimana dia
tinggal sangatlah berpengaruh bagi perkembangan kehamilannya.
Keyakinan inilah yang dipegang untuk menjaga, merawar,
melindungi kehamilan si Ibu. Nila-nilai, norma, adat istiadat masih
dipegang kuat. Mitos-mitos diatas tersebut hanya keyakinan
seseorang atau kelompok karena belum tentu setiap desa atau kota
mempunyai mitos yang sama karena belum tentu mitos akan jadi
kenyataan. Terkadang ada ibu hamil anaknya lahir dalam kondisi
tidak normal (cacat), misalnya makan buah yang manjadi
pantangan ibu hamil anaknya lahir cacar itu hanya bertepatan saja,
dibalik semua itu mungkin ada kelainan pada saat bayi masih
dalam kandungan.

G. Trend dan Issue Transkultural Nursing


Banyak hal dalam budaya Indonesia termasuk dalam cara mereka
mempercayai dan mengobati diri mereka untuk membuat hidup mereka
mampu menangani sakit yang mereka alami. Sebagi contoh budaya jawa,

19
budaya jawa sering diketahui cara dan adat yang mereka percayai untuk
mengobati diri saat sakit adalah kerokan. Kerokan bukanlah hal yang asing
bagi budaya jawa, lebih dari banyak orang jawa masih menggunakan
kerokan untuk mengobati sakit mereka sampai saat ini. Mereka
mempercayai adat dan budaya secara turun temurun. Mereka meyakini
bahwa dengan kerokan dapat megeluarkan angin yang ada di dalam tubuh
serta dapat menghilangkan nyeri atau sakit badan yang dialami dan dengan
hal tersebut dapat membantu penyembuhan yang mungkin telah dirasakan
sebelumnya hal tersebut oleh suku jawa. Hal tersebut menutup
kemungkinan akan muncul dan berada di dalam rumah sakit, meski
mereka telah mendapatkan penanganan dari tim kesehatan ada saja yang
melakukan tradisi tersebut. Telah diketahui akibat dari kerokan yaitu
menyebabkan pori-pori kulit semakin melebar, lalu warna kulit memerah
menunjukkan adanya pembuluh darah dibawah permukaan kulit pecah
sehingga menambah arus darah ke permukaan kulit. Ketika melakukan
komunikasi untuk memberikan informasi tentang akibat yang terjadi dari
kerokan tidak membuat para klien atau pasien tidak berhenti melakukan
tradisi seperti hal tersebut karena itu telah menjadi kebiasaan yang secara
terus-menerus dilakukan. Sehingga asuhan keperawatan yang mungkin
akan diberikan kepada klien tidak dapat dilakukan karena adanya
penolakan yang terjadi terhadap anggapan akan hal tersebut.
Disini kita tidak dapat mengkritik keyakinan dan praktik budaya
kesehatan tradisional yang dilakukan. Budaya merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan harus
terus dilakuakn bagaimana caranya menangani klien tanpa menyinggung
perasaan klien dan mengkritik tradisi yang telah ada yang mungkin sulit
untuk kita tentang dan ubah. Karena tujuan kita bukanlah untuk mengubah
atau mengkritik tradisi tersebut, namun bagaimana perawat mampu
melakukan semua tugasnya dalam memenuhi kebutuhan pasien.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan
keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar
belakang budaya. Hal ini dipelajari mulai dari kehidupan biologis
sebelumnya, kehidupan psikologis, kehidupan sosial dan spiritualnya.
Perencanaan dan pelaksaan proses keperawatan transkultural tidak dapat
begitu saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar
belakang budaya klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai
dengan budaya klien. Penyesuaian diri sangatlah diperlukan dalam aplikasi
keperawatan transkultural.
Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat
diperlukan untuk menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh
perawat dengan klien. Diagnosa keperawatan transkultural yang
ditegakkan dapat mengidentifikasi tindakan yang dibutuhkan untuk
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, membentuk
budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan mengganti budaya
yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru. Perencanaan dan
pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu saja
dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang
budaya klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan
budaya klien. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat
dengan perencanaan dan pelaksanaan proses asuhan keperawatan
transkultural

21
DAFTAR PUSTAKA

Leininger.M & McFarland. M.R, (2002), Transkultural Nursing : Concept,


Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies.

Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd
Ed, Philadelphia, JB Lippincot Company

Fitzpatrick. J.J & Whall. A.L, (1989), Conceptual Models of Nursing : Analysis
and Application, USA, Appleton & Lange

Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and
Intervention, 2nd Ed, Missouri , Mosby Year Book Inc

Swasono. M.F, (1997), Kehamilan, kelahiran, Perawatan Ibu dan Bayi dalam
Konteks Budaya, Jakarta, UI Press

22

Anda mungkin juga menyukai