Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA PASIEN

DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI

Ni Luh Putu Mega Kartika Candra


19J10088

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI

A. Konsep Teori Kebutuhan


1. Definisi
a. Pengertian Rasa Nyaman
Nyaman adalah perasaan senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosial (SDKI, 2016). Kenyamanan fisik (status
fungsional tubuh) harus dipastikan dalam batas normal sebagai syarat operasi.
Kenyamanan psikospiritual mencakup kepercayaan diri dan motivasi agar pasien lebih
tenang ketika menjalani prosedur invasif yang menyakitkan. Kenyamanan lingkungan
ruang rawat inap juga penting karena dapat membangkitkan optimisme kesembuhan
pasien (Rahmawati, Widyawati & Hidayati, 2014).
b. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu perasaan atau pengalaman yang tidak nyaman baik secara
sensori maupun emosional yang dapat ditandai dengan kerusakan jaringan ataupun tidak
(Syamsiah & Muslihat, 2015). Selanjutnya nyeri seringkali merupakan tanda yang
menyatakan ada sesuatu yang secara fisiologis terganggu yang menyebabkan seseorang
meminta pertolongan. Nyeri juga merupakan masalah yang serius yang harus direspons
dan di intervensi dengan memberikan rasa nyaman, aman dan bahkan membebaskan
nyeri tersebut. Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Nyeri kronis merupakan pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan,
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dengan istilah
kerusakan (International Association for the Study of Pain) ; awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diramalkan dan durasinya lebih dari enam bulan (NANDA, 2015).
2. Anatomi fisiologi terkait KDM
a. Fisiologi Nyeri
Nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya
dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan hingga mana derajat nyeri
tersebut mengganggu dipengaruhi oleh interaksi antara system algesia tubuh dan
transmisi system saraf serta interprestasi stimulus.
1) Nosisepsi
System saraf perifer terdiri atas saraf sensorik primer yang khusus bertugas
mendeteksi kerusakan jaringan dan membangkitkan sensasi sentuhan, panas,
dingin, nyeri, dan tekanan. Reseptor yang bertugas merambatkan sensasi nyeri
disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf perifer yang bebas dan
tidak bermielin atau sedikit bermielin. Reseptor nyeri tersebut dapat dirangsang oleh
stimulus mekanis, suhu, atau kimiawi. Sedangkan proses fisiologis terkait nyeri
disebut nosisepsi. Proses tersebut terdiri atas empat fase, yaitu :
a) Transduksi
Pada fase transduksi, stimulus atau rangsangan yang membahayakan (mis:
bahan kimia, suhu, listrik, atau mekanis) memicu pelepasan mediator biokimia
(mis: prostaglandin, bradikinin, histamine, substansi P) yang mensensitisasi
nosiseptor.
b) Transmisi
Fase transmisi nyeri terbagi atas 3 bagian. Pada bagian pertama nyeri
merambat dari serabut saraf perifer ke medulla spinalis. Dua jenis serabut
nosiseptor yang terlibat dalam proses tersebut adalah serabut C, yang
mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, serta serabut A-Delta yang
mentransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi. Bagian kedua adalah
transmisi nyeri dari medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus melalui
jaras spinotalamikus (spinothalamic tract). STT merupakan suatu system
diskriminatif yang membawa informasi mengenai sifat dan lokasi melalui
stimulus dan thalamus. Selanjutnya pada bagian ketiga, sinyal tersebut
diteruskan ke korteks sensori somatic.
c) Modulasi
Fase ini disebut juga system desenden. Pada fase ini neuron di batang otak
mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke medulla spinalis. Serabut desenden
tersebut melepaskan substansi seperti opioid, serotonin, dan norepineprin yang
akan menghambat impuls asenden yang membahayakan dibagian dorsal
medulla spinalis.
d) Persepsi
Pada fase ini individu mulai menyadari adanya nyeri. Tampaknya persepsi
nyeri tersebut terjadi di stuktur korteks sehingga memungkinkan munculnya
berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan
afektif nyeri (Brunner &Suddarth, 2013).

3. Faktor predisposisi (pendukung) dan Presipitasi (pencetus)


a. Faktor Predisposisi
1) Trauma
a) Mekanik : rasa nyeri timbul akibat ujung saraf bebas mengalami kerusakan,
misalnya akibat benturan, gesekan, luka.
b) Thermis : nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas, dingin, misalnya api atau air panas.
c) Khermis : nyeri timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau
basa kuat
d) Elektrik : nyeri timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar
e) Peradangan
f) Neoplasma, bersifat jinak maupun ganas
g) Kelainan pembuluh darah dan gangguan sirkulasi darah
h) Trauma psikologis
2) Faktor Presipitasi
a) Lingkungan
b) Suhu ekstrim
c) Kegiatan
d) Emosi
3) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nyeri :
a) Arti Nyeri.
Nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri
merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain.
Keadaan ini dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman.
b) Persepsi Nyeri.
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif dari seseorang yang
merasakan nyeri. Dikarenakan perawat tidak mampu merasakan nyeri yang
dialami oleh pasien.
c) Toleransi Nyeri.
Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-obatan,
hipnotis, gerakan atau garakan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat dan
sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan,
rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
d) Reaksi terhadap Nyeri.
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang terhadap nyeri, seperti
ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk
respon nyeri yang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperi arti nyeri,
tingkat perspepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial,
kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain. (Brunner
&Suddarth, 2013).

4. Gangguan terkait KDM


a. Etiologi
1) Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakkan jaringan akibat bedah atau
cidera.
2) Iskemik jaringan, kurangnya suplai darah ke jaringan atau organ karena
permasalahan dengan pembuluh darah misalnya hasil kerusakan atau disfungsi
jaringan.
3) Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tak disadari atau tak
terkendali, dan sering menimbulkan rasa sakit. Spasme biasanya terjadi pada otot
yang kelelahan dan bekerja berlebihan, khususnya ketika otot teregang berlebihan
atau diam menahan beban pada posisi yang tetap dalam waktu yang lama.
4) Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan
juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
5) Post operasi setelah dilakukan pembedahan.

b. Proses terjadi
1) Teori pemisahan (Specificity theory)
Rangsangan nyeri masuk ke medulla spinalis (spinal card) melalui karnu
dorsalis yang bersinapsis dari daerah posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan
menyilang dari garis median ke garis/ ke sisi lainnya dan berakhir dari korteks
sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2) Teori pola (Pathern theory)
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis
dan merangsang sel T. Hal ini mengakibatkan suatu reson yang merangsang ke
bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi
dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri.
3) Teori pengendalian gerbang (Gate control theory)
Nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang keduanya berada
dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serabut saraf besar akan
mengakibatkan aktivitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tutupnya pintu
mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran
rangsangan akut terhambat. Rangsangan saraf besar dapat langsung merangsang
korteks serebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan dalam medula spinalis melaui
serat eferen dan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T. Rangsangan pada serat
kecil akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa dan membuka pintu
mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan
menghantarkan rangsangan nyeri.

4) Teori transmisi dan inhibisi


Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf,
sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls saraf. Pada
serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls lamban dan endogen opials
system supresif.
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat
kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut
merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan
dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri
akan dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke
hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif
pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri.

c. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala
1) Gangguan tidur
2) Posisi menghindari nyeri
3) Gerakan menghindari nyeri
4) Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5) Perubahan nafsu makan
6) Tekanan darah meningkat
7) Depresi.

d. Komplikasi
1) Oedema Pulmonal
2) Kejang
3) Masalah Mobilisasi
4) Hipertensi
5) Hipertermi
6) Takikardi
7) Gangguan pola istirahat dan tidur. (Brunner &Suddarth, 2013).

5. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan penunjang terkait KDM


a. Jenis Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan USG, untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen
2) Pemeriksaan laboratorium, sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya
3) Sinar – X (Rontgen), untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
4) CT-Scan (cidera kepala), untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di
otak
5) MRI
b. Parameter Yang Diperiksa
1) Skala nyeri
2) Tanda-tanda vital
3) Ekspresi wajah pasien
4) Respon pasien
c. Hasil Temuan (yang tidak normal) dan Interpretasi hasil
1) Face Pain Assessment Scale (Faces of Pain Scale )

2) Verbal Rating Scale (VRS)


3) Numeric Rating Scale ( NRS)

(Hidayat, 2014)

6. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Farmakologi
a) Pemberian analgesic
Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu dan memblok
transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi
nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika dan bukan narkotika. Jenis narkotika
digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan depresi pada
fungsi vital,seperti respirasi. Jenis bukan narkotika yang paling banyak
ditemukan dimasyarakat adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan antiinflamasi
nosteroid. Golongan aspirin (asetysalicylic acid) digunakan untuk memblok
rangsangan pada sentral dan perifer,kemungkinan menghambat sintesis
prostaglandin yang memiliki khasiat setelah 15-20 menit dengan efek puncak
obat sekitar 1-2 jam. Aspirin juga menghambat agregasi trombosit dan
antagonis lemah terhadap vitamin K, sehingga dapat meningkatkan waktu
peredaran darah dan protombin bila diberikan dalam dosis yang tinggi.
Golongan asetaminofen sama seperti aspirin,akan tetapi tidak menimbulkan
perubahan kadar protombin dan jenis Nonsteroid Anti Inflammatory Drugs
(NSAID), juga dapat menghambat prostaglandin dan dosis rendah dapat
berfungsi sebagai analgesi.Kelompok obat ini meliputi ibuprofen, mefenamic
acid, fenoprofen, naprofen, zomepirac, dan lain-lain.
b) Plasebo
Plasebo merupakan obat yang mengandung komponen obat analgesik seperti
gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini dapat menurunkan rasa
nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien

2) Non Farmakologi
a) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari
ketegangan dan setress, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Contoh tindakan relaksasi adalah nafas dalam dan relaksasi otot.
b) Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai
sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio
(mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi
intelektual (merangkai puzzle, main catur).
c) Anticipatory guidance
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri. Contoh
tindakan: sebelum klien menjalani prosedur pembedahan, perawat memberikan
penjelasan/informasi pada klien tentang pembedahan, dengan begitu klien
sudah punya gambaran dan akan lebih siap menghadapi nyeri.
d) Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
e) Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang
respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon
tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren,
dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
f) Stimulasi kutaneus
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara
ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa
dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan
stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve
stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus
listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.

b. Penatalaksanaan Operatif
Dengan melakukan pembedahan atau pengangkatan pada faktor yang menyebabkan
nyeri.

c. Penatalaksaan dengan pemberian kompres hangat/dingin


1) Pemberian kompres hangat
Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan
menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang
memerlukan.tindakan ini selain untuk melancarkan sirkulasi darah juga untuk
menghilangkan rasa sakit serta memebrikan ketenangan dan kesenangan pada
klien. Pemberian kompres dilakukan pada radang persendian, kekejangan otot,
perut kembung dan kedinginan.
2) Kompres dingin
Kompres dingin adalah memberi rasa dingin pada daerah setempat dengan
menggunakan kain yang dicelupkan pada air biasa atau air es sehingga memberi
efek rasa dingin pada daerah tersebut. Tujuan diberikan kompres dingin adalah
menghilangkan rasa nyeri akibat odema atau trauma, mencegah kongesti kepala,
memperlambat denyut jantung, mempersempit pembuluh darah dan mengurangi
arus darah lokal. Tempat yang diberikan kompres dingin tergantung lokasinya.
Selama pemberian kompres, kulit klien diperiksa setelah 5 menit pemberian, jika
dapat di toleransi oleh kulit diberikan selama 20 menit. (Brunner & Suddarth,
2013).
B. Tinjauan Teori Askep Kebutuhan Dasar
1. Pengkajian
a. Perilaku non verbal : Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati antara lain
ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll.
b. Kualitas : Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri.
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
c. Faktor presipitasi : Beberapa faktor presipitasi yang meningkatkan nyeri antara lain
lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba.
d. Intensitas : Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, atau dapat
menggunakan skala dari 0-10.
e. Waktu dan lama : Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai, berapa
lama, bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri terakhir timbul.
f. Hal yang perlu dikaji lainnya adalah karakteristik nyeri (PQRST):
1) P (provokatif) : faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
2) Q (quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
3) R (region) : daerah perjalanan nyeri
4) S (Skala nyeri) : keparahan/intensitas nyeri
5) T (time) : lama/waktu serangan/frekuensi nyeri.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (International Association fol the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi.
Batasan Karakteristik :

1) Mengkomunikasikan deskriptor nyeri (misalnya rasa tidak aman nyaman, mual,


kram otot)
2) Menyeringai
3) Rentang perhatian terbatas
4) Pucat
5) Menarik diri
Faktor yang berhubungan :
1) Biologis
2) Kimia
3) Fisik
4) Psikologis

b. Nyeri kronis
Definisi : Pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai suatu
kerusakan (International Association fol the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3)
bulan.
Batasan karakteristik :
Subyektif
1) Depresi
2) Keletihan
3) Takut kembali cidera
Obyektif
1) Perubahan kemampuan untuk meneruskan aktivitas sebelumnya
2) Anoreksia
3) Perubahan pola tidur
4) Wajah topeng
5) Perilaku melindungi
6) Iritabilitas
7) Perilaku protektif yang dapat diamati
8) Penurunan interaksi dengan orang lain
9) Gelisah
10) Berfokus pada diri sendiri
11) Respon yang dimediasi oleh saraf simpatis (suhu, dingin, perubahan posisi
tubuh)
12) Perubahan berat badan
Faktor yang berhubungan :
1) Kanker metastasis
2) Cedera
3) Neurologi
4) Arthritis

3. Perencanaan

a. Nyeri akut
Tujuan yang diharapkan :

1) Adanya penurunan intensitas nyeri

2) Ketidaknayaman akibat nyeri berkurang

3) Tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional

Kaji Nyeri Mengetahui daerah


nyeri, kualitas, kapan nyeri
dirasakan, faktor pencetus, dan
berat ringannya nyeri yang
dirasakan.

Ajarkan teknik relaksasi kepada Untuk mengajarkan pasien


pasien apabila nyeri timbul

Observasi tanda-tanda vital Untuk mengetahui keadaan umum


pasien
Kolaborasi pemberian obat Untuk mengurangi rasa nyeri
analgetik sesuai program

b. Nyeri kronis
Tujuan yang diharapkan :
1) Tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah
2) Tidak ada posisi tubuh yang melindungi
3) Tidak ada kegelisahan atau ketegangan otot
4) Tidak kehilangan nafsu makan
5) Frekuensi nyeri dan lamanya episode nyeri dilaporkan menengah atauringan
Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional

Kaji keadaan umum, karakteristik Untuk mengetahui keadaan


nyeri, tanda-tanda vital serta efek umum pasien, mengetahui
penggunaan obat jangka panjang daerah nyeri, kualitas, kapan
nyeri dirasakan, faktor
pencetus,berat ringannya nyeri
yang dirasakan serta
mengetahui efek penggunaan
obat secara jangka panjang.

Bantu pasien mengidentifikasi Untuk mengetahui tingkat


tingkat nyeri nyeri pasien

Ajarkan pola istirahat/tidur yang Untuk mengurangi rasa nyeri


adekuat secara adekuat

Kolaborasi pemberian obat Untuk mengurangi rasa nyeri


analgesik
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan yang telah
ditentukan). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya
fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap
pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi.

5. Evaluasi
Evaluasi dapat di bedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses
dievaluasi selesai melakukan tindakan, dan evaluasi hasil berdasarkan rumusan tujuan
terutama kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acuan tentang perencanaan lanjutan
terhadap masalah nyeri yang di alami oleh pasien.
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespon
rangsangan nyeri. Diantaranya :
a. Hilang perasaan nyeri
b. Menurunnya intensitas nyeri
c. Adanya respon fisiologis yang baik
d. Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa ada keluhan nyeri (NANDA,
2015).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2013). Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta


Hidayat, A. A (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan, Buku 1, Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA Internasional Inc (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi


2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Rahmawati, I. R., Widyawati, I. Y., & Hidayati, L. (2019). Kenyamanan Pasien Pre Oper
asi Di Ruang Rawat Inap Bedah Marwah Rsu Haji Surabaya. Critical, Medical an
d Surgical Nursing Journal, 4(1).

Syamsiah, N., & Muslihat, E. (2015). Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap tingka
t nyeri akut pada pasien abdominal pain Di IGD RSUD Karawang 2014. Jurnal Ke
perawatan BSI, 3(1).
D. WOC

Stimulus Stimulus Stimulus Stimulus


Mekanik Kimiawi Thernal Neurologik

Stimulus Stimulus
Psikologik Elektrik

Pelepasan Mediator biokimia

(Prostaglandin, Bradikinin, Histamine, Substansi P)

Nociceptor menerima
rangsangan

Rangsangan ditransmisi ke medulla


spinalis, thalamus dan korteks sensorik
somatik

Nyeri

Nyeri Akut Nyeri Kronis

Meringis kesakitan merasa cemas


dan takut akan penyakitnya

Gangguan Rasa
Nyaman

Anda mungkin juga menyukai