Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DENGUE HAEMORARGIC FEVER (DHF)

OLEH:
NI LUH VENY WIDHI UDAYANI
16089142049

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2017
Lembar Pengesahan

Telah Diterima Dan Disahkan Oleh Clinical Teacher (CT) Dan Clinical
Instructure Stase Gadar dan Intensif Sebagai Syarat Memperoleh Penilaian Dari
Department Gadar dan Intensif Ners STIKES Buleleng.

Denpasar, 2017
Clinical Instruktur (CI) Clinical Teacher (CT),
Ruang IGD Stase Gadar dan Intensif
RSUP Sanglah STIKES Buleleng
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DENGUE
HAEMORARGIC FEVER (DHF)

I. Konsep Dasar Penyakit


A. Pengertian
Ada beberapa pengertian DHF (Dengue Haemoragic Fever) menurut
beberapa ahli adalah :
1. DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh
karena virus dengue yang termasuk golongan abrovirus melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegygti betina. Penyakit ini biasa disebut Demam Berdarah
Dengue (Hidayat, 2006).
2. DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama
demam, nyeri otot dan sendi yang disertai leucopenia, dengan atau tanpa ruam
(rash) dan limfadenopati, trombositopenia ringan dan bintik- bintik
perdarahahan (ptekie) spontan (Noer, 2000).
3. Demam berdarah dengue adalah penyakit akut dengan ciri-ciri demam
manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000).
Jadi demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam disertai gejala perdarahan
dan bila timbul renjatan dapat menyebabkan kematian.

B. Anatomi Fisiologi
Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari
traktus digestivus dan dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain itu, sistem
sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme dari sel-sel ke
ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi sisa-sisa metabolisme.
Organ-organ sistem sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah, dan darah.
1. Jantung
Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam thorax, diantara
paru-paru, agak lebih kearah kiri. Jantung adalah organ berongga, berotot
yang terletak ditengah thorax dan menempati rongga antara paru dan
diafragma. Struktur jantung meliputi : Atrium, Ventrikel, Katup dan otot
jantung (Smeltzer and Bare, 2002).

Gambar 1
Gambar anatomi pembuluh darah
Sumber : Syaifuddin, 2006

Struktur jantung terdiri dari atrium dan ventrikel juga terpisah oleh dua
katup meliputi :
a. Atrium kanan berada di sebelah kanan jantung dan terbuka pada bagian
kirinya kedalam segitiga ventrikel kanan.
b. Atrium kiri berbentuk persegi tidak beraturan dengan vena pulmonalis
masuk kedalam setiap sudutnya.
c. Ventrikel kanan Atrium ini berada pada bagian depan jantung, dan
memompakan darah keatas masuk ke arteri pulmonalis.
d. Ventrikel kiri dinding ventrikel kiri jauh lebih tebal dibandingkan
dinding ventrikel kanan namun strukturnya sama. Dinding yang tebal
diperlukan untuk memompa darah teroksigenasi dengan tekanan tinggi
melalui sirkulasi sistemik.
e. Katup bikuspidalis adalah katup yang menjaga aliran darah dari atrium
kiri ke ventrikel kiri.
f. Katup trikuspidalis adalah katup yang terdapat antara atrium kanan
dengan ventrikel kanan yang terdiri dari 3 katup.
Lapisan jantung terdiri dari endokardium, miokardium dan perikardium.
a. Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdiri dari jaringan
indotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.
b. Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot
jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot.
c. Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang
merupakanselapu t pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan
viseral yang bertemu dipangkal jantung membentuk kantung jantung.
2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu: Arteri, Kapiler dan Vena (Syaifuddin, 2006)
a. Arteri (Pembuluh nadi)
Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri dan kanan. Beberapa
pembuluh darah arteri yang penting:
1) Arteri koronaria adalah arteri yang mendarahi dinding jantung.
2) Arteri subklavikula adalah arteri bawah selangka yang bercabang
kanan kiri leher dan melewati aksila
3) Arteri Brachialis adalah arteri yang berada pada lengan atas.
4) Arteri radialis adalah arteri yang teraba pada pangkal ibu jari.
5) Arteri karotis adalah arteri yang mendarahi kepala dan otak.
6) Arteri temporalis adalah arteri yang teraba denyutnya di depan
telinga.
7) Arteri facialis teraba denyutan disudut kanan bawah.
8) Arteri femoralis merupakan arteri yang berjalan kebawah
menyusuri paha menuju ke belakang lutut.
9) Arteri Tibia adalah arteri pada kaki.
10) Arteri Pulmonalis merupakan arteri yang menuju ke paru-paru.
b. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba dari
cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah
mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh,
kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah yang
lebih besar yang disebut vena.
c. Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa vena yang
penting:
1) Vena Cava Superior adalah vena balik yang memasuki atrium kanan,
membawa darah kotor dari daerah kepala, thorak dan ekstremitas
atas.
2) Vena Cava Inferior merupakan vena yang mengembalikan darah
kotor ke jantung dari semua organ tubuh bagian bawah.
3) Vena jugularis adalah vena yang mengembalikan darah kotor dari
otak ke jantung.
4) Vena pulmonalis adalah vena yang mengembalikan darah kotor ke
jantung dari paru-paru.
3. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian: bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel darah (Evelyn, 2002).
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah
yang berwarna merah (Syaifuddin, 2006). Proses pembentukan sel
darah (hemopoesis) terdapat tiga tempat, yaitu: sumsum tulang, hepar dan
limpa. Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa terdapat darah
kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah
tersebut pada tiap organ tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan,
keadaan jantung atau pembuluh darah.Tekanan viskositas atau kekentalan
dari pada darah lebih kental daripada air yaitu mempunyai berat jenis 1.041
– 1.067 dengan temperatur 380 C dan PH 7.37 – 1.45.
Menurut Syaifuddin (2006) fungsi darah secara umum terdiri dari:
a. Sebagai alat pengangkut yaitu :
1) Mengambil Oksigen atau zat pembakaran dari paru untuk diedarkan
ke seluruh jaringan tubuh.
2) Mengangkut Karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan
melalui paru.
3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan / alat tubuh.
4) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
b. Sebagai pertahanan tubuh
Terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan
tubuh dengan perantara leukosit, antibodi atau zat-zat anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
Fungsi khususnya lebih lanjut di terangkan lebih banyak di struktur atau
bagian dari masing-masing sel darah dan plasma darah.
Darah terdiri dari 2 bagian yaitu: Sel darah dan Plasma darah.
a. Sel-sel darah
Sel-sel darah ada 3 macam yaitu Eritosit, Leukosit, Trombosit
(Syaifuddin, 2006).
1) Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti, ukurannya
kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta

dalam mm3. Eritrosit berwarna kuning kemerahan karena didalamnya


mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna ini akan
bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung Oksigen.
Fungsi dari eritrosit adalah mengikat Karbondioksida dari jaringan
tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
Eristrosit dibuat dalam sumsum tulang, limpa dan hati, yang
kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama 14-15 hari, setelah itu
akan mati. Hemoglobin yang keluar dari eritrosit yang mati akan
terurai menjadi dua zat yaitu hematin yang menjadi Fe yang berguna
untuk pembuatan eritrosit baru dan hemoglobin yaitu suatu zat yang
terdapat dalam eritrosit yang berguna untuk mengikat Oksigen dan
Karbondioksida. Jumlah Hb dalam orang dewasa kira-kira 11, 5-15
mg %. Normal Hb wanita 11, 5- 15, 5
mg % dan Hb laki-laki 13, 0- 17, 0 mg %.
Apabila eritrosit dan hemoglobin berkurang maka keadaan ini disebut
anemia. Biasanya hal ini disebabkan karena pendarahan yang hebat
dan gangguan dalam pembuatan eritrosit (Syaifuddin, 2006)
2) Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak
dengan perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-
macam inti sel sehingga dapat dibedakan berdasarkan inti sel.
Leukosit berwarna kuning (tidak berwarna), banyaknya kira-kira
4000- 11.000/mm3.
Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk dalam tubuh jaringan
RES (Retikulo Endotel System). Fungsi yang lain yaitu sebagai
pengangkut dimana leukosit mengangkut dan membawa zat lemak
dari dinding usus melalui limpa dan ke pembuluh darah.
Sel leukosit selain dari dalam pembuluh darah juga terdapat di seluruh
jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan penyakit disebabkan karena
kemasukan kuman/ infeksi maka jumlah leukosit yang ada dalam
darah akan meningkat. Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya
tinggal di dalam kelenjar limfe sekarang beredar dalam darah untuk
mempertahankan tubuh terhadap serangan bibit penyakit tersebut.
Macam-macam leukosit menurut Sarjadi (2000) adalah sebagai
berikut:
a. Agranulosit
Sel yang tidak mempunyai granula didalamnya, terdiri dari:
1. Limfosit
Leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar
limfe di dalam sitoplasmannya tidak terdapat granula dan inti
besar banyaknya 20-25 %. Fungsinya membunuh kuman dan
memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh.
2. Monosit
Fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 30%.
b. Granulosit
1. Neutrofil
Mempunyai inti, protoplasma, banyaknya bintik-bintik,
banyaknya 60-70%.
2. Eosinofil
Granula lebih besar, banyaknya kira-kira 24%.
3. Basofil
Inti teratur dalam protoplasma terdapat granula besar
banyaknya ½%.
3) Trombosit (sel pembeku)
Merupakan benda-benda kecil yang bentuk dan ukurannya bermacam-
macam, ada yang bulat dan ada yang lonjong. Warnanya putih

dengan jumlah normal 150.000-450.000/ mm3. Trombosit


memegang peranan penting dalam pembekuan darah jika kurang dari
normal. Apabila timbul luka, darah tidak lekas membeku sehingga
timbul pendarahan terus menerus.
2+
Proses pembekuan darah dibantu oleh zat yaitu Ca dan fribinogen.
Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh mendapat luka. Jika tubuh
terluka, darah akan keluar, trombosit pecah dan akan mengeluarkan
zat yang disebut trombokinase. Trombokinase akan bertemu dengan
2+
protombin dengan bantuan Ca akan menjadi thrombin. Thrombin
akan bertemu dengan fibrin yang merupakan benang-benang halus,
bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya, yang akan menahan sel
darah. Dengan demikian terjadi pembekuan. (Syaifuddin, 2006)
4) Plasma darah
Bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan
hampir 90% plasma darah terdiri dari:
a) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
b) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-
lain yang berguna dalam metabolisme ).
c) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas
darah dan juga menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh.
d) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin)
e) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
f) Antibodi atau anti toksin.
Proses pembentukan sel darah (hemotopoesis) terdapat di tiga
tempat, yaitu: sumsum tulang, hepar dan limpa.
1) Sumsum Tulang
Sumsum tulang yang aktif dalam proses hemopoesis adalah Tulang
Vertebrae, Sternum (tulang dada), Costa (tulang iga).
2) Limpa
Limpa juga berfungsi menghancurkan sel darah merah yang rusak.
Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa terdapat darah
kira- kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan
jumlah tersebut pada tiap organ tidak sama tergantung pada umur,
pekerjaan, keadaan jantung atau pembuluh darah.

C. Etiologi
Virus dengue ini disebarkan dari manusia ke manusia melalui nyamuk genus
Aedes, seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Aedes aegypti tersebar di
daerah tropis dan subtropis merupakan vektor utama. Nyamuk ini berukuran kecil
jika dibandingkan dengan nyamuk lain, biasanya berukuran 3-4 mm. Warna tubuh
hitam dengan bintik-bintik putih pada seluruh tubuh dan kepala, dan lingkaran
putih pada kaki. Dadanya biasanya mempunyai corakan putih dan sayapnya
bersisik serta translusen.
Nyamuk betina Aedes aegypti mengigit pada waktu siang hari dengan
aktivitas puncak pada pagi hari dan petang. Perkembangan hidup nyamuk Aedes
Aegypti dari tidur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya
nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih dari manusia
untuk memotongkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak biasa darah namun
hanya menghisap sari tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes Aegypti betina ±2
minggu. Umur nyamuk Aedes Aegypti kemampuan terbang 40-100 m
(Hadinegoro, 2000)
D. Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terjadi
viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang jelas
disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di seluruh
tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit.
Kelainan juga dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Pelepasan zat
anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari sistem kalikrein
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga cairan
dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya perembesaran plasma
akibat pembesaran plasama terjadi pengurangan volume plasma yang
menyebabkan hipovolemia, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain itu sistem reikulo endotel bisa
terganggu sehingga menyebabkan reaksi antigen anti bodi yang akhirnya bisa
menyebabkan anaphylaxia (Price dan Wilson, 2000).
Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat
renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang
sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan
plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya renjatan ini biasanya pada hari ke-3
dan ke-7 (Sudoyo, 2000).
Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan menyebabkan
depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia, yang berlanjut
akan menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit dan kelainan koagulasi
dan akhirnya sampai pada perdarahan. Reaksi perdarahan pada pasien DHF
diakibatkan adanya gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan
vaskuler, trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), menurunnya fungsi
trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, IX, X dan
fibrinogen). Perdarahan yang terjadi seperti peteke, ekimosis, purpura,
epistaksis, perdarahan gusi, sampai perdarahan hebat pada traktus gastrointestinal
Pembekuan yang meluas pada intravaskuler (DIC) juga bisa menyebabkan terjadi
saat renjatan (Price dan Wilson, 2000).
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan
masa inkubasi antara 13-15 hari. Adapun tanda dan gejala menurut WHO (1975)
dikutip dari (Mansjoer, 2000).
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif, seperti
perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis. Epistaksis, Hematemesis, Hematuri,
dan melena)
3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun
(tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau
kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul sianosis disekitar mulut.
Adapun gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada
penderita DHF menurut (Mansjoer, 2000) adalah:
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi
c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada saluran
tubuh dll.
d. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah thrombocytopenia

(kurang atau sama dengan 100.000 m3) dan hemokonsentrasi


(peningkatan hematokrit lebih atau sama dengan 20 %).

F. Klasifikasi Dengue Berdarah Dengue (DBD)


Berdasarkan patokan dari WHO (1999) dikutip dari Ngastiyah (2000). DHF
dibagi menjadi 4 derajat:
1. Derajat I jika demam disertai gejala klinis lain tanpa perdarahan spontan, uji
tourniquet (+) thrombocytopenia hemokonsentrasi.
2. Derajat II jika derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau
perdarahan lain.
3. Derajat III jika ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah
tekanan darah rendah, gelisah, sianosis mulut, hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV jika Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi.
Selain klasifikasi tersebut pada pasien DBD juga dikenal adanya istilah
Dengue Syok Syndrome (DSS). Dengue Syok Sindrome terjadi jika seluruh
kriteria diatas untuk DBD disertai dengan kegagalan sirkulasi dengan
manifetasi nadi yang cepat dan halus, tekanan nadi turun (20≤ mmHg), hipotensi
dibandingkan standart sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
Penderita seringkali mengeluhkan nyeri didaerah perut sesaat sebelum renjatan
timbul. Nyeri tersebut seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal
(Masjoer, 2000).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnostik DHF perlu dilakukan
berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiologi (Hadinegoro, 2000).
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) IgG dengue positif (dengue blood)
2) Trombositipenia
3) Hemoglobin meningkat >20%
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinema,
hiponatremia, hipokalemia
6) SGOT dan SGPT mungkin meningkat
7) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
8) Waktu perdarahan memanjang
9) Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois metabolik PCO2
<35-40 mmHg, HCO3 rendah.
b. Pemeriksaan urine
Pada pemriksaaan urine dijumpai albumin ringan
c. Pemeriksaan serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada klien yang
diduga terkena DHF adalah : uji hemaglutinasi inhibisi (HI test), uji
komplemen fiksasi (CF test), uji neutralisasi (N test), IgM Elisa (Mac.
Elisa), IgG Elisa
Melakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara HI test (Hemoglobin
Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan komplemen (komplemen
fixation test) pada pemeriksaan serologi dibutuhkan dua bahan
pemeriksaan yaitu pada masa akut dan pada masa penyembuhan. Untuk
pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5 ml.
2. Pemeriksaan radiologi
a. Foto thorax : pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.
b. Pemeriksaan USG : pada USG didapatkan hematomegali dan
splenomegali.

H. Penatalaksaaan
Penatalaksanaan DHF terbagi menjadi dua medis dan keperawatan menurut
FKUI (2000). Penatalaksanaan medis terbagi menjadi pengobatan pasien DHF
bersifat simtomatis dan suportif.
1. DHF tanpa renjatan
Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam demam tinggi, anoreksia dan
muntah. Penderita perlu diberi minum banyak 1,5 sampai 2 liter dalam 24
jam, berupa air teh dengan gula, sirup atau susu. Pada beberapa penderita
diberikan gastroenteritis oral solution (oralit). Minuman diberikan peroral,
bila perlu satu sendok makan setiap 3-5 menit. Para orang tua penderita diikut
sertakan dalam kegiatan ini. Pemberian minum secara gastronasal tidak

dilakukan. Hiperpireksia (Suhu 40 oC atau lebih) diatasi dengan antipiretik


dan bila perlu surface cooling dengan memberikan kompres es dan alkohol
70 %. Kejang yang mungkin timbul diberantas dengan antikonvulsan. Anak
berumur lebih dari 1 tahun diberikan luminal 75 mg dan dibawah 1 tahun 50
mg secara intramuskulus. Bila dalam waktu 15 menit kejang tidak
berhenti pemberian luminal diulangi dengan dosis 3 mg/kgBB. Anak diatas 1
tahun diberikan 50 mg dan dibawah 1 tahun 30 mg dengan memperhatikan
adanya depresi fungsi vital (pernafasan, jantung).
Pemberian intravenous fluid drip (IVFD) pada penderita DHF tanpa renjatan
dilaksanakan apabila :
a. Penderita terus menerus muntah sehingga tidak mun gkin diberikan
makanan peroral, sedangkan muntah-muntah itu mengancam terjadinya
dehidrasi dan asidosis.
b. Didapatkan nilai hematokrit yang cenderung terus meningkat.
Penatalaksanaan renjatan :
1) Penggantian volume
Sebagai terapi awal cairan yang dipergunakan ialah Ringer Laktat.
Dalam keadaan renjatan berat, cairan harus diberikan secara diguyur,
artinya secepat-cepatnya dengan penjepit infus dibuka. Kadang kala
vena berada dalam keadaan kolaps sehingga kecepatan tetesan yang
diharapkan tidak dapat dicapai. Dalam keadaan ini cairan perlu
diberikan dengan semprit, dengan paksaan dimasukkan 100-200 ml,
kemudian dilanjutkan dengan tetesan. Dalam keadaan tidak berat,
cairan diberikan dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Mengingat
bahwa kebocoran plasma dapat berlangsung 24-48 jam, maka
pemberian cairan intravena dipertahankan walaupun tanda-tanda
vital telah menunjukan perbaikan nyata. Karena hematokrit
merupakan indeks yang dapat dipercaya dalam menentukan
kebocoran plasma, maka pemeriksaan hematokrit perlu dilakukan
secara periodik. Kecepatan pemberian cairan selanjutnya disesuaikan
dengan gejala klinis vital dan nilai hematokrit.
Dalam masa penyembuhan, cairan dari ruang ekstravaskuler akan
direabsorbsi kembali kedalam ruang vaskuler, dalam keadaan ini
hendaknya pemberian cairan dilakukan secara berhati-hati. Penting
sekali untuk diketahui bahwa menurunya nilai hemaglobin dan
hematokrit pada masa ini tidak diartikan sebagai tanda terjadinya
perdarahan gastrointestinal. Evaluasi klinis, nadi (amplitudo dan
frekuensi), tekanan darah, pernafasan, suhu, dan pengeluaran urin
dilakukan lebih sering.
Indikasi pemberian transfusi darah ialah pada penderita dengan
perdarahan gastrointestinal hebat : kadang-kadang perdarahn
gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan
hematokrit menurun, sedangkan perdarahannya sendiri tidak
kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinis yang telah disebut,
dalam keadaan ini pun dianjurkan pemberian darah.

2) Evaluasi pengobatan renjatan


Untuk memudahkan mengikuti perjalanan klinis penderita dengan
renjatan, dibuat data klinis yang mencantumkan tanggal dan jam
pemeriksaan dan memuat hasil pemeriksaan nilai hemoglobin, nilai
hematokrit, nilai trombosit, tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu,
pengeluran urin, jenis dan kecepatan cairan yang diberikan dan
apabila ada jenis dan jumlah perdarahan gastrointestinal. Penderita
dengan renjatan berulang, renjatan yang tidak memberikan respon
terhadap pemberian cairan dan yang memperlihatkan perdarahan
gastrointestinal hebat bersamaan dengan renjatan atau setelah
renjatan diatasi diusahakan untuk di rawat di Unit Perawatan
Khusus.
2. DHF disertai renjatan (DSS)
Pada penderita DHF disertai renjatan, setelah demam berlangsung selama
beberapa hari, keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk. Hal ini biasanya
terjadi pada saat atu setelah demam menurun yaitu diantara hari ke 3 dan ke 7
sakit.
Pada sebagian besar penderita ditemukan tanda kegagalan peredaran darah,
kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut dan nadi menjadi cepat
dan lembut. Penderita kelihatan lesu, gelisah dan secara cepat masuk dalam
fase krisis renjatan. Penderita sering kali mengeluh nyeri di daerah perut
sesaat sebelum renjatan timbul.
Nyeri perut hebat sering kali mendahului perdarahan gastrointestinal,
sedangkan Lim dkk (1966) berpendapat bahwa nyeri di daerah retrosternal,
tanpa sebab yang dapat dibuktikan memberikan petunjuk terdapatnya
perdarahan gastrointestinal yang hebat. Renjatan yang terjadi selama periode
demam biasanya mempunyai prognosis buruk. Disamping kegagalan
sirkulasi, renjatan ditandai oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat
diraba (Sarjadi, 2000).
Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg artau kurang dan tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Penatalaksanaan untuk
mengatasi renjatan diperlukan secara layak karena bila tidak penderita dapat
masuk dalam renjatan berat (profound shock), tekanan darah tidak dapat
diukur dan nadi tidak dapat diraba. Penatalaksanaan renjatan yang tidak
adekuat akan menimbulkan komplikasi asedosis metabolik, hipoksia,
perdarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan
pengobatan tepat, begitu pula pada kasus renjatan berat, masa penyembuhan
tampak cepat sekali. Penderita menyembuh dalam waktu 2 sampai 3 hari.
Selera makan yang bertambah merupakan petunjuk prognosis baik.
Pada pemeriksaan laboratorium sering kali ditemukan trombositopenia dan

hemokonsentrasi. Jumlah trombosit di bawah 100.000/ mm3 ditemukan


diantara hari ke -3 sampai ke-7 sakit. Meningkatnya hematokrit merupakan
bukti adanya kebocoran plasma yang biasanya ditemukan, juga pada kasus
derajat ringan, walaupun tentunya tidak sehebat seperti dalam keadaan
renjatan. Hasil laboratorium lain yang sering ditemukan ialah
hipoproteinemia, hiponatrenia, peninggian sedikit kadar transaminaseserum
dan urea nitrogen darah. Pada beberapa penderita ditemukan asidosis
metabolik. Jumlah leukosit bervariasi antara leukopenia dan leukositosis.
Kadang- kadang ditemukan albuminuria yang bersifat sementara.

I. Komplikasi
Komplikasi DHF menururt Smeltzer and Bare (2002) adalah perdarahan,
kegagalan sirkulasi, hepatomegaly dan efusi pleura.
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati,
trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi
perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, peteke, purpura, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2–7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume
sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan
sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan perfusi
miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi
iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel,
terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24
jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan dengan
nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler.
Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan dalam
melakukan asuhan keperawatan, baik saat penderita baru pertama kali datang
maupun selama klien dalam masa perawatan (Hadinegoro, 2000). Data yang
diperoleh dari pengkajian klien dengan DHF dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Identitas pasien
a. Umur (DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari
15 tahun).
b. Jenis kelamin secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada penderita
DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada perempuan dari pada
anak laki-laki.
c. Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa kota
besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota besar di Indonesia,
bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah penduduk yang padat dan
dalam waktu relatif singkat.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah
sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil
dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara
hari ke-3 dan ke-7, kondisi semakin lemah. Kadang- kadang disertai
keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau
konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan
pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan
pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis.
c. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF biasanya mengalami
serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
d. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang
kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang ada
kamar).
3. Pola persepsi fungsional kesehatan
a. Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejala : Penurunan nafsu makan, mual muntah, haus, sakit saat menelan.
Tanda : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, nyeri tekan
pada ulu hati.
b. Pola eliminasi
Tanda : Konstipasi, penurunan berkemih, melena, hematuri, (tahap lanjut).
c. Pola aktifitas dan latihan Gejala : Keluhan lemah
Tanda : Dispnea, pola nafas tidak efektif, karena efusi pleura.
d. Pola istirahat dan tidur
Gejala : Kelelahan, kesulitan tidur, karena demam/ panas/ menggigil.
Tanda : Nadi cepat dan lemah, dispnea, sesak karena efusi pleura,
nyeri epigastrik, nyeri otot/ sendi.
e. Pola persepsi sensori dan kognitif
Gejala : Nyeri ulu hati, nyeri otot/ sendi, pegal-pegal seluruh tubuh.
Tanda : Cemas dan gelisah.
f. Persepsi diri dan konsep diri
Tanda : Ansietas, ketakutan, gelisah.
g. Sirkulasi
Gejala : Sakit kepala/ pusing, gelisah
Tanda : Nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, dispnea,
perdarahan nyata (kulit epistaksis, melena hematuri), peningkatan
hematokrit 20% atau lebih, trombosit kurang dari 100.000/mm.
h. Keamanan
Gejala : Adanya penurunan imunitas tubuh, karena hipoproteinemia.
i. Kebersihan
Kebersihan: upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk
aedes aegypti.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
pasien tampak meringis, laporan secara verbal terasa nyeri, perubahan
posisi untuk menghindari nyeri.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan mual, muntah
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan jumlah
suplai O2 dalam darah ditandai dengan nyeri ekstremitas
5. Risiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan output
berlebih, peningkatan suhu tubuh
6. PK perdarahan

C. Intervensi Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, diharapkan
suhu pasien dalam batas normal dengan kriteria hasil :
NOC Label >> Thermoregulation
 Suhu tubuh pasien normal (36-37±0,5˚C)
 Melaporkan rasa nyaman
 Tidak menggigil
NOC Label >> Vital Signs
 Suhu : 36-37±0,5˚C
 Nadi: 60-100x/menit
 RR: 16-20 x/menit
 TD: 120/80 mmHg
Intervensi :
NIC Label >> Fever Treatment
1. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi rate
secara berkala.
Rasional: peningkatan suhu menunjukkan proses adanya infeksius akut
maupun dehidrasi. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
2. Berikan kompres hangat.
Rasional: membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat
membantu mengurangi demam.
3. Anjurkan pasien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat.
Rasional: untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena
suhu tubuh yang tinggi.
4. Kolaborasi pemberian obat antipiretik sesuai indikasi.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan


pasien tampak meringis, laporan secara verbal terasa nyeri,
perubahan posisi untuk menghindari nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…..x …. jam, diharapkan
nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Pain Control
 Pasien mengenali onset nyeri.
 Pasien dapat mendeskripsikan faktor penyebab.
 Pasien menerapkan teknik manajemen nyeri non farmakologis.
 Pasien menggunakan analgesik sesuai rekomendasi.
NOC Label >> Pain Level
 Pasien tidak melaporkan adanya nyeri
 Ekspresi wajah terhadap nyeri
 Diaphoresis
 RR dalam batas normal (16-20 kali/menit)
 Nadi dalam batas normal (60-100 kali/menit)
 Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)
Intervensi :
NIC Label >> Pain Management
1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas,
faktor pencetus, dan intensitas nyeri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat
menentukan jenis tindakan selanjutnya.
2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri pasien
Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk
nyeri, dapat mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan
intervensi apabila nyeri terjadi.
3. Monitor status TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik
Rasional : mencegah kontraindikasi dan efek samping pemberian
analgetik
4. Memastikan pasien mendapat terapi analgesik yang tepat
Rasional : Analgesik yang dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan
tidak mengakibatkan adanya reaksi alergi terhadap obat.
5. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri
Rasional : Dengan mengeleminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat
mengurangi risiko munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya
nyeri)
6. Ajarkan teknik nonfarmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided
imagery, terapi musik, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri
timbul.
Rasional : Dengan teknik manajemen nyeri, pasien bisa mengalihkan
nyeri sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang.
7. Berikan dukungan selama pengobatan nyeri berlangsung
Rasional : Dukungan yang diberikan dapat membantu meningkatkan
rasa percaya terhadap perawat.
8. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasonal : Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri.

3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai
dengan mual, muntah
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…..x …. jam, diharapkan
nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil:
NOC label :
Nutritional status
 Intake nutrisi tercukupi (skala 5)
 Intake makanan tercukupi (skala 5)
 Intake cairan tercukupi (skala 5)
 Energi adekuat (skala 5)
 BB klien tetap/tidak terjadi penurunan berat badan (mencapai skala 5).
Nutritional Status : Food and fluid intake
 Asupan makanan melalui oral tercukupi (skala 5)
 Asupan cairan melalui oral tercukupi (skala 5)Intake dan output dalam
24 jam seimbang / not compromised (skala 5).
Intervensi
NIC Label >> Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan
Rasional : Menghindari pemberian makanan yang dapat menyebabkan
alergi
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
Rasional : Memenuhi nutrisi sesuai dengan kebutuhan dalam tubuh
klien
3. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Rasional : Makanan yang diberikan sesuai dengan jumlah kalori yang
dibutuhkan klien
4. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Rasional : Mengetahui perkembangan nutrisi klien
5. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Rasional : Memberikan keleluasaan keluarga untuk memberikan makan
yang sesuai dengan hasil konsultasi dengan ahli gizi
6. Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
Rasional : glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan
energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga
akan membebani hepar.
NIC Label >> Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
Rasional : Mengkaji adanya penurunan berat badan klien
2. Monitor adanya penurunan berat badan
Rasional : Mengetahui status perkembangan nutrisi klien
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Rasional : Mengetahui berapa energy yang habis untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
4. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Rasional : Mengkaji adanya kekurangan cairan
5. Monitor mual dan muntah
Rasional : Memonitoring status keseimbangan cairan dalam tubuh klien
6. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Rasional : Kadar albumin menunjukkan status nutrisi klien
7. Monitor kalori dan intake nutrisi
Rasional : Untuk menghindari terjadinya kelebihan ataupun kekurangan
intake dari kalori dan nutrisi

4) Risiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan output


berlebih, peningkatan suhu tubuh
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…..x …. jam, diharapkan
nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil:
NOC label >>Hydrasi:
- Turgor kulit kembali normal (skala 5)
- Membrane mukosa tampak lembab (skala 5)
- Intake cairan yang adekuat (skala 5)
- Tidak terdapat diare (skala 5)
NOC label >>Fluid balance:
- Nadi normal (skala 5)
- Intake dan output cairan seimbang dalam sehari(skala 5)
Intervensi
NIC Label >> Fluid management:
1. Monitoring status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi yang
adekuat) secara tepat
Rasional :Untuk mengetahui status hidrasi pasien
2. Atur catatan intake dan output cairan secara akurat
Rasional : Untuk memastikan jumlah cairan yang masuk dan keluar
3. Beri cairan yang sesuai
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien
NIC Label >> Fluid monitoring:
4. Identifikasi factor risiko ketidakseimbangan cairan (hipertermi, infeksi,
muntah dan diare)
Rasional : Untuk mengetahui factor risiko ketidakseimbangan cairan
dan mencegah secara dini factor tersebut
5. Monitoring tekanan darah, nadi dan RR
Rasional : Komplikasi letal dapat terjadi selama awal periode
pengobatan antimikroba. Kurva suhu tubuh memberikan indeks respon
pasien terhadap terapi. Hipotensi yang terjadi dini pada perjalanan
penyakit dapat mengindikasikan hipoksia atau bakterimia. Antipiretik
diberikan dengan kewaspadaan, karena antipiretik dapat mengakibatkan
penurunan suhu dan dengan demikian mengganggu evalusasi kurva
suhu
NIC Label >> IV teraphy:
6. Lakukan 5 benar pemberian terapi infuse (benar obat, dosis, pasien,
rute, frekuensi)
Rasional : Untuk memastikan terapi diberikan secara benar
7. Monitoring tetesan dan tempat IV selama pemberian
Rasional : Untuk memastikan pemberian terapi diberikan secara tepat
5) PK: Perdarahan
Setelah di berikan asuhan keperawatan selama …x… jam, diharapakan
komplikasi perdarahan dapat dicegah dengan kriteria hasil:
NOC label >> Blood Loss Severity
- Tidak terjadi kehilangan darah yang nyata
- Tidak terjadi penurunan tekanan darah sistolik
- Tidak terjadi penurunan tekanan darah diastolic
- Tidak terjadi peningkatan nadi apical
- Tidak terjadi penurunan suhu tubuh
- Tidak terjadi penurunan kognisi
- Tidak terjadi penurunan hemoglobin
- Tidak terjadi penurunan hematocrit
Intervensi
NIC Label >> Shock management
1. Monitor vital sign, tekanan darah orthostatic, mental status, dan
haluaran urin.
2. Monitor pemeriksaan labolatorium yang terkain perfusi jaringan
(peningkatan asam laktat , penurnan PH arteri)
3. Administrasikan crystalloid IV sesuai indikasi
4. Administrasikan medikasi vasoaktif sesuai indikasi
5. Beri terapi oksigen dan mekanikal ventilasi jika diperlukan
6. Monitor parameter hemodinamic ( central venous pressure. Pulmonary
capilary)
7. Monitor nadi untuk bradikardi (<110kali/menit) atau taki kardia (>160
kali/menit) hingga 10 menit terkahir sesuai indikasi
8. Pertahankan patensi akses IV
9. Catat takikardia/bradikardia, penurunan tekanan darah, tekanan nadi
perifer, pucat, sianosis, dan diaphoresis
10. Pertahankan ekspektasi realistik pada pasien dan keluarga
NIC Label >> Bleeding reduction
1. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Monitor pasien dengan teliti pada hemoragi
3. Monitor kehilangan darah
4. Catat hemoglobin dan hemotocrite setelah kehilangan darah sesuai
indikasi
5. Monitor parameter hemodinamik PT, PTT, fibrinogen, dan platelet
6. Monitor hantaran oksigen pada jaringan PaO2, SaO2, hemoglobin, dan
cardiac output.
7. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai perdarahan yang terjadi
dan tindakan yang akan dilakukan.
8. Lakukan transfusi darah jika diperlukan.
9. Pertahankan akses IV.
10. Administrasikan produk darah (platelets, frozen plasma, dan lain-lain).
Aplikasikan pressure dressing jika diperlukan.

D. Evaluasi Keperawatan
1) Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan
dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan.
2) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh
mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir
keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai