OLEH:
NI LUH VENY WIDHI UDAYANI
16089142049
Telah Diterima Dan Disahkan Oleh Clinical Teacher (CT) Dan Clinical
Instructure Stase Gadar dan Intensif Sebagai Syarat Memperoleh Penilaian Dari
Department Gadar dan Intensif Ners STIKES Buleleng.
Denpasar, 2017
Clinical Instruktur (CI) Clinical Teacher (CT),
Ruang IGD Stase Gadar dan Intensif
RSUP Sanglah STIKES Buleleng
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DENGUE
HAEMORARGIC FEVER (DHF)
B. Anatomi Fisiologi
Sistem sirkulasi adalah sarana untuk menyalurkan makanan dan oksigen dari
traktus digestivus dan dari paru-paru ke sela-sela tubuh. Selain itu, sistem
sirkulasi merupakan sarana untuk membuang sisa-sisa metabolisme dari sel-sel ke
ginjal, paru-paru dan kulit yang merupakan tempat ekskresi sisa-sisa metabolisme.
Organ-organ sistem sirkulasi mencakup jantung, pembuluh darah, dan darah.
1. Jantung
Merupakan organ yang berbentuk kerucut, terletak didalam thorax, diantara
paru-paru, agak lebih kearah kiri. Jantung adalah organ berongga, berotot
yang terletak ditengah thorax dan menempati rongga antara paru dan
diafragma. Struktur jantung meliputi : Atrium, Ventrikel, Katup dan otot
jantung (Smeltzer and Bare, 2002).
Gambar 1
Gambar anatomi pembuluh darah
Sumber : Syaifuddin, 2006
Struktur jantung terdiri dari atrium dan ventrikel juga terpisah oleh dua
katup meliputi :
a. Atrium kanan berada di sebelah kanan jantung dan terbuka pada bagian
kirinya kedalam segitiga ventrikel kanan.
b. Atrium kiri berbentuk persegi tidak beraturan dengan vena pulmonalis
masuk kedalam setiap sudutnya.
c. Ventrikel kanan Atrium ini berada pada bagian depan jantung, dan
memompakan darah keatas masuk ke arteri pulmonalis.
d. Ventrikel kiri dinding ventrikel kiri jauh lebih tebal dibandingkan
dinding ventrikel kanan namun strukturnya sama. Dinding yang tebal
diperlukan untuk memompa darah teroksigenasi dengan tekanan tinggi
melalui sirkulasi sistemik.
e. Katup bikuspidalis adalah katup yang menjaga aliran darah dari atrium
kiri ke ventrikel kiri.
f. Katup trikuspidalis adalah katup yang terdapat antara atrium kanan
dengan ventrikel kanan yang terdiri dari 3 katup.
Lapisan jantung terdiri dari endokardium, miokardium dan perikardium.
a. Endokardium merupakan lapisan jantung yang terdiri dari jaringan
indotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.
b. Miokardium merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot
jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot.
c. Perikardium merupakan lapisan jantung sebelah luar yang
merupakanselapu t pembungkus, terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan parietal dan
viseral yang bertemu dipangkal jantung membentuk kantung jantung.
2. Pembuluh Darah
Pembuluh darah ada 3 yaitu: Arteri, Kapiler dan Vena (Syaifuddin, 2006)
a. Arteri (Pembuluh nadi)
Arteri meninggalkan jantung pada ventikel kiri dan kanan. Beberapa
pembuluh darah arteri yang penting:
1) Arteri koronaria adalah arteri yang mendarahi dinding jantung.
2) Arteri subklavikula adalah arteri bawah selangka yang bercabang
kanan kiri leher dan melewati aksila
3) Arteri Brachialis adalah arteri yang berada pada lengan atas.
4) Arteri radialis adalah arteri yang teraba pada pangkal ibu jari.
5) Arteri karotis adalah arteri yang mendarahi kepala dan otak.
6) Arteri temporalis adalah arteri yang teraba denyutnya di depan
telinga.
7) Arteri facialis teraba denyutan disudut kanan bawah.
8) Arteri femoralis merupakan arteri yang berjalan kebawah
menyusuri paha menuju ke belakang lutut.
9) Arteri Tibia adalah arteri pada kaki.
10) Arteri Pulmonalis merupakan arteri yang menuju ke paru-paru.
b. Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil yang teraba dari
cabang terhalus dari arteri sehingga tidak tampak kecuali dari bawah
mikroskop. Kapiler membentuk anyaman di seluruh jaringan tubuh,
kapiler selanjutnya bertemu satu dengan yang lain menjadi darah yang
lebih besar yang disebut vena.
c. Vena (pembuluh darah balik)
Vena membawa darah kotor kembali ke jantung. Beberapa vena yang
penting:
1) Vena Cava Superior adalah vena balik yang memasuki atrium kanan,
membawa darah kotor dari daerah kepala, thorak dan ekstremitas
atas.
2) Vena Cava Inferior merupakan vena yang mengembalikan darah
kotor ke jantung dari semua organ tubuh bagian bawah.
3) Vena jugularis adalah vena yang mengembalikan darah kotor dari
otak ke jantung.
4) Vena pulmonalis adalah vena yang mengembalikan darah kotor ke
jantung dari paru-paru.
3. Darah
Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian: bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel darah (Evelyn, 2002).
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat didalam pembuluh darah
yang berwarna merah (Syaifuddin, 2006). Proses pembentukan sel
darah (hemopoesis) terdapat tiga tempat, yaitu: sumsum tulang, hepar dan
limpa. Volume darah pada tubuh yang sehat / organ dewasa terdapat darah
kira-kira 1/13 dari berat badan atau kira-kira 4-5 liter. Keadaan jumlah
tersebut pada tiap organ tidak sama tergantung pada umur, pekerjaan,
keadaan jantung atau pembuluh darah.Tekanan viskositas atau kekentalan
dari pada darah lebih kental daripada air yaitu mempunyai berat jenis 1.041
– 1.067 dengan temperatur 380 C dan PH 7.37 – 1.45.
Menurut Syaifuddin (2006) fungsi darah secara umum terdiri dari:
a. Sebagai alat pengangkut yaitu :
1) Mengambil Oksigen atau zat pembakaran dari paru untuk diedarkan
ke seluruh jaringan tubuh.
2) Mengangkut Karbondioksida dari jaringan untuk dikeluarkan
melalui paru.
3) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan / alat tubuh.
4) Mengangkat atau mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh untuk dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
b. Sebagai pertahanan tubuh
Terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membinasakan
tubuh dengan perantara leukosit, antibodi atau zat-zat anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
Fungsi khususnya lebih lanjut di terangkan lebih banyak di struktur atau
bagian dari masing-masing sel darah dan plasma darah.
Darah terdiri dari 2 bagian yaitu: Sel darah dan Plasma darah.
a. Sel-sel darah
Sel-sel darah ada 3 macam yaitu Eritosit, Leukosit, Trombosit
(Syaifuddin, 2006).
1) Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti, ukurannya
kira-kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta
C. Etiologi
Virus dengue ini disebarkan dari manusia ke manusia melalui nyamuk genus
Aedes, seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Aedes aegypti tersebar di
daerah tropis dan subtropis merupakan vektor utama. Nyamuk ini berukuran kecil
jika dibandingkan dengan nyamuk lain, biasanya berukuran 3-4 mm. Warna tubuh
hitam dengan bintik-bintik putih pada seluruh tubuh dan kepala, dan lingkaran
putih pada kaki. Dadanya biasanya mempunyai corakan putih dan sayapnya
bersisik serta translusen.
Nyamuk betina Aedes aegypti mengigit pada waktu siang hari dengan
aktivitas puncak pada pagi hari dan petang. Perkembangan hidup nyamuk Aedes
Aegypti dari tidur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya
nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih dari manusia
untuk memotongkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak biasa darah namun
hanya menghisap sari tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes Aegypti betina ±2
minggu. Umur nyamuk Aedes Aegypti kemampuan terbang 40-100 m
(Hadinegoro, 2000)
D. Patofisiologi
Virus Dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk terjadi
viremia, yang ditandai dengan demam mendadak tanpa penyebab yang jelas
disertai gejala lain seperti sakit kepala, mual, muntah, nyeri otot, pegal di seluruh
tubuh, nafsu makan berkurang dan sakit perut, bintik-bintik merah pada kulit.
Kelainan juga dapat terjadi pada sistem retikulo endotel atau seperti
pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Pelepasan zat
anafilaktoksin, histamin dan serotonin serta aktivitas dari sistem kalikrein
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga cairan
dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya perembesaran plasma
akibat pembesaran plasama terjadi pengurangan volume plasma yang
menyebabkan hipovolemia, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Selain itu sistem reikulo endotel bisa
terganggu sehingga menyebabkan reaksi antigen anti bodi yang akhirnya bisa
menyebabkan anaphylaxia (Price dan Wilson, 2000).
Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai puncaknya saat
renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang
sampai 30% atau lebih. Bila renjatan hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan
plasma yang tidak dengan segera diatasi maka akan terjadi anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian. Terjadinya renjatan ini biasanya pada hari ke-3
dan ke-7 (Sudoyo, 2000).
Akibat lain dari virus dengue dalam peredaran darah akan menyebabkan
depresi sumsum tulang sehingga akan terjadi trombositopenia, yang berlanjut
akan menyebabkan perdarahan karena gangguan trombosit dan kelainan koagulasi
dan akhirnya sampai pada perdarahan. Reaksi perdarahan pada pasien DHF
diakibatkan adanya gangguan pada hemostasis yang mencakup perubahan
vaskuler, trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), menurunnya fungsi
trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, IX, X dan
fibrinogen). Perdarahan yang terjadi seperti peteke, ekimosis, purpura,
epistaksis, perdarahan gusi, sampai perdarahan hebat pada traktus gastrointestinal
Pembekuan yang meluas pada intravaskuler (DIC) juga bisa menyebabkan terjadi
saat renjatan (Price dan Wilson, 2000).
E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF, dengan
masa inkubasi antara 13-15 hari. Adapun tanda dan gejala menurut WHO (1975)
dikutip dari (Mansjoer, 2000).
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus 2-7 hari
2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif, seperti
perdarahan pada kulit (petekie, ekimosis. Epistaksis, Hematemesis, Hematuri,
dan melena)
3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
4. Syok yang ditandai dengan nadi lemah, cepat disertai tekanan darah menurun
(tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau
kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
hidung, jari dan kaki, penderita gelisah timbul sianosis disekitar mulut.
Adapun gambaran klinis lain yang tidak khas dan biasa dijumpai pada
penderita DHF menurut (Mansjoer, 2000) adalah:
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit waktu menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan: mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi
c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,
tulang dan sendi, nyeri otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada saluran
tubuh dll.
d. Temuan-temuan laboratorium yang mendukung adalah thrombocytopenia
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnostik DHF perlu dilakukan
berbagai pemeriksaan penunjang, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium
dan pemeriksaan radiologi (Hadinegoro, 2000).
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
1) IgG dengue positif (dengue blood)
2) Trombositipenia
3) Hemoglobin meningkat >20%
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat)
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinema,
hiponatremia, hipokalemia
6) SGOT dan SGPT mungkin meningkat
7) Ureum dan pH darah mungkin meningkat
8) Waktu perdarahan memanjang
9) Pada analisa gas darah arteri menunjukkan asidois metabolik PCO2
<35-40 mmHg, HCO3 rendah.
b. Pemeriksaan urine
Pada pemriksaaan urine dijumpai albumin ringan
c. Pemeriksaan serologi
Beberapa pemeriksaan serologis yang biasa dilakukan pada klien yang
diduga terkena DHF adalah : uji hemaglutinasi inhibisi (HI test), uji
komplemen fiksasi (CF test), uji neutralisasi (N test), IgM Elisa (Mac.
Elisa), IgG Elisa
Melakukan pengukuran antibodi pasien dengan cara HI test (Hemoglobin
Inhibiton test) atau dengan uji pengikatan komplemen (komplemen
fixation test) pada pemeriksaan serologi dibutuhkan dua bahan
pemeriksaan yaitu pada masa akut dan pada masa penyembuhan. Untuk
pemeriksaan serologi diambil darah vena 2-5 ml.
2. Pemeriksaan radiologi
a. Foto thorax : pada foto thorax mungkin dijumpai efusi pleura.
b. Pemeriksaan USG : pada USG didapatkan hematomegali dan
splenomegali.
H. Penatalaksaaan
Penatalaksanaan DHF terbagi menjadi dua medis dan keperawatan menurut
FKUI (2000). Penatalaksanaan medis terbagi menjadi pengobatan pasien DHF
bersifat simtomatis dan suportif.
1. DHF tanpa renjatan
Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam demam tinggi, anoreksia dan
muntah. Penderita perlu diberi minum banyak 1,5 sampai 2 liter dalam 24
jam, berupa air teh dengan gula, sirup atau susu. Pada beberapa penderita
diberikan gastroenteritis oral solution (oralit). Minuman diberikan peroral,
bila perlu satu sendok makan setiap 3-5 menit. Para orang tua penderita diikut
sertakan dalam kegiatan ini. Pemberian minum secara gastronasal tidak
I. Komplikasi
Komplikasi DHF menururt Smeltzer and Bare (2002) adalah perdarahan,
kegagalan sirkulasi, hepatomegaly dan efusi pleura.
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati,
trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda
dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi
perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, peteke, purpura, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2–7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum,
hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume
sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan
sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan perfusi
miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi
iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel,
terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24
jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan dengan
nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler.
Terkadang tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi
dispnea, sesak napas.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
pasien tampak meringis, laporan secara verbal terasa nyeri, perubahan
posisi untuk menghindari nyeri.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan mual, muntah
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan jumlah
suplai O2 dalam darah ditandai dengan nyeri ekstremitas
5. Risiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan output
berlebih, peningkatan suhu tubuh
6. PK perdarahan
C. Intervensi Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba hangat.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam, diharapkan
suhu pasien dalam batas normal dengan kriteria hasil :
NOC Label >> Thermoregulation
Suhu tubuh pasien normal (36-37±0,5˚C)
Melaporkan rasa nyaman
Tidak menggigil
NOC Label >> Vital Signs
Suhu : 36-37±0,5˚C
Nadi: 60-100x/menit
RR: 16-20 x/menit
TD: 120/80 mmHg
Intervensi :
NIC Label >> Fever Treatment
1. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi rate
secara berkala.
Rasional: peningkatan suhu menunjukkan proses adanya infeksius akut
maupun dehidrasi. Menggigil sering mendahului puncak suhu.
2. Berikan kompres hangat.
Rasional: membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat
membantu mengurangi demam.
3. Anjurkan pasien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat.
Rasional: untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena
suhu tubuh yang tinggi.
4. Kolaborasi pemberian obat antipiretik sesuai indikasi.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
D. Evaluasi Keperawatan
1) Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan
dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan.
2) Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh
mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir
keperawatan.