Ilmu Tauhid

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 22

TAUBAT NASUHA DAN PENGAMPUNAN ALLAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Tauhid

Dosen Pengampu : Dr.Buhori Muslim,M.Ag

Disusun Oleh :

Aida Nur Azizah1187040006

KIMIA-A

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan ni’mat Sehat,
Iman, dan Islam pada kita semua, sehingga segala kendala dalam upaya dalam penulisan makalah
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Salawat dan Salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad Saw. manusia pilihan Allah
yang membawa Risalah kepada kita semua, sehingga kita terlepas dari belenggu kebodohan,
kesesatan dan mengajak serta membimbing kita menuju alam Ilmu Pengetahuan tentunya dengan
iman dan islam.makalah yang kami tulis ini berjudul “taubat nasuha dan pengampunan Allah”
yang Insya Allah akan menambah wawasan pembaca dalam memahami dan memaknai apa itu
arti dan pelaksanaan taubat nasuha yang sebenarnya dan bagaimana pengampunan Allah bagi
umatnya. Dan kami berharap kepada kita semua untuk mengambil nilai positif dan membung nilai
negatif yang terdapat dalam makalah kami ini, memahami isi makalah serta mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Terimakasih kami mengucapkan kepada Bapak Buhori. selaku dosen pembimbing mata
kuliah “Ilmu Tauhid” yang telah memberikan kami tugas penting ini. Selanjutnya kami
mengucapkan terimakasih kepada para Pegawai Perpustakaan UIN SUNAN GUNUNG DJATI
yang telah menyediakan buku-buku yang dapat melengkapi bahan makalah kami,sehingga
makalah ini dapat tersaji dihadapan kita bersama.
Dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang disengaja maupun
tidak disengaja, oleh sebab itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca guna tercipta
kesempurnaan dalam penulisan makalah-makalah yang akan datang.
Inilah sedikit kata-kata yang telah kami susun dalam lembaran-lembaran yang kami
harapkan akan memberikan ilmu pengetahuan kepada kita semua. Semoga kita dapat
mengamalkan ilmu-ilmu yang terkandung didalamnya, Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Bandung, 28 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii


BAB I ............................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 4
I.I LATAR BELAKANG........................................................................................................................ 4
BAB II........................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 7
II.I POTENSI MANUSIA (baik dan buruk) DAN FITRAH MANUSIA. ......................................... 7
II.I TUGAS MANUSIA DALAM FITRAH MANUSIA. .................................................................. 13
II.III TAUBAT ...................................................................................................................................... 13
II.IV. PENGAMPUNAN ALLAH. ...................................................................................................... 19
BAB III ....................................................................................................................................................... 21
PENUTUP .................................................................................................................................................. 21
III.I KESIMPULAN. ............................................................................................................................ 21
III.II DAFTAR PUSTAKA. ................................................................................................................. 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG.

Dalam pembahasan tasawuf, taubat dimaksudkan sebagai maqam pertama yang harus
dilalui dan dijalani oleh seorang salik. Dikatakan Allah Swt. Tidak mendekati sebelum bertaubat.
Karena dengan taubat, jiwa seorang salik bersih dari dosa. Tuhan dapat didekati dengan jiwa yang
suci.
Memang manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun manusia yang terbaik bukanlah
manusia yang tidak pernah melakukan dosa sama sekali, akan tetapi manusia yang terbaik adalah
manusia yang ketika dia berbuat kesalahan dia langsung bertaubat kepada Allah dengan sebenar-
benar taubat. Bukan sekedar tobat sesaat yang diiringi niat hati untuk mengulang dosa kembali.
Bahwa manusia menjalani beberapa proses perjalanan kehidupan. Perjalanan pertamanya
adalah kelahiran, kedua adalah kematian, berikutnya dibangkitkan untuk hidup kembali, dan
kemudian sesudahnya adalah perhitungan amal (hisab). Kelak ada manusia yang beruntung dan
tempat kembalinya adalah syurga, tetapi ada pula manusai yang merugi sehingga tempatnya adalah
neraka. Mereka yang beriman dan beramal shalehlah yang mendapatkan jaminan kebahagiaan
kehidupan diakhirat kelak.
Dalam menjalani kehidupan, seseorang tentu harus mempersiapkanbekal untuk hari
kemudian. Bekalnya adalah iman, ilmu dan amal shaleh. Keimanan yang disertai amal shaleh akan
membawa keselamatan dan kesejahteraan, baik di dunia maupun diakhirat. Apalagi jika ditambah
dengan perilaku terpuji seperti berotbat, raja’ (menunjukkan sikap menghara keridhaan Allah),
optimis, dinamis, mampu berfikir kritis, dan mampu mengendalikan diri.
Menurut bahasa, arti taubat adalah kembali. Maksudnya, kembali dari segala yang tercela
menurut agama Islam , menuju semua hal yang terpuji. Taubat apabila dibahasakan secara ringkas
adalah meninggalkan atau menyesali dosa dan berjanji tidak mengulanginya lagi. (penyesalan atas
semua perbuatan tercela yang pernah dilakukan).

4
Untuk membersihkan hati dari dosa yang pernah dilakukannya, manusia diperintahkan untuk
bertaubat. Tobat merupakan media untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah SWT
memerintahkan dalam hal taubat ini berupa taubat yang semurni-murninya sebagaimana firman-
Nya dalam suart At Tahrim (66) ayat 8 yang artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya.” (Q.S. At Tahrim (66) : 8).
Nabi Muhammad SAW, meskipun telah dijamin atau terpelihara dari segala dosa (maksum), tetap
bertaubat dan mohon ampun kepada Allah SWT.
Berbicara masalah taubat, ternyata berkaitan erat dengan istighfar yaitu memohon ampun
dari semua dosa kepada Allah SWT dengan menundukkan hati, jiwa dan pikiran. Istighfar tidak
hanya melisankan dengan “astghfirullahal “adzim”, tetapi harus disertai dengan keseriusan dan
harapan untuk memperoleh ampunan Allah SWT. (pelajari Qur’an surat Al Baqarah (2) ayat 286
dan Surat At Tahrim (66) ayat 8).Raja’ berarti harapan. Maksudnya adalah mengharap ridha Allah
SWT. Raja’ termasuk akhlak yang terpuji yaitu suatu akhlak yang dapat berguna untuk
mempertebal iman dan taqwa kepada Allah SWT.
Sebagai muslim dan muslimah tentunya mengharapkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Supaya harapan tersebut dapat tercapai maka harus menjalankan perintah Allah SWT dan
menjauhi segala larangan-larangan-Nya.dan tidak lupa untuk berdo’a. Dalam surat Al Mukmin
(40) ayat 60 dikatakan: Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu” (Q.S. Al Mukmin (40) : 60).
Secara bahasa tobat adalah masdar dari kata‚ “taba-yatubu-tawbatan” yang artinya kembali
kepada Allah dari kemaksiyatan atau ‘ada - ya’udu (kembali). Secara istilah, tobat adalah
meninggalkan dosa yang telah diperbuat dan kembali kepada Allah dengan mengagungkanNya
dan takut akan murkanya. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, tobat yaitu sadar
atau menyesal akan dosa dan berniat untuk memperbaiki tingkah laku dan perbuatannya.

Seseorang akan diterima taubatnya apabila ia bersungguh-sungguh dalam bertaubat, syarat


diterimanya taubat ialah menyesali dosa yang telah diperbuat, dan berjanji tidak akan
mengulanginya lagi, selanjutnya adalah berdoa, berdzikir atau melakukan ibadah lain agar
taubatnya di terima Allah SWT. Salah satu contohnya ialah melakukan sholat taubat. Allah maha
pengasih dan penyayang, ada sebuah kisah dimana seorang pelacur yang diterima taubatnya

5
lantaran memberikan air untuk minum kepada anjing yang sedang kehausan. Taubat akan diterima
selama seseorang masih hidup didunia, dan tidak diterima taubatnya apabila nyawanya sudah
sampai kerongkongan apalagi sudah di akhirat, memohon apapun Allah tidak akan menerimanya
taubatnya kecuali ia mendapatkan syafaat di akhirat kelak.

Pengampunan Allah tidak akan pernah ada habisnya, terutama bagi umatnya yang bersun
gguh-sungguh dalam ampunannya , sebagaimana firman-Nya dal Al-Qur’an :

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah
kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu
kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54). Ayat tersebut memberikan
kabar gembira bahwa Allah mengampuni setiap dosa bagi siapa saja yang bertaubat dan kembali
pada-Nya. Walaupun dosa tersebut amat banyak, meski bagai buih di lautan (yang tak mungkin
terhitung). Sedangkan ayat yang menerangkan bahwa Allah tidaklah mengampuni dosa syirik, itu
maksudnya adalah bagi yang tidak mau bertaubat dan dibawa mati. Artinya jika orang yang
berbuat syirik bertaubat, maka ia pun diampuni.Jadi janganlah kita berputus asa dalam Rahmat-
Nya. Hal tersebutlah yang mendasari dan menjadi latar belakang adanya penjelas tentang
pertaubatan dan adanya pengampunan Allah yang tidak pernah berhenti sampai kapanpun hingga
kecuali keteika nyawa seseorang sudah diabil dan ketika kiamat tiba menjemput kita semua.

6
BAB II

PEMBAHASAN

II.I POTENSI MANUSIA (baik dan buruk) DAN FITRAH MANUSIA.

Allah menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan keutamaan yang tidak
diberikan kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi dasar yang
disertakan Allah atasnya, baik potensi internal (yang terdapat dalam dirinya) dan potensi eksternal
(potensi yang disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini adalah modal utama bagi
manusia untuk melaksanakn tugas dan memikul tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia harus
diolah dan didayagunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia dapat menunaikan tugas dan
tanggung jawab dengan sempurna.

 Potensi positif manusia.

Potensi Internal

Ialah potensi yang menyatu dalam diri manusia itu sendiri, terdiri dari :

A. Potensi Fitriyah

Fitrah berasal dari kata (fi’il) fathara yang berarti “menjadikan” secara etimologi fitrah
berarti kejadian asli, agama, ciptaan, sifat semula jadi, potensi dasar, dan kesucian.Dalam kamus
B. Arab Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan, perangai, kejadian asli.Dalam
kamus Munjid kata fitrah diartikan sebagai agama, sunnah, kejadian, tabi’at.Fitrah berarti Tuhur
yaitu kesucian.Menurut Ibn Al-Qayyim dan Ibn Katsir, karena fatir artinya menciptakan, maka
fitrah artinya keadaan yang dihasilkan dari penciptaannya itu.

Apabila di interpretasikan lebih lanjut, maka istilah fitrah sebagaimana dalam Ayat Al-
qur’an, hadits ataupun pendapat adalah sebagai berikut :

7
Fitrah Allah untuk manusia merupakan potensi dan kreativitas yang dapat dibangun dan
membangun, yang memilliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya
jauh melampaui kemampuan fisiknya. Maka diperlukan suatu usaha-usaha yang baik yaitu
pendidikan yang dapat memelihara dan mengembangkan fitrah serta pendidikan yang dapat
membersihkan jiwa manusia dari syirik, kesesatan dan kegelapan menuju ke arah hidup bahagia
yang penuh optimis dan dinamis. Ini sesuai dengan Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat : 30 yaitu :

‫َّللاِ ذَلِكَ ال ِدِّينُ ْالقَيِِّ ُم‬


‫ق ه‬ ِ ‫اس َعلَ ْي َها ال تَ ْبدِي َل ِلخ َْل‬ َ َ‫َّللاِ الهتِي ف‬
َ ‫ط َر النه‬ ْ ِ‫ِّين َحنِيفًا ف‬
‫ط َرة َ ه‬ ِ ‫فَأَقِ ْم َوجْ َهكَ ِلل ِد‬

ِ ‫َولَ ِك هن أَ ْكثَ َر النه‬


‫اس ال َي ْع َل ُمون‬

Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui

Pada ayat ini Allah telah menciptakan semua makhluknya berdasarkan fitrahnya. Surat ini
telah menginspirasikan untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan fitrah atau potensi itu
dengan baik dan dan lurus.

Fitrah berarti ikhlas. Maksudnya manusia lahir dengan berbagai sifat, salah satunya adalah
kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Berkaitan dengan makna ini ada hadits
yaitu : “Tiga perkara yang menjadikannya selamat adalah ikhlas, berupa fitrah Allah, di mana
manusia diciptakan darinya, sholat berupa agama, dan taat berupa benteng penjagaan ”(HR. Abu
Hamdi dari Mu’adz)

B. Potensi Ruhiyah

Ialah potensi yang dilekatkan pada hati nurani untuk membedakan dan memilih jalan yang
hak dan yang batil, jalan menuju ketaqwaan dan jalan menuju kedurhakaan. Bentuk dari roh ini
sendiri pada hakikatnya tidak dapat dijelaskan.

Potensi ini terdapat pada surat Asy-Syams ayat 7yaitu :

َ ‫َونَ ْف ٍس َو َما‬
‫س هواهَا‬

8
Artinya : dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya)

kemudian Asy-Syams ayat 8:

َ ‫فَأ َ ْل َه َم َها فُ ُج‬


‫ورهَا َوتَ ْق َواهَا‬

Artinya : maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

Di dalam hati setiap manusia telah tertanam potensi ini, yang dapat membedakan jalan kebaikan
(kebenaran) dan jalan keburukan (kesalahan). Menurut Ibn ‘Asyur kata ‘nafs ’pada surat Asy-
Syams ayat ke- 7menunjukan nakiroh maka arti kata tersebut menunjukan nama jenis, yaitu
mencakup jati diri seluruh manusia seperti arti kata ‘nafs ’pada surat Al-infithar ayat 5yaitu :

ْ ‫ت َوأَ هخ َر‬
‫ت‬ ٌ ‫ت نَ ْف‬
ْ ‫س َما قَده َم‬ ْ ‫َع ِل َم‬

Artinya : maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya.

Pada arti kata ‘nafs ’ini terdapat tiga unsur yaitu :

 Qolbu : menurut para ulama salaf adalah nafs yang terletak di jantung
 Domir : bagian yang samar, tersembunyi dan kasat mata
 Fuad : mempunyai manfaat dan fungsi

Dengan demikian, dalam potensi ruhaniyyah terdapat pertanggungjawaban atas diberinya


manusia kekuatan pemikir yang mampu untuk memilih dan mengarahkan potensi-potensi fitrah
yang dapat berkembang di ladang kebaikan dan ladang keburukan ini.

C. Potensi Aqliyah

Potensi Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal pikiran (sam’a basar, fu’ad). Dengan
potensi ini, manusia dapat membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang ‘kekuasaan ’Allah.
Serta dengan potensi ini ia dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal yang dapat
bermanfaat baginya dan tentu harus diterima dan hal yang mudharat baginya tentu harus
dihindarkan.

Allah berfirman dalam Al-qur’an surat An-Nahl ayat 78:

َ‫ار َواأل ْفئِدَة َ لَعَله ُك ْم تَ ْش ُك ُرون‬


َ ‫ص‬ َ َ‫ون أ ُ هم َهاتِ ُك ْم ال تَ ْعلَ ُمون‬
َ ‫ش ْيئًا َو َجعَ َل لَ ُك ُم الس ْهم َع َواأل ْب‬ ِ ‫ط‬ُ ُ‫َّللاُ أ َ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن ب‬
‫َو ه‬

9
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Ayat ini menurut Tafsir Al-maraghi mengandung penjelasan bahwa setelah Allah
melahirkan kamu dari perut ibumu, maka Dia menjadikan kamu dapat mengetahui segala sesuatu
yang sebelumnya tidak kamu ketahui. Dia telah memberikan kepadamu beberapa macam anugerah
berikut ini :

1. Akal sebagai alat untuk memahami sesuatu, terutama dengan akal itu kamu dapat
membedakan antara yang baik dan jelek, antara yang lurus dan yangs esat, antara yang
benar dan yang salah
2. Pendengaran sebagai alat untuk mendengarkan suara, terutama dengan pendengaran itu
kamu dapat memahami percakapan diantara kamu
3. Penglihatan sebagai alat untuk melihat segala sesuatu, terutama dengan penglihatan itu
kamu dapat mengenal diantara kamu.
4. Perangkat hidup yang lain sehingga kamu dapat mengetahui jalan untuk mencari rizki dan
materi lainnya yang kamu butuhkan, bahkan kamu dapat pula meilih mana yang terbaik
bagi kamu dan meninggalkan mana yang jelek.

D. Potensi Jasmaniyyah

Ialah kemampuan tubuh manusia yang telah Allah ciptakan dengan sempurna, baik rupa,
kekuatan dan kemampuan. Sebagaimana pada firman Allah Al-Qur’an surat At-Tin ayat 4yaitu

َ ْ‫سانَ فِي أَح‬


‫س ِن تَ ْق ِو ٍيم‬ َ ‫لَقَدْ َخلَ ْقنَا اإل ْن‬

Artinya : sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya

Kata insan dijumpai dalam Al-Qur’an sebanyak 65kali. Penekanan kata insan ini adalah
lebih mengacu pada peningkatan manusia ke derajat yang dapat memberinya potensi dan
kemampuan untuk memangku jabatan khalifah dan meikul tanggung jawab dan amanat manusia
di muka bumi, karena sebagai khalifah manusia dibekali dengan berbagai potensi seperti ilmu,
persepsi, akal dan nurani. Dengan potensi-potensi ini manusia siap dan mampu menghadapi segala
permasalahan sekaligus mengantisipasinya. Di samping itu, manusia juga dapat
mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang mulia dan memiliki kedudukan yang lebih

10
tinggi dari makhluk lain dengan berbekal potensi-potensi tadi. Dan dalam surat ini manusia
diberikan oleh Allah potensi jasmani.

Potensi Eksternal

Allah juga sertakan potensi eksternal sebagai pengarah dan pembimbing potensi-potensi
internal itu agar berjalan sesuai dengan kehendak-Nya., diantaranya adalah :

A. Potensi Huda

Ialah petunjuk Allah yang mempertegas nilai kebenaran yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya
untuk membimbing umat manusia ke jalan yang lurus. Allah SWT berfirman pada surat Al-Insaan
ayat 3:

ً ُ‫س ِبي َل ِإ هما شَا ِك ًرا َو ِإ هما َكف‬


‫ورا‬ ‫ِإنها َهدَ ْينَاهُ ال ه‬

Artinya : Sesungguhnya Kami telah menunjukinnnya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan
ada pula yang kafir.

Ayat ini menerangkan bahwa sesungguhnya Allah, telah menunjuki ke jalan yang lurus,
ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.

Potensi eksternal ini juga terdapat dalam firman Allah surat Al-Baqarah ayat 38:

‫ف َعلَ ْي ِه ْم َوالَ ُه ْم َيحْ زَ نُون‬ ْ ُ ‫ قُ ْلنَا ا ْه ِب‬:‫قَا َل هللاُ ت َ َعالى‬


َ َ‫طوا ِم ْن َها َج ِمي ًعا فَإ ِ هما َيأ ِت َينه ُكم ِ ِّم ِِّني ُهدًى فَ َمن ت َ ِب َع ُهد‬
ٌ ‫اي فَالَ خ َْو‬

Artinya : “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu,
maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan
tidak (pula) mereka bersedih hati”.

Pada ayat ini dijelaskan dalam konteks potensi eksternal yaitu, ketika seseorang mengikuti
dan menjalankan yaiu petunjuk Allah maka bagi orang tersebut niscaya tidak ada kekhawatiran
ataupun kesedihan hati.

11
B. Potensi Alam

Alam semesta adalah merupakan potensi eksternal kedua untuk membimbing umat
manusia melaksanakan fungsinya. Setiap sisi alam semesta ini merupakan ayat-ayat Allah yang
dengannya manusia dapat mencapai kebenaran.

Hal ini terdapat dalam firman Allah surat Al-Imraan berikut :

‫) الهذِينَ يَذْ ُك ُرونَ ه‬190( ‫ب‬


‫َّللاَ قِيَا ًما َوقُعُودًا َو َعلَى ُجنُوبِ ِه ْم‬ ِ ‫ت ِألُو ِلي ْاأل َ ْلبَا‬ ِ ‫ف الله ْي ِل َوالنه َه‬
ٍ ‫ار ََلَيَا‬ ِ ‫ت َو ْاأل َ ْر‬
ْ ‫ض َو‬
ِ ‫اختِ َال‬ ِ ‫س َم َاوا‬ ِ ‫إِ هن فِي خ َْل‬
‫ق ال ه‬
‫اب النها ِر‬ َ َ‫س ْب َحانَكَ فَ ِقنَا َعذ‬ ِ ‫ت َو ْاأل َ ْر‬
ِ َ‫ض َربهنَا َما َخلَ ْقتَ َهذَا ب‬
ُ ‫اط ًال‬ ِ ‫س َم َاوا‬ ِ ‫( َويَت َ َف هك ُرونَ فِي خ َْل‬191)
‫ق ال ه‬

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Pada ayat ini ditafsirkan bahwa memikirkan penciptaan Allah terhadap makhluk-Nya,
merenungkan kitab alam-alam semesta yang terbuka, dan merenungkan kekuasaan Allah yang
menciptakan dan menggerakan alam semesta ini, merupakan ibadah Allah kepada diantara pokok-
pokok ibadah, dan merupakan zikir kepada Allah diantara dzikir-dzikir pokok.

Potensi Negatif Manusia

Pada realitanya, tidak semua potensi manusia hanya bernilai positif seperti yang kami
jealaskan sebelumnya. Manusia pun mempunyai potensi yang negatif. Hal ini sesuai dengan ayat
al qur’an yaitu seperti :

1. Melampaui batas QS (Yunus : 12)


2. Zalim (bengis, kejam, dll) QS (Ibrahim : 34)
3. Tergesa-gesa QS (Al-Isra’ : 11)
4. Suka membantah QS (Al-Kahfi : 54)
5. Berkeluh kesah dan kikir QS (Al-ma’arij : 19-21)
6. Ingkar dan tidak berterima kasih QS (Al-‘Adiyat :6)

12
II.I TUGAS MANUSIA DALAM FITRAH MANUSIA.
Manusia dalam pandangan agama Musa Asy’ari (Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-
qur’an) menunjukkan dengan jelas tentang betapa agama telah memberikan potret yang utuh,
adapun tugas manusia dalam fitrahnya adalah :

1. Untuk mengatakan bahwa manusia menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak
diketahuinya QS (Al-Alaq 1-5)
2. Manusia mempunyai musuh nyata yang nyata yaitu setan QS (12:5)
3. Manusia sebagai makhluk yang memikul amanah dari tuhan QS (33:72)
4. Makhluk yang harus pandai menggunakan waktu untuk beriman dan beramal baik QS (1-3
5. Sebagai makhluk yang hanya akan mendapatkan bagian dari apa yang dia kerjakan (53:39)
6. Punya keterikatan dengan moral dan sopan santun
7. Penggunaan kata ‘basyar’ yaitu manusia seperti apa yang tampak pada lahiriyyahnya,
mempunyai bangunan tubuh yang sama, makan dan minum dari bahan yang sama, semakin
bertambah usianya, kondisi tubuhnya akan menurun, menjadi tua dan akhirnya ajal pun
menjemputnya, pada kata ‘basyar’ ini disebutkan 36 kali di Al-qur’an.
8. An-nas yaitu untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang
mempunyai berbagai kegiatan untuk mengembangkan kehidupannya yaitu :
1. Melakukan kegiatan peternakan QS (28:23)
2. Kemampuan untuk mengelola besi atau logam QS (52:25)
3. Kemampuan untuk pelayaran dan mengadakan perubahan social QS (2:164)
4. Kepatuhan dalam beribadah QS (2:21).

II.III TAUBAT

A. Pengertian

Secara Bahasa, at-Taubah berasal dari kata ‫ب‬


َ ‫ ت ََو‬yang bermakna kembali. Dia bertaubat,artinya
ia kembali dari dosanya (berpaling dan menarik diri dari dosa). Taubat adalah kembali kepada
Allâh dengan melepaskan hati dari belenggu yang membuatnya terus-menerus melakukan dosa

13
lalu melaksanakan semua hak Allah Azza wa Jalla .Secara Syar’i, taubat adalah meninggalkan
dosa karena takut pada Allâh, menganggapnyaburuk, menyesali perbuatan maksiatnya, bertekad
kuat untuk tidak mengulanginya, danmemperbaiki apa yang mungkin bisa diperbaiki kembali dari
amalnya.

B.Hakikat

Hakikat taubat yaitu perasaan hati yang menyesali perbuatan maksiat yang sudah terjadi,
lalu mengarahkan hati kepada Allah Azza wa Jalla pada sisa usianya serta menahan diri dari dosa.
Melakukan amal shaleh dan meninggalkan larangan adalah wujud nyata dari taubat.

Taubat mencakup penyerahan diri seorang hamba kepada Rabbnya, inabah (kembali)
kepada Allah Azza wa Jalla dan konsisten menjalankan ketaatan kepada Allah. Jadi, sekedar
meninggalkan perbuatan dosa, namun tidak melaksanakan amalan yang dicintai Allah Azza wa
Jalla , maka itu belum dianggap bertaubat.Seseorang dianggap bertaubat jika ia kembali kepada
Allah Azza wa Jalla dan melepaskan diri dari belenggu yang membuatnya terus-menerus
melakukan dosa. Ia tanamkan makna taubat dalam hatinya sebelum diucapkan lisannya, senantiasa
mengingat apa yang disebutkan Allah Azza wa Jalla berupa keterangan terperinci tentang surga
yang dijanjikan bagi orang-orang yang taat, dan mengingat siksa neraka yang ancamkan bagi
pendosa. Dia berusaha terus melakukan itu agar rasa takut dan optimismenya kepada Allah
semakin menguat dalam hatinya. Dengan demikian, ia berdoa senantiasa kepada Allah Azza wa
Jalla dengan penuh harap dan cemas agar Allah Azza wa Jalla berkenan menerima taubatnya,
menghapuskan dosa dan kesalahannya.

C. Syarat-syarat

`Dalam kitab Majalis Syahri Ramadhân, setelah membawakan banyak dalil dari al-Qur’an
dan as-Sunnah yang mendorong kaum muslimin untuk senantiasa bertaubat dan beberapa hal lain
tentang taubat, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin mengatakan, “Taubat yang diperintahkan
Allah Azza wa Jalla adalah taubat nasuha (yang tulus) yang

mencakup lima syarat:

1. Hendaknya taubat itu dilakukan dengan ikhlas. Artinya, yang mendorong dia untuk
bertaubat adalah kecintaannya kepada Allah Azza wa Jalla ,

14
2. Menyesali serta merasa sedih atas dosa yang pernah dilakukan, sebagai bukti
penyesalan yang sesungguhnya kepada Allah dan luluh dihadapan-Nya serta murka
pada hawa nafsunya sendiri yang terus membujuknya untuk melakukan keburukan.
3. Segera berhenti dari perbuatan maksiat yang dia lakukan. Jika maksiat atau dosa itu
disebabkan karena ia melakukan sesuatu yang diharamkan, maka dia langsung
meninggalkan perbuatan haram tersebut seketika itu juga. Jika dosa atau maksiat
akibat meninggalkan sesuatu yang diwajibkan, maka dia bergegas untuk melakukan
yang diwajibkan itu seketika itu juga. Ini apabila hal-hal wajib yang ditinggalkan
itu bias diqadha’, misalnya zakat atau haji.
4. Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut di masa yang akan datang. Karena
ini merupakan buah dari taubatnya dan sebagai bukti kejujuran pelakunya. Jika ia
mengatakan telah bertaubat, namun ia masih bertekad untuk melakukan maksiat itu
lagi di suatu hari nanti, maka taubatnya saat itu belum benar. Karena taubatnya
hanya sementara, si pelaku maksiat ini hanya sedang mencari momen yang tepat
saja. Taubatnya ini tidak menunjukkan bahwa dia membenci perbuatan maksiat itu
lalu menjauh darinya dan selanjutnya melaksanakan ketaatan kepada Allah Azza
wa Jalla .
5. Taubat itu dilakukan bukan pada saat masa penerimaan taubat telah habis. Jika
taubat itu dilakukan setelah habis waktu diterimanya taubat, maka taubatnya tidak
akan diterima. Berakhirnya waktu penerimaan taubat itu ada dua macam: Pertama,
bersifat umum berlaku untuk semua orang dan kedua, bersifat khusus untuk setiap
pribadi.

Yang bersifat umum adalah terbitnya matahari dari arah barat. Jika matahari telah terbit
dari arah barat, maka saat itu taubat sudah tidak bermanfaat lagi.

‫ت ِفي ِإي َما ِن َها َخ ْي ًرا قُ ِل ا ْنت َِظ ُروا ِإنها‬ َ ‫َت ِم ْن قَ ْب ُل أ َ ْو َك‬
ْ ‫س َب‬ ْ ‫سا ِإي َمانُ َها لَ ْم ت َ ُك ْن آ َمن‬
ً ‫ت َر ِِّبكَ َال َي ْنفَ ُع نَ ْف‬ ُ ‫َي ْو َم َيأ ْ ِتي َب ْع‬
ِ ‫ض آ َيا‬

‫ُم ْنت َِظ ُرون‬

Pada hari datangnya sebagian ayat-ayat Rabbmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada
dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam
masa imannya. Katakanlah, “Tunggulah olehmu sesungguhnya Kamipun menunggu (pula). ”[An-

15
an’am/6:158] Maksud dari “sebagian ayat-ayat Rabbmu ”dalam firman Allâh di atas adalah
terbitnya matahari dari arah barat sebagaimana yang ditafsirkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dari Abdullah bin Amru bin Ash Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

ٍ ‫ط ِب َع َعلَى ُك ِِّل قَ ْل‬


َ ‫ب ِب َما ِف ْي ِه َو َكفَى النه‬
‫اس‬ ُ ‫ت‬
ْ ‫طلَ َع‬
َ ‫ فَإِذَا‬,‫س ِم ْن َم ْغ ِر ِب َها‬
ُ ‫ش ْم‬ ْ ‫الَ تَزَ ا ُل الته ْو َبةُ ت ُ ْق َب ُل َحت هى ت‬
‫َطلُ َع ال ه‬

‫ْال َع َم ُل‬

Senantiasa taubat diterima sampai matahari terbit dari tempat terbenamnya (dari arah barat), maka
jika dia terbit akan ditutup setiap hati (dari hidayah sehingga yang ada hanya) apa yang ada didalam
hatinya (saja) dan cukuplah bagi manusia amalannya (sehingga dia tidak bisa beramal kebaikan
lagi).

Adapun yang bersifat khusus adalah saat kematian mendatangi seseorang. Ketika kematian
mendatangi seseorang, maka taubat sudah tidak berguna lagi baginya dan tidakakan diterima.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :

ٌ ‫ض َر أَ َحدَهُ ُم ْال َم ْوتُ قَا َل ِإنِِّي تُبْتُ ْاَلنَ َو َال الهذِينَ يَ ُموتُونَ َو ُه ْم ُكفه‬
‫ار‬ َ ‫ت َحت ه ٰى ِإذَا َح‬ ‫ت الت ه ْوبَةُ ِللهذِينَ يَ ْع َملُونَ ال ه‬
ِ ‫سيِِّئ َا‬ َ ‫َولَ ْي‬
ِ ‫س‬

‫أُو ٰلَئِكَ أَ ْعتَدْنَا لَ ُه ْم‬

‫َعذَابًا أَ ِلي ًم‬

Dan tidaklah taubat itu diterima Allâh dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga
apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan : “Sesungguhnya
saya bertaubat sekarang.” Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka
di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. [An-Nisa/4:18]

D. Macam-macam

`Imam Al-Ghazali mengungkapkan bahwa orang yang melakukan taubat itu dapat ditilik

dari keadaan taubatnya dan sikapnya dalam empat tingkatan:

1. Seorang yang bertaubat dan terus tetap bertaubat hingga akhir usianya. Di dalam hatinya ia
berjanji tidak akan mengulangi perbuatan dosanya lagi. Tentu saja hal ini dikecualikan atas

16
kesalahan yang menurut kebiasaan manusia tidak dapat menghindarinya. Inilah yang disebut
istiqamah, kemantapan dalam taubatnya. Taubat semacam ini dinamakan taubat nasuha, taubat
yang mampu menasehati dirinya sendiri. Untuk selanjutnya tidak membuat pelanggaran lagi
dengan keinsyafan yang sebenar-benarnya. Orang yang bertaubat seperti itu adalah orang yang
memiliki jiwa yang tenang nafsul mutmainah.

2. Orang yang bertaubat tetapi belum dapat melepaskan diri dari berbagai dosa yang
menghinggapinya. Dalam hatinya sama sekali tidak terketuk untuk berbuat dosa. Namun keadaan
memaksa ia terjebak dosa. Saat dosa menghampirinya, saat itu pula ia bertaubat, dan benar-benar
menyesalinya. Jiwa orang semacam ini tergolongan nafsu lawwamah, jiwa penyesalan; jiwa
yangselalu menyesal atas dosa yang dilakukannya. Padahal dosa itu sendiri bukan dorongan hati
dan tidak ada kesengajaan sama sekali.Taubat semacam ini tergolong taubat yang nilainya tinggi,
tetapi lebih rendah mutunya dari taubat yang pertama. Dan taubat ini umumnya dilakukan oleh
kebanyakan orang. Pelakunya berhak diberi janji baik dari Allah:

“Orang-orang yang mendapatkan kebaikan yaitu orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
beberapa kemaksiatan, kecuali yang hanya merupakan lintasan dalam hati. Sesungguhnya
Tuhanmu adalah amat luas pengampunannya.” (QS. An-Najm: 31-32)

3. Seseorang yang bertaubat namun pada saat-saat tertentu ia dikalahkan oleh nafsu syahwatnya
dengan melakukan beberapa macam kemaksiatan. Dan ia sadar bahwa kemaksiatan yang
dilakukannya sengaja, karena memang tidak mampu mengekang nafsu syahwatnya.Dalam waktu
yang sama ia tetap melaksanakan ketaatan dan sebagian dosa-dosa besar ditinggalkan. Dalam
hatinya ia berkeinginan agar mampu menghindari dorongan nafsu syahwatnya. Malahan saat
selesai melaksanakan kemaksiatan, ia menyesali dirinya sendiri. Namun kekuatan nafsunya
terkadang berimbang dengan iman. Jiwa yang demikian itu dinamakan nafsu musawwalah; jiwa
yang memerintah diri. Mereka ini tergolong orang yang disinggung oleh Allah Subhanahu Wa
Ta’ala dalam firmannya:

“Ada pun orang-orang lain yang sudah mengakui dosa-dosanya, tetapi mereka itusuka
mencampurkan amalan baiknya dengan amalan buruknya.” (QS. At-Taubah:102)

4. Seorang yang bertaubat dengan waktu yang terbatas untuk selanjutnya ia kembali
menjerumuskan dirinya dalam berbagai perbuatan dosa. Orang semacam ini sama sekali tidak

17
menyesali perbuatan dosanya itu dan tidak ada keinginan segera bertaubat. Jiwa yang demikian itu
disebut nafsu amarah bissuui, yaitu jiwa yang mengajak pada kejahatan. Indikasinya ia suka
mendekati keburukan dan menjauhi kebaikan.

E. Keutamaan

Allah Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat dan berjanji akan
menerima taubat mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:

‫َوه َُو الهذِي يَ ْقبَ ُل الته ْوبَةَ َع ْن ِعبَا ِد ِه‬

Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya.. [Asy-Syura / 42: 25]. Dia
membuka pintu harapan bagi hamba-Nya untuk meraih maaf dan ampunan-Nya.Allah Azza wa
Jalla juga memerintahkan agar mereka bersandar pada kemurahan dan kedermawanan-Nya,
memohon agar kesalahan-kesalahan digugurkan, aibnya ditutupi dan agar taubat mereka diterima.
Tidak ada yang bisa menolak mereka dari rahmat Allah Azza wa Jalla dan pintu antara mereka
dan Allâh pun tidaklah dikunci.

Jadi, taubat itu menumbuhkan iman dan amal shalih. Dengan demikian, taubat berarti telah
merealisasikan makna taubat yang positif . Itu akan menyelamatkan mereka dari kerugian dan
penyesalan besar, sehingga mereka tidak mendapati siksa di lembah jahannam (al-ghayy), seperti
firman Allâh:

‫ف يَ ْلقَ ْونَ َغيًّا‬ َ َ‫ت ف‬


َ ‫س ْو‬ ‫ص َالة َ َواتهبَعُوا ال ه‬
ِ ‫ش َه َوا‬ ‫ضاعُوا ال ه‬ ٌ ‫ف ِم ْن بَ ْع ِد ِه ْم خ َْل‬
َ َ‫ف أ‬ َ َ‫فَ َخل‬

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan

memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui siksa dan kerugian (atau
lembah di jahannam), [Maryam / 19: 59] Mereka akan masuk surga dan tidak akan pernah terzalimi
sedikitpun juga. Sungguh, alahkah agung berkah dari istighfar dan taubat kepada Allah Azza wa
Jalla . Dengan istighfar dan taubat, rahmat diturunkan, berkah pada rezeki dilimpahkan dan
kebaikan pun melimpah ruah. Dengan sebab keduanya, Allah Azza wa Jalla menganugerahkan
harta dan anak keturunan, mengampuni dosa, memberikan kekuatan dan kelurusan serta petunjuk.

18
II.IV. PENGAMPUNAN ALLAH.

Adanya pengampunan Allah berdasarkan pada sifatnya yang tertera di dalam Al-Qur’an, adapun
sebagai berikut :

1. Al-Ghafur (Maha Memaafkan): Nama ini muncul dalam Alquran lebih dari 70 kali.

Ada juga nama lain dari akar yang sama, seperti Ghafir dan Ghaffar.

Arti dari bahasa Arab ghafara adalah untuk menutupi, untuk menyembunyikan dan dari situ
muncul makna yaitu untuk memaafkan, untuk mengampuni, mengampuni dan memaafkan.Allah
melakukan semua hal ini.

Dalam Al Qur'an, disebutkan bahwa: Allah tidak akan mengampuni dosa syirik
(mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia
telah tersesat jauh sekali. (An-Nisa', 116) Maka kita harus kembali kepada Allah untuk mencari
pengampunan-Nya.

2. Al-`Afuw (Maha Mengampuni): Ini merupakan sisi lain dari pengampunan.

Nama ini muncul dalam Al Qur'an sebanyak lima kali. Secara harfiah, kata 'Afw berarti
melepaskan, untuk menyembuhkan, untuk memulihkan, untuk membebaskan. Jadi dalam
kaitannya dengan Allah itu berarti melepaskan kita dari beban hukuman karena dosa dan
kesalahan kita; untuk mengembalikan kehormatan kita setelah kita mencemarkan diri kita sendiri
karena telah melakukan dosa dan membuat kesalahan.Dalam Al-Qur'an ditemukan juga kalau
kedua nama, Afuw dan Ghafur berkumpul bersama.

3. Al-Tawwab (Maha Penerima Taubat): Nama Allah ini disebutkan dalam Alquran sebanyak
sekitar 11 kali.Allah menerima taubat dari orang-orang yang dengan tulus bertaubat dan kembali
kepada-Nya.Kata tawwab memberi arti sering kembali, yang berarti bahwa Allah lagi dan lagi
selalu menerima pertaubatan dari hambanya.Kita membuat dosa dan kesalahan maka kita
bertaubat, Allah senantiasa menerima pertaubatan kita. Kemudian kita melakukan dosa dan
membuat kesalahan kembali dan ketika kita bertobat, Allah sekali lagi dengan murah hati
menerima kita dan memberi kita satu kesempatan lagi.
19
4. Al-Haleem (Maha Berbelas Kasih): Nama ini disebutkan lima belas kali dalam Al Qur'an.
Ini berarti bahwa Allah tidak cepat menghakimi.Dia memberi waktu.Dia menunggu dan sabar
untuk melihat hamba-Nya kembali kepada-Nya.

5. Ar-Rahman dan Ar-Rahim (Maha Penyayang dan Maha Pengasih): Nama-nama ini
adalah yang paling sering disebutkan dalam Al Qur'an.Ar-Rahman disebutkan sebanyak 57 kali
dan Ar-Rahim disebutkan sebanyak 115 kali.Ar-Rahman menunjukkan bahwa rahmat Allah itu
berlimpah dan sangat banyak dan Al-Rahim menunjukkan bahwa inilah sifat Allah.Allah itu
penuh dengan cinta dan belas kasihan dan Maha Penyayang.Al-Qur'an mengajarkan bahwa Allah
adalah juga seorang Hakim dan Dia juga menghukum siapa yang salah, tetapi Allah tidak hanya
memberikan hukuman saja.

Keadilan Allah, menurut Al Qur'an adalah bahwa Allah tidak pernah dan tidak akan
memberikan hukuman yang tidak semestinya pada siapa pun.Dan Dia tidak akan mengabaikan
kebaikan yang telah dilakukan oleh hamba-Nya.Maka jika Dia ingin mengampuni seorang
pendosa, Dia memiliki kuasa penuh untuk melakukannya.Rahmat dan kasih-Nya tidak terbatas.

20
BAB III

PENUTUP

III.I KESIMPULAN.

Berdasarkan dari apa yang telah di paparkan pada penjelasan diatas maka dapat
diketahuinya kesimpulan yang menyeluruh dalam bab taubat dan pengampunan Allah ini,
diantaranya adalah :

1. Potensi-Potensi Dasar Manusia dalam Islam dibagi menjadi dua yaitu potensi internal
yang meliputi fitriyah, ruhiyah, aqliyah dan jasmaniyah dan potensi eksternal meliputi
potensi huda (petunjuk) dan potensi alam.Potensi Negatif yang meliputi :
1. Melampaui batas
2. Zalim (bengis, kejam, dll)
3. Tergesa-gesa
4. Dan lain-lain,kehidupan manusia itu diartikan untuk mengembangkan
potensinya terutama tiga potensi yang dimilikinnya yaitu potensi fisik
biologisnya, intelektual dan rohaninya, sosiologisnya. Ketika potensi ini harus
dikembangkan secara harmonis dan seimbang.
2. Taubat adalah amalan seorang hamba untuk tidak mengulangi kesalahan kesalahan
atau dosa-dosa yang kemudian ia kembali kepada jalan yang lurus (yakni pada ajaran yang
diperintahkan oleh Allah dan senantiasa akan menjauhi segala larangannya) dengan penyesalan
telah hanyut dalam kesalahan, dan tidak akan mengulanginya lagi.
3. Taubatan Nasuha artinya taubat yang sebenar-benarnya dan pasti, yang mampu
menghapus dosa-dosa sebelumnya, menguraikan kekusutan orang yang bertaubat,
menghimpun hatinya dan mengenyahkan kehinaan yang dilakukannya.
4. Bahwa pengampunan Allah itu bagai Keadilan Allah, menurut Al Qur'an adalah
bahwa Allah tidak pernah dan tidak akan memberikan hukuman yang tidak semestinya pada siapa
pun.Dan Dia tidak akan mengabaikan kebaikan yang telah dilakukan oleh hamba-Nya.Maka jika
Dia ingin mengampuni seorang pendosa, Dia memiliki kuasa penuh untuk melakukannya.Rahmat
dan kasih-Nya tidak terbatas
21
III.II DAFTAR PUSTAKA.

Al-Ghazali, 1997. Mutiara Ihya’ Ulumuddin, Bandung : Mizan.

Al-Qardhawi,Yusuf. 1999. Taubat, Jakarta : Pustaka al-Kautsar.

Anwar, Rosihan dan Mukhtar Solihin. 2004,Ilmu Tasawuf, Bandung , Pustaka Setia.

Bahri, Zainul. Menembus Tirai Kesendiriannya, Jakarta:Prenada.

Fadholi, Muhammad. Keutamaan Budi Dalam Islam, Surabaya : Al-Ikhlas.

Muthahhari, Murtadha., 1996. Jejak-jejak Rohani, Bandung : Pustaka Hidayah.

Nata, Abudin, 2010. Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

22

Anda mungkin juga menyukai