Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/329210116

KONSEP RUANG SPIRITUAL PADA KOMUNITAS MASYARAKAT KAMPUNG


KADILANGU DEMAK Marwoto

Conference Paper · November 2018

CITATIONS READS

0 128

1 author:

Marwoto Pataruka
University of Kebangsaan, Bandung Indonesia
6 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Marwoto Pataruka on 27 November 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Panitia Seminar Nasional Teknik Arsitektur, Urban dan Permukiman

KONSEP RUANG SPIRITUAL PADA KOMUNITAS MASYARAKAT


KAMPUNG KADILANGU DEMAK
1)
Marwoto
1)
Universitas Kebangsaan, Bandung (Program Studi Arsitektur)

e-mail: marwotopataruka@yahoo.com

Abstrak
Terbentuknya komunitas masyarakat suatu kota tidak lepas dari tradisi budaya dan sejarah
perkembangan serta unsur-unsur yang mempengaruhinya. Tradisi budaya masyarakat telah
membentuk karakter dan norma terhadap perilaku kehidupan, peran peradaban dan budaya baru dari
luar menyebabkan terjadinya kesesuaian norma-norma bahkan perubahan multikultural termasuk
diantaranya unsur religi. Kota-kota di Jawa menunjukan elemen tradisi budaya berinteraksi dengan
unsur religi, seperti yang terjadi pada kota Demak termasuk dalam kota yang tumbuh dan
berkembang dari bagian kehidupan baru bagi masyarakat muslim dengan pengaruh budaya Hindu
dan Budhanya. Masyarakat di Jawa telah mengenal aspek spiritual sejak sebelum kedatangan agama
Hindu dan Budha, hingga kedatangan agama Islam telah membentuk fenomena yang terjadi di
lingkungan masyarakat. Di Kadilangu Demak merupakan sebuah contoh kasus, dimana terdapat
fenomena ruang spiritual sebagai tindakan budaya yang berlangsung ditengah kehidupan masyarakat
di Demak. Sampai sejauh mana konsep ruang spiritual menyatu dengan tradisi budaya di kota Demak
saat ini? Apakah yang membuat masyarakat di kota Demak tetap teguh mempertahankan aspek
spiritual menjadi sebuah tradisi budaya? Hal ini yang akan menjadi topik penulisan penelitian
berdasarkan fenomena kehidupan masyarakat. Melalui metode kualitatif sebagai pilihan dalam riset
ini untuk mendapatkan gambaran pemahaman tentang konsep ruang spiritual dan dengan
menggunakan pendekatan grounded theory sebagai salah satu cara untuk memahami konsep ruang
spiritual. Konsep ruang spiritual dapat diidentifikasi melalui aktivitas religi dan hubungan vertikal
antara manusia dengan Ilahi yang menyatu dengan fenomena budaya masyarakat setempat.

Katakunci :
Konsep Ruang Spiritual, Tradisi Budaya, Sunan Kalijaga, Jumat Kliwon

Abstract
The formation of a community of a city cannot be separated from the cultural and historical traditions
of development and the elements that influence it. The cultural tradition of society has shaped the
character and norms of life behavior, the role of new civilizations and cultures from the outside has led
to the conformity of norms and even multicultural changes including religious elements. Cities in Java
show elements of cultural traditions interacting with religious elements, as happened in the city of
Demak, including in the city that grew and developed from a new part of life for Muslim communities
with the influence of Hindu and Buddhist culture. The people in Java have known the spiritual aspect
since before the arrival of Hinduism and Buddhism until the arrival of Islam has formed phenomena
that occur in the community. In Kadilangu Demak is an example of a case, where there is a
phenomenon of spiritual space as a cultural activity that takes place amid the lives of the people in
Demak. To what extent does the concept of spiritual space integrate with the cultural traditions in the
current city of Demak? What makes people in the city of Demak remain firm in maintaining the spiritual
aspect into a cultural tradition? This will be the topic of research writing based on the phenomenon of
community life. Through qualitative methods as an option in this research to get an overview of
understanding the concept of spiritual space and by using a grounded theory approach as a way to
understand the concept of spiritual space. The concept of spiritual space can be identified through
religious activity and the vertical relationship between humans and the Divine which is integrated with
the cultural phenomenon of the local community.

Keywords :
Concept of Spiritual Space, Cultural Tradition, Sunan Kalijaga, Jumat Kliwon
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Panitia Seminar Nasional Teknik Arsitektur, Urban dan Permukiman

PENDAHULUAN
Wilayah pesisir Utara Jawa Tengah merupakan peninggalan historis kawasan terbangun yang
ditinggalkan oleh komunitas muslim pada awal penyebaran agama Islam. Salah satu jejak yang masih
tersisa adalah pola struktur ruang tempat tinggal dan aktivitas permukiman serta lingkungan kota
masyarakat setempat. Kota-kota yang digolongkan ke dalam wilayah Pesisir Wetan, penduduk di
sekitar wilayah ini pada umumnya memeluk agama Islam Puritan sehingga mempengaruhi kehidupan
sosial-budaya, diantaranya kota Banten, Cirebon, Demak, Kudus, Jepara, Tuban, dan Gresik. Masing-
masing kota tersebut memberikan kontribusi terhadap lingkungan terbangun yang dapat dikenali
melalui struktur dan organisasi ruang yang tercipta dan pertumbuhan kota sejalan dengan
perkembangan sejarah penyiaran agama Islam.
Pola dan struktur organisasi tata ruang dapat temukan dari beberapa karakter kota-kota muslim di
sekitar pesisir Utara Jawa secara lebih spesifik maka dalam penelitian ini akan difokuskan pada salah
satu kota setelah melalui penilaian dari beberapa lokasi lingkungan kota masyarakat muslim yang
diangkat sebagai bahan perbandingan, pertimbangan kota yang memiliki nilai sejarah pertumbuhan
Islam menjadi skala prioritas. Adanya pembentukan komunitas muslim dengan aktifitas religi dan nilai
spiritual dalam kasus studi ini menandai unsur-unsur simbolisme dari budaya Jawa yang berada
dalam kota-kota dengan basis sejarah penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali
dengan meninggalkan jejak-jejak historis Islam di tanah Jawa.
Kota Demak juga memiliki sejarah dan perkembangan agama Islam, bagi masyarakat kota Demak
identik dengan makam raja dan Sunan Kalijaga serta tidak ketinggalan terdapat masjid tertua di Jawa.
Pada awalnya kota Demak memiliki kekuatan yang bertumpu pada pelabuhan sebagai basis
perniagaan atau perdagangan maritim, pemerintahan Kesultanan Demak dan pengaruh spiritual dari
para Wali yang dipusatkan di Masjid Demak (Setiadi, 2015: p 180). Hal ini menunjukan bahwa sejarah
Demak pada masa lalu merupakan suatu kota yang identik dengan simbol kekuasaan kerajaan Islam
yang baru berdiri dalam bayang-bayang kekuatan Hindu Majapahit. Peninggalan sejarah berupa
artefak pada makam dan masjid di kota Demak dapat dikategorikan sebagai elemen fisik simbol kota
atau symbol bearers (Nas, 2011: p 9), dan menjadi bagian penting bagi para peziarah yang
mempersepsikan suatu kota yang kuat terhadap nilai spiritual. Sebagai mana diketahui masyarakat di
Jawa sudah lama memperlakukan komponen artefak sebagai bagian dari pola tradisi dan
kehidupannya.
Adanya makam Sunan Kaliaga di Kadilangu Demak sebagai salah satu Wali Sembilan yang terkenal
bagi masyarakat di Jawa. Kedudukan dan peran Sunan Kaliaga mengislamkan tanah Jawa
memberikan dampak pada aktivitas-aktivitas spiritual religius dan tradisi budaya baik pada
masyarakat sekitarnya maupun para pendatang yang berziarah. Untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana konsep ruang spiritual yang terjadi di Kadilangu Demak berikut ini merupakan telaah dan
penalaran peneliti tentang sebuah fenomena yang teradi di masyarakat Kauman Kadilangu, Demak.

METODOLOGI PENELITIAN
Proses dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan data-data di
lapangan berupa suatu fenomena tentang aktifitas, peran manusia yang terlibat dan lingkungan yang
mendukung. Karena data yang diteliti berupa data kualitatif maka metoda penelitian ini melalui
grounded theory yang bertujuan untuk memahi konsep ruang-ruang spiritual yang terjadi di Kadilangu,
Demak. Metoda ini secara ringkas bermanfaat untuk mendapatkan konsep teori berdasarkan hasil
wawancara di lapangan (Groat, 2013: p 181). Pengumpulan data berupa pengamatan di lapangan
dalam bentuk wawancara mendalam dan mengumpulkan informasi berupa kejadian, insiden atau
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada saat itu. Pentingnya para responden juga diperlukan
untuk melengkapi informasi yang terdapat di masyarakat. Informasi ini akan menghasilkan
latarbelakang dan hakikat dari peristiwa yang dilakukan pada waktu yang berbeda. Secara rinci
analisis yang diperlukan melalui sistem pengkodean, diantaranya pengkodean terbuka (open coding),
pengkodean berporos (axial coding), dan pengkodean terpilih (selective coding) (Strauss, Anselm &
Corbin, 1998: p 89). Kajian studi tentang sosial dan budaya akan menghasilkan konsep dan
kategorisasi. Penelitian ini lebih ditujukan untuk menemukan substansi dari alur pemikiran yang
berkembang di masyarakat, dikaitkan dengan konsep ruang arsitektural berupa nilai ruang spiritual
pada permukiman Kauman Kadilangu, Demak. Metoda riset yang dipakai tidak terlepas dari paduan
unsur fisik dan non fisik, untuk mahami dan mendalami dua unsur yang berbeda, dalam pandangan
epistemologi (Zaprulkhan, 2014) hal ini merupakan pengamatan yang dapat melalui proses atau
langkah berupa a. Observasi, melalui panca indera untuk mengenal objek-objek fisikal dengan cara
mengamati langsung di lapangan. b. Metode logis atau demonstratif menggunakan akal, berupa
kemampuan untuk mengenali benda-benda secara inderawi dan objek non fisik dan menyimpulkan
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Panitia Seminar Nasional Teknik Arsitektur, Urban dan Permukiman

dari yang telah diketahui menuju yang tidak diketahui. c. Metoda intuitif, peran kalbu yang berperan
untuk menangkap objek-objek fisik (metafisika) melalui kontak langsung dan objek-objek yang hadir
dalam jiwa seseorang.

FENOMENA BERZIARAH
Berziarah ke makam Kanjeng Sunan Kalijaga merupakan salah satu destinasi wisata religi yang
banyak di minati oleh belbagai kalangan mulai dari para santri, kelompok pengajian, masyarakat
umum hingga kelompok masyarakat tingkat atas. Peminat yang berziarah ke makam di Kadilangu
memiliki kriteria dan tingkatan atau pemahaman tentang makna berziarah terhadap tokoh kanjeng
Sunan Kalijaga. Beliau memiliki sifat-sifat Wali yang dekat dekat dengan kultur masyarakat Jawa
seperti pangomong (pandai bicara), pangemong (tidak menyalahkan) dan pangayom (membimbing
dan melindungi). Sebagai pangomong beliau bisa dekat dengan golongan bangsawan dan raja
Demak sebagai wakil dari Dewan Wali yang menasehati para raja ketika menghadapi berbagai
permasalahan dan urusan kerajaan. Sebagai pangemong beliau bisa memberikan nasehat pada
masyarakat Jawa yang belum mengenal Islam secara mendalam, dengan menghargai kebiasan
masyarakat terhadap bentuk seni dan budaya yang tidak langsung dihilangkan atau disalahkan.
Sedangkan pangayom adalah salah satu watak yang benar-benar secara ikhlas membimbing
masyarakat dan menuntun pada ajaran dan perilaku yang sesuai dengan yang disyariatkan oleh
agama Islam. Ketiga sifat ini masih membekas dihati para peziarah, sehingga makam beliau sering
dikunjungi dan menjadi tujuan peziarah.

Gambar 01. Peta Makam kanjeng Sunan Kalijaga (sumber: analisa pribadi)

Lokasi makam Kanjeng Sunan Kalijaga berada di tengah kawasan permukiman kauman Kadilangu
dan bersebelahan dengan bangunan masjid Kadilangu. Makam ini merupakan peninggalan petilasan
Sunan Kalijaga yang kini digunakan sebagai makam beliau. Masyarakat yang akan berziarah bisa
melewati beberapa jalur. Jalur utama berada di tengah yang digunakan untuk para pejalan kaki,
sedangkan jalur kiri dan kanan menuju makam bisa menggunakan kendaraan bermotor pribadi dan
tempat area parkir roda dua dan roda empat.
Dipintu gerbang utama makam peziarah harus melepaskan alas kaki dan di simpan di samping pintu
makam. Pintu ini merupakan pintu masuk makam yang sewaktu waktu di tutup menjelang acara
penjamasan saja. Tinggi pintu gerbang (gapuro) tidak lebih dari dua meter dan memiliki palang pintu
bagian atas yang dijadikan pertanda untuk sesekali di sentuh oleh para peziarah. Ada semacam mitos
terhadap pintu makam bagi para Wali yang dianggap keramat. Sebelum memasuki makam para
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Panitia Seminar Nasional Teknik Arsitektur, Urban dan Permukiman

peziarah melewati bagian juru kunci sebagai pencatat kedatangan para pengunjung. Area ini
merupakaan tempat menyapa juru kunci kepada pengunjung dan dianjurkan untuk mengisi buku tamu
yang disediakan di bangunan semi terbuka. Untuk pengunjung yang baru masuk area makam bisa
langsung menanyakan kepada kepala juru kunci makam (kuncen) tentang seluk-beluk tokoh dari
Kanjeng (nama gelar kehormatan) sunan Kalijaga.
Setelah melalui area bangunan juru kunci para peziarah akan melalui koridor yang terdapat beberapa
makam keluarga terbuka untuk memasuki pintu gerbang ke dua di area bangunan Kanjeng Sunan
Kalijaga. Bagian pintu gapuro memiliki kesamaan dengan pintu gerbang utama hanya ukurannya lebih
kecil dan letaknya berada simetris ke bangunan makam Kanjeng Sunan Kalijaga. Sama halnya seperti
pada bagian atas palang pintu seringkali disentuh oleh para peziarah sebelum melewati pintu makam.
Bagian makam Kanjeng Sunan Kalijaga berada di dalam bangunan khusus yang lebih besar dan
tersesan tertutup rapat sementara sekeliling bangunan makam di kelilingi oleh serambi sebagai
sesalar atau ruang duduk untuk para peziarah yang akan berdoa. Ruang untuk duduk atau bersila
sebenarnya merupakan bagian makam keluarga yang sengaja tidak dibongkar sehingga menampilkan
bagian batu nisan yang berada di sekitar selasar tersebut. Bagian makam keluarga ini masih sebagian
besar menyebar di dekat pintu masuk, sedangkan bagian perluasan ke arah Barat tidak nampak
penyebaran makam, sehingga menjadi leluasa untuk ritual ziarah di dekat makam Kanjeng Sunan
Kalijaga.
Kompleks makam Kadilangu terdiri atas sembilan blok yang seluruhnya berdiri 175 makam. Makam
kanjeng sunan Kalijaga terletak di blok satu yang berada pada bagian bangunan yang tertutup rapat.
Bagian ini terdiri dari dua pintu masuk dan keluar dengan ukuran panjang dan lebar sekitar 6 x 8
meter. Pada bagian dalam makam terdiri dari makam Kanjeng Sunan Kalijaga, istrinya Dewi Arofah
Retno Djumilah, kedua orang tuanya, dan adik perempuannya, Dewi Rosowulan. Pada bagian inti
makam ini hanya dibuka untuk umum setiap hari jumat kliwon dan hari raya Idhul Adha sekitar jam 8
pagi hingga menjelang akhir Ashar. Kondisi ini menyebabkan banyak pengunjung dan peziarah
berdesak-desakan berharap mendapatkan masuk ke dalam bangunan dan berdoa di dekat makam
Kanjeng Sunan Kalijaga. Harapan ini tidak bisa memenuhi semua orang yang datang ke makam
karena harus mengantri dan terbatas karena waktu dan ruangan yang hanya bisa dimasuki sekitar 20
hingga 25 orang saja. Berdoa di sebelah dalam akan berdekatan dengan makam, suasana ini lebih
hidmat karena dapat melihat langsung makamnya dan beraroma sesajen, sehingga masing-masing
individu dapat merasakan sendiri baik hubungan yang bersifat pribadi antara manusia dan batiniah
dan unsur-unsur yang tak teraga lainnya. Meskipun kondisi bangunan ini sudah di renovasi sejak
masa presiden Sukarno, unsur mistik dan aura makam lebih terasa dibandingkan dengan makam-
makam lain pada umumnya.
Pada bagian selasar para peziarah baik individu maupun kelompok secara bersama-sama
melantunkan zikir dan mengamini doa yang di sampaikan oleh pemimpin atau ketua regu, ada yang
dilantunkan dengan nada secara perlahan hingga bersuara keras. Lantunan zikir berisi salawat, tahlil
dan ayat kursi hingga surat-surat pendek yang terdapat dalam Al Quran dan di akhiri dengan doa
untuk ahli kubur dan keberkahan bagi orang-orang yang memanjatkan doanya. Acara zikir dan doa ini
memakan waktu normal antara 20 hingga 30 menit. Perilaku dan cara berdoa di dekat makam kanjen
sunan Kalijaga dilakukan dengan cara yang berbeda, tergantung dari kepercayaan dan pemahaman
masyarakat terhadap makam tersebut. Bagi masyarakat yang memiliki aliran tertentu seperti kejawen
biasanya terdapat perangkat tambahan sebagai bahan sesaji dan dilakukan dalam waktu yang khusus.
Berdoa di sekitar makam ini tidak bisa dilakukan dengan bentuk ritual yang berlebihan, karena
penjaga dan juru kunci menjaga perilaku peziarah untuk tidak melakukan sesuatu yang bersifat
kemusrikan. Setelah berdoa para peziarah menghampiri gentong air buatan kanjeng sunan yang
dianggap memiliki keberkahan dan sebagai obat lahir maupun batin.
Setiap datang malam Jumat Kliwon terdapat berbagai golongan yang memiliki kepentingan dalam
berziarah. Untuk masyarakat muslim yang berziarah ke makam Sunan Kalijaga memiliki pemandu
yang sering menyertai rombongan, dimana dalam berdoa selalu dipimpin dan di bimbing pada
kelompok tersebut agar proses ziarah berjalan sesuai dengan syariat Islam. Dalam keyakinannya
pada masyarakat kelompok lain melakukan kegiatan ziarah dengan maksud yang sama namun
memiliki tujuan yang berbeda. Seperti halnya para peziarah berdatangan secara membaur sehingga
sulit membedakan para peziarah yang melakukan tata cara yang berbeda dengan kelompok muslim
lainnya. Untuk pendapat ini mungkin masuk dalam kelompok kejawen yang memiliki ritual khusus
sehingga dalam bersemedi dilakukan dalam waktu yang cukup lama bahkan berjam-jam. Sehingga
menurut pendapat bapak Syafaat yang bertugas di sekitar makam mengatakan bahwa :
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Panitia Seminar Nasional Teknik Arsitektur, Urban dan Permukiman

“....Tujuan para pertapa mengunjungi makam keramat tidak lebih


untuk “mencari” ilmu atau sejenis gaman ( senjata pusaka ) dengan
tingkatan tertentu kadang datang para khodam (jin pedamping
manusia/ qorin) yang diperkirakan sebagai kanjeng Sunan. Dalam
upaya bertemu sang pemilik makam para pertapa melakukan semedi
selama berjam-jam mulai tengah malam hingga kadang sampai
menjelang subuh, hal ini merupakan bentuk tirakat khusus supaya
bisa mendapatkan sesuatu yang dicari....”

Di sisi lain upacara ritual yang dilakukan biasanya membawa perangkat khusus yang bertujuan untuk
lebih mempermudah mengadakan komunikasi yang setara dengan tingkatan batin. Seperti juga di
sampaikan oleh saudara Syafaat yang mengatakan :

“....Dalam melakukan ritual biasanya terdapat perangkat atau alat alat


bantu yang diperlukan supaya berupa bunga, dupa dan uang, sirih
dan tembakau atau rokok cerutu dan keretek sebagai persembahan
yang ditujukan untuk “mengundang” sesuatu yang lain (khodam).
Sebagai konsekuensi dari hasil ritual ini terdapat kejadian-kejadian
dimana orang tersebut seolah-olah melakukan interaksi (seperti
berbicara sendiri)...”

Gambar 02. Area Kegiatan ritual Kliwonan di Makam (A) dan Masjid Kadilangu (B)
(sumber: Analisa Peneliti)

Setiap jumat Kliwon, Paing dan Pon pintu makam Sunan Kalijaga di buka hal ini menjadi waktu yang
dinantikan karena mereka bisa bisa masuk ke dalam makam yang artinya bis berdoa di dalam makam
yang hanya bis dibuka pada tiga hari jumat tersebut. Di dalam makam oleh petugas hanya diberikan
waktu sekitar sepuluh menit untuk mendoakan Sunan Kalijaga, jadi tidak bisa berlama-lama karena
para peziarah sudah banyak yang menunggu untuk giliran masuk. Jadwal masuk hanya dibuka pagi
hingga sebelum jumatan dan siang setelah jumatan sampai mejelang pukul lima sore. Karena waktu
yang terbatas maka para peziarah akan saling berebutan untuk mendekati pintu makam. Seblum pintu
di buka oleh sesepuh Kadilangu mengadakan pengajian tahlilan yang diikuti oleh keluarga dan
kerabat dari Sunan Kalijaga yang kemudian masuk terlebih dahulu dan setelah itu di buka untuk
msyarakat umum.
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Panitia Seminar Nasional Teknik Arsitektur, Urban dan Permukiman

Mengunjungi makam atau berziarah sudah menjadi budaya masyarakat di Indonesia sebutan lain
yang sering didengar adalah sowan (biasanya digunakan untuk mengunjungi makam dengan status
yang lebih tinggi, misalnya makam raja), nyekar (digunakan untuk mengunjung makam sanak
saudara), nyadran/nadran (mengunjungi makam sebelum bulan puasa/ruwah) dan nenepi (bentuk
ziarah dengan persiapan khusus dan dilakuan secara ritual). Belum diketahui secara pasti kapan
kegiatan berziarah sudah mulai berlangsung. Mengunjungi makam menjelang bulan puasa adalah
salah satu tradisi yang banyak dilakukan masyarakat muslim di Nusantara. Pada masa peralihan
Hindu ke Islam, tradisi mengunjungi makam masih dipegang oleh masyarakat, dimana dalam syariat
Islam dan dikuatkan oleh perintah Nabi bahwa menujungi makam diperbolehkan.
Pada bulan-bulan menjelang Ramadhan, yaitu Rajab dan Syaban atau bulan Ruwah adalah waktu
yang sebagian besar masyarakat di Jawa memanfaatkan untuk berziarah. Kegiatan berziarah yang
besar biasaya dari pesantren-pesantren yang diikuti oleh para Kiyai. Mereka berziarah berdasarkan
tujuannya misalkan ziarah wali delapan adalah rombongan peziarah yang mendatangi hanya delapan
makam wali dari Jawa Timur hingga Jawa Tengah saja. Seperti diutarakan oleh bapak Ahmad yang
ikut dalam rombongan ke makam Sunan Kalijaga diantaranya :

“....Pada musim ziarah masyarakat berbondong-bondong melakukan


sadranan atau ruwahan : biasanya di bulan Maulud, Syuro, Rajab,
Wisnusyahban, dan menjelang Ramadhan. Bagi para peziarah
mengunjungi tempat-tempat makam di Demak bagai sebuah
perjalanan ruhaniah, ibaratnya tempat ziarah di Demak merupakan
dapat memberikan pengalaman spiritual yang tinggi dan sangat
terkesan.....”

Gambar 03. Tradisi ruwahan di makam Sunan Kaljaga


(sumber: Peneliti)
DISKUSI
Kota Demak saat ini merupakan perkembangan dari hasil penataan melalui proses yang berlangsug
sejak abad ke 14. Kedudukan struktur kota tidak mengalami perubahan yang signifikan terutama
bagian pusat kota yang terdiri dari ruang terbuka (alun-alun) dan keberadaan Masjid Agung Demak
yang berada di sisi sebelah Barat Laut. Masjid Demak berada di pusat kota yang dapat dilalui dari
Utara-Selatan dan Barat-Timur. Orientasi bangunan Masjid Demak menunjukan posisi yang
mengarah ke Kiblat, sedangkan bangunan lainya mengikuti arah orientasi jalan. Masjid dan alun-alun
merupakan bagian keruangan yang menyatu, ketika pada masa kerajaan merupakan ‘pusat’
pemerintahan. Masjid Demak dan Kadilangu hakikatnya memiliki kekuatan energi spiritual (the power
of spiritual energy) baik dalam kehidupan beragama, pemerintahan dan kehidupan sosial masyarakat
Demak. Setidaknya terdapat dua kekuatan, yaitu selain di masjid Agung yang utama kota Demak juga
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Panitia Seminar Nasional Teknik Arsitektur, Urban dan Permukiman

energi spiritual dapat diketahui di masjid Kadilangu yang jiga didirikan oleh Sunan Kalijaga menjadi
daya tarik bagi para peziarah yang mengunjungi kota Demak.

Gambar 04. Skema Struktur Kota Demak (sumber: Peneliti)

Kota Demak mencerminkan aspek peninggalan sejarah diantaranya adalah terdapat Kesultanan
Kerajaan Islam. Bukti-bukti sejarah telah mencatat peradaban Islam secara terstruktur mulai
menyebar sejak abad ke 14. Meskipun jejak peninggalan kerajaan telah hilang, namun hasil
penyebaran agama Islam menjadi dominan di tanah Jawa bahkan Nusantara. Tema tentang Kerajaan
Islam akan terkait dengan simbol Raja pertama yaitu Sultan Raden Fattah. Raja menjadi tokoh yang
sangat dihormati oleh masyarakat Jawa hingga kini Raden Fattah menjadi bagian dalam mengenang
wafatnya (Haul) yang dilakukan sepanjang tahun. Kota Demak dikenal juga sebagai kota tempat
berziarah, salah satu tokoh yang sering mendapat perhatian para peziarah adalah makam Sunan
Kalijaga di Kadilangu. Sebagai kota berziarah maka tokoh Kalijaga menjadi simbol Wali yang berada
di kota Demak. Kedua tokoh tersebut dianggap sebagai orang suci yang terhormat atau memiliki
derajat yang tinggi. Keduanya dianggap sebagai perantara (wasilah) dengan Ilahi. Sedangkan Masjid
Agung Demak merupakan simbol peninggalan Kerajaan Islam yang masih bertahan dan merupakan
warisan bersejarah sebagai pusat ibadah di kota Demak.
Sebagai kota yang memiliki latarbelakang bersejarah penyebaran agama Islam, maka kota Demak
identik dengan sebutan kota Wali. Salah satu tempat ibadah peninggalan Wali menjadi tempat pusat
ibadah bagi masyarakat sekitarnya bahkan dari luar kota Demak. Masjid peninggalan para Wali
adalah salah satu sebab para jamaah yang datang secara bersama-sama (sasarengan) untuk
mengikuti pengajian, zikir dan saling mendoakan untuk mencari keberkahan (tabarruk). Pada Malam
Jumat Kliwon banyak masyarakat yang turut serta dalam acara kliwonan berupa doa dan manakib
yang dilakukan di masjid Kadilangu dan di makam Sultan Trenggono Demak. Daya tarik para tokoh
raja dan Wali menjadi salah satu unsur dari masyarakat yang memberikan doa dan melakukan ritual
religi di sekitar tempat masjid dan makam di Demak. Beberapa komunitas masyarakat muslim menjadi
bagian ritual religi dengan menyelenggaran acara pengajian yang rutin dilakukan setiap bulan.
Bacaan manatib dan berdoa menjadi bagian kegiatan pengajian berjamaah yang dilakukan di
pelataran masjid Agung Demak dan Kadilangu.
Kanjeng Sunan Kalijaga merupakan salah satu tokoh Wali yang populer bagi masyarakat di Jawa
khususnya hingga Nusantara dan berbagai negara lainnya. Tokoh ini memiliki karomah yang tinggi
karena ilmu tentang makrifat dan ketauhidan yang sudah diakui oleh para Wali lainnya. Kanjeng
Sunan Kalijaga juga memprakarsai integrasi antara unsur budaya Jawa dengan agama Islam yang
banyak diterima dari berbagai kalangan. Sebagai Wali yang memiliki sifat pamomong, pangemong
dan pangayom menuntun masyarakat Jawa ke dalam ajaran agama yang merupakan rahmat bagi
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Panitia Seminar Nasional Teknik Arsitektur, Urban dan Permukiman

alam semesta. Dengan demikian figur yang sudah banyak dikenal oleh banyak kalangan setiap bulan
Rajab, Syaban dan malam Jumat Kliwon, makamnya banyak diziarahi oleh pengunjung. Tema Ritual
ziarah menempatkan Figur Sunan Kalijaga sebagai tokoh yang terkenal sebagai Wali karena sifat dan
keilmuannya, meskipun demikian tokoh para raja yang lainnya seperti Sultan Raden Fattah, Sultan
Trenggono dan Raden Dipati Unus merupakan bagian dari tempat berziarah bila mengujungi kota
Demak dan Kadilangu. Semua termasuk dalam kategori orang suci yang menjadi keramat, karena
dianggap memiliki karomah (tingkatan derajat disisi Ilahi).
Pada makam Kanjeng Sunan Kalijaga memperlihatkan aktivitas spiritual yang bertumpu pada makam
untuk kegiatan berziarah dan kegiatan religi atau aktivitas keagamaan di dalam masjid Sunan Kalijaga
di Kadilangu. Para peziarah terdiri dari tiga golongan besar, diantaranya kelompok pertama mereka
yang berangkat dari rumah dengan niat yang ikhlas sungguh-sungguh karena Ilahi (Allah)
diumpamakan sebagai seorang yang memiliki derajat atau maqom mustajabah, doa-doa mereka
yang lebih cepat dikabulkan sebagai konsekuensi yang kuat dan mereka percaya para Wali
merupakan orang suci dan dianggap sebagai pemegang “kunci” terkabulkannya doa-doa seperti yang
dilakukan oleh Para Ambiya. Mereka yang digolongkan pada kelompok pertama biasanya berada
dalam lingkaran makam para wali, yaitu golongan kelompok manusia yang melakukan ziarah hanya
untuk bersilaturahmi dan mendoakan para Wali.

Gambar 05. Pembagian tingkat kedalaman ruang-ruang spiritual (sumber: Peneliti)

Konsep pembagian lingkaran ini memperlihatkan tingkat kedalaman pemaknaan spiritual pada
makam Sunan Kalijaga, setidaknya terdapat tiga lingkaran tingkatan (lingkaran luar, lingkaran tengah,
dan lingkaran paling dalam) lingkaran luar hanya untuk orang-orang mencari yang sesuatu yang
bersifat duniawi, lingkaran tengah untuk orang-orang yang hanya ingin mengetahui akan keberadaan
para Aulia dan juga mengerti akan pengaruh nilai-nilai spiritual (gambar 05). Konsep ruang spiritual
akan makin kentara dan dirasakan oleh para peziarah yang berada di dalam bangunan Kanjeng
Sunan Kalijaga. Meskipun keberadaannya dalam bentuk tataran abstrak hal ini dapat diwujudkan
pada bagian bagan yang ada pada gambar dibawah ini. Tokoh Kanjeng Sunan Kalijaga adalah
seorang Wali yang dianggap dekat dengan Ilahi (memiliki wasilah) dan diberikan karomah (suatu
mujizat atau kekuatan diluar nalar manusia), sehingga makam beliau menjadi tujuan para peziarah
yang datang secara berkelompok atau rombongan terutama pada hari-hari tertentu (ruwah) menjelang
tibanya bulan suci Ramadhan. Aktivitas berziarah termasuk dalam ibadah sunnah dalam agama Islam
yang menganjurkan berziarah kepada sanak-saudara atau famili yang sudah meninggal. Sedangkan
dalam tradisi budaya dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu yang menganggap makam para
Wali memiliki keutamaan di bidang spiritual dan menjadi sebuah kekuatan mistis. Sebagai Wali yang
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Panitia Seminar Nasional Teknik Arsitektur, Urban dan Permukiman

memiliki sifat-sifat mulia makam makam Kanjeng Sunan Kalijaga selalu dijaga dan dihormati dalam
bentuk kegiatan ritual dan menjadi tradisi budaya bagi para peziarah yang datang ke Kadilangu,
Demak.

Gambar 06. Konsep nilai-nilai Religi yang menyatu dengan unsur budaya masyarakat Demak
(sumber: Peneliti)

KESIMPULAN
Konsep ruang spiritual di Kota Demak merupakan dampak dari aktivitas yang bersifat religi dan
terjadinya fenomena tradisi budaya yang masih berkembang dalam kehidupan masyarakat di kota
Demak. Unsur religi sebagai salah satu faktor yang dominan dan hampir sebagian besar mayoritas
terdiri dari masyarakat muslim. Disamping itu adanya tradisi budaya yang telah berlangsung sebelum
kedatangan agama Islam disesuaikan dengan ajaran Islam. Beberapa bentuk tradisi budaya dalam
masyarakat Jawa melakukan kegiatan ritual terhadap artefak-artefak yang dianggap keramat. Konsep
ruang spiritual bersifat abstrak namun dapat diterjemahkan dalam bentuk simbol-simbol manusia
memperlakukan benda-benda yang terdapat di lingkungan sekitarnya.
Sebagai ringkasan dalam penelitian tentang topik konsep ruang spiritual pada komunitas masyarakat
di Kadilangu Demak dapat disimpulkan sebagai berikut :
 Kekuatan Wasilah dan karomah dari tokoh pemimpin Kerajaan kesultanan Demak dan Wali
Sunan Kalijaga yang menjadi daya tarik utama para peziarah mendatangi kota Demak.
 Nilai-nilai spiritual yang dibawa oleh para Wali menjadikan agama Islam tetap langgeng dan
bertahan di tanah Jawa. Kebudayaan Islam telah menyatu dengan kehidupan masyarakat
yang bersifat heterogen. Sifat spiritual menjadi landasan bagi para peziarah dan jamaah yang
mendatangi tempat-tempat sakral dikawasan masjid Demak dan di Kadilangu.
 Masyarakat mengharapkan keberkahan (ngalab barokah) ketika mendatangi tempat makam
dan masjid termasuk mengikuti momen-momen penting yang terselenggara secara rutin di
kota Demak.
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
Panitia Seminar Nasional Teknik Arsitektur, Urban dan Permukiman

DAFTAR PUSTAKA

Groat, L. (2013). Qualitative Research. In Architectural Research Methods (pp. 234–241). Canada:
John Wiley & Sons.
Nas, P. J. (2011). Cities Full of Symbols: A Theory of Urban Space and Culture. (P. J. Nas,
Ed.)Contemporary Sociology: A Journal of Reviews (Vol. 44). Leiden University Press.
http://doi.org/10.1177/0094306114562201nn
Setiadi, H. (2015). Proses dan Pola Keruangan Politik Teritorial di Pulau Jawa Abad ke-15 s/d ke-19
dan Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Kota. University of Gajah Mada.
Strauss, Anselm & Corbin, J. (1998). Basics of Qualitative Research. London: Sage Publication.
Zaprulkhan. (2014). Filsafat Islam, Sebuah Kajian Tematik. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai