Perioperatif Kolostomi
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas
Padang
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Tim Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya
yang telah dilimpahkan kepada Tim Penulis sehingga Tim Penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Perioperatif : Kolostomi ” yang merupakan salah satu tugas
Keperawatan Anak pada semester lima. Tak lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurah
pada Nabi junjungan kita Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan seluruh
umatnya.
Dalam menyelesaikan makalah ini, Penulis telah banyak mendapat bantuan dan
masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini Tim Penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Ns. Meri Nehaeta, M.Biomed selaku Dosen Pratikum Keperawatan Anak
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang telah memberikan tugas mengenai
“Perioperatif : Kolostomi ” ini sehingga pengetahuan Penulis dalam penulisan
makalah ini makin bertambah dan hal itu sangat bermanfaat.
2. Pihak-pihak yang tidak dapat Tim Penulis sebutkan satu persatu yang telah turut
membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dalam waktu yang
tepat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
namun demikian telah memberikan manfaat bagi Tim Penulis. Akhir kata Tim Penulis
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat
menbangun akan Tim Penulis terima dengan senang hati.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
6.2 Saran ......................................................................................................... 45
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Melakukan perawatan kolostomi pada anak-anak sering `terasa' lebih sulit dibandingkan
merawat kolostomi pada orang dewasa. Meskipun, sebagian besar kasus kolostomi pada
anak-anak merupakan tindakan temporer [akibat adanya kelainan congenital], akan tetapi hal
ini tidak mengurangi tekanan yang dirasakan oleh orang tua dalam melakukan perawatan.
Kondisi anak-anak yang sedang berada dalam masa tumbuh kembang, kurang pengetahuan
pada orang tua tentang kolostomi dan perawatannya, keterbatasan pengetahuan tenaga
kesehatan yang memberikan perawatan kolostomi, menambah keadaan menjadi lebih
menakutkan daripada yang seharusnya.
Untuk mengurangi kekhawatiran orang tua dan memastikan anak-anak dengan stoma
mendapatkan perawatan yang baik dan benar sehingga anak-anak bisa diharapkan tumbuh
dan berkembang secara normal, edukasi tentang perawatan stoma kepada orang tua menjadi
suatu keharusan bagi tenaga kesehatan. Edukasi bisa diberikan secara bertahap dan terus
menerus, sejak anak dipastikan akan dilakukan operasi pembuatan stoma, selama dalam
perawatan di rumah sakit, sampai dengan pulang.
Tingkat pengetahuan orang tua yang rata-rata sangat terbatas tentang perawatan stoma,
menjadi tantangan tersendiri bagi tim dokter dan perawat. Tim dokter seharusnya
memberikan penjelasan mengenai perlunya perawatan kolostomi baik sebelum dan sesudah
tindakan operasi. Kemudian orang tua atau orang yang mengasuh diajarkan dan ditunjukkan
langsung bagaimana perawatan kolostomi oleh perawat khusus anak atau yang
berpengalaman dalam hal perawatan kolostomi.
1
8. Bagaimana asuhan keperawatan preoperataif dan paskaoperatif ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kolostomi adalah membuat ostomi di kolon, dibentuk bila usus tersumbat oleh tumor
(Harahap, 2006). Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam
kolon iliaka (assenden) sebagai tempat mengeluarkan feses (pearce, 2009 dalam nainggolan
& Asrzal 2013). Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah,
stoma dapat berfungsi sebagai diversin sementara atau permanen (Smeltzer, Bare (2001).
Pembentukan kolostomi dapat dilakukan secara permanen atau sementara tergantung tujuan
dilakukan operasi dan 10% diantaranya adalah kolostomi permanen (Vonk-Klassen,et,al
2015). Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan/dinding abodomen yang berwarna
kemerahan disebut stoma. Perlengkapan ostomi terdiri atas satu lapis atau dua lapis dengan
barier kulit hipoalergenik untuk mempertahankan integritas kulit peristomal. Kantong harus
3
cukup besar untuk menampung feses dan flatus dalam jumlah sedang tetapi tidak terlalu besar
agar tidak membebani bayi atau anak. Perlindungan kulit peristomal adalah aspek penting
dari perawatan stoma. Peralatan yang sesuai ukurannya merupakan hal penting untuk
mencegah kebocoran isi (Wong, 2009). Lokasi kolostomi menentukan konsistensi tinja baik
padat ataupun cair. Pada kolostomi transversum umumnya menghasilkan feses lebih padat.
Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis pasien dan kondisi umum.
Kolostomi di lakukan ketika usus besar, rectum & anus tidak mampuberfungsi secera
normal atau membutuhkan istirahat dari fungsi normalnya.Kolostomi dibuat dengan
membuka didinding abdomen (stoma) untuk pengeluaran feses dari usus besar (colon).
Colostomi biasanya di buat setelah kolon yang mengalami obstruksi direseksi. Kolostomi
dapat temporer atau permanen. Bagian akhir proksimal pada kolon yang sehat di keluarkan
dari kulit dinding abdomen, kemudian di tempatkan kantong kolostomi untuk menampung
feses.
Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada
beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen
maupun sementara.
Kolostomi Permanen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak
memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan,perlengketan, atau
pengangkatan kolon sigmoid atau rectum sehingga tidak memungkinkan feses melalui anus.
Kolostomi permanen biasanya berupa
kolostomi single barrel ( dengan satu ujung lubang).
Kolostomi temporer/ sementara
Pembuatan kolostomi biasanya untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk
mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan
abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer ini mempunyai dua ujung lubang yang
dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel. Lubang kolostomi yang
muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa kemerahan yang disebut STOMA. Pada
minggu pertama post kolostomi biasanya masih terjadi pembengkakan sehingga stoma
tampak membesar.
4
Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan laparotomi
(pembukaan dinding abdomen). Luka laparotomi sangat beresiko mengalami infeksi karena
letaknya bersebelahan dengan lubang stoma yang kemungkinan banyak mengeluarkan feses
yang dapat mengkontaminasi luka laparotomi, perawat harus selalu memonitor kondisi luka
dan segera merawat luka dan mengganti balutan jika balutan terkontaminasi feses Perawat
harus segera mengganti kantong kolostomi jika kantong kolostomi telah terisi feses atau jika
kontong kolostomi bocor dan feses cair mengotori abdomen. Perawat juga harus
mempertahankan kulit pasien disekitar stoma tetap kering, hal ini penting untuk menghindari
terjadinya iritasi pada kulit dan untuk kenyamanan pasien. Kulit sekitar stoma yang
mengalami iritasi harus segera diberi zink salep atau konsultasi pada dokter ahli jika pasien
alergi terhadap perekat kantong kolostomi. Pada pasien yang alergi tersebut mungkin perlu
dipikirkan untuk memodifikasi kantong kolostomi agar kulit pasien tidak teriritasi.
Berdasarkan bentuk
Kolostomi loop (gelung)
Jenis kolostomi ini dibuat sehingga baik segmen distal maupun proksimal usus terdapat pada
permukaan kulit. Gelung usus dikeluarkan melalui insisi pada dinding abdomen yang
ditempatkan diatas benang atau pita plastik untuk mencegahnya kembali ke kavitas
peritonealis. Gelung usus yang dieksteriorisasi kemudian dibuka.
End colostomy (kolostomi ujung)
memerlukan pemotongan kolon dengan pengeluaran ujung proximal melalui insisi kecil ke
dalam dinding abdomen dengan anastomosis ke kulit. Ujung distal bisa secara sama dobawa
melalui lubang terpisah dalam dinding abdomen sebagai fistula mukosa, kombinasi yang
disebut double-barrel
Kolostomi double barrel
Pada kolostomi double barrel, dibuat dua stoma yang terpisah pada dinding abdomen. Stoma
bagian proksimal berhubungan dengan traktus gastrointestinal yang lebih atas dan akan
menjadi saluran pengeluaran feses. Stoma bagian distal berhubungan dengan rectum.
Kolostomi double barrel termasuk jenis kolostomi sementara. Kolostomi double barrel
mudah dan aman digunakan pada neonatus dan bayi.
Kolostomi divided
Kolostomi ini sering dibuat pada sigmoid pada karsinoma rektum yang tak dapat diangkat,
sehingga karsinoma tersebut tidak teriritasi oleh tinja.
Kolostomi terminal
5
Tipe ini dilakukan bila diperlukan untuk membuang kolon karena terlalu membahayakan bila
dilakukan anastomosis yang memudahkan timbulnya sepsis. Kontinuitas dapat diperbaiki
kemudian hari bila sepsis telah dapat diatasi dan kondisi penderita lebih baik.
Sekostomi dengan pipa (tube)
Sekostomi merupakan kolostomi sementara. Berguna untuk dekompresi gas dalam usus.
Sekostomi tidak cocok untuk diversi aliran feses. Saat ini sekostomi jarang digunakan karena
stoma sering tersumbat oleh feses dan seringkali diperlukan irigasi untuk kembali
melancarkan.
Menurut letaknya
1. Kolostomi ascenden
Colostomy jenis ini terletak pada sebelah kanan abdomen dan cairan yang dihasilkan sangat
encer.Colostomy tipe ini jarang digunakan karena lebih sering dilakukan ileostomy pada
cairan usus yang encer.
2. Kolostomi transversum
Colostomy transversum dilakukan pada pasien – pasien dengan diverticulitis, penyakit
inflamasi usus, keganasan, obstruksi usus, kecelakaan atau kelainan congenital.Colostomy
jenis ini membolehkan feses keluar dari kolon sebelum sampai ke kolon desendens.
Kolostoma pada kolon transversum mengeluarkan isi usus beberapa kali sehari karena isi
kolon transversum tidak padat, sehingga lebih mudah diatur.
Terdapat 2 tipe colostomy transversum, yaitu loop transverse colostomy dan double-
barrel transverse colostomy.
→ Pada loop colostomy, terdapat 2 bukaan, yaitu ujung distal (non-fungsional)
dan ujung proksimal (fungsional).Ujung distal memproduksi mucus sedangkan
ujung proksimal mengeluarkan feses.
→ Pada double-barrel colostomy, kolon dibagi dua dan masing – masing bagian
kolon ini membentuk 2 stoma yang berbeda.Sama seperti loop colostomy,
stoma distal mensekresi mucus sedangkan stoma proksimal mengeluarkan
feses.
3. Kolostomi descenden/ colostomy sigmoid
Lokasinya terletak pada bagian kiri bawah abdomen dan merupakan jenis colostomy
yang paling sering dilakukan. Feses yang dikeluarkan pada colostomy jenis ini lebih padat
dibanding dengan feses pada colostomy transversum. Pengeluaran feses terjadi pada basis
reguler dan intervalnya bisa diprediksi. Pergerakan usus terjadi setelah sejumlah feses
6
terkumpul dalam usus yang terletak di atas tempat colostomy. Pada kolostoma sigmoid
biasanya pola defekasi sama dengan semula. Banyak penderita mengadakan pembilasan
sekali sehari sehingga mereka tidak terganggu oleh pengeluaran feses dari stomanya.
7
Puntiran dalam colon berkurang melalui sayatan garis tengah. Hal ini membantu untuk
menghilangkan gas dari usus besar dengan menusuk dinding usus dengan jarum (19 gauge)
kecil intravena melekat pada aparat suction. Hal ini membuat usus lebih mudah untuk
ditangani dan kurang mungkin robek atau rusak selama penanganan. Sebuah sayatan kedua,
sayatan kulit yang lebih kecil dibuat di fossa iliaka kiri melalui dimana colon sigmoid yang
kolaps dan bebas bergerak dengan mudah dapat dikeluarkan. Pada tahap ini loop aferen dan
eferen colon harus dipersiapkan. Menyiapkan usus untuk apa yang akan menjadi rkolostomi
double-barrel. Sayatan perut garis tengah ditutup. Kolon sigmoid yang dipotong di luar perut
dan kolostomi double barrel selesai.
4 Trauma colon (ciruric Schwartz)
Ada dua metode konseptual yang berbeda untuk mengobati luka kolon: perbaikan primer
dan kolostomi. Perbaikan utama termasuk jahitan lateral dari perforasi dan reseksi usus besar
rusak dengan rekonstruksi ileocolostomy atau colocolostomy. Keuntungan dari perbaikan
utama adalah bahwa pengobatan definitif dilakukan pada operasi awal. Kerugiannya adalah
bahwa kebocoran mungkin terjadi. Beberapa gaya yang berbeda dari colostomies telah
digunakan untuk mengelola cedera kolon. Dalam beberapa kasus usus terluka dapat
dikelaurkan seperti kolostomi loop. Daerah terluka dapat direseksi dan kolostomi akhir atau
ileostomy dilakukan, dan colon distal dapat dibawa ke dinding perut sebagai fistula mucous
atau oversewn dan ditinggalkan dalam rongga perut. Keuntungan dari kolostomi adalah
menghindari garis jahitan di perut. Kerugiannya adalah bahwa operasi kedua diperlukan
untuk menutup kolostomi tersebut. Sering diabaikan adalah komplikasi yang terkait dengan
penciptaan kolostomi, beberapa di antaranya mungkin berakibat fatal.
5 Trauma rectum (cirurgi Schwartz)
Sementara colostomies proksimal ke garis jahitan dihindari pada pasien dengan cedera
kolon, seringkali tidak ada pilihan pada pasien dengan cedera ekstraperitoneal, dan kolostomi
sigmoid sesuai untuk kebanyakan pasien. Kolostomi yang terkonstruksi dengan baik lebih
disarankan karena lebih mudah dilakukan dan memberikan pengalihan total dari feses.
Elemen penting meliputi :
mobilisasi yang memadai dari kolon sigmoid sehingga loop akan berada pada dinding
perut tanpa ketegangan,
pemeliharaan memacu kolostomi di atas tingkat kulit,
sayatan memanjang di coli tenia, dan
langsung pematangan dalam OR menggunakan 3-0 jahitan diserap dikepang.
8
6 Fraktur pelvis terbuka (scwartz)
Dalam banyak kasus luka-luka berada di perineum dan risiko sepsis panggul dan
osteomielitis tinggi. Untuk mengurangi risiko infeksi, kolostomi sigmoid dianjurkan. Luka
panggul secara manual deridemant dan luka kemudian dibiarkan untuk sembuh secara
sekunder.
7 Keganasan colon dan rectum (dc allen)
Lesi ganas jenis reseksi kolon untuk tumor akan tergantung pada lokasi lesi dan
maksud dari operasi. Seperti yang dinyatakan sebelumnya, limfatik kolon menemani
pembuluh darah utama dan tingkat reseksi tergantung pada klirens limfatik diperlukan.
Dalam operasi keganasan dengan tujuan kuratif, colon yang terkena dengan pedikel
limfovascular mesenterika direseksi. Kontinuitas dipulihkan oleh anastomosis ileokolika atau
colocolic end-to-end. Namun, kadang end ileostomy / colostomy mungkin diperlukan jika
dokter bedah berpikir bahwa anastomosis primer akan diragukan (misalnya, jika ada
kontaminasi intraperitoneal luas)
8 inkontinensia alvi
Ketika pengobatan konservatif dan operatif telah gagal untuk menciptakan tingkat yang dapat
diterima kontinensia, pasien sebenarnya kiri dengan kolostomi perineum. Sebuah kolostomi
perut kemudian dapat ditawarkan kepada pasien sebagai alternatif terakhir tetapi harus
dilakukan hanya setelah konseling menyeluruh.
9 peritonitis (jh abrams)
Tujuan dari manajemen operasi peritonitis adalah untuk menghilangkan sumber
kontaminasi, untuk mengurangi inokulum bakteri, dan untuk mencegah infeksi berulang atau
persisten. Teknik yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi
dan sifat dari kondisi patologis. Secara umum, infeksi peritoneal terus dikendalikan dengan
menutup, mengeluarkan, atau reseksi viskus perforasi. Patologi kolon ditangani paling efektif
dengan reseksi segmen sakit dengan pengeluaran dari ujung proksimal sebagai kolostomi
akhir, dan dengan membuat mucous fistula atau oversewing ujung distal.
2.4 Komplikasi
1. Nekrosis kolostomi.
Hal ini diakibatkan tidak adekuatnya suplai darah. Komplikasi ini biasanya terlihat 12-24 jam
setelah pembedahan dan biasa diperlukan pembedahan tambahan untuk menanganinya.
2. Kolostomi retraksi.
Disebabkan karena tidak cukupnya panjang stoma. Komplikasi ini dapat ditangani dengan
9
menyediakan kantong khusus. Memperbaiki stoma dapat pula menjadi pilihan penanganan.
3. Parastomal hernia.
Keadaan ini dapat timbul akibat letak stoma pada dinding abdomen yang lemah atau dibuat
terbuka terlalu besar pada dinding abdomen.
4. Prolaps
Keadaan ini sering diakibatkan pembukaan yang terlalu besar pada dinding abdomen
atau fiksasi usus yang tidak cukup kuat pada dinding abdomen. Pembedahan ulang
untuk mengatasi prolaps dengan mengambil vaskularisasi yang melampaui segmen usus yang
disuplai.
5. Obstruksi
Obstruksi dapat terjadi akibat udem ataupun timbunan feses.
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai
resiko lebih besar. Hal ini disebabkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat
menurun. Sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum maturnya
semua fungsi organ (majid,2011).
Klien anak dan mempunyai resiko selama pembedahan dikarenakan status fisiologis
yang belum matang atau mengalami penurunan. Selama pembedahan perawat dan dokter
perlu member perhatian khusus untuk mempertahankan suhu tubuh normal bayi. Reflek
menggigil pada bayi belum berkembang dan sering kali terjadi variasi suhu. Anastesi
menambah resiko pada bayi karena agens anastesi dapat menyebabkan vasodilatasi dan
kehilangan panas (Perry & Potter, 2005, 1799).
Bayi
Selama pembedahan bayi mengalami kesulitan untuk mempertahankan volume
sirkulasi darah normal. Volume darah bayi dianggap kurang darianak-anak atau orang dewasa
Kehilangan darah walaupun dalam jumlah kecil dapat menjadi hal serius. Penurunan volume
sirkulasi menyebabkan bayi sulit berespon terhadap kebutuhan untuk meningkatkan oksigen
selama pembedahan. Dengan demikian bayi menjadi sangat rentan mengalami dehidrasi.
10
Namun jika darah dan cairan diganti terlalu cepat, hal ini akan menimbulkan over dehidrasi
(Perry & Potter, 2005, 1799).
Anak-anak
Seorang anak yang cukup besar untuk memahami pisah dengan orang tua
memerlukan dukungan emosional. Rasa takut terhadap orang asingdan adanya terror
mengenai kekerasan fisik merupakan suatu hal yang sangat nyata bagi anak di semua tingkat
usia. Kebanyakan anak sulit memahami konsep “sakit yang baik” karena semua sakit yang
nyeri cenderung dibesar-besarkan, dirasakan sebagai tujuan dan terasa amat menakutkan.
Aspek penting pada perawatan bedah anak meliputi manajemen jalan nafas,
mempertahankan keseimbangan cairan, mengatasi kejang, mengatasi perubahan suhu,
mengidentifikasi dan mengatasi penurunan kesadaran yang tiba-tiba dan kegawatan anastesi
yang tertunda, mengatasi nyeri dan agitasi, serta tersedianya peralatan dan obat-obatan
kedaruratan yang tepat (Perry & Potter, 2005). Pelaksanaan perioperative anak yang
membutuhkan pembedahan juga memerlukan bantuan orang tua dan keluarga dalam
menangani kecemasan dan stress yang signifikan (Rothrock, 2012).
Remaja
Remaja kuatir mengenai nyeri, kerusakan dan pisah lama dari kelompok sebayanya.
Kenyataan bahwa anak ini memerlukan rawat inap di rumah sakit dan pembedahan membuat
anak ini ‘berbeda” atau kurang di anggap penting oleh kawan-kawannya. Komunikasi yang
jelas yaitu secara relative bebas dari retorik medis adalah esensial untuk pedekatan
perioperative pada remaja (Rothrock, 2012).
11
rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil
dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya lebih awal. (Abdul majid, 2011; 20)
b. Status nutrisi
Kebetuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipatan
kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan
keseimbangan nitrogen. Segala bantuk defisiensi nutris harus di koreksi sebelum pembedahan
untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Status gizi yang buruk
dapat mengakibatkan pasien menjadi lebih lama ddirawat di rumah sakit. Komplikasi juga
paling sering terjadi akibat status gizi yang buruk dalah infeksi pasca operasi, dehisiensi
(terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bias menyatu. Pada kondisi bias mengalamin sepsis
yang mengakibatkan kematian. (Abdul majid, 2011; 20)
Balance cairan atau keseimbangan cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
input dan output cairan. Demikian juga kadar eloktrolit yang harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaannya diantaranya adalah kadar
Natrium serum (normal: 135-145 mmol/l), Kalium serum (normal: 3,5-5 mmol/l dan kadar
Kreatinum serum (0,70-1,50 mg/dl). (Abdul majid, 2011; 21)
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dilakukan operasi.
Intervensi keperawatan yang bias diberikan diantaranya adalah pasien dianjurkan untuk
berpuasa dan dilakukantindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
huknah/enema/lavement. Selain tindakan huknah, pasien berpuasa selama 7-8 jam sebelum
operasi, biasanya dilakukan melai pukul 24:00 WIB. Tujuan dari pengosongan lambung dan
kolon adalah untuk menghindari aspirasi yaitu masuknya cairan lambung ke dalam paru-paru
dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya
infeksi pasca pembedahan. Pengosongan lambung dilakukan dengan puasa. Pasien dewasa
berpuasa dari makanan padat 6-12 jam pra operasi, dari minum susu 6 jam pra operasi, dari
minum air putih 4 jam pra operasi. Pasien anak-anak mengikuti jadwal sebagai berikut.
(Abdul majid, 2011; 22) :
12
Umur Susu/makanan padat Air putih
pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah
yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak di cukur dapat menjadi tempar
bersembunyi kuman dan juga mengganggu atau menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka. Daerah yang dilakukan tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan
dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran, dan jika yang
dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha, misalnya apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemoroidektomi maka tidak
perlu dilakukan pencukuran. Pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangfan
infuse sebelum pembedahan. (Abdul majid, 2011; 24)
f. Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang
kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang
dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksam. Sebalikanya jika pasien tidak mampu
memunuhi kebetuhan personal hygiene. (Abdul majid, 2011; 25)
Persiapan mental merupakan hal yang tidakpasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. kalah pentingnya dalam dalam proses persiapan
13
operasi, karena mental. Kecemasan atau ketakutan dapat berakibat pada perubahan fisiologis
pasien sebelum menjalani pembedahan, diantaranya (Abdul majid, 2011; 225) :
Berbagai alasan yang dapat menyebatkan ketakutan atau kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain (Abdul majid, 2011; 26) :
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat di deteksi dengan
adanya perubahan-perubahan fisik seperti meningksatnya frekuensi nadi pernafasan, dan
gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol. Telapak tangan yang lembab, gelisah,
menanyakan pertanyaan yang sama berulang kalu, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu
mangkaji mekanisme koping biasa digunakan oleh pasien dalam mennghadapi stress dan
kecemasan.
14
e. Pengetahuan pasien tentang prosuder (pra, intra, pasca operasi)
f. Pengetahuan tentang latihan yang harus dilakukan sebelum opersai dan harus
dijalankan setelah operasi, seperti latiahan nafas dalam, batuk efektif, ROM,
dan lain-lain.
Pada pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan
disitu akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang.
15
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum menjalani pembedahan
(operasi), karena merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai persiapan pasien dalam
menghadapi kondisi pasca operasi, batuk dan banyak lender pada tenggorokan. Latihan yang
dapat diberikan pada pasien sebelum operasi diantaranya adalah latihan nafas dalam, latihan
batuk efektif dan latihan gerak sendi. (Abdul majid, 2011; 30).
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah
operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi
dengan relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat
meningkatkan kualitas tidur.
Prosedur latihan nafas dalam dapat dilakukan dengancara sebagai berikut (Abdul
majid, 2011: 30) :
1) Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut
ditekuk dan perut tidak tegang.
2) Letakkan tangan diatas perut.
3) Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidup dalam kondisi tertutup
rapat.
4) Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara peralahan-lahan, udara di
keluarkan atauy dihembuskan sedikit demi sedikit melalui.
5) Lakukam hal ini berulang kali (15 kali)
6) Lakukan latihan ini dua kali sehari sebelum operasi.
16
5) Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri , pasien bias menambahkan dengan
menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah
operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
Factor usia atau penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan factor
resiko pembedahan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik
pasien sebelum dilakukan pembedahan atau operasi. Factor-faktor yang mempengaruhi
resiko terhadap pembedahan adalah (Abdul majid, 2011; 32):
a. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi atau anak-anak) dan usia lanjut mempunyai
resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologi pada usia tua sudah sangat
menurun, sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum
matangnya semua fungsi organ. (Abdul majid, 2011; 32)
b. Nutrisi
Kondisi malnutrisi atau obesitas lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingkan
orang yang mempunyai gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang
malnutrisi, orang tersebut mengalami defesiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk
proses penyembuhan luka. (Abdul majid, 2011; 32)
Pada pasien yang mengalami obesitas, selama pembedahan terutama jaringan lemak
sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik
dan mekanik. Oleh karenanya sering terjadi dehidrasi dan infeksi luka. Pasien obesitas
sering sulit dirawat karena tambahan berat badan, pasien bernafas tidak optimal saat
berbaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmo
pasca operasi. (Abdul majid, 2011; 34)
c. Penyakit konis
17
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, PPOM, dan
insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakaian energy kalori untuk
penyembuhan primer. Demikian juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang
mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat
tinggi. (Abdul majid, 2011 34).
d. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti diabetes mellitus yang
tidak terkontrol, bahay utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan
pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi saat pembiusan
akibat agen anastesi. (Abdul majid, 2011; 34)
e. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama
terjadi arteroskelorosis pembuluh darah, yang kan meningkatkan tekanan darah
sistemiknya. (Abdul majid, 2011; 35)
f. Alcohol dan obat-obatan
Individu dengan alcoholic cronic sering kali menderita malnutris dan masalah- masalah
sistemik, seperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkat resiko pembedahan.
(Abdul majid, 2011; 35)
g. Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan
pembedahan. Tanpa adanya hasil periksaan penunjang, maka dokter bedah tidak
mungkin bias menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan oada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud, adalah berbagai pemeriksaaan radiolgi,
laborotirium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain. (Abdul majid, 2011;
35)
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaaan penunjang yang sering dilakukan pada
pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan pada pasien, namun
tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan
penunjang antara lain . (Abdul majid, 2011; 36) :
1) Pemeriksaan radiologi dan diagnostic, seperti : foto thorax (menialai status paru dan
gambaran ada atau tidaknya pembesaran jantung), abdomen, foto tulang (daerah
fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT-scan, MRI, BNO-IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon In Loop), EKG/ECG, ECHO, EEG, dll.
(Abdul majid, 2011; 36)
18
2) Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk memprediksi kelainan-kelaianan bias
dihindari setelah operasi selesai, pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan
darah : haemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED, jumlah trombosit, protein total,
elektrolit, CT/ BT, ureum cretinin, BUN, dll. Bias juga dilakukan pemeriksaan pada
sumsung tulang jika penyakitnya terkait kelainan darah. (Abdul majid, 2011; 36)
3) Biopsy, yaiitu tindakan sebelum operasi berupa pengam bilan bahan jaringan tubuh
untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasai. Biopsy boiasanya dilakukan
untuk memastikan apakah ada tumor ganas atau jinak atau berupa infeksi cronis.
(Abdul majid, 2011; 37)
4) Pemeriksaan kadar gula darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula pasien dalam
rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa
jam 10 malam diambil darah nya jam pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2
jam PP (Post Prandial). (Abdul majid, 2011; 37).
2.6.4. Pemeriksaan Status Anastesi
2.6.5. Pemeriksaan Diagnostik
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan meminta pasien untuk
menjalani pemeriksaan diagnostic untuk memeriksa adanya temuan kondisi yang
abnormal. Berikut ringkasan beberapa skrining diagnostic yang biasa dilakukan:
Tabel 2.4 Skrining Diagnostik untuk Pasien Bedah
Jenis Tujuan/ Signifikansi Nilai Normal
Pemeriksaan
Hitung Darah Sampel darah vena perifer untuk SDM (Pria: 4,7-6,1
Lengkap mengukur sel darah merah (SDM), sel juta/mm3; Wanita: 4,2-
darah putih (SDP), hemoglobin, dan 5,4 juta/mm3)
Hematokrit. Dapat memperlihatkan SDP (dewasa dan anak-
adanya infeksi, volume darah yang anak > 2 thn: 5.000-
rendah dan potensi timbulnya masalah 10.000/ mm3)
oksigenasi. Hb (P: 14,7-16,1 gr/dl;
W: 12-16 gr/dl)
Ht (P: 42-52%; W: 37-
47%)
19
Elektrolit Serum Sampel darah vena perifer
memperlihatkan adanya
ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit sebelum operasi. Jumlah
Kalium (K+) perlu diperhatikan, dapat
diindikasikan penggantian melalui IV
sebelum operasi
Pemeriksaan Masa protrombin (prothrombin time PT kurang dari 2 detik
Koagulasi PT) dan masa paruh tromboplastin deviasi dari control
(PTT) dan hitung trombosit PTT 25-27 detik
memperlihatkan kemampuan Trombosit 150.000-
pembeuan darah, serta 350.000/mm3
memperlihatkan pasien yang beresiko
mengalami perdarahan dan
pembentukan thrombus.
Kreatinin Serum Kemampuan darah mengekskresi Kreatinin 0,6-1,5
kreatinin, produk sisa metabolism, mg/100ml
mengkaji fungsi ginjal. Peningkatan
kadar dapat mengindikasikan adanya
gagal ginjal
Urinalisis Analisis pemeriksaan urin untuk
melihat adanya infeksi saluran kemih,
penyait ginjal dan diabetes
Sumber: Potter & Perry, 2005, hal:1801
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika merencanakan pengajaran pra op untuk
pasien dan keluarga:
20
a) Cara menggunakan alat ini
b) Cara memberitahu bila digunakan dengan benar
5) Latihan tungkai bawah
6) Stoking kompresi dan perangkat pneumatic
7) Ambulasi dini
8) Splinting
9) Manajemen Nyeri
Informed consent adalah pernyataan setuju atau izin dari seorang (pasien) yang
diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadap pasien sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan
kedokteran yang dimaksud (Abdul majid, 2011; 40).
Informed consent merupakan wujud dari upaya rumah sakit dalam menjujung tinggi
aspek etik dan hokum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien
wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan
yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan
tujuan serta resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait
dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani (Abdul majid, 2011; 41)
Bagi perawat anestesi, perawatan pra anestesia dimulai saat pasien berada di ruang
perawatan, atau dapat juga dimulai pada saat pasen diserah-terimakan di ruang operasi dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke meja operasi (Majid, 2011).
21
Menciptakan hubungan yang baik antara perawat dengan anak, memberikan penyuluhan
tentang tindakan anesthesia.
Mengkaji, merencanakan dan memenuhi kebutuhan pasien.
Mengetahui akibat tindakan anetesia yang akan dilakukan.
Mengantisipasi dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul.
Dalam menerima pasien yang akan menjalani tindakan anestesia, perawat anestesi
wajib memeriksa kembali data dan persiapan anestesia, diantaranya :
Memeriksa :
Identitas pasien dan keadaan umum pasien.
Kelengkapan status/rekam medic.
Surat persetujuan operasi dari pasien / keluarga.
Data laboraturium, rontgent, EKG dan lain-lain.
Mengganti baju pasien dengan baju operasi.
Membantu pasien untuk mengosongkan kandung kemih.
Mencatat timbang terima pasien serta catatan medis lainnya yang menjadi pendukung
data saat pasien akan dioperasi.
Perawat anestesia juga bertugas memberikan pre-medikasi berdasarkan instruksi
tertulis yang berwenang. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
Memeriksa kembali nama pasien sebelum memberikan obat.
Mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita.
Mengetahui riwayat alergi terhadap obat-obatan.
Memeriksa fungsi vital (tensi. Nadi, suhu, pernafasan) sebelum memberikan
premedikasi dan sesudahnya.
Fase intra operasi dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan ke instalasi bedah
(meja operasi) dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan (Recovery room)
atau istilah lainnya adalah Post Anesthesia Care Unit (PACU). Pada fase ini ruang lingkup
aktivitas keperawatan mencakup pemasangan intravena catheter, pemberian medikasi
intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien (Majid, 2011, hal.7).
22
Tujuan perawatan intra operasi
Mengupayakan fungsi vital pasien selama anestesi berada dalam kondisi optimal
agar pembedahan dapat berjalan lancer dengan baik.
Fase pasca operasi dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindakan lanjutan pada tatanan klinik atau ruang perawatan bedah atau di
rumah. Pada fase ini focus pengkajian meliputi efek agen atau obat anatesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan
rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitas serta pemulangan pasien.
Perawatan pasca anestesi atau pembedahan dimulai sejak pasien dipindahkan ke ruang
pulih sadar sampai diserahterimakan kembali kepada perawat di ruang rawat inap. Jika
kondisi tetap kritis pasien dipindahkan ke ICU (Majid, 2011, hal.9).
Setelah pengakhiran anestesia, pasien dikirim ke kamar pulih sadar untuk pemantauan
fungsi vital tubuh oleh perawat terlatih.
Bila dianggap pelu pasien dapat langsung dikirim ke ruang rawat khusus (misalnya
ICU)
Bantuan oksigenasi, ventilasi dan sirkulasi tetap diberikan
Pemberian analgesik dan sedatif disesuaikan dengan kondisi pasien
Keputusan untuk memindahkan pasien dari kamar pulih sadar dibuat oleh dokter yang
bertugas
24
Melakukan pengkajian perioperatif awal
Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
Melibatkan keluarga dalam wawancara
Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif.
Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif.
2. Unit perawatan bedah
Melengkapi pengkajian pre-operatif
Koordinasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang mungkin akan
terjadi.
Membuat rencana asuhan keperawatan
3. Ruang operasi
a) Mengkaji tingkat kesadaran pasien
b) Melakukan penilaian ulang lembar observasi pasien atau rekam medis
c) Mengidentifikasi pasien
d) Memastikan daerah pembedahan
Perencanaan keperawatan
25
3) Memberikan dukungan fisik
4) Memastikan bahwa jumlah spongs. Jarum dan instrument sesuai kebutuhan
dengan kebutuhan
e. Melakukan pemantauan fisiologis, misalnya:
1) Menghitung keseimbangan (balance) cairan
2) Memantau status jantung dan paru-paru
3) Memantau perubahan tanda-tanda vital
f. Memberikan dukungan psikologis sebelum induksi (bila pasien sadar), yaitu:
1) Memberikan dukungan emosional pada pasien
2) Berdiri di dekat pasien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3) Mengkaji status emosional pasien
4) Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim kesehatan.
BAB III
3.1. Pre-operatif
Pengkajian:
Pada saat pengkajian tahap pre-operatif ini hal yang perlu di lakukan adalah:
1. Riwayat kesehatan dan keperawatan
2. Faktor resiko (umur, nutrisi, cairan, elektrolit, dan sebagainya)
3. Alergi obat-obatan, dan pengkajian nyeri praoperasi.
4. Tinjau kesehatan emosional klien dan keluarga
26
5. Pemeriksaan fisik, meliputi pemeriksaan umum, kepala, leher, abdomen,
toraks/paru, kulit, jantung dan sistem vaskuler.
Diagnosa:
27
Defisien Pengetahuan manajemen Pengajaran: proses
pengetahuan b.d penyakit kronik (1847) penyakit
kurang informasi, Kriteria hasil: Kaji pengetahuan klien
kurang sumber 184703 Manfaat manajemen tentang proses penyakit
pengetahuan d.d penyakit secara spesifik
kurang pengetahuan 184710 pilihan pengobatan Kenali pengetahuan
yang tersedia pasien tentang
184717 Prosedur yang terlibat penyakitnya
dalam rejimen pengobatan Beri informasi kepada
184712 Efek terapeutik obat keluarga/ orang penting
184713 Efek samping obat bagi pasien mengenai
perkembangan pasien
sesuai kebutuhan
28
Diagnosa :
Nanda NOC NIC
Nyeri kronis b.d kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri:
agen pencedera d.d Kriteria hasil: Lakukan pengkajian nyeri
cedera otot, pasca- 160502 Mengenali kapan komprehensif yang
trauma karena nyeri terjadi (level 5) meliputi lokasi,
gangguan. 160501 Menggambarkan karakteristik, onset/durasi,
faktor penyebab ( level 5) kualitas, intensitas atau
160503 Menggunakan beratnya nyeri dan factor
tindakan pencegahan level 5 pencetus
160504 Menggunakan Observasi adanya petunjuk
tindakan pengurangan nyeri non-verbal mengenai
level 5 ketidaknyamanan terutama
160505 Menggunakan pada mereka yang tidak
analgesic level 5 dapat berkomunikasi
160507 Melaporkan gejala secara efektif
yang tidak terkontrol pada Gunakan komunikasi
professional keperawatan terapeutik untuk
level 5 mengetahui pengalaman
nyeri dan sampaikan
Tingkat nyeri (2102) penerimaan pasien
Kriteria hasil: terhadap nyeri
Bantu keluarga dalam
210217 mengerang dan mencari dan menyediakan
menangis (level 5) dukungan
210206 Ekspresi nyeri wajah Ajarkan pasien prinsip-
(level 5) prinsip manajemen nyeri
210224 Mengernyit (level 5) Manajemen obat:
210225 Mengeluarkan Tentukan obat yang di
keringat (level 5) perlukan dan kelola
210215 Kehilangan nafsu menurut resep atau
makan (level 5) protocol
29
210227 Mual (level 5) Monitor efek sampng obat
210210 frekuensi napas (level Monitor mengenai efek
5) terapeutik obat
210212 Tekanan darah (level
5)
30
230413 Asupan cairan (level
5)
230419 Penyembuhan luka
(level 5)
Kerusakan Integritas jaringan kulit dan Perawatan Luka (3660)
integritas jaringan membrane mukosa (1101) Angkat balutan dan
b.d prosedur Kriteria Hasil : plester pelekat
pembedahan 110105 Tidak adanya Cukur rambut disekitar
pigmentasi abnormal daerah yang terkena
110112 Pertumbuhan rambut sesuai kebutuhan
pada kulit baik Monitor karakteristik luka
110113 Integritas kulit baik Bersihkan luka dengan
110122 Wajah tidak pucat normal saline
110123 Tidak terjadi nekrosis Ganti balutan sesuai
110108 Tekstur kulit baik dengan jumlah eksudat
110101 Suhu kulit normal dan drainase
Berikan balutan yang
sesuai dengan jenis luka
Periksa luka setiap kali
ganti balutan
Bandingkan dan catat
perubahan luka
Anjurkan pasien dan
keluarga untuk
mengetahui prosedur
perawatan luka
Anjurkan pasien dan
keluarga untuk mengenal
gejal infeksi
Dokumentasikan lokasi
luka, ukuran, dan
tampilan.
31
Evaluasi
BAB IV
ANALISIS JURNAL
1. Judul Jurnal
“Analgesic efficacy of transversus abdominis plane block in neonates and early
infants for colostomy and reversal of colostomy”
2. Penggarang / Author
Chee Kean Chen
Shu Ching Teo
Vui Eng Phul
Mat Ariffin Saman
32
3. Alamat Jurnal
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26860495
4. Tanggal Publikasi
27 April 2015
5. Abstrak
a) Latar Belakang
Penelitian ini menggambarkan teknik laparoskopi dengan dua lobang untuk
membuat kolostomi pada kolon desenden dan stoma secara terpisah untuk bayi
baru lahir dengan anomali anorektal.
b) Bahan dan Metode
Penelitian ini dilakukan pada enam pasien neonatal dengan kecatatan pada
anorektal. Teknik bedah yang dilakukan adalah membuat dua lobang yang
bertujuan untuk menilai isi perut dengan akurat. Loop pertama dari kolon
sigmoid masuk melalui lobang pertama dan dieksternalisasi sementara loop
kedua memasuki retroperitoneum kiri dan. Pembelahan usus besar dilakukan
secara ekstrasorporal, usus besar dialiri mekomium, dan colon distal
dipindahkan ke kelobang kedua untuk dialiri mokus. Kedua stoma kemudian
dipasang di dinding perut.
c) Hasil
Prosedur yang dilakukan memakan waktu antara 50 hingga 90 menit. Asupan
oral diberikan pada 12 hingga 24 jam pertama. Tidak ada komplikasi yang
terlihat selama atau setelah prosedur.
d) Kesimpulan
Teknik ini memungkinkan untuk menentukan daerah colostomy dengan tepat
melalui tampilan secara langsung, selain itu teknik ini juga memungkinkan
untuk pemeriksaan genitalia dalam, mencegah komplikasi sayatan antara dua
stoma,dapat memindahkan kantong stoma tanpa rasa sakit setelah operasi, dan
membuat sayatan yang indah untuk menutup kolostomi dari sisi kecantikan.
33
BAB V PROMOSI KESEHATAN
PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT ANDALAS PADANG
(PERAWATAN KOLOSTOMI)
HALAMAN PENGESAHAN
Paket penyuluhan yang berjudul “Perawatan Kolostomi sebelum dan setelah bencana”
di Ruang Rawat Inap 19 RS ANDALAS PADANG yang akan dilaksanakan pada hari Kamis
tanggal 3 Oktober 2019 disusun oleh Institusi:
Hari : Kamis
Disetujui Oleh:
34
Kepala Ruang 19 Pembimbing Ruang 19
( ) ( )
Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah yang rawan dan berisiko tinggi terhadap bencana. Bencana alam
merupakan sesuatu yang sering terjadi, setiap saat di wilayah Indonesia, seperti gempa bumi,
tsunami, banjir, dan lain-lain (Husna, 2014). Menurt Sugandi, 2010 dalam Husna 2014
Kejadian bencana di Indonesia intensitasnya atau volume kejadiannya dapat mencapai lebih
dari 1.000 kali dalam setahun atau mencapai 3 kali dalam sehari. Anak-anak merupakan
salah satu kelompok rentan yang paling berisiko terkena dampak bencana (PP No 21,
2008).Kerentanan anak-anak terhadap bencana dipicu oleh faktor keterbatasan
pemahaman kentang risiko-risiko di sekeliling mereka. Oleh sebab itu, perlunya
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Salah satu upaya kesiap siagaan dapat
35
dilakukan pada pasien anak dengan menggunakan kolostomi, karena adanya beban fisik pada
pasien dengan kolostomi.
Kolostomi merupakan pembuatan stoma atau lubang pada kolon atau usus besar
(Smeltzer & Bare, 2002). Indonesian Ostomy Association (INOA) mengatakan bahwa
jumlah kasus yang menggunakan stoma terus meningkat, dan penyebab tersering di
Indonesia sendiri adalah karena keganasan (Indonesian Ostomy Association, 2010).
Kurnia (2012) memaparkan, sekitar 100.00 orang yang dilakukan indikasi pemasangan
stoma pada umumnya disebabkan oleh kanker kolorektal, kanker kandung kemih, kolitis
ulseratif, penyait Crohn, diverticulitis, obstruksi, inkontinensia urin dan fekal, dan
trauma. Indikasi pemasangan kolostomi pada neonatus dan dewasa tentu berbeda.
Lukong, Jabo, dan Mfuh (2012) melakukan penelitian terhadap 38 neonatus, dan indikasi
pemasangan kolostomi yang ditemukan adalah karena malformasi anorektal (97,4%) dan
atresia kolon (2,6%).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merawat klien dengan kolostomi ialah
terkait perubahan pada eliminasi BAB klien, meliputi perubahan konsistensi serta
frekuensi BAB klien. Klien akan merasakan adanya perubahan tersebut, dan disinilah
fungsi perawat sebagai edukator untuk menjelaskan perubahan-perubahan tersebut agar
klien dapat menerima dengan baik. Edukasi yang diberikan tidak hanya berupa cara
perawatan kolostomi, namun juga meliputi apa yang harus dilakukan klien terkait dietnya
agar pengeluaran fesesnya tidak mengganggu kegiatannya.
1. Tujuan Intruksional
1.1. Tujuan Instruksional Umum
Pada akhir proses penyuluhan, peserta penyuluhan dapat mengetahui kesiap siagaan
bencana pada pasien kolostomi dan cara perawatan pada pasien kosltomi .
36
1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti proses pembelajaran selama 30 menit, keluarga dan pasien dapat :
3. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan
Tahap Wkt Kegiatan Peserta Metode Media
Penyuluh
37
akan diberikan Memperhati-
kan
Penyajian 20 Menjelaskan Mendengarkan Ceramah - PPT/
menit Pengertian dan memperhati- LCD
kesiap siagaan kan
- Leaflet
benana
Menjelaskan
hal-hal yang
harus
dipersiapkan
untuk kesiap
siagaan bencana
bagi pasien
kolostomi
Menyebutkan
masalah
kesehatan akibat
kolostomi
Menyebutkan
prinsip diet
kolostomi
Menjelaskan
perawatan
kolostomi
Evaluasi 5 Menanyakan Menjawab Tanya -
menit kepada peserta pertanyaan jawab
tentang materi
yang telah
diberikan, dan
reinforcement
kepada peserta
penyuluhan
yang dapat
38
menjawab
pertanyaan
4. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1) Peserta hadir ditempat penyuluhan
2) Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan ruang 19 RS Andalas Padang
3) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
4) Kesiapan SAP.
5) Kesiapan media: PPT dan LCD
b. Evaluasi Proses
1) Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
2) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
3) Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
c. Evaluasi Hasil
5. Pengorganisasian
Moderator : Afifa Mardatila
40
memilikikarakteristik hangat, lembap dan tertutup (oleh kantong kolostomi)dimana
lingkungan ini kondusif terhadap pertumbuhan jamur. Kulityang terkena infeksi ini akan
berubah menjadi kemerahan dan terasa gatal. (Eucomed, 2012)
3. Pengeluaran gas dan bau dari stoma
Pengeluaran gas dan bau pada stoma menjadi masalah pada ostomate karena berbeda
dengan pengeluaran melalui anus, pengeluarannya melalui stoma tidak dapat dikontrol.
Gas yang terdapat pada saluran pencernaan didapatkan dari beberapa jenis makanan
seperti makanan berpengawet, brokoli, kubis, jagung, timun, bawang, dan lobak. Gas
juga didapatkan dari menelan udara (secara tak sengaja) pada saat berbicara, makan,
merokok dan sebagainya. Oleh karena itu ostomate dianjurkan untuk mengunyah
makanan secara perlahan untuk meminimalkan udara yang masuk. Bau pada gas atau
feses yang dikeluarkan juga dapat diakibatkan oleh beberapa makananseperti telur, keju,
ikan, bawang, dan kubis (Canada Care Medical, n.d).
4. Konstipasi
Konstipasi dapat terjadi pada ostomate akibat diet yang tidak seimbang, serta intake
makanan berserat ataupun cairan yang kurang (Gutman, 2011). Apabila ostomate
mengalami konstipasi maka perlu peningkatan asupan makanan berserat seperti gandum,
sayur dan buat, serta asupan cairan. Konsumsi air minimal yang direkomendasikan
adalah 8-10 gelas air per hari, atau 1,5 hingga 2 liter air per hari (dapat termasuk teh,
kopi ataupun jus) (Hampton 2007). Melakukan aktivitas fisik ringan seperti bersepeda,
jogging juga dapat membantu meningkatkan pergerakan bowel dan mengatasi konstipasi.
5. Diare
Diare umumnya terjadi pada pasien dengan ileostomi namun dapat terjadi juga pada
klien dengan kolostomi. Individu dengan pembuatan stoma di kolon asenden dan
transversal akan mengalami perubahan konsistensi feses seperti diare, namun hal ini
normal karena penyerapan air pada kolon asenden dan transversal masih minimal.
Penatalaksanaan diare, seperti halnya konstipasi, meliputi manajemen diet. Pada saat
diare terjadi, individu akan beresiko kehilangan banyak kalium, sehingga butuh asupan
makanan mengandung kalium seperti pisang, jeruk, tomat, ubi, kentang, dan gandum
(Canada Care Medical, n.d).
41
Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait nutrisi pada pasien dengan kolostomi ialah
(Canada Care Medical, n.d; Gutman, 2011) :
1. Mengurangi makanan yang menimbulkan bau, dapat meningkatkan produksi gas,
meningkatkan jumlah feses, dapat menyebabkan sumbatan pada stoma
2. Perbanyak makanan yang dapat mengatasi gangguan pencernaan seperti diare
(menambah makanan yang mengandung potassium) ataupun konstipasi (menambah
makanan tinggi serat), dan yang dapat mengurangi bau pada feses.
3. Mengembalikan aktivitas usus dan mencegah produksi gas dengan makan tiga kali
sehari.
4. Gangguan pada pencernaan dapat juga berasal dari tekanan emosional, stress, atau
kurangnya aktivitas fisik
5. Usahakan disertai banyak minum.
Contoh makanan – makanan yang :
3. Dapat mengurangi bau pada feses: daun sup, mentega yang terbuat dari susu, yogurt,
jus tomat, jeruk, dan cranberi.
5. Dapat meningkatkan jumlah feses : gandum dan biji – bijian, kismis, buah prun,
sayuran mentah.
6. Dapat merubah warna feses : bit, vitamin untuk meningkatkan zat besi,dll.
7. Dapat menimbulkan bau : kubis,kol, keju, telur, ikan, kacang polong, bawang,
jengkol, pete.
E. Perawatan Kolostomi
1. Pengertian :
Mengganti kantong kolostomi dan membersihkan stoma kolostomi, serta kulit
sekitar stoma,secara berkala dan sesuai kebutuhan. Kolostomi akan mulai berfungsi
optimal sekitar 3-6 hari pasca pembedahan (Smeltzer & Bare, 2002).
42
2. Prinsip Umum dan Tujuan :
Prinsip umum :
a. Ganti kantong kolostomi secara berkala dan sesuai kebutuhan.
b. Bersihkan stoma secara dengan menggunakan NaCL atau air hangat,lalu
keringkan..
c. Perhatikan kondisi stoma dan kulitsekitar stoma setiap membukakantong
kolostomi dan setelah membersihkan stoma.
d. Pastikan lubang kantong kolostomi terpasang pas dengan stoma.
Tujuan :
- Menjaga kebersihan pasien
- Mencegah terjadinya infeksi
- Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
- Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya
3. Waktu penggantian kantong kolostomi :
Waktu mengosongkan kantong biasanya berkisar antara 1-2 hari untuk bayi
dan hingga 3 hari untuk anak, tergantung pada output, aktivitas, dan faktor
lainnya.
Mengosongkan kantong ke toilet ketika ½ penuh gas atau tinja. Jika terlalu
penuh, itu akan bocor atau tidak bertahan lama.
Kosong sebelum perjalanan tidur siang, tidur, dan mobil.
Ganti kantong apibila longgar atau mulai bocor (kebocoran akan merusak
kulit).
Ganti kantong apabila anak memberitahu adanya luka bakar pada kulitnya atau
rasa gatal-gatal.
Ganti kantong apabila anak rewel tanpa alasan yang jelas.
Ubah kantong ketika stoma kurang aktif. Direkomendasikan kali untuk
mengubah adalah hal pertama di pagi hari atau setidaknya dua jam setelah
makan.
Ketika menggosongkan kantong pilih waktu saat anak tenang dan tenang.
Memiliki persediaan siap untuk digunakan seperti pre-cutting pembukaan
kantong, dll.
43
Untuk membersihkan kulit sekitar stoma, hanya menggunakan air di atas
kertas handuk lembut. Jangan gunakan tisu bayi, minyak, serbuk, salep, atau
lotion pada kulit di sekitar stoma kecuali diarahkan untuk melakukannya.
4. Alat – alat
Untuk mengganti kantong kolostomi :
44
menempel dengan kantong. Letakkan colostomy bag kotor dalam bengkok /
kantong plastic untuk sampah yang telah disiapkan.
4) Observasi kulit dan stoma. Stoma yang normal akan terlihat merah atau pink
terang, lembap, tidak mengerut dan tampak seperti membran mukosa oral,
tidak ada sumbatan serta tidak ada nyeri,dan memiliki produksi feses
(Borwell, 2011). Stoma yang tidak sehat atau mengalami nekrosis
ditunjukkan dengan warna hitam atau biru kehitaman. Permukaan stoma
yang tidak sehat akan tampak kering, terdapat darah yang terus keluar, stoma
menonjol atau masuk ke dalam sebanyak 5 cm, ujung stoma mengerut,
sedikit atau tidak ada produksi feses dan terdapat nyeri pada area stoma.
5) Oleskan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar stoma
45
1) Isi wadah dengan air hangat, tinggikan setinggi bahu (posisi duduk di toilet).
2) Alirkan cairan irigasi hingga ke ujung selang (membuang udara yang ada di
sepanjang selang)
3) Posisikan kantong stoma (plastic sleeve) ke toilet
4) Olesi pelumas atau pelicin cone (jelly) sebelum masuk kestoma
5) Masukkan cone kedalam stoma dengan perlahan, kemudianalirkan cairan
sebanyak 300-500cc.
6) Untuk hasil yang maksimal, alirkan kembali 500cc-1000cc,tahan selama 10
detik setelah cairan mengalir.
7) Biarkan feses, cairan dan flatus keluar dari stoma menujutoilet melalui sleeve
selama 10-15 menit.
8) Tutup kantong atau ganti kantong dengan kantong kolostomibiasa dan
bereskan alat.
46
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Kolostomi adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon iliaka (assenden)
sebagai tempat mengeluarkan feses (pearce, 2009 dalam nainggolan & Asrzal 2013). Kolostomi
adalah lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon iliaka (assenden) sebagai tempat
mengeluarkan feses (pearce, 2009 dalam nainggolan & Asrzal 2013). Kolostomi dapat dibuat secara
permanen maupun sementara. Pasien-pasien dengan keadaan berikut membutuhkan kolostomi
Morbus Hirschprung (cirurgi Schwartz), Anomali anorektal, Volvulus kolon sigmoid, trauma kolon
dan lainnya. Komplikasi yang ditimbulkan nekrosis kolostomi, kolostomi retraksi, Parastomal hernia,
prolaps dan lainnya.
Pendekatan perawatan perioperatif dapat dilakukan sesuai usia klien yang ditanggani. Tahap-
6.2. Saran
47
DAFTAR PUSTAKA
Hesti, N., Yetti, H., & Erwani, E. (2019). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kesiapsiagaan
Bidan dalam Menghadapi Bencana Gempa dan Tsunami di Puskesmas Kota Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 8(2), 338-345.
Indriasari, F. N. (2018). Pengaruh Pemberian Metode Simulasi Siaga Bencana Gempa Bumi
Terhadap Kesiapsiagaan Anak Di Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Soedirman, 11(3), 199-206.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah. (Penerjemah: Waluyo, A.).
Jakarta: EGC
Sudoyo, W. A., dkk. (2006). Ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
www.canadacaremedical.com/ostomy/ColostomyCare.php
48