Anda di halaman 1dari 8

PENYAKIT PADA LANSIA

A. Demensia
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal. Demensia
merupakan suatu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratife yang
progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini
dialami oleh semua orang dari berbagai latar belakang pendidikan maupun kebudayaa. Gejala-gejala
demensia adalah :
1. Lupa tempat dan waktu
2. Selalu salah dalam menyimpan barang-baraang
3. Mengulangi kesalahan
4. Kerap lupa untuk menutup tabung gas atau pipa air
5. Susah memikirkan perkataan-perkataan yang sesuai bila menerangkan sesuatu
6. Sukar melakukan aktivitas sebelum dianggap menjadi rutin
7. Sesat dalam persekitaran yang dikenali dahulunya
8. Menghadaapi masalaah memandu

Peningkatan angka kejadian dan prevalensi kasus demensia mengikuti meningkatnya usia seseorang dan
lebih dari 50 % kasus demensia tergolong pada demensia tipe Alzheimer (AD). Setelah lewat 60 tahun,
prevalensi dari demensia alzhemer berlipat dua setiap kenaikan 5 tahun usia. Dengan meningkatnya usia
harapan hidup suatu populasi diperkirakan akan meningkat pula parevalensi demensia. Kalau di seluruh
dunia, diperkirakan lebih dari 30 juta penduduk menderita demensia dengan berbagai sebab. Di Indonesia
sendiri, menurut data profil kesehatan yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan 1998, terdapat 7,2 %
populasi usia lanjut 60 tahun keatas, memang belum ada data pasti tentang prevalensi kasus demensia.

Gejala Klinis Demensia


Tipe demensia ini sendiri ada 2 yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan vaskuler. Gejala
klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenerative
(penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan
kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinisdalam kurun waktu
30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak maampu
menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu
menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif
sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti waham (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri
barangnya), halusinasi pendengaran dan penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur,
nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkenala.
Demensia Alzheimer ini terbaagi ataas 3 stadium yaitu stadium 1, berlangsung 2-4 tahun disebut stadium
amnestic dengaan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang
terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami, namun hal ini tidak mengganggu aktivitas rutin
dalam keluarga. Sedangkan stadium II dapat berlangsung selama 2-10 tahun dan disebut stadiu demensia.
Gejalanya antara lain, disorientasi, gangguan gangguan bahasaa (afasia), penderitaa mudah bingung, penurunan
fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal
anggota keluarganya tidat ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi, terdapat
gangguan visuospasial yang menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya dan di setai depresi berat
dengan prevalensi 15-20%. Satidum III dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah diotak. Setiap
penyebab atau factor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi
tertentu di otak aakibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi lebih sering di jumpai pada demensia
vascular dari pada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilain terhadap diri sendiri dan respons
emosi tetap stabil pada demensia vascular.
B. Gen Potensial Alzheimer
Para peneliti telah mengidentifikasikan Sembilan gen yang memiliki potensi untuk memicu penyakit
Alzheimer. lifestyRoll. Sebagai tambahan mereka juga memberikan laporan awal yang menunjukkan bahwa
sebuah varian dari gen reseptor vitamin D3, pada kromosom 12, dapat meningkatkan resiko seseorang
menderita Alzhime. Tingkat vitamin D yang rendah telah banyak ditemukan ada penderita Alzheimer dan
penyakit ingatan lainnya dan menimbulkan kecurigaan bahwa keduanya berhubungan.
Hasil ini ditemukan membuka pintu yang pengertian yang lebih besar dari pentingnya malah gangguaan
neorologi. Identifikasi baru dari gen pemicu Alzheimet dapat meningkatnya pengertian yang lebih baik dalam
mengenali mereka yang berusia lanjut. Saat ini para dokter dan penelitian tetap belum menemukan
penyebeb dari gangguan otak yang progresif dan tidak bisa disembuhkan ini.
C. Alopesia Androgenik
Alopesia Androgenik (AAG) adalah bentuk alopesia rambut kepala dengan pola spesifik, yang ditandai
oleh hilangnya secara progresif rambut terminal yang tebal dan berwarna diganti raambut vellus yang halus
dan hampir tak berwarna sebagai respon terhadap hormone androgen disirkulasi. Disebut juga sebagai male
pattern baldness, common baldness, male pattern alopecia dan androgen dependent alopecia.
AAG merupakan jenis alopesia yang paling sering didapatkan, terapi insidensi yang pasti dipopulasi sulit
diketahui. Terdapat perbedaan insidensi berdasarkan ras. Insidensi tertinggi pada ras kaukasoid, disusulbras
mongoloid dan yang terendah ras negroid. Perbedaan rasial ini kemungkinan dipengaruhi genetic, karena
tetap berlaku meskipun individu tersebut pindah kenegara lain.
D. Katarak
penyakit katarak merupakan gangguan penglihatan yang paling dominan dialami oleh para lanjut usia
(lansia) dalam beberapa tahun terahir. Dari jumlah 200 juta penduduk Indonesia, sebanyak 1,5 persen atau 3
juta orang mengalami kebutuhan. Dari angka tersebut, 0,78 persennya (2,28 juta) menderita katarak.
Sementara itu, menurut data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 80 persen penyandang tuna
netra dari 45 juta orang buta diseluruh dunia, berusia diatas 50 tahun.
Usia harapan hidup di Indonesia saat ini semakin tinggi, mendekati angka 70 tahun. Padahal
sebelumnya hanya 60-63 tahun saja. Dengan peningkatan usia harapan hidup ini, kelainan mata pada
lansiapun kini semakin banyak sehingga jumlah penderita pun semakin tinggi. Oleh karena itu, kita
memberikan perhatian khusus. Penyakit katarak memang menyerang para lansia disebabkan karena faktpr
lansia, semakin tua usia seseorang, sering kali penglihatan mereka semakin menurun dengan berbagai
indikasi.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat penambahan cairan
dilensa, pemecahan protein lensa, atau kedua-duanya. Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang
dapat diobati didunia pada saat ini. Senagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus
menerus terhadaap pengaruh lingkungan dan pengaruh laainnyaa seperti merokok, radiasi ultra violet
peningkatan kadar gula daaraah. Kataraak ini disebut sebagaai katataraak senilis (katarak terkait usia).
Sejumlah kecil berhubungan dengan penyakit mata (glaucoma, ablasi, retinitis pigmentosa, trauma, uveitis,
myopia tinggi, pengobatan tetes mata steoroit, tumor intraocular) atau penyakit sistemik spesifik (diabetes,
galaktosemia, hipokalsemia, teroid atau klorpromazin sistemik, rubella kongenital, distrofi miotonik,
dermatitis atopic, sindrom down, Katarak turunan, radiasi sinar X). Pasien dengan katarak mengeluh
penglihatan seperti berasa dan tajam penglihatan menurun.
Gejala Dan Tanda
Gejala utama yang dijumpai adalah penglihatan berkabut dan penglihataan yang semakin kabur pada
gejala awal dapat terjadi penglihatan jauh kabur sedangkan penglihatan dekat sedikit membaik dibandingkan
sebelumnya (second sight) gejala lain yang dijumpai adaalah peningkatan rasa silau (glare). Selain itu dapat
pula terjadi pandangaan ganda rabun senja dan terkadang membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk
membaca.
Pemeriksaan
pada pasien katarak, dapat dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan. Tajam penglihatan biasanya akan
sangat berkurang.
Tatalaksana
Satu-satunya terapi untuk pasien adalah bedah katarak dimana lensa di angkat dari mata (ekstraksi
lensa) dengaan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular:
a. Ekstraksi intrakapsular (ICCE). Tekhnik ini jarang dilakukan lagi sekarang.
b. Ekstraksi ekstrakapsular (ECCE). Pada tekhnik ini, bagian depan kapsul dipotong dan diangkat, lensa
dibuang dimata, sehingga menyisakan kapsul bagian belakang. Lensa intraokuler buataan dapat
dimasukan kelalam kapsul tersebut. Kejadian komplikasi setelah oprasi lebih kecil kalau kasul bagian
belakang utuh.
c. Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi. Merupakan tekhnik ekrtakapsular yang menggunakan getaran-
getaran ultra sonic untuk mengangkat lensa melalui irisan yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah
penyembuhan luka pasca oprasi. Tekhnik ini kurang epektif pada katarak yang padat.
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien mungkin meninggal
sebelum diperlukan pembedahan apabila diperlukan pembedahan maka pengangkatan lensa akan
memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sisanya mungkin telah mengalami
kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius minsalnya glaucoma, ablasia retina, atau
infeksi yang menghambat pemulihan daya pandang. Adanya lensa intaokular dan lensa kontak kornea
menyebabkan penyesuaian penglihatan setelah oprasi katarak menjadi lebih mudah dibandingkan
sewaktu hanya tersedia kaca mata katarak yang tebal.
Mengenai penyebab penyakit katarak ini, ada dua hal. Pertama adalah asupan gizi yang kurang dan
kedua, paparan sinar matahari. Untuk menceganya merupakan sesuatu hal yang tak mudah mengingat
persoalan gizi terjadi sejak seseorang berusia muda. Sedangkan untuk menghindari paparaan langsug
sinar matahaari dapat dihindari oleh siapapun.
Penglihatan ini sangat penting karena berkaitan langsung dengan produktifitas seseorang. Jika
seseorang mengalami gangguan mata mereka akan sangat tergantung kepada orang lain. Padahal, orang
yang membantu itu perlu melakukan aktivitasnya sendiri. Berkurangnya atau hilangnya penglihatan dapat
dampak pada turunnya produktifitas kerja atau hilangnya kemandirian yang bagi banyak orang
merupakan sebuah kehilangan. Namun faktaa menunjukkan bahwa penyadang lowvision masih bisa
produktif dan dalam kegiatan.
E. Glaukoma
Glaucoma merupakan penyebab kebutaan nomer dua di Indonesia dan dunia, setelah katarak, namun
kebutuhan disebabkan glaucoma akan bersifat permanen (tidak dapat disembuhkan). Kebutuhan karena
kataraak akan membaik setelah menjalani operasi pengangkatan katarak, sedangkan glaucoma tidak.
Saryono(, SKp.,MKes. ,Muhammad Badrushshalih S.Kep., Ns. 2010).
Gejala glaucoma umumnya agak sulit diketahui, karena sering tidak disadari oleh penderitanya atau
dianggap sebagai tanda dari penyakit lain sehingga kebanyakan penderita dating kedokter mata dalam
keadaan dalaam keadaan yang lanjut dan bahkan sudah buta. Secara umum gejala glaucoma dibedakan atas
akut dan kronik. Pada jenis glaucoma akut, penderita akan mengalami nyeri yang sangat hebat pada mata,
sakit kepala, hingga mual muntah. Penglihataan dirasakan menurun drastis dan mata terlihat merah. Keadaan
ini disebut glaucoma akut yang terjadi akibat peningkatan TIO (Tekanan intra Okuler) yang mendadak.
(Saryono, SKp.,MKes. ,Muhammad Badrushshalih S.Kep., Ns. 2010).
1. Pemeriksaan untuk mendeteksi glaucoma
Beberapa pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit glaucoma. Selaim
pemeriksaan mata secara umum seperti tajam penglihatan dan keadaan mata, perlu dilakukan
beberapa tambahan pemeriksaan , yaitu :
a. Tonometri (pengukuran tekanan bola mata)
b. Funduskopi (pemeriksaan retina dan saraf mata)
c. Perimetri (pemeriksaan luas penglihatan)
d. Gonioskopi (pemeriksaan sudut bilik mata depan)
2. Penanganan Terhadap Glaukoma
Sebelum kebutaan terjadi penyakit glaucoma harus diobati agar tidak semakin bertambah
parah. Pengobatan terhadap glaucoma tergantung pada jenis glaucoma yang diderita. Secara garis besar ada
3 jenis terapi untuk glaucoma, yaitu pemberian obat-obatan (medikamentosa), laser dan operasi filtrasi.
Terapi obat-obatan memerlukaan pertimbangan khusus karena tidak semua obat glaucoma aman
dipakai untuk semua orang. Hal yang harus diperhatikan antara lain adanya riwayat asma, kelainaan jantung
atau ginjal dan adanya peradangan mata.
Operasi filtrasi padaa dasarnya adalah pembuatan saluran keluar cairan dalam bola mata (akuos
humor), karena diketahui bahwa peninggian tekanan mata terjadi akibaat hambatan aliran akuos. Dengan
operasi ini diharapkan akuos dapat mengalir dan tekanan bola mata kembali normal. (Saryono, SKp.,MKes.
,Muhammad Badrushshalih S.Kep., Ns. 2010).
F. Stroke
Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersering ke tiga dinegara Amerika,
merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan. Menurut American Heart Association,
diperkirakan terjadi 3 juta penderita stroke pertahun dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi
pertahun. Angka kematian tersebut mulai menurun sejak awal tahun 1969 menurun hingga 5% pertahun.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat kejadian penyakit yang menurun yang disebabkan
karena kontrol yang baik terhadap factor resiko penyakit stroke. . (Saryono, SKp.,MKes. ,Muhammad
Badrushshalih S.Kep., Ns. 2010).
Berdasarkan gejala klinis, infarak serebri dapat dibagi menjadi 3, yaitu infark aterotrombotik
(aterotromboli), infark kardioemboli dan infark lakuner. Menurut Warlow, dari peneliti pada populasi
masyarakat, infark aterotrombotik merupakan penyebab stroke yang paling sering terjadi, yaitu ditemukan
pada 50% penderita aterotrombotik bervariasi antara 14-40%. Infark aterotrombotik terjadi akibat adanya
proses aterotrombotik pada arteri ekstra dan intrakarnial. (Saryono, SKp.,MKes. ,Muhammad Badrushshalih
S.Kep., Ns. 2010).
Proses aterotrombotik terjadi melalui 2 cara, yaitu Aterotrombotik in situ, terjadi adanya plak yang
terbentuk akibat proses aterosklerotik pada dinding pembuluh darah intracranial, dimana plaak tersebut
membesar yang dapat disertai dengan adanya thrombus yang melapisi pembuluh darah arteri tersebut.
Apabilaa proses tersebut terus berlangsung maka akan terjadi penyumbatan pembuluh darah tersebut dan
penghentian aliran darah disebelah distal. Tromboemboli (artery to artery embolus), terjadi akibaat lepasnya
plak aterotrombotik yang disebut sebagai emboli, yaitu akan menyumbat arteri disebelah distal dari arteri
yang mengalami proses aterosklerotik. (Saryono, SKp.,MKes. ,Muhammad Badrushshalih S.Kep., Ns. 2010).

1. Pola terjadinya ateroma


Ateroma sering ditemukan pada orang tua, akan tetapi proses pembentukkannya telah terjadi sejak
masa kanak-kanak hingga dewasa muda. Proses tersebut terus berlangsung tanpa menimbulkan gejala
selama 20-30 tahun. Ateroma biasanya terjadi pada arteri yang berukuran besar (arkus aorta) dan arteri yang
berlekuk-lekuk (sifon karotis) dan arteri yang konfluen (a. basilaris). Sedangkan paada tempat yang jarang
terjadi pembentukan ateroma yaitu pada ujung distal arteri karotis interna hingga karotikus dan pada arteri
serebri anterior. . (Saryono, SKp.,MKes. ,Muhammad Badrushshalih S.Kep., Ns. 2010).
Proses pembentukan ateroma dapat terjadi hanya pada satu sisi pembuluh darah saja, hal ini
disebabkan karena adanya perbedaan geometri anatomi pembuluh darah secara individual. Biasanya disertai
oleh adanya proses aterosklerotik yang ditemukan di tempat lain, yaitu dengan adanya angina atau infark
miokaardium, atau claudicasion. Proses pembentukan ateroma tersebut yang terjadi diberbagaai arteri,
diotak, aorta, atau pembuluh darah lain mempunyai proses yang sama. (Saryono, SKp.,MKes. ,Muhammad
Badrushshalih S.Kep., Ns. 2010).

2. Proses Pembentukkan Ateroma


Pembentukkan ateroma sebenarnya telah dimulai dengan pembentukkan fatty streak sejak masa
kaanak-kanak. Proses tersebut dimulai dengan adanya kerusakan jaringan. Padaa hipotesia Response to
Injury Hypothesis, penyebab kerusakan pada endotel, baik perubahan struktural ataupun perubahan
fungsional, akibat adanya factor-faktor seperti hiperkholesterolemia kronis, adanya perubahan fungsional
shear stress aliran darah pada endotel pembuluh darah, ataupun adaanya disfungsi akibat toksin atau zat-
zat lain.
Kerusakan endotel akan meyebabkan pelepan factor pertumbuhan yang akan merangsang masuknya
monosit ke lapisan intima pembuluh darah. Lipid akan masuk kedalam pembuluh darah melalui transport
aktif dan pasif. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah menjadi migrofag akan memfagosit
cholesterol LDL (low density lipoprotein), sehingga aakan terbentuk foam sel.
Selain itu, sel-sel otot polos tersebut yang kontraaktif akan berproliferasi danakan berubah menjadi
lebih sintesis (fibrosis). Makrofag, sel endotel, sel otot polos maupun limfosit T (terdapat pada stadium awal
plak aterosklerosis) akan mengeluarkan sitokenis yang memperkuat interaksi antara sel-sel tersebut. Adanya
penimbunan kolesterol intra dan ekstra seluler disertai adanya fibrosis maka akan terbentuk plak fibrolipid.
Degenerasi dan perdarahan pada pembuluh darah yang mengalami sclerosis (akibat pecahnya pembuluh
darah vasa vasorum) akan menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini akan terjadi
perangsangan adhesi, aktifasi dan agregasi trombosit, yang mengawali koagulasi darah dan trombosit.
Trombosit akan terangsang dan menempel pada endotel yang rusak, sehingga terbentuk plak
anterotrombotik. . (Saryono, SKp.,MKes. ,Muhammad Badrushshalih S.Kep., Ns. 2010).

Anda mungkin juga menyukai