Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan
mengalami gangguan oleh hama dan juga penyakit. Gangguan tersebut bisa
menghambat pertumbuhan tanaman bahkan mengakibatkan kerugian yang besar
atau kehilangan hasil.
Banyak penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh patogen bawaan tanah,
menyebabkan kehilangan hasil besar pada berbagai tanaman penting di dunia
(Alabouvette, 1993). Patogen bawaan tanah dapat menyebabkan berbagai tipe
gejala penyakit seperti busuk akar, busuk pangkal batang, busuk leher akar, busuk
umbi, busuk rizom, puru akar, layu, dan rebah semai (damping‐off). Patogen
bawaan tanah umumnya sulit dikendalikan dengan menggunakan cara
konvensional seperti penanaman varietas resisten dan penggunaan fungisida
sintetik sehingga sering membuat putus asa petani (Alabouvete, 2004).
Kurang ketersediaan cara pengendalian secara kimia yang dapat
diandalkan, kemunculan galur resisten terhadap fungisida sintetik, tidak atau
kurang ketersedian varietas tahan, dan patahnya resistensi oleh kemunculan galur
virulen patogen adalah sebagian faktor kunci yang mendasari upaya untuk
mengembangkan cara‐cara pengendalian lain (Weller et al., 2002). Disamping itu,
pengembangan alternatif pengendalian telah didorong oleh adanya kepedulian
masyarakat tentang dampak negatif tentang penggunaan fumigan seperti metil
bromida pada lingkungan dan kesehatan manusia (Cook dan Baker, 1983; Lenteren,
2002). Lebih luas lagi, isu pasar global yang menghendaki produk pertanian yang
aman, yang diusahakan melalui sistem pertanian yang ramah lingkungan
berdasarkan konsep pertanian berkelanjutan, dan pengelolaan hama terpadu
(Integrated Pests Management, IPM), telah mendorong pengembangan teknik‐
teknik pengendalian baru yang ramah lingkungan dalam mengatasi gangguan
berbagai jasad pengganggu (Sullivan, 2004; McCarty, 2004; Borneman dan Becker,
2007).

1
Pengendalian hayati dan pengembangan praktik bercocok tanam untuk
peningkatan supresivitas tanah merupakan komponen penting dalam IPM pada
patogen bawaan tanah (Dijst et al., 2004). Borneman dan Becker (2007)
menambahkan bahwa tanah supresif berpotensi dipertimbangkan dalam
pengelolaan penyakit tumbuhan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui penggunaan dan
perhitungan aras keputusan ekonomi dan ambang ekonomi dalam pengendalian
penyakit.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Aras Ekonomi


Konsep aras ekonomi pertama kali dikenalkan oleh Stern dan kawan-
kawan dari Universitas California pada tahun 1959. Konsep ini terdiri atas konsep
Kerusakan Ekonomi (EconomicDamage), Aras Luka Ekonomi (Economic Injury
Level), Ambang Ekonomi (Economic Threshold) dan Aras Keseimbangan Umum.
Konsep aras ekonomi muncul dan berkembang karena pada waktu itu
masyarakat (petani) cenderung untuk menggunakan insektisida secara berlebihan
tanpa menggunakan dasar yang rasional. Insektisida digunakan secara terjadwal
menurut umur tanaman secara ekonomi dengan alasan preventif tetapi tidak efisien
dan mengandung risiko besar bagi kualitas lingkungan, oleh karena itu perlu
ditetapkan landasan ekonomi dan ekologi yang dapat digunakan
untuk memutuskan kapan dan di mana pestisida harus digunakan (Untung, 2003 :
65).
Konsep aras konomi didasarkan pada pengamatan OPT dengan melihat
jenis OPT, stadia OPT, tingkat kepadatannya, tingkat serangannya dan fase
pertumbuhan tanaman.

2.2 Kerusakan Ekonomi


Untuk memahami konsep aras ekonomi maka perlu diketahui tentang Luka
(injury) dan Kerusakan (damage). Menurut Untung (2003 : 67) dan Sunoto (2003 :
3) Luka adalah setiap bentuk penyimpangan fisiologis tanaman sebagai akibat
aktivitas atau serangan OPT, jadi terpusat pada OPT dan aktivitasnya. Kerusakan
adalah kehilangan yang dirasakan oleh tanaman akibat serangan OPT antara lain
dalam bentuk penurunan kuantitas dan kualitas produksi, jadi terpusat pada
tanaman dan tanggapannya terhadap pelukaan oleh OPT. Luka tanaman dapat
mengakibatkan kerusakan.
Stern et.al. (1959) cit. Untung (2003 : 67) menyatakan Kerusakan Ekonomi
adalah tingkatan kerusakan tanaman akibat serangan penyakit yang membenarkan
adanya pengeluaran biaya untuk tindakan pengendalian secara buatan dengan

3
pestisida. Tindakan pengendalian dapat dibenarkan apabila jumlah biaya
pengendalian lebih rendah dari pada besarnya nilai kehilangan potensial yang
diderita tanaman karena adanya penyakit.

2.3 Aras Luka Ekonomi


Aras Luka Ekonomi (ALE) adalah keadaan dimana penyakit dapat
mengakibatkan kerusakan ekonomi. Menurut Mumford dan Norton (1982) cit.
Untung (2003 : 67) bahwa dasar konsep Aras Ekonomi adalah konsep Titik Impas
(BreakEeven Concept) dalam pengendalian penyakit. Pada titik impas ini terjadi
kerusakan ekonomi yaitu pada ALE, sehingga apabila dilakukan pengendalian
hama di atas titik impas masih akan menguntungkan. Sebaliknya apabila dilakukan
di bawah titik impas maka hanya akan merugikan petani karena besarnya nilai
kehilangan hasil yang diselamatkan lebih rendah daripada biaya pengendalian yang
dikeluarkan.

2.4 Tingkat Ambang Kerusakan


Strategi manajemen penyakit adalah mentolerasi penyakit, akan tetapi
keberadaannya di bawah tingkat ekonomi. Hal ini berarti bahwa pada jumlah
tanaman setelah penyakit mulai mempengaruhi hasil atau kualitas tanaman yang
disebut ambang kerusakan harus diketahui. Nilai ambang tersebut berbeda menurut
tanaman, penyakit, dan ekonomi lokal. Penilaian petani mengenai kerusakan
ekonomi yang dapat diterima harus diterjemahkan ke dalam nilai jumlah tanaman
sakit setelah waktu terendah yang dapat menyebabkan kerusakan ekonomi.
Kerusakan ekonomi merupakan jumlah luka yang menentukan biaya tindakan
pengendalian buatan. Konsekuensinya nilai ekonomi berbeda dari daerah ke daerah,
dari musim ke musim, atau tergantung skala nilai ekonomi.
Penentuan ambang kerusakan yang betul merupakan bagian dari
penyesuaian manajemen lokal dan tidak tergantung pada informasi biologi saja
akan tetapi juga pada pengetahuan biaya input yang tepat pada system, nilai output,
nilai perawatan yang diperlukan. Dengan demikian petani hanya dapat memperoleh
pengendalian penyakit yang akan menghasilkan hasil dan keuntungan yang
melebihi biaya pengendalian.

4
Dengan bertambahnya intensifikasi, maka biaya input biasanya ikut naik.
Salah satu input adalah biaya pengendlian penyakit dan pengembalian yang
berkurang harus diperhitungkan di dalam penentuan seberapa jauh pengendalian
dapat dilakukan.

2.5 Ambang Ekonomi atau Ambang Tindakan


Laju perkembangan penyakit tergantung dari ketahanan inang, virulensi
patogen, dan kesesuaian lingkungan. Setiap kultivar mempunyai ambang kerusakan
yang berbeda. Jika jumlah tanaman sakit pada permulaan, jumlah tanaman
terinfeksi, dan ambang kerusakan diketahui, maka dapat diramalkan pada saat
kapan penyakit akan melampaui ambang kerusakan. Bila hal ini mencapai ambang
kerusakan sebelum panen, maka kerusakan yang berat mungkin akan terjadi.
Apabila ambang kerusakan diketahui dan terdapat penyakit, maka petani
harus tahu saat mana untuk bereaksi, hal ini disebut ambang tindakan. Pada waktu
yang tepat, petani harus melakukan pengendalian yang akan mengurangi laju
infeksi sehingga penyakit tidak mencapai ambang kerusakan sebelum panen.
Istilah ambang tindakan didefinisikan sebagai kepadatan dimana cara-cara
pengendalian harus ditentukan untuk mencegah pertambahan populasi penyakit
mencapai tingkat luka ekonomi. Ambang ekonomi lebih rendah dari tingkat luka
ekonomi untuk memberikan cukup waktu memulai pengendalian dan untuk
pengendalian yang pengaruhnya terhadap populasi mencapai tingkat luka ekonomi.

2.6 Ambang Peringatan


Segala sesuatunya harus dilakukan sebelum petani mengambil tindakan
yang tepat. Penyediaan fungisida, persiapan peralatan sempot, dan sebagainya.
Kadang-kadang ambang peringatan berguna karena pada saat tersebut tingkat
penyakit memerlukan peringatan siaga. Ambang peringatan lebih rendah dan lebih
awal daripada ambang tindakan, dan ambang tindakan lebih awal dari ambang
kerusakan. Karena ambang kerusakan didasarkan pada keputusan nilai, maka
bersifat subyektif dan konsekuensinya dua ambang yang lain juga subyektif.
Penilaian obyektif dapat dimungkinkan dengan keputusan bersama, akan tetapi

5
ambang kerusakan dapat berubah – ubah dari satu lahan ke lahan lain, sehingga
ambang peringatan dapat ditentukan secara lokal dan regional.

2.7 Perhitungan Kehilangan Hasil


Metode regresi berganda telah digunakan pada beberapa penelitian untuk
mengembangkan hubungan antara pola penyakit dan kehilangan hasil Sallams
(1948) Helminthosporium sativum dan Fusarium spp. terhadap hasil gandum di
Kanada. Terdapat tiga model peramalan kehilangan hasil menurut Zadoks (1974),
yaitu:
1. Model Titik Kritis adalah memilih tingkat kerusakan pada saat tertentu dan
meramalkan kehilangan hasil dengan menggunakan persamaan regresi
yang telah ditentukan pada masa yang telah lewat. Penentuan waktu
biasanya adalah waktu fisiologis atau suatu masa yang direpresentasikan
oleh fase pertanaman tertentu.

Perkembangan
Penyakit
Tingkat Serangan

Waktu
2. Model ambang kritis adalah model yang didasarkan pada asumsi yang
kurang tepat yaitu bahwa produk hasil secara perlahan-lahan berhenti
dimana saat tingkat penyakit mencapai titik kritis. Kehilangan hasil
ditentukan dengan cara mengukur hasil berdasarkan kurva waktu
pertanaman tanaman sehat, sehingga kehilangan hasil yang diperkirakan
merupakan perbedaan hasil akhir tanaman sehat dengan hasil yang telah
ada pada saat titik kritis tercapai.
3. Model Periode bebas penyakit adalah menghubungkan kehilangan hasil
yang akan datang terhadap lamanya periode bebas penyakit. Tidak ada
tingkatan yang jelas dari akhir bebas penyakit kecuali secara kasar dengan
ambang kendali yang dianggap sebagai titik akhir.

6
Contoh Kasus:
Dalam suatu kebun di dataran rendah terdapat sekelompok perdu yang mati
karena jamur akar merah (Ganoderma pseudoferreum), maka penyakit akan meluas
ke semua arah dari bulan ke bulan atau dari tahun ke tahun. Jika pada saat itu
terdapat 100 perdu yang mati dan sakit, sedangkan untuk lokasi itu setiap bulannya
terjadi infeksi baru sebanyak 8 %, maka setelah satu tahun jumlah tanaman yang
sakit menjadi 100 + 100 x 8% x (12 bulan) = 196 perdu. Jumlah tanaman sakit
setelah jangka waktu tertentu dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Xt = Xo (1+rt)
Keterangan:
Xt = jumlah tanaman sakit setelah waktu
Xo= jumlah tanaman sakit pada permulaan (t=0)
r= laju infeksi atau jumlah tanaman baru yang terinfeksi setelah jangka waktu
t=jangka waktu berkembangnya penyakit

Dunia pernah mengalami tragedi yang sangat bersejarah dalam


perkembangan ilmu penyakit tanaman. Tragedi berawal pada tahun 1845 di akhir
bulan juni terjadi wabah penyakit hawar daun yang disebabkan oleh janur
Phytophthora infestans pada tanaman kentang di negara Belgia. Pada awal bulan
Juli 1845 wabah tersebut telah menyebar kepertanaman kentang di negara Irlandia.
Kentang merupakan makanan pokok bagi masyarakat Irlandia. Pada tahun 1946
wabah penyakit hawar daun telah menyebar ke pertanaman kentang di negara Ingris
dengan kecepatan 80 km/jam yang mengikuti aliran angin. Peristiwa tersebut
menyebabkan 6 juta orang meninggal dunia dan 10 juta melakukan emigrasi besar-
besaran ke wilayah Amerika. Sejak saat itu muncul perhatian yang sangat besar
terhadap phytopathology dengan kajian kuantitatif terhadap perkembangan dan
penyebaran penyakit tanaman.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada Bab 2, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa:
1. Konsep aras ekonomi terdiri atas konsep Kerusakan Ekonomi
(Economic Damage), Aras Luka Ekonomi (Economic Injury Level),
Ambang Ekonomi (Economic Threshold) dan Aras Keseimbangan
Umum.
2. Luka adalah setiap bentuk penyimpangan fisiologis tanaman sebagai
akibat aktivitas atau serangan OPT, jadi terpusat pada OPT dan
aktivitasnya. Kerusakan adalah kehilangan yang dirasakan oleh
tanaman akibat serangan OPT antara lain dalam bentuk penurunan
kuantitas dan kualitas produksi, jadi terpusat pada tanaman dan
tanggapannya terhadap pelukaan oleh OPT. Luka tanaman dapat
mengakibatkan kerusakan.
3. Penentuan ambang kerusakan yang betul merupakan bagian dari
penyesuaian manajemen lokal dan tidak tergantung pada informasi
biologi saja akan tetapi juga pada pengetahuan biaya input yang tepat
pada system, nilai output, nilai perawatan yang diperlukan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Alabouvette, C. 2004. Biotic Interaction in the Soil: an Overview. INRA‐CMSE.


http://www.bspp.org.uk/icpp98/2.7/1S.
Weller, D.M., J.M. Raaijmakers, B.B.McS. Garderner, and L.S. Tomshow. 2002.
Microbial populations responsible for specific Soil supressiveness to plant
pathogens. Ann. Rev. Phytopathol. 40:309‐348.
Zadoks, J.C. dan R.D. Schein. 1974. Epidemiology and Plant Disease Management.
Oxford university Press. New York.

Anda mungkin juga menyukai