Nasikh Wal Mansukh
Nasikh Wal Mansukh
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasyri’ samawi diturunkan dari Allah keda para Rosul-Nya untuk memperbaiki umat dibidang aqidah,
ibadah dan muamalah. Oleh karena aqidah semua ajaran samawi itu satu dan tidak mengalami
perubahan karena di tegakkan oleh tauhid uluhiyah rububiyah maka seruan atau dakwah para Rosul
kepada aqidah yang satu itu sama. Allah berfirman:
Mengenai bidang ibadah dan muamalah maka prinsip dasar umumnya adalah sama, yaitu bertujuan
membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat serta mengikatnya dengan ikatan
kerjasama dan persaudaraan. Walaupun demikian, tuntutan kebutuhan setiap ummat kadang
berbeda satu dengan yang lain. Apa yang cocok untuk suatu kaum pada suatu masa mungkin tidak
cocok lagi pada masa yang lain. Disamping itu, perjalanan dakwah pada taraf pertumbuhan dan
pembentukantidak sama dengan perjalanannya sesudah memasuki era perkembangan dan
pembangunan. Demikian pula, hikmah tasyri’ pada suatu periode akan berbeda dengan hikmah
tasyri’pada periode yang laen. Tetapi tidak diragukan lagi bahwa pembuat syari’at yaitu Allah rahmat
dan Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, dan otoritas memerintah dan melarang pun hanya milik-Nya.
Allah berfirman dalam syrat al-Anbiya’ 26.
Oleh karena itu wajarlah jika allah menghapuskan suatu tasyri’ dengan tasyri’ yang lain untuk
menjaga kepentingan para hamba berdasarkan pengetahuan-Nya yang azali tentang yang pertama
dan yang terkemudian.
B. Permasalahan
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Sebenarnya, Ilmu Nasihk dan mansuhk ini adalah ilmu Nasakhi, yaitu ilmu yang membahas ihwal
penasakhan( penghapusan dan penggantian) sesuatu peraturan hokum Al_Qur’an. Hampir semua
ulama’ menamakannya dengan ilmu nasihk dan mansukh..
Belum ada kesepakatan diantra para Ulama’ tentang nasahk, baik menurut bahasa maupun istilah,
sehingga masih selalu ada beberapa pengertian untuk masing-masingnya.
Menurut bahasa, kata nasahk itu mempunyai empat macam arti, sebagai berikut.
Izala atu menghapus/ meniadakan berarti menghapuskan sesuatu atau atau menhilangkannya.
memindahkan sesuatu yang tetap sama yaitu memindahkan suatu barang dari satu tempat
ketempat lain, tetapi barang itu tetap sama saja.
menyalin / mengutip artinya menyalin atau mengutip dari satu buku ke buku yang lain dengan tetap
adanya persamaan antara kutipan dengan yang dikutip.
mengubah atau membatalkan sesuatu dengan menempatkansesuatu yang lain sebagai gantinya.
Yakni, nasahk itu diartikan dengan mengubah sesuatu ketentuan /hokum, dengan cara membatalkan
ketentuan hyukum yang ada, digantikan hokum yang baru yang lain ketentuannuya.
Dari keempat arti nasahk menurut bahasa tersebut, hanya ada satu arti nasahk yang relevan dengan
arti nasahk menurut “istilah” , yakni nomerr empat.
Sebab, inti dari pengertian nasahk menuru istilah ialah mengubah ketentuan hokum dengan cara
membatalkan hokum yang pertama diganti dengan yang lainketentuannya.
Para ulama’ juga berbeda pendapat dan berbeda-beda dalam merumuskandefinisi nasahk menurut
istilah, ada empat macam definisi nasahk.:
Nashk secara umum. Nasahk ialah membatalkan hokum yang diperoleh dari nash yang pertama,
dibatalkan dengan ketentuan nash yang dating kemudian.
Nasahk secara singkat. Nasahk ialah menghapuskan hokum syara’ dengan memakai dalil syara’ juga.
Nasahk secara singkat. Nasahk ialah menghapuskan hokum syara’ dengan memakai dalil hokum
syara’ dengan adanya tenggang waktu, dengan cattan kalau sekiranya tidak ada nasahk itu tentulah
hokum yang pertama tetap berlaku.
Definisi nasahk yang salah. Nasahk ialah membatasi keumuman nash yang terdahulu atau
menentukan arti lafal mutlaknyadengan nash yang kemudian.
Syarat-Syarat Nasahk
Hokum yang di nasahk harus berupa hokum syara’ bukan hokum lain, seperti hokum akal atau
hokum buatan manusia. Yang dimaksud hokum syara’ ialah titah Allahj (dan sunnah Rosulullah) yang
berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, baik secara mewajibkan, melarangatau menyuruh
memilih.
Dalil yang menghapuskan hokum syara’ harus berupa dalil syara’. Tidak boleh dalil berupa dalil
akal.yang dimaksud dalil syara’ ialah: Al-Qur’an, hadist, ijma, dan kias. Hal ini sesuai dengan firman
Allah:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS-.An-nisa’ 59).
Adanya dalil baru yang menghapus itu harus setelah tenggang waktu dari dalil hokum yang pertama
Antara dua dalil nasihk dan mansuhk harus ada pertentangan yang nyata. Sebab sebenarnya nasahk
itu adalah keadaan yang terpaksa, sebagai jalan keluar masalah yang tidak dapat di atasi kecuali
dengan ketentuan baru.
Pengertian Nasihk
Nasihk menurut bahasa ialah hokum syara’ yang menghapuskan menghilangkan, atau yang
memindahkan/ yang mengutip serta mengubah dan mengganti. Jadi, hamper sama dengan
pengertian nasahk menurut bahasa. Bedanya ialah nashk itu masdar, sedangkan nasihk itu isim fa’il
(pelaku).
Nasihk ialah hokum syara’ yang menghapus/ mengubah dalil syara’ yang terdahulu dan
menggantikannya dengan hokum baru yang di bawahnya. Dalam contoh penghapusan kewajiban
bersedekah kalau akan menghadap Rosulullah SAW. Nasihknya ialah ayat 13 surah Al-Mujadilah
yang mengubah keajiban dari ayat 12 surah Al-Mujadilah itu dig anti dengan bebas dari kewajiban
bersedekah tersebut.
Nasihk itu ialah Allah SWT. Artinya ialah yang menghapus dan menggantikan hokum-hukum syara’
pada hakekatnya ialah Allah SWT. Tidak ada yang lain . sebab, dalam hokum syara’ itu hanya dari
Allah dan juga tidak di ubah / diganti oleh lainnya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
…… ……
Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui
bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Pengertian Mansuhk
Mansuhk menurut bahasa ialah sesuatu yang di hapus/ dihilangkan/ dipindah atau disalin/ dinukil.
Sedangkan menurut istilah para ulama’ ialah hokum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang sama,
yang belum diubah dengan di batalkan dan diganti dengan hokum syara’ yang baru yang datang
kemudian.
Tegasnya, dalam mansuhk itu adlah berupa ketentuan hokum syara’ pertama yang telah diubah dan
diganti dengan yang baru, karena adnya perubahan situasi dan kondisi yang menghedaki perubahan
dan penggantian hokum tadi.
Cara Mengetahui Nasihk
Ada tiga cara untuk mengetahui ketentuan dalil yang dating duluan atau kemudian, yaitu sebagai
berikut:
Dalam salah satu dalil nashnya harus ada yang menentukan datangnya belakangan dari dalil yang
lain. Contohnya: (QS. Al-Mujadilah 13, dan QS. Al-Anfaal 66).
Harus ada kesepakatan (Ijma’) para imam pada suatu masa dari sepanjang waktu yang menetapkan,
bahwa salah satu dari dalil itu dating lebih dulu, maksudnya, jika ketentuan dalil itu dapat diketahui
dali kalimat-kalimat dalil itu sendiri, maka harus ada Ijma’ para Ulama’yang menetapkan hal
tersebut.
Harus ada riwayat shohih dari salah seorang sahabat yang menentukan mana yang lebih dahulu dalil
nash yang sling bertentangan tadi.
Ada beberapa kepentingan dalam ilmu nasakh ini untuk itu perlu dikupas dan diketahui, diantaranya
:
Pembahasan nasahk itu menyangkut berbagai masalah rumit yang menjadi pangkal perselisihan dari
para ulama’ ushul fiqh, Ahli tafsir, Ahli Fiqh, dan lain sebagainya.
Karena musu-musuh Islam, baik kaum atheis, missionaries, ataupun kaum orientalis yang telah
menggunakan masalah tersebut sebagai senjata untuk mengecoh, mengadu, menjelek-jelekkan, dan
lain sebagainya kepada Umat Islam.
Dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW. Bukan yang menyusun Al-Qur’an.
Merupakan sarana yang sangat utama dalam memahami hokum-hukum Islam dan memanfaatkan
petunjuk-petunjuknya, terutama kalau terdapat dua dalil yang saling bertentangan.
Dilingkungan para ulama’ dari berbagai agama, ada beberapa pendapat mengenai nasahk, di
antaranya:
Secara akal dapat terjadi dan secara sama’I telah terjadi. Pendapat ini merupakan Ijmak kaum
mulimin, tidak ada perselisian diantara para ulama’ tentang di perbolehkannya nashk dalam Al-
Qur’an dan hadist. Atas dasar firman Allah dalam QS. Al-Baqoroh 106)
Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui
bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Tidak mungkin terjadi menurut akal maupun pandangan. pendapat ini dari seluruh orang Nasrani
masa sekarang. Yang selalu menyerng Islam dengan dalih “nasahk” ini
Nasahk itu menurut akal mungkin terjadi tetapi menurut syara’ dilarang. pendapat ini merupakan
pendirian golongm inaniyah dari kaum yahudi dan pendirian Abu Muslim Al-Asfihani. Mereka
mengakui terjadnya nasahk itu menurut logika, tetapi mereka mengatkan nasahk dilarang dalam
syara’. Dengan dalil QS. Fusilat: 42
Artinya: “Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.
Mereka menganggap (menafsirkan) ayat ini bahwa Al-Qur’an itu tidak batal/ tidak di hapus
selamanya, padahal maksud ayat tersebut bahwa tidak ada kitab-kitab lain sebelumnya yang
membatalkan, dan juga akan ada kitab setelah Al-Qur’an yang menghapuskan hukum-hukumnya.
Untuk lebih jelasnya berikut akan di terngkan dalil-dalil baik dalil sam’I maupun dalil aqli.
Dalam kitab taurot disebutkan : bahwa Allah membolehkan nabi adam mengawinkan anak laki-laki
beliau dengan anak perempuan beliau tapi kemudianAllah mengharamkam kepada nabi-nabi yang
lain.
Dalam buku pertama kitab taurot disebutkan, bahwa Allah menghalalkan semua jenis binatang
kepada Nabi Nuh a.s. dan anak cucunyaa, kemudian Allah mengharamkan berbagai binatang kepada
ahli syari’at yang lain
Dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat-ayat yang memperbolehkan nasahk, diantaranya adalah: Al-
Baqoroh ayat 106, An-Nahl ayat 101,Ar-Ra’du 39
Artinya: “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki),
dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).
Nasahk juga di benarkan oleh akal pikiran manusia, menurut akal manusia nasahk itu tidak terlarang,
karena akal tidak menganggap mustahil terjadinya nasakh. Sebab nasahk itu atas dasar
kebijaksanaan Allah SWT. Yang maha mengetahui kemaslahatan hambanya pada sewaktu-waktu.
Macam-Macam Nasahk dan jenisnya.
Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (Naskhul Qur’aani bil Qur’aani). Jenis Nasakh ini telah dipakai
oleh orang yang menyetujui Nasakh mengenai kebolehan terjadinya Nasakh
Nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah (Naskhul Qur’aani bis Sunnah). Nasakh Al-Qur’an dengan sunnah
ini boleh baik ahad maupun mutawatir. Namun jumhur ulama’ tidak memperbolehkan Nasakh
menggunakan Hadist ahad karena Al-Qur’an diturunkan secara mutawatir dan memberi faedah yang
meyakinkan. Sedangkan Hadist ahad memberi faedah yang dzanni (dugaan)
Nasakh Sunnah dengan Al-Qur’an (Naskhul Sunnah bil Qur’aani). Nasakh ini menghapuskan hukum
yang ditetapkan berdasarkan dengan Al-Qur’an. Nasakh jenis diperbolehkan oleh jumhur ulama’.
Nasakh Sunnah dengan Sunnah ((Naskhul Sunnah bis Sunnah), yaitu hukum yang ditetapkan
berdasarkan dalil sennah di Nasakh dengan dalil sunnah pula
BAB III
KESIMPULAN
Nasahk ialah menghapuskan hukum syara’ dengan memakai dalil hokum syara’ dengan adanya
tenggang waktu, dengan cattan kalau sekiranya tidak ada nasahk itu tentulah hokum yang pertama
tetap berlaku.
Hukum yang di nasahk harus berupa hokum syara’ bukan hokum lain
Adanya dalil baru yang menghapus itu harus setelah tenggang waktu dari dalil hokum yang pertama
Antara dua dalil nasihk dan mansuhk harus ada pertentangan yang nyata
Nasihk menurut bahasa ialah hokum syara’ yang menghapuskan menghilangkan, atau yang
memindahkan/ yang mengutip serta mengubah dan mengganti
Nasihk ialah hokum syara’ yang menghapus/ mengubah dalil syara’ yang terdahulu dan
menggantikannya dengan hokum baru yang di bawahnya atau Nasihk itu ialah Allah SWT. Artinya
ialah yang menghapus dan menggantikan hokum-hukum syara’ pada hakekatnya ialah Allah SWT.
Tidak ada yang lain.
Mansuhk menurut bahasa ialah sesuatu yang di hapus/ dihilangkan/ dipindah atau disalin/ dinukil.
Sedangkan menurut istilah para ulama’ ialah hokum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang sama,
yang belum diubah dengan di batalkan dan diganti dengan hokum syara’ yang baru yang datang
kemudian
Ada tiga cara untuk mengetahui Nasakh:
Dalam salah satu dalil nashnya harus ada yang menentukan datangnya belakangan dari dalil yang
lain
Harus ada kesepakatan (Ijma’) para imam pada suatu masa dari sepanjang waktu yang menetapkan,
bahwa salah satu dari dalil itu dating lebih dulu
Harus ada riwayat shohih dari salah seorang sahabat yang menentukan mana yang lebih dahulu dalil
nash yang sling bertentangan tadi.
Karena musu-musuh Islam, baik kaum atheis, missionaries, ataupun kaum orientalis yang telah
menggunakan masalah tersebut untuk menghancurkan Islam
Dengan mengulas nasihk-mansuhk maka sejarah pensyariatan hokum-hukum Islam dan rahasia-
rahasianya akan dapat terungkap
Dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW. Bukan yang menyusun Al-Qur’an
Merupakan sarana yang sangat utama dalam memahami hokum-hukum Islam dan memanfaatkan
petunjuk-petunjuknya
Dilingkungan para ulama’ dari berbagai agama, ada beberapa pendapat mengenai nasahk, di
antaranya:
Secara akal dapat terjadi dan secara sama’I telah terjadi. Pendapat ini merupakan Ijmak kaum
mulimin
Tidak mungkin terjadi menurut akal maupun pandangan. pendapat ini dari seluruh orang Nasrani
masa sekarang
Nasahk itu menurut akal mungkin terjadi tetapi menurut syara’ dilarang. pendapat ini merupakan
pendirian golongm inaniyah dari kaum yahudi.
Menurut para ulama’ Nasahk juga di benarkan oleh akal pikiran manusia, menurut akal manusia
nasahk itu tidak terlarang, karena akal tidak menganggap mustahil terjadinya nasakh. Sebab nasahk
itu atas dasar kebijaksanaan Allah SWT. Yang maha mengetahui kemaslahatan hambanya pada
sewaktu-waktu.
Al-Qattan, Khalil, Manna’, 2000, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Jakarta
Anwar, Rosihun, DR., M.Ag., 2008, Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung