Dosen Pembimbing :
Disusun oleh :
Rizcha Noviyanti
P27820117051
III REGULER B
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah Keperawatan Medikal Bedah 2 dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Luka Bakar”
Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka saya membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada saya
sehingga saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhirnya penyusun mengharapkan
semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
BAB 4 PENUTUP................................................................................................................................41
4.1 Kesimpulan ......................................................................................................................................41
4.2 Saran .................................................................................................................................................41
4
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
5
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem kardiovaskuler. Luka bakar
dibedakan menjadi: derajat pertama, kedua superfisial, kedua dalam, dan derajat
ketiga. Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis yang disertai eritema
dan nyeri. Luka bakar derajat kedua superfisial meluas ke epidermis dan sebagian
lapisan dermis yang disertai lepuh dan sangat nyeri. Luka bakar derajat kedua
dalam meluas ke seluruh dermis. Luka bakar derajat ketiga meluas ke epidermis,
dermis, dan jaringan subkutis, seringkali kapiler dan vena hangus dan darah ke
jaringan tersebut berkurang. Penanganan dalam penyembuhan luka bakar antara
lain mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk
berproliferasi dan menutup permukaan luka.
1. 3 Tujuan Penulisan
BAB 2
6
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), luka bakar adalah kerusakan secara
langsung maupun yang tidak langsung pada jaringan kulit yang tidak
menutup kemungkinan sampai organ dalam, yang disebabkan kontak
langsung dengan sumber panas yaitu api, air atau uap panas, bahan kimia,
radiasi, arus listrik dan suhu sangat dingin.
Sedangkan menurut Moenajat (2001), luka bakar adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan yang di sebabkan kontak dengan sumber panas seperti
api, air panas, listrik, dan radiasi. Sedangkan pendapat lainnya, luka bakar
adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air
panas, listrik, bahan kimia, radiasi, juga oleh sebab kontak dengan suhu
rendah (frost Bite).
2.2 Etiologi
a. Suhu tinggi (Thermal Burn)
Luka bakar karena panas (suhu tinggi) merupakan luka bakar yang
disebabkan karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau
objek- objek panas lainnya seperti gas dan bahan padat.
b. Bahan kimia (Chermical Burn)
Luka bakar kimia disebabkan oleh adanya kontak jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat (zat kimia). Konsentrasi zat kimia, lamanya
kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya cidera
karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena
kontak dengan zat- zat pembersih yang sering dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam
bidang industri, pertanian dan militer. lebih dari 25.000 produk zat kimia
diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
2.3 Patofisiologi
a. Fase akut
Fase akut pada luka bakar disebut juga sebagai fase awal atau fase
syok. Dalam fase akut ini penderita akan mengalami ancaman gangguan
airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas) dan ciculation
(sirkulasi). Gangguan jalan napas tidak hanya terjadi segera atau beberapa
saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cidera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cidera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita luka bakar pada fase
akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cidera karena panas yang berdampak sistemik.
b. Fase subakut
Fase subakut berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang
yang terjadi adalah adanya kerusakan atau kehilangan jaringan akibat
kontak dengan sumber panas. Luka terjadi akan menyebabkan :
1. Proses inflamasi dan infeksi
2. Permasalahan pada penutupan luka dengan fokus perhatian
pada luka yang terbuka, jaringan epitel dan atau pada struktur
organ fungsional
c. Fase lanjut
8
Meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada
bagian dermis yang lebih dalam. Luka bakar tersebut terasa nyeri, tampak
merah dan mengalami eksudai cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar
diikuti oleh pengisihan kembali kapiler; folikel rambut masih utuh.
Meliputi destruksi total epidermis serta dermis dan pada sebagian kasus,
jaringan yang berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat bervariasi
mulai dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam.Daerah yang
terbakar tidak terasa nyeri karena serabu-serabut sarafnya hancur.Luka
9
bakar tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut dan kelenjar
keringat turut hancur.
Ketebalan persial dengan LPTT dari 15% sampai 25% pada orang
dewasa atau LPTT dari 10 % sampai 20% pada ana-anak atau cedera
ketebalan penuh dengan LPTT kurang dari 10 % tanpa disertai komplikasi.
11
Cedera ketebalan persial dengan LPTT lebih dari 25% pada orang
dewasa atau lebih dari 20 % pada anak-anak. Cedera ketebalann penuh
dengan LPTT 10% atau lebih besar.
a. Kepaladanleher : 9%
b. Lenganmasing-masing 9 % : 18%
c. Badandepan 18 %, badanbelakang 18 % : 36%
d. Tungkaimasing-masing 18% : 36%
e. Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
Berat ringannya luka bakar tergantung pada jumlah jaringan yang terkena
dan kedalaman luka bakar.
Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan
luka bakar berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh
dan rambut/bulu di tempat tersebut mudaah dicabut dari akarnya. Juka
disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah
mengalami kerusakan. Jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar,
maka cairan akan merembes ke pembuluh darah dan menyebabkan
pembengkakan. Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah besar
cairan karena perembesan terebut bisa menyebabkan terjadinya syok.
Tekanan daerah sangat rendah sehingga darah yang mengalir ke otak dan
organ lainnya sangat sedikit.
Pada penderita luka bakar sedang dan berat terjadi kehilangan cairan tubuh
yang sangat banyak dapat mencapai 2-3 kali jumlah cairan yang beredar didalam
pembuluh darah. Hal ini terjadi sebagai akibat dari kerusakan dinding pembuluh
darah, yang menimbulkan kondisi seakan-akan pembuluh darah bocor dan tidak
dapat menahan air dan bahan yang ada didalam pembuluh darah seperti protein
keluar dari dalam rongga pembuluh darah, baik tertimbun diantara sel jaringan
lain atau menguap. Kondisi ini terjadi pada jam-jam awal terjadinya luka bakar.
Untuk mengatasi kondisi ini dilakukan tindakan pemberian cairan dalam bentuk
cairan elektrolit. Pada hari-hari berikutnya terapi cairan merupakan kombinasi
terapi cairan elektrolit dan pemberian nutrisi parenteral (melalui infus) dengan
pemberian protein, asam amino essensial dan lemak.
Resusitasi cairan atau penggantian cairan yang hilang, dilakukan pada klien
dewasa dengan luka bakar lebih dari 15%, Pemberian cairan intravena dapat
diberikan melalui kulit yang tidak terbakar pada bagian proksimal dari ekstremitas
yang terbakar. Sedangkan untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup
luas atau pada klien dimana tempat-tempat untuk pemberian intravena perifer,
maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena sentral (seperti
subklavia, jugular internal atau eksternal, atau femora mungkin diperlukan. Luas
13
atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi cairan.
Periode resusitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan diakhiri bila
integritas kapiler kembali mendekati keadaan normal dan perpindahan cairan yang
banyak mengalami penurunan. Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan
efek yang merusak dari perpindahan cairan. Resusitasi cairan bertujuan untuk
mempertahankan perfusi organ vital serta menghindari komplikasi terapi yang
tidak adekuat atau berlebihan.
Banyaknya atau jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan
klien dan luasnya cedera luka bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan
adalah adanya cedera inhalasi, keterlambatan resusitasi awal, atau kerusakan
jaringan yang lebih dalam. Faktor-faktor ini cenderung meningkatkan jumlah atau
banyaknya cairan intravena yang dibutuhkan untuk resusitasi adekuat di atas
jumlah yang telah dihitung. Dengan pengecualian pada formula Evan dan Brooke,
cairan yang mengandung koloid tidak diberikan selama periode ini karena
perubahan-perubahan pada permeabilitas kapiler yang, menyebabkan kebocoran
cairan yang banyak mengandung protein kedalam, ruang interstisial, sehingga
meningkatkan pembentukan edema. Selama, 24 jam kedua setelah luka bakar,
larutan yang mengandung koloid dapat diberikan, dengan dekstrose 5% dan air
dalam jumlah yang bervariasi
Sangat penting untuk diingat bahwa semua formula resusitasi vang ada,
hanyalah sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon fisiologis klien.
Keberhasilan atau keadekuatan resusitasi cairan pada orang dewasa ditandai
dengan stabilnya tanda-tanda vital, adekuatnya output urine, dan nadi perifer.
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urin setiap jam.
Output urine merupakan indikator yang reliabel untuk menentukan keadekuatan
dari resusitasi cairan.
14
1. Resusitasi cairan pada luka bakar bertujuan untuk mencukupi kebutuhan cairan
tubuh, mempertahankan fungsi organ dan mencegah komplikasi karena resusitasi
yang berlebihan.
2. Resusitasi pada luka bakar adalah seni keseimbangan, disatu sisi mengisi defisit
air intravascular dan disisi yang lain adalah mencegah potensi kelebihan air, yang
biasanya dijumpai suatu oedem pulmonal peningkatan tekanan vena sentral dan
sindroma kompartemen, walau terjadi di area yang tidak terkena luka bakar
o membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam pertama
l. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam
Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma / 24 jam
15
(no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk mengganti
plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga
mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.
Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus
Baxter yaitu :
% x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan
RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari
pertama. Contoh
Perhitungan Resusitasi
Fase Darurat/Resusitasi Perawatan Luka Bakar
Mematikan api. Kalau pakaian turut terbakar, api dapat dimatikan jika
korban menjatuhkan dan menggulingkan tubuhnya di lantai atau tanah (
“drop and roll” ) segala sesuatu yang ada untuk mengurangi nyala api,
seperti selimut, permadani atau jas,dapat digunakan. Berdiri diam memaksa
korban untuk menghirup nyala api serta asap, dan berlari akan memperbesar
nyala api tersebut. Jika sumber luka bakarnya adalah arus listrik, sumber
listrik harus dipadamkan.
Mendinginkan luka bakar. Sesudah api dipadamkan, daerah yang terbakar
dan pakaian yang menempel pada daerah tersebut dibasahi dengan air yang
sejuk untuk mendinginkan dan menghambat proses perjalanan luka bakar.
Setelah proses ini dihambat, kompres dingin merupakan pertolongan pertama
yang paling tepat. Meredam luka bakar dengan sering dalam air yang sejuk
atau menggunakan kompres handuk yang dingin akan mengurangi rasa sakit
dengan segera dan membatasi edema serta kerusakan jaringan setempat.
Namun demikian, kita tidak boleh sekali-kali mengompres luka bakar selama
lebih dari beberapa menit dengan air es, karena tindakan ini dapat
memperparah kerusakan jaringan dan menimbulkan hipotermia pada pasien
dengan luka bakar yang luas.
Melepas benda penghalang. Meskipun pakaian yang menempel pada luka
bakar dapat dibiarkan di tempatnya, pakaian lain dan semua barang perhiasan
harus segera dilepas untuk melakukan penilaian serta mencegah terjadinya
konstriksi sekunder akibat edema yang timbul dengan cepat.
Menutup luka bakar. Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk
memperkecil kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi rasa nyeri
dengan mencegah aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang
17
terbakar. Kasa yang steril merupakan pilihan terbaik kendati sertiap kain
yang bersih dan kering dapat digunakan sebagai balutan darurat. Salep dan
balsam tidak boleh dipakai. Kecuali kasa pembalut yang steril, obat atau
bahan lain tidak boleh digunakan pada luka bakar.
Mengirigasi luka bakar kimia. Luka bakar kimia akibat kontak dengan
bahan korosif harus segera dibilas dengan air mengalir. Kebanyakan
laboratorium kimia memiliki shower yang berkekuatan tinggi untuk keadaan
darurat tersebut, jika luka bakar semacam ini terjadi di rumah, pakaian harus
segera dilepas dan semua bagian tubuh yang terkena bahan kimia dicuci di
bawah pancuran atau sumber air yang mengalir lainnya. Jika bahan kimia
tersebut masuk ke dalam mata atau mengenai daerah di dekat mata, maka
bagian ini harus segera dicuci dengan air bersih yang sejuk. Prognosis pasien
luka bakar kimia akan diperbaiki secara bermakna dengan tindakan mencuci
luka tersebut secara cepat dan kontinyu di tempat kejadian.
2.7 Maintenance
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian
emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan,
sirkulasi ) dan trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan
(penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan
nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan
luka.
Berikut adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai
berikut :
a) Evaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang
mungkin terjadi.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
18
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, Pemberian intravena
perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar pada bagian
proximal dari ekstremitas yang terbakar.Sedangkan untuk klien yang
mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat –
tempat untuk pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan
pemasangan kanul (cannulation) pada vena central (seperti subclavian,
jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter.
c) Pemasangan kateter urine
Management nyeri
Untuk menangani masalah nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat
narcotik intravena, seperti morphine.
Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu
sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian.Komplikasi
ini lebih mudah terjadi selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam
jaringan interstitial berada pada puncaknya. Perawatan luka dibagian
emergensi terdiri dari penutupan luka dengan sprei kering, bersih dan baju
hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang
mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua
19
yang kering, dan kenyamanan serta kehangatan tubuh pasien harus dijaga.
Penilaian serta penanganan pasien dicatat, dan informasi ini harus
disampaikan kepada petugas unit luka bakar.
Perencanaan terapi nutrisi yang efektif pada luka bakar harus didasari pemahaman
tentang fisiologi dan gangguan metabolic pada saat trauma, karena sudah ada
bukti terjadinya perbaikan kesembuhan sangat signifikan pada kasus luka bakar
yang hebat sekalipun bila pasien dilakukan pengelolaan infeksi secara
berkesinambungan, dilakukan tindakan eksisi dan grafting lebih awal disertai
dukungan nutrisi yang agresif. Beberapa langkah spesifik dalam pemberian nutrisi
pada penderita luka bakar adalah sebagai berikut:
Formulasinya:
Dukungan nutrisi yang agresif umunya diindikasikan untuk klien luka bakar
dengan 30% atau lebih, adapun metode pemberian nutrisi dapat meliputi diet
melalui oral, enteral, maupun parenteral atau kombinasi.
2. Kebutuhan Protein
Kebutuhan protein pada pasien kritiskarna luka bakar bisa
mencapai 1,5 -2 gram protein/kgBB/hari, seperti pada keadaan
kehilangan protein dari fistula pencernaan, luka bakar, dan
inflamasi yang tidak terkontrol. Hasil penelitian Elwyn yang hanya
menggunakan dekstrosa 5% menunjukkan bahwa perbedaan
kecepatan kehilangan nitrogen berhubungan dengan tingkat
keparahan penyakit. Keseimbangan nitrogen negative lebih tinggi 8
kali pada asien dengan luka bakar, dan 3 kali lipat pada sepsis berat
apabila dibandingkan dengan individu normal. Keseimbangan
nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan terapi
24
nutrisi. Saat terjadi luka bakar hebat terjadi pemecahan asam amino
tubuh pada otot rangka sangat dominan, oleh karna tubuh sangat
memerlukan asam amino, yang bertujuan untuk:
a. Perbaikan jaringan,
b. Produksi protein pada fase akut
c. Imunitas seluler, dan
d. Glukoneogenesis
3. Kebutuhan Mikronutrien
Pasien luka bakar membutuhkan vitamin-vitamin A, E, K,
B1(tiamin), B3(tiasin), B6(piridoksin), vitamin C, asam pantotenat,
dan asam folat yang lebih banyak dibandingkan kebutuhan normal
sehari-harinya. Khusus tiamin, asam folat dan vitamin K mudah
terjadi defisiensi pada Total Parenteral Nutrition(TPN). Dialysis
ginjal bisa menyebabkan kehilangan vitamin-vitamin yang larut
dalam air. Selain defisiensi besi yang sering terjadi pada pasien
sakit kriis dapat juga terjadi defisiensi selenium, zinc, mangan, dan
copper.
4. Nutrisi Tambahan
Adalah beberapa komponen sebagai tambahan pada larutan nutrisi
untuk memodulasi respon metabolic dan system imun. Nutrisi-
nutrisi tambahan yang dimaksud adalah:
a. Glutamine
Memiliki gugus amin yang berfungsi sebagai tempat donor
nitrogen, untuk sintesa purin dan pirimidin. Glutamine juga
berperan sebagai sumber energy utama, tercepat saat
oksidasi, pembelahan sel, termasuk enterosit. Glutamine
juga berperan sebagai precursor glutation(anioksidan yang
kuat).
b. Arginin
Saat stress jaringan tubuh kita akan mengalami deplesi
arginin, begitu pula pasien dengan luka bakar, bahkan
arginin dikondisikan menjadi asam amino semi esensial
saat luka bakar. Eningkatan uptake ekstrahepatik
menyebabkan peningkatan akselerasi produksi urea pada
25
2.9 Rehabilitasi
A. Rehabilitasi fisik
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari
perawatan luka bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar
adalah untuk peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang
maksimal. Tindakan- tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka,
pencegahan atau meminimalkan deformitas hipertropi skar, meningkatkan
kekuatan dan fungsi dan memberikan support emosional serta pendidikan
merupakan bagian dari proses rehabilitasi.
26
1. mencegah kecacatan
2. meringankan derajat ketidakmampuan
3. memaksimalkan fungsi-fungsi yang ada
4.mencapai kapasitas fungsional yang optimal
B. Rehabilitasi pada pasien luka bakar fase kritis (akut dan sub akut)
Beberapa tindakan rehabilitasi akut pada pasien luka bakar yaitu :
a. Ranging (full ROM) pasif
Latihan ranging pasif pada pasien luka bakar yang kritis dapat mencegah
terjadinya kontraktur. Latihan dan posisi ini berupa penggerakan anggota gerak
secara penuh, dengan kata lain full of range motion. Latihan ini sebaiknya
dilakukan 2 kali dalam sehari. Latihan ranging dapat dilakukan bersamaan dengan
pada saat baju pasien diganti dan saat pembersihan luka untuk mengurangi
pemberian obat pada pasien
29
b. Pencegahan deformitas
latihan pencegahan deformitas dilakukan dengan teknik antideformity position.
Antideformity position apabila dilakukan dengan benar maka dapat
meminimalkan terjadinya pemendekan tendon dan kapsul sendi serta mengurangi
edema pada ekstremitas.
c. Rehabilitasi pada pasien luka bakar fase penyembuhan
Prinsip utama yang harus dijalani pada rehabilitasi fase penyembuhan pasien
dengan luka bakar adalah sebagai berikut :
a. melanjutkan latihan gerak pasif
b. meningkatkan latihan gerak aktif dan strengthening (penguatan)
c. melatih aktivitas harian (makan, minum, jalan, duduk, tidur dan mandi)
d. mulai melatih kegiatan bekerja, bermain, dan belajar
b. Hospital
1. Resusitasi A, B, C.
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.
A. Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang
Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah :
riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar,
dan sputum yang hitam.
B. Breathing - eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma
lain yang dapat menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan frakur costae.
C. Circulation - luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolemik karena
kebocoran plasma yang luas. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, ada 2
cara yang lazim dapat diberikan yaitu dengan Formula Baxer dan Evans.
2. Perhitungan Resusitasi Cairan
Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada
penderita luka bakar yaitu :
a) Cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
· 3.2000cc glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairn hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang
diberikan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian lakukan penghitungan
diuresis.
b) Cara Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah
kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus :
31
BAB 3
Asuhan Keperawatan Luka Bakar
3.1 Pengkajian
A. Identitas
Meliputi nama , alamat , jenis kelamin , umur ,status , agama ,suku ,
tingkat pendidikan , pekerjaan, tanggal MRS, dan informan apabila dalam
melakukan pengkajian kita perlu informasi selain dari klien.
Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan
tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki
penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C).
Data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap
luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi yang tepat dalam
pendekatan.
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio)
adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan karena iritasi terhadap
saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe,
time, quality (p,q,r,s,t). Sesak nafas yang timbul beberapa jam atau hari
setelah klien mengalami luka bakar dan disebabkan karena pelebaran
pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila
edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
2. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyebab
lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien
selama menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Perawatan yang
dilakukan meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi
perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase
rehabilitatif (menjelang klien pulang).
33
4. Riwayat psikososial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body
image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami
gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar
juga membutuhkan perawatan yang lama , sehingga mengganggu klien
dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan
takut.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas
sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran jika
luka bakar mencapai derajat cukup berat.
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah menurun , nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama.
35
3. Head To Toe
a. Kepala
Bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setelah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan
luas luka bakar.
b. Mata
Kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata
yang rontok terkena air panas, bahan kimia akibat luka bakar.
c. Hidung
Adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
d. Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering
karena intake cairan kurang.
e. Telinga
Bentuk telinga, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen.
f. Leher
Posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan
g. Dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi
dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan
yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas
tambahan ronchi
h. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya
nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
i. Genetalia
36
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada
luka bakar yaitu :
37
1. Laboratorium
a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan
lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan
adanya infeksi atau inflamasi.
c. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya
kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2)
atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin
terlihat pada retensi karbon monoksida.
d. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal
sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal,
natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan,
hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat
terjadi bila mulai diuresis.
e. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga
ketidakadekuatan cairan.
f. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
g. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan
respon stress.
h. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein
pada edema cairan.
i. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan
perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena
cedera jaringan.
j. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif
terhadap efek atau luasnya cedera.
38
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan
pasien dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan serta
disiplin ilmu antara lain mencakup penanganan awal (ditempat
kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat, penanganan
diruang intensif atau bangsal. Tindakan yang diberikan antara lain
adalah terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri. Pasien dengan luka bakar
memerlukan obat-obatan topical. Pemberian obat-obatan topical anti
microbial bertujuan untuk mensterilkan luka akan tetapi akan
menekan pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi,
dengan memberikan obat-obatan topical secara tepat dan efektif dapat
mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang sering
kali masih menjadi penyebab kematian pasien.( Effendi. C, 1999).
3.3Perencanaan Keperawatan
d. Kolaborasi
dengan tim
medis dalam
pemberian
𝑂2
41
e. Timbang memantau
berat badan status nutrisi
per minggu
f. Untuk
f. Catat mengevaluasi
dengan kecukupan
akurat asupan
asupan dan makanan
haluaran.
g. Untuk
menghindari
g. Pantau toleransi
diare atau makanan
konstipasi
dan lakukan
terapi
segera
suara
gargling
5.Hipertermi Tujuan: Setelah
berhubungan dilakukan a. Pantau suhu
tubuh tiap 1
dengan cidera asuhan
jam
agen keperaatan
b. Jaga
biologis(sepsi selama 24 jam,
kelembaban
s) diharapkan suhu pada area
luka bakar
tubuh membaik
Criteria hasil:
Suhu
tubuh
membai
k
BAB 4
Penutup
4.1 Kesimpulan
Perawatan luka bakar didasarkan pada luas luka bakar,
kedalaman luka bakar, factor penyebab timbulnya luka dan
lain-lain. Pada luka bakar yang luas dan dalam akan
memerlukan perawatan yang lama dan mahal. Dampak luka
bakar yang dialami penderita dapat menimbulkan berbagai
masalah fisik, psikis dan social bagi klien dan keluarga.
Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi, makin berkembang pula teknik atau cara
penanganan luka bakar sehingga makin meningkatkan
kesempatan untuk sembuh bagi penderita luka bakar.
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Panacea, Tim Medis Bantuan, 2013, Basic Life Support: Buku Panduan(Edisi 13),
Jakarta, EGC
46
Majid,Abdul & Agus Sarwo Prayogi, 2013, Buku Pintar:Perawatan Pasien Luka
Purwadianto, Agus & Budi Sampurna, 2017, Kegawat Daruratan Medis: Disertai