Pendahuluan
Perjanjian iillcmasional dewasa ini menemlllti kedu::lukan penting dalam hubungan inter-
nasionaL Berbagai kerjasarria, penyelesaian konflik, serta organisasi dengan sifat bilateral
.
maupun multilateral dituangkan dalam bentuk perjanjian. Hukum yang mengatur perjanjian
•
internasional telah dikodifikasikandalam Komensi Wina tahl1IJ 1969 tentang Hukum Perjan-
jian Intemasion~l (Vienna Convention on the Law of Treaties, 1969), I)
Sebagai pembakuan sistem norma yang pertama kali bersifat komprehensif,2) mengakibat-
kan adanya berbagai aspek perjanjian intemasional yang mendapat pengaturan 3!cara umum.
Satu:diantara sekian aspek tersebut ialah "Arnandemen" yang biasa diartikan sebagai:
1) Libat ; Pe~antar din Mocbtar Kusumaatmadja pada buku Budiono Kusurnobamidjojo; Suatu Studi terbadap
Aspek Operaslonal Kmvensi Wina 1969 tentangHuk ..... Perjanjian ",temaslonal, Binacipta·Bandung, 1986,-
hal. V (kata penga)ltar).
2) Lilla!: Leo. Gross, "Perkembangan Hukurn IntemaSiQnal dalan) PBB" dllain James BarrQs (ed.), United Nati0i!s:
Past, Present and Future. Oiteljema!:kanQleh ;'D.H. Gulo, PBB; Dulu, Kindan &Ok, Bumi Aksam, Jakarta, 1.9114,
hat 226.
•
Prosedur Amarriemen 3 73
dari hal ini antara lain dapit ditemukan dalam Statuta Mahkamah Internasional (Statute of
International Court of ",uStice) pasal70ctimana Mahkamahdiperkemnkan untuk mengajukan
. '
proposal amandemen terhadap Statuta tersebut bila diperiukan. S)
,
Penyampaian proposal amal)(iemen oleh pihak-pihak tersebut di atas, dialamatkan kepada
DepoSitory antuk selanjutnya diteruskan Jtepida seluruh pihak peserta perjanjian.
, .
Teriibatnya Depository dalam hal ini, adalah berkenaan dengan fungsiny.l sebagai "wah
pemelihara teks asli perjanjian" (keeping custody of the onginal text of the treaty): 6)
4} S,K, Agrawala (cd,), Essays 00 th~ Law .o f Treaties. Madras. 1972. hal. nvl (introcha:tion).
5} Statula Mahka,nah lntemasional (ICJ~ .. sal 70. ""'Dyalallan : "1be Court shall have power to propose such
8meoo"",nls 10 the present Statute as it may deem neces' "Y.throughl .writtep cOllmunicadons tu the
Secretllry ~""ral. mr coosideration In colfOl1JlIty with doe provisions of Arlltle 69."
6) Selal\iulnya,""'RKemol fungsi-funlisl Deposiblry lIhal Konwlllli Wkla 1969 . . .1 77 ayal (1).
Agustus /988
374 Hukum dan Pembangunan
Dalam hal peIjanjian tidak menegaskan bentuk proposaiamaooemen secara tertulis, rnaka
pihak yang hendak mengajukan proposal amandemen terhadap peIjanjian tersebut adalah
dimungkinkan untuk mengajukannya secara oral (Hsan). 9)
Sir Humphrey Waldock, mengatakan :
"Panitia Hukum Intemasional mengakui bilhwa dalam bebera (lI masalah peljanjian interna-
sional, khususoya dalam kasus kasus betbentuk sederhana telah dirubah melalui prosedur
•
tidak resmi (infollllal) can bahkan dengan persetujuan lisan oleh (lira Menteri." 10)
Pengajuan proposal amaixlemen terhadap peIjanjian internasional mulitilateral, dapat
dilakukan pada (1) setiap saat ; (2) setelah liwatnya periode yang ditentukari, atau (3)'setelah
ubanya
.
periode te.rtentu, sesuai de~an ketentuan peIjanjian yang
. bersangkutan.
,
Prosedur Amardemen 375
dan ada pula perjanjian yang menerapkan teknik lain, yaitu "permufakatan" (consensus
system). 12)
B Prosedur Sederhana
Berbeda dengan prosedur normaldia~s, prosedur sederhana dilaksanakan tlnpa mengada-
.
kan suatu konperensi internasional. oleh pihak-pihak . yang bersangkutan. Dengan demikian,
tidak ada · pemungutan !iuara atau konsensus untuk memutuskan apakah suatu proposal
arnandemen yang diajukan oleh salah satu pihakdapat diterima untuk selanjutnya diberlaku-
kan, atau tidak. Oleh karena itu, prosedur semacam ini biasanya disebut sebagai "amandemen
dengan prosedur yang disederhanakan" (arnandement by.simplified procedure).
. .
Pada prosedur yang beibentuk sederhana, peserta atau pihak-pihakdalam peIjanjian yang
telah meneritna proposal arnandemen Depositary, diberi tenggang waktu tertent.u untuj<:
menyatakan tanggapannya terhadapproposal tersebut. Apabila dalam kurun waktu itu, tidak .
satupun pihakdalam peIjanjian yang menyatakan ke1:>eratanatau penolakannya, maka aman-
•
demen yang diusulkan itu harils dianggap diterima. Sebaliknya,jika da pihak yang menyata-
kan keberatan atau penolakannya dalam kurun waJ<:tu tersebut, maka proposal amandemen
harus dia ngga p ditola k. 13 )
Penerimaan arnandemen dalam bentuk prosedur sederhana, kiranya dapat disebut sebagai
. .
penerimaan melalui "persetujuan diam-diam" (tacit consent).
Prinsip-prinsip Prosedur Amandemen
.
Dalam praktek, prosedur arnandemen terhadap perjanjian internasional dapat dibedak;lO
•
atas
•
tiga prinsip, yaitu : The "Consent" principle; The "Legislative" Principle. dan; A C.A)mbina-
tion of the T)ID Principles. 14).
A. The "Consent" Principle
Prinsip ini pada dasarnya men)erahkan penerimaan amandemen oleh persetujuan setiap ••
pihak dalam peIjanjian itu sendiri. Oleh karena itu, dapat teIjadi bahwa suatu proposal
arnandemen tidakdisetujui oleh satu atau sekelompok negara peserta peIjanjian yang bersang-
•
1\) Penerimaan amardemen .dengan "pemungutan suara" darat dilihat, antara lain dalam : "Treaty on the Non-
Proliferation of Nuclear Weapons" pi sal VIII ayat (2)..
12) Pernaukan misalnya, prosedur amandemen dalam Konvensi PBB mengemi Hukum !.aut 1982, khususnya rasal
312.
13) Perhalikan pula, prosedur amandemen dalam Konvensi PBB mengemi Hukurn !.aut 1982, khususnyarasaI3I3.
14) Pri,. "llIIIlsen,:', "legislative'~, din a combination of the two prinCiples, dlkemukakan oleh Bowell untuk studinya.
te>.h.l!l~si organisasi intemasional seperti ditulis dalam bukun ya "1J'he LawofIntemalionallnstllUtions".
MenurU! penuhs, l<etij;a prinsip prosedur amandemen tersebuttidak saja darat digunakan untuk studi ternadap
perjanjian intemasiorial dalam arti khusus seperti instrumeri pembentuk organisasi intertlasional (k"onstitusi), akan
retaPi. diratjl4la digunakan daIam studi mengemi amandemen ternadap perj.anjian internasional daIam arti luas
ya~ ·meliputi petjanjian internasional non konstitusi.
•
Agustus 1988
376 Hukum dan Pembangunan
IS) J.G. Slruke. An IntrodllCtion to Internallonal Law, London. 1972, hal. 435.
16) Lilat : D.W.Bowen, The Law -of Intemalionallnstilulions, 2rd.ed. Butler Worth. Landon . 1970. IBI. 365.
17) Teks seleJl!b-jlIIya l\ilri Piagam PBB JBsal' lOS : "Amendment to the present Charte{sliall COllie JDtO, force for all
Membersof fJe,Uoited,Nations whea1hey I)ave been adopted by a vote of two-thirdsof:me Membe,rs of Ibe otiIeral
Assembly and llltRed inaccordaoce With.lbeir r~5piXtive constilUtional processes by two-thirds of Ibe Members ofthe
United NBtii>ns, iIcIudinlfalilhe peiluanenl Members' of· Security CowK:iL"
18) Libat : D.W, Bowell, Op.; a.., hal. 366.
•
Prosedur Amandemen 377
Akan halnya prinsip "legislatif', prinsip ini urn umnya digunakan dalam perjanjian multila-
teral yang berwujud konstitusi (instrumen pembentuk organisasi internasional). Penggunaan-
nya dicontohkan oleh Konstitusi Food and Agriculture Organization (FAa) dalam pasal20
yang menyatakan bahwa : Prosedur amandemen yang menimbulkan kewajiban-kewajiban
baru bagi anggota, harus diterima oleh dua-pertiga suara Sidang dan diratifikasi oleh dua-
pertiga jl.imlah anggota. Arnandemen kemudian berlaku •
bagi mereka yang meratifikasinya .
Sedangkan' untuk berlakunya arnandemen terhadap ketentuan-ketentuan yang tidak menim-
bulkan kewajibanbaru bagianggota, cukupditerima olehdua-pertiga anggota Sidang (Peserta
•
Konperensi). 19)
Dari Konstitusi FAa yang dicontohkandi atas, tampakbahwa prosedur amandemen untuk
ketentuanjenis pertarna dilaksanakan dengan prinsip prosedur "Consent", sedangkan untuk
ketentuanjenis kedua dilaksanakan dengan prinsip prosedur "legislatif'.
Terhadap perjanjian multilateral yang merupakan instrumen suatuorganisasi internasional,
penggunaan prinsip ini dinila.i oleh Bowett sebagai sangat rasional, seperti dinyatakan :
"A very rational de\elopment has been that of differentiating between amendments so as to
govern the minor amendements by the legislati\e principle but the major amendments by the
congent principle." 20)
Penutup
Aturan-aturan mengenaiamandemen yang ada dalam Komensi Wina 1969 bersifat umum
dan sangat sederhana, dikarenakan pengaturan amandemen secara jelas dan terinci diser;lhkan
kepada kehendak para pihak untuk menentukannya pada perjanjian yang bersangkutan.
Hal tersebut dibuktikan oleh beraneka ragamnya prosedur amandemen dan cara peneri-
rnaannya yang ada pada praktek pengaturanamandemenoleh perjanjian multilateraldewasa
·ini. Beberapa diantaranya aspek prosed ural tersebut iidak diatur oleh Kon\t:rsi Wina 1969.
Bentuk-bentuk prosedur yang ada. dalam praktek adalah, "prosedur nonnal" (normal
procedure) dan "prosedur sederhana" (simplified procedure). Adapun cara penerimaan arnan-
demen, dapat dibagi atas: "pemungutan suara" (voting system); "permufakatan" (consensus
system), clan; "persetujuan secara diam-diam" (tacit consent).
Selain penggolongan bentuk, prosedur amandemen juga dapat digolongkan berdasarkan
•
prinsip berlakunya, yaitu prinsip "consent"; "legislative", dan; kombinasi antara keduanya (a
•
•
\9) Ibid;
20) Ibid.
Agustus 1988
378 Hukum dan Pembangunan
diamandemen akan berlakti/ditaati olehpara peserta dengan kualitas keterkaitan yang ber-
,
beda. Hal ini dikarenakan bahwa menurut priilsip ini, amandemen oleh penerimaan mayoritas
peserta akan berlaku bagi seluruh peserta perjanjian, meskipun terhadap mereka yang tidak
menyatakan persetuj uannya.
,
Adapun prinsip "kombinasi" antara consent dan legislative, digunakan pada perjanjian yang
menerapkan dua prosedur amandemen.Prinsip "consent" dipakai untuk prosedur amande-
,
KEPUSTAKAAN
•
•
-
•