Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

“INSTRUMEN YURIDIS PEMERINTAHAN”

DOSEN PEMBIMBING: WIDA ASTUTI, S.H., M.H

DISUSUN OLEH :

ANWAR NURUDDIN FALAH (E0017064)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, peran pemerintah sebagai


pengatur, penyelenggara sekaligus sebagai pelaksana yang ditujukan untuk kepentingan bersama
termasuk di dalamnya masyarakat. Salah satu kehidupan bernegara dimana pemerintah sebagai
pengatur, penyelenggara sekaligus sebagai pelaksana adalah administrasi negara. Administrasi
negara berkenaan dengan bagaimana pemerintah itu bertindak dalam menjalankan tugasnya, baik
itu berhubungan sesama struktur pemerintahan maupun masyarakat. Secara komprehensifnya
administrasi negara dijelaskan pada Hukum Administrasi Negara.

Pada kesempatan ini akan dijelaskan bagian dari Hukum Administrasi Negara ialah instrumen
yuridis pemerintahan, dimana pelaksanaan fungsi pemerintahan dilakukan melalui penggunaan
instrumen-instrumen pemerintahan. Instrumen tersebut diperlukan agar fungsi pemerintahan
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dapat dilaksanakan secara efektif. Pelaksanaan fungsi
pemerintahan dapat dilakukan dengan mendayagunakan instrumen-instrumen pemerintahan.
Instrumen-instrumen pemerintahan tersebut dapat diklasifikasikan dengan beberapa instrumen,
salah satunya adalah instrumen yuridis pemerintahan. Instrumen yuridis, merupakan instrumen
yang meliputi peraturan – perundangan, atau kebijakan-kebijakan lain yang sifatnya otoritas
pemerintah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:

A. Pengertian instrumen pemerintahan


B. Peraturan perundang-undangan
C. Keputusan Tata Usaha Negara
D. Peraturan kebijaksanaan
E. Rencana-rencana
F. Perizinan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Instrumen Pemerintahan

Instrument pemerintahan adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan oleh pemerintahan
dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan,
pemerintahan atau administrasi Negara melakukan berbagai tindakan hukum dengan
menggunakan sarana atau instrument seperti, alat tulis menulis, sarana transportasi dan
komunikasi, gedung-gedung perkantoran dan lain-lain yang masuk dalam public domain atau
milik publik. Instrumen Pemerintahan ini dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:

A. Instrumen Fisik
Instrumen Fisik terhimpun dalam public domain, terdiri atas; alat tulis menulis, sarana
transportasi dan komunikasi, gedung-gedung perkantoran dan lain-lain.
B. Instrumen Yuridis
Instrumen Yuridis ini berfungsi untuk mengatur dan menjalankan urusan pemerintahan
dan kemasyarakatan, yang terdiri atas; peraturan perundang-undangan, keputusan-
keputusan, peraturan kebijaksanaan, perizinan, instrumen hukum keperdataan dan lain-
lain.

Sebelum menguraikan macam-macam instrumen hukum yang digunakan oleh pemerintah dalam
menjalankan tindakan pemerintahan, terlebih dahulu perlu disampaikan mengenai struktur norma
dalam Hukum Administrasi Negara, yang dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam memahami
instrumen hukum pemerintahan.

Untuk menemukan norma hukum dalam Hukum Administrasi Negara tidak semudah
menemukan norma pada hukum perdata ataupun pidana. Menemukan norma pada Hukum
Administrasi Negara harus dicari dalam semua peraturan perundang-undangan terkait sejak
tingkat yang paling tinggi dan bersifat umum-abstrak sampai yang paling rendah yang bersifat
individual-konkret. Menurut Indroharto, bahwa dalam suasana hukum tata usaha negara itu kita
menghadapi bertingkat-tingkatnya norma-norma hukum yang harus diperhatikan. Artinya,
peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja ditemukan dalam undang-undang,
tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan tata usaha negara yang
satu dengan yang lain saling berkaitan. Lebih lanjut Indroharto menyebutkan bahwa:

1. Keseluruhan norma-norma hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu memiliki
struktur bertingkat dari yang sangat umum yang dikandung dalam Tap MPR, UU, dan
seterusnya sampai pada norma yang paling individual dan konkret yang dikandung dalam
penetapan tertulis (beschikking).
2. Pembentukan norma-norma hukum tata usaha dalam masyarakat itu tidak hanya
dilakukan oleh oleh pembuat undang-undang (kekuasaan legislatif) dan badan-badan
peradilan saja, tetapi juga oleh aparat pemerintah dalam hal ini badan atau jabatan tata
usaha negara.

Adapun macam sifat norma hukum administrasi negara, yaitu sebagai berikut:

a. Norma umum abstrak misalnya undang-undang;


b. Norma individual konkret misalnya keputusan tata usaha negara;
c. Norma umum konkret misalnya rambu-rambu lalu lintas yang dipasang di tempat tertentu
(rambu itu berlaku bagi semua pemakai jalan, namun hanya berlaku di tempat itu)
d. Norma individual abstrak misalnya izin gangguan.

2.2 Peraturan Perundang-undangan

Peraturan merupakan hukum yang in abstracto atau general norm yang sifatnya mengikat umum
(berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general). Secara
teoritis, istilah “perundang-undangan” (legislation, wetgeving atau gesetzgebung) mempunyai
dua pengertian sebagai berikut :

A. Perundangan-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk peraturan


Negara, baik ditingkat pusat maupun ditingkat pusat maupun daerah.
B. Perundang-undangan adalah segala peraturan Negara, yang merupakan hasil
pembentukan peraturan-peraturan, baik ditingkaat pusat maupun daerah.

Adapun peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Peraturan perundang-undangan bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian


merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.
2. Peraturan perundangan-undangan bersifat universal, ia diciptakan untuk menghadapi
peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas dan konkretnya. Oleh karena itu,
ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.
3. Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Pencantuman
klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali.

Berdasarkan kualifikasi norma hukum di atas, peraturan perundang-undangan itu bersifat umum-
abstrak :

a. Waktu (tidak hanya berlaku pada saat tertentu)


b. Tempat (tidak hanya berlaku pada tempat tertentu)
c. Orang (tidak hanya berlaku pada orang tertentu)
d. Fakta hukum (tidak hanya ditujukan pada fakta hukum terntentu, tetapi untuk berbagai
fakta hukum yang dapat berulang-berulang, dengan kata lain untuk perbuatan yang
berulang-ulang)

Dalam negara kesejahteraan, tugas pemerintah tidak hanya terbatas untuk melaksanakan undang-
undang yang telah dibuat oleh lembaga legislatif. Dalam perspektif welfare state, pemerintah
dibebani kewajiban untuk menyelenggarakan kepentingan umum (bestuurszrorg) atau
mengupayakan kesejahteraan sosial, yang dalam menyelenggarakan kewajiban itu pemerintah
diberi kewenangan untuk campur tangan (staatsbemoeienis) dalam kehidupan masyarakat, pada
batas-batas yang diperkenankan oleh hukum. Bersamaan dengan kewenangan untuk campur
tangan tersebut, pemerintah juga diberi kewenangan unutk membuat dan menggunakan peraturan
perundang-undangan. Dengan kata lain, pemerintah memiliki kewenangan dalam bidang
legislatif.

Dalam praktik, diakui bahwa organ legislatif tidak memiliki instrumen pelaksana, waktu, dan
sumber daya yang memadai untuk merumuskan secara detail berbagai hal yang berkenaan
dengan undang-undang sehingga diserahkan pada organ eksekutif. Meskipun sebagian besar
peraturan perundangan itu dibentuk oleh organ eksekutif, bukan berarti eksistensi lembaga
legislatif dalam suatu negara hukum itu menjadi tidak perlu. Oleh karena itu, cukup bijaksana
jika dikatakan; “….perhaps be more realistic to say that the government makes the laws subject
to prior parliementery consent” hal itu karena kewenangan legislasi bagi pemerintah atau organ
eksekutif itu pada dasarnya dari undang-undang sesuai dengan asas legislasi dalam negara
hukum yang berasal dari persetujuan parlemen.

Bagir Manan menyebutkan ketidakmungkinan meniadakan kewenangan eksekutif (pemerintah)


untuk ikut menbentuk peraturan perundang-undangan, yakni sebagai berikut:

1) Paham pembagian kekuasaan yang lebih menekankan pada pembagian fungsi daripada
pemisahan organ terdapat dalam ajaran pemisahan kekuasaan. Dengan demikian, fungsi
terpisah dari fungsi penyelenggaraan pemerintahan. Fungsi pembentukan pembentukan
peraturan perundangan-undangan dapat juga dapat diletakkan pada administrasi negara,
baik sebagai kekuasaan mandiri atau kekuasan yang dijalankan secara bersama-sama
dengan badan legislatif.
2) Paham yang memberikan kekuasaan pada negara atau pemerintah untuk mencampuri peri
kehidupan masyarakat baik secara negara kekuasaan atau negara kesejahteraan. Dalam
paham negara kekuasaan, ikut campurnya negara atau pemerintah dilakukan dalam
rangka membatasi dan mengendalikan rakyat. Sebagai salah satu penunjang formal
pelaksanaan kekuasaan semacam itu, maka diciptakan berbagai instrumen hukum yang
akan memberikan dasar bagi negara atau pemerintah untuk bertindak. Sebagai yang tidak
mungkin semata-mata diserahkan pada legislatif untuk menyelenggarakan kesejahteraan
umum, administrasi negara memerlukan wewenang untuk mengatur tanpa mengabaikan
asas-asas negara pembuat berdasarkan hukum dan asas-asas umum pemerintah yang
layak. Dalam keadaan demikian, makin tumbuh kekuasaan administrasi negara di bidang
pembentukan peraturan perundang-undangan.
3) Untuk menunjang perubahan masyarakat yang berjalan makin cepat dan kompleks
diperlukan percepatan pembentukan hukum. Hal ini mendorong administrasi negara
untuk berperan lebih besar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
4) Berkembangnya berbagai jenis peraturan perundang-undangan, mulai dari UUD sampai
pada peraturan perundang-undangan daerah. Badan legislatif tidak membentuk segala
jenis peraturan perundang-undangan melainkan terbatas pada terbatas pada undang-
undang dan UUD.

Dalam kepustakaan hukum administrasi, terdapat istilah langkah mundur pembuat undang-
undang (terugtred van de wetgever). Sikap mundur ini diambil dalam upaya mengaplikasikan
norma hukum administrasi yang bersifat umum-abstrak terhadap peristiwa konkret dan
individual. Menurut Indroharto, manfaat dari sikap mundur pembuat undang-undang seperti ini
adalah bahwa penentuan dan penetapan norma-norma hukum oleh badan atau jabatan TUN akan
dapat dilakukan diferensiasi menurut keadaan khusus dalam masyarakat.

Kewenangan legislasi bagi pemerintah atau administrasi negara itu ada yang bersifat mandiri dan
ada yang bersifat tidak mandiri (kolegial). Kewenangan legislasi yang tidak mandiri, dalam arti
kuat bersama-sama pihak lain, berwujud undang-undang atau peraturan daerah. Secara formal,
semua produk hukum yang dibuat secara kolegial oleh pemerintah bersama-sama dengan
DPR/DPRD disebut undang-undang atau peraturan daerah. Undang-undang dan peraturan daerah
yang dibuat bersama-sama oleh pemerintah/pemerintah daerah dengan DPR/DPRD ini dikenal
dengan istilah undang-undang dalam arti formal (wet in formele zin).

Kewenangan legislasi bagi pemerintahan atau administrasi negara yang bersifat mandiri, dalam
arti hanya dibentuk oleh pemerintah tanpa keterlibatan DPR, berwujud keputusan-keputusan
(besluiten van algemeen strekking), yang merupakan atau tergolong sebagai peraturan
perundang-undangan (algemeen veerbinde voorschften).

2.3 Keputusan Tata Usaha Negara

A. Pengertian Keputusan
Ketetapan tata usaha Negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana
Jerman,Otto Meyer, dengan istilah verwaltungsact, yang diperkenalkan di Belanda oleh van
Vollenhoven dan C.W.van der poot dengan nama beschikking van Vollenhoven dan C.W.van
der poot.
Di Indonesia istilah beschiking diperkenalkan pertama kali oleh WF. Prins. Ada yang
menerjemahkan istilah beschikking ini dengan “ketetapan”, seperti E. Utrecht, Bagir Manan,
Sjahran Basah, Indroharto, dan lain-lain, dan dengan “keputusan” seperti WF. Prins, Philipus
M. Hadjon, SF. Marbun, dan lain-lain. Djenal Hoesen dan Muchsan mengatakan bahwa
penggunaan istilah keputusan barang kali akan lebih tepat untuk menghindari
kesimpangsiuran pengertian dengan istilah ketetapan. Menurutnya, di Indonesia istilah
ketetapan sudah memiliki pengertian teknis yuridis, yaitu sebagai ketetapan MPR yang
berlaku ke luar dan ke dalam.
Berikut beberapa definisi tentang beschikking.
1. Beschikking adalah keputusan tertulis dari administrasi negara yang mempunyai akibat
hukum.1
2. Beschikking adalah perbuatan hukum publik bersegi satu (yang dilakukan oleh alat-alat
pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa).2
3. Beschikking adalah suatu tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang
pemerintahan yang dilakukan oleh suatu badan pemerintah berdasarkan wewenang yang
luar biasa.3

B. Unsur-Unsur Keputusan
Berdasarkan beberapa definisi di atas, tampak ada beberapa unsur yang terdapat dalam
beschikking, yaitu:
1. Pernyataan kehendak sepihak (enjizdige schriftelijke wilsverklaring)
2. Di keluarkan oleh organ pemerintahan (bestuursorgaan)
3. Didasarkan pada kewenangan hukm yang bersifat public (publiekbevoegheid)
4. Ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan individual
5. Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi.

Pengertian keputusan berdasarkan pasal 2 UU Administrasi Belanda (AwB) dan menurut pasal 1
angka 3 UU No. 5 tahun 1986 tentang PTUN yaitu sebagai berikut.

Pernyataan kehendak tertulis secara sepihak dari organ pemerintahan pusat, yang diberikan
berdasarkan kewajiban atau kewenangan dari hukum tata negara atau hukum admistrasi, yang
dimaksudkan untuk penentuan, penghapusan, atau pengakhiran hubungan hukum baru,
perubahan, penghapusan atau penciptaan.

Berdasarkan definisi ini tampak ada enam unsur keputusan, yaitu sebagai berikut:

a. Penetapan tertulis;
b. Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN;
c. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Bersifat konkret, individual dan final;
e. Menimbulkan akibat hukum;
f. Seseorang atau badan hukum perdata.

1
Sjachran Basah, Eksistensi…, op.cit., hlm. 230.
2
E. Utreht, op.cit., hlm. 94.
3
W.F.Prins dan R. Kosim Adisapoetra, op.cit., hlm. 42.
Berikut akan dijelaskan unsur-unsur keputusan tersebut secara teoritik dan berdasarkan
hukum positif.

1) Pernyataan Kehendak Sepihak Secara Tertulis

Hubungan hukum publik berbeda halnya dengan hubungan hukum dalam bidang perdata
yang selalu bersifat dua pihak (tweejizdige) atau lebih karena dalam hukumperdata di
samping ada kesamaan kedudukan juga ada asas otonomi yang berupa kebebasan pihak yang
bersangkutan untuk mengadakan hubungan hukum atau tidak serta menentukan apa isi
hubungan hukum itu. Sebagai wujud dari pernyataan kehendak sepihak, pembuatan dan
penerbitan ketetapan hanya berasal dari pihak pemerintah, tidak tergantung kepada pihak
lain.

Menurut Soehardjo, keputusan TUN adalah keputusan sepihak dari organ pemerintah. Ini
tidak berarti bahwa pihak kepada siapa keputusan itu ditujukan sebelumnya sama sekali tidak
sama sekali tidak mengetahui akan adnya keputusan itu. Dengan kata lain, inisiatif
sepenuhnya ada pada pihak pemerintah.

Pernyataan kehendak sepihak dituangkan dalam bentuk tertulis ini muncul dalam dua
kemungkinan, yaitu pertama di tujukan ke dalam (naar binen gericht), dan kedua, ditujukan
ke luar (naar buiten gericht). Pembagian ini lalu dikenal dua jenis ketetapan, yaitu ketetapan
intern (interne beschikking) dan ketetapan ekstern (externe beschikking).

Persyaratan tertulis di haruskan untuk kemudahan segi pembuktian. Oleh karena itu,
sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan
keputusan badan atau pejabat tata usaha negara menurut Undang-Undang ini apabila sudah
jelas :

a) Badan atau pejabat TUN yang mengeluarkannya


b) Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu
c) Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan didalamnya.
d) Dikeluarkan oleh Pemerintah

Ketetapan yang dimaksudkan disini adalah ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah
selaku administrasi Negara. Ketetapan yang dikeluarkan oleh organ-organ kenegaraan tidak
termasuk dalam pengertian beschikking berdasarkan hukum administrasi.

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU no. 5 tahun 1986, tata usaha Negara adalah administrasi
yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat
maupun di daerah. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ‘urusan
pemerintahan’, ialah kegiatan yang bersifat eksekutif. Dalam kepustakaan disebut bahwa
“kata pemerintah diartikan sama dengan kekuasaan eksekutif. Artinya pemerintah merupakan
bagian dari organ dan fungsi pemerintah, selain organ dan fungsi pembuatan undang-undang
peradilan”.

2) Dikeluarkan Pemerintah
Keputusan merupakan fenomena kenegaraan dan pemerintahan. Hampir semua organ
kenegaraan dan pemerintahan berwenang untuk mengeluarkan keputusan. Dalam praktik kita
mengenal keputusan yang dikeluarkan oleh organ-organ kenegaraan seperti keputusan MPR,
keputusan Ketua DPR, keputusan Presiden, Keputusan hakim dan sebagainya. Meskipun
demikian, keputusan yang dimaksudkan di sini hanyalah keputusan yang dikeluarkan
pemerintah selaku administrasi negara. Keputusan yang dikeluarkan oleh organ-organ
kenegaraan tidak termasuk dalam pengertian beschikking berdasarkan Hukum Administrasi
Negara.
3) Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku
Telah disebutkan bahwa keputusan adalah hasil dari tindakan hukum pemerintahan.
Dalam negara hukum, setiap tindakan hukum pemerintah harus didasarkan pada asas legalis.
4) Bersifat konkret, Individual dan Final
Berdasarkan rangkaian norma, sebagaimana yang dikenal dalam ilmu Hukum
Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara, keputusan memiliki sifat norma hukum yang
individual-konkret dari rangkaian norma hukum yang bersifat umum-abstrak.
5) Menimbulkan Akibat Hukum
Tindakan hukum pemerintahan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu
khususnya di bidang pemerintah atau administrasi negara.
Meskipun pemerintah dapat melakukan tindakan hukum privat, namun dalam hal ini
hanya dibatasi pada tindakan pemerintahan yang bersifat publik. Berdasarkan paparan
tersebut keputusan merupakan instrument yang digunakan untuk menimbulkan akibat-akibat
hukum tertentu. Dengan kata lain, akibat hukum yang dimaksudkan adalah muncul atau
lenyapnya hak dan kewajiban bagi subjek hukum tertentu. Contoh mengenai akibat hukum
yang muncul dari dikeluarkannya keputusan adalah pengangkatan atau pemberhentian
seorang pegawai negeri berdasarkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang.
6) Seseorang atau Badan Hukum Perdata
Dalam lalu lintas pergaulan hukum khususnya dalam bidang keperdataan, dikenal istilah
subjek hukum, yaitu pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Subjek hukum ini terdiri
dari manusia dan badan hukum. Kualifikasi untuk menentukan subjek hukum adalah mampu
atau tidak mampu untuk mendukung atau memikul hak dan kewajiban hukum.

C. Macam-Macam Keputusan

Secara teoritis, dalam hukum administrasi, dikenal ada beberapa macam dan sifat keputusan,
yaitu sebagai berikut.
a) Keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif, Keputusan deklaratoir adalah
keputusan yang tidak mengubah hak dan kewajiban yang telah ada, tetapi sekadar
menyatakan hak dan kewajiban tersebut (rechtsvaststellende beschikking).
b) Keputusan yang Menguntungkan dan yang Memberi Beban, Keputusan bersifat
menguntungkan (begunstigende beschikking) artinya keputusan itu memberikan hak-hak
atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu yang tanpa adanya keputusan
itu tidak akan ada atau bila ketetapan itu memberikan keringanan beban yang ada atau
mungkin ada.
c) Keputusan Eenmalig dan keputusan yang Permanen Keputusan eenmalig adalah
keputusan yang hanya berlaku sekali atau atau keputusan sepintas lalu, yang dalam istilah
lain disebut keputusan yang bersifat kilat (vluctige beschikking) seperti IMB atau izin
untuk mengadakan rapat umum, sedangkan keputusan permanen adalah keputusan yang
memiliki masa berlaku yang relatif lama.
d) Keputusan yang Bebas dan Keputusan yang Terikat Keputusan yang bersifat bebas
adalah keputusan yang didasarkan pada kewenangan bebas (vrije beveogdheid) atau
kebebasan bertindak yang dimiliki oleh pejabat tata usaha Negara baik dalam bentuk
kebebasan maupun kebebasan interpretasi, sementara itu, ketetapan yang terikat adalah
ketetapan yang didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang bersifat mengikat
(geboden bevoegheid),
e) Keputusan Positif dan Keputusan Negatif Keputusan positif adalah keputusan yang
menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai keputusan, sedangkan keputusan
negatif adalah keputusan yang tidak menimbulkan perubahan keadaan hukum yang telah
ada.
f) Keputusan Perorangan dan Kebendaan Keputusan perorangan (personlijk beschikking)
adalah keputusan yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi orang tertentu atau
keputusan yang berkaitan dengan orang, seperti keputusan tentang pengangkatan atau
pemberhentian seseorang sebagai pegawai negeri atau sebagai pejabat Negara.

D. Syarat-Syarat Pembuatan Ketetapan

Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan ketetapan mencakup syarat material dan
syarat formal.

1. Syarat-syarat material terdiri dari berikut ini


a. Organ pemerintahan yang membuat ketetapan harus berwenang.
b. Karena ketetapan suatu pernyataan kehendak (wilsverklaring), ketetapan tidak boleh
mengandung kekurangan-kekurangan yuridis (geen juridische gebreken in de
wilsforming), seperti penipuan (bedrog), paksaan (dwang) atau suap (omkoping),
kesesatan (dwaling).
c. Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu
d. Ketetapan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan-peraturan lain,
serta isi dan tujuan ketetapan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan
dasarnya.
2. Syarat-syarat formal terdiri dari berikut ini.
a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan
berhubung dengan cara dibuatnya ketatapan harus dipenuhi.
b. Ketetapan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu.
c. Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan ketetapan itu harus dipenuhi.
d. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya
dan diumumkannya ketetapan itu harus diperhatikan.

2.4 Peraturan Kebijaksanaan

A. Freies Ermessen
Secara bahasa freies Ermessen berasal dari kata frei yang artinya bebas, lepas, tidak
terikat, dan merdeka. Freies artinya orang yang bebas, tidak terikat, dan merdeka. Sementara
itu, Emessen berarti mempertimbangkan, menilai, menduga, dan memperkirakan. Freies
Ermessen berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga, dan
mempertimbangkan sesuatu. Istilah ini kemudian secara khas digunakan dalam bidang
pemerintahan sehingga freis ermessen (diskresionare) diartikan sebagai salah satu sarana
yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi Negara untuk
melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.
Sebagai sesuatu yang lahir dari freies ermessen dan yang hanya diberikan kepada
pemerintah atau administrasi negara, kewenangan pembuatan peraturan kebijaksanaan itu
inheren pada pemerintahan (inherent aan het bestuur).

B. Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi, dan Penormaan Peraturan Kebijaksanaan

1. Pengertian Peraturan Kebijaksanaan


Menurut Philipus M. Hadjon, peraturan kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan
produk dari perbuatan tata usaha Negara yang bertujuan “naar buiten gebracht
schricftelijk beleid”, yaitu menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis. Peraturan
kebijaksanaan hanya berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas-
tugas pemerintah sehingga tidak dapat mengubah atau menyimpangi peraturan
perundang-undangan. Peraturan ini semacam hukum bayangan dari undang-undang atau
hukum. Oleh karena itu, peraturan ini disebut pula dengan istilah psudo-wetgeving
(perundang-undangan semu) atau spigelsrecht (hukum bayangan/cermin).
2. Ciri-ciri Peraturan Kebijaksanaan
Bagir Manan menyebutkan cirri-ciri peraturan kebijaksanaan sebagai berikut.
a. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan.
b. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturanperundang-undangan
tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan.
c. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang
tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat keputusan
peraturan kebijaksanaan tersebut.
d. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies ermessen dan ketiadaan
wewenang administrasi bersangkutan membuat perundang-undangan.
e. Pengujian terhadap peraturan kebijaksanaan lebih diserahkan pada doelmatigheid
sehingga batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang layak.
f. Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni
keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman, dan lain-lain, bahkan dapat
dijumpai dalam bentuk peraturan.
g. Fungsi dan Penormaan Peraturan Kebijaksanaan

Sebagaiamana pembuatan dan penerapan peraturan perundang-undangan, yaitu harus


memerhatikan beberapa persyaratan, pembuatan dan penerapan peraturan kebijaksanaan
jugaharus memerhatikan beberapa persyaratan. Menurut Indroharto, pembuatan peraturan
kebijaksanaan harus memerhatikan hal-hal sebagai berikut.

1) Ia tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung wewenang


diskresioner yang dijabarkan itu.
2) Ia tidak boleh nyata-nyata bertentangan dengan nalar yang sehat.
3) Ia harus dipersiapkan dengan cermat; semua kepentingan, keadaan-keadaan serta
alternatif-alternatif yang ada perlu dikembangkan.
4) Isi dari kebijaksanaan harus memberikan kejelasan yang cukup mengenai hak-hak
dan kewajiban-kewajiban dari warga yang terkena peraturan tersebut.
5) Tujuan-tujuan dan dasar-dasar pertimbangan mengenai kebijaksanaan yang akan
ditempuh harus jelas.
6) Ia harus memenuhi syarat kepastian hukum material, artinya hak-hak yang telah
diperoleh dari warga masyarakat yang terkena harus dihormati, kemudian juga
harapan-harapan warga yang pantas telah ditimbulkan jangan sampai diingkari.

2.5 Rencana-rencana

A. Pengertian Rencana
Berdasarkan hukum administrasi Negara, rencana merupakan bagian dari tindakan
hukum pemerintahan (bestuurrechtshandeling), suatu tindakan yang dimaksudkan untuk
menimbulkan akibat-akibat hukum. Rencana adalah keseluruhan tindakan pemerintah yang
berkesinambungan, yang mengupayakan terwujudnya suatu keadaan tertentu yang teratur.
Keseluruhan itu disusun dalam format tindakan hukum administrasi negara, sebagai tindakan
yang menimbulkan akibat-akibat hukum. Perencanaan terbagi dalam tiga kategori, yaitu
sebagai berikut.
1. Perencanaan informatif (informatieve planning)
2. Perencanaan indikatif (indicatieve planning)
3. Perencanaan operasional atau normative (operationele of normative planning)

Disamping pembagian tersebut, perencanaan juga dibagi berdasarkan waktu, tempat, bidang
hukum, sifat, metode, dan sarana. Berdasrkan waktu (naar tijd), perencanaan dibedakan dalam
rencana jangka panjang, menengah, dan pendek.

B. Unsur-unsur Rencana
Dalam perspektif hukum administrasi Negara, J.B.J.M ten Berge mengemukakan unsur-
unsur rencana sebagai berikut.
1. Schriftelijke Presentatie (gambaran tertulis)
2. Besluit of handeling (keputusan atau tindakan)
3. Bestuurorgaan (organ pemerintahan)
4. Op de toekomst gericht (ditujukan pada masa yang akan datang)
5. Planelemanten (elemen-elemen rencana)
6. Ongelijksoortig karakter (memiliki sifat yang tidak sejenis/beragam)
7. Samenhang (keterkaitan)
8. Al dan niet voor een bepaalde duur (untuk waktu tertentu)

C. Karakter Hukum Rencanateenbee


F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek mengemukakan empat pendapat tentang sifat hukum
rencana, sebagai berikut.
1. Het plan is een beschikking of bundel van beschikkingen; (rencana adalah ketetapan
atau kumpulan berbagai ketetapan).
2. Het plan is deels (bundel van) beschikking (en), deels regeling; de kaart met
toelichting is de bundel bescikkingen; de gebruiksvoorschriften hebben het karakter
van de regeling; (rencana adalah sebagian dari kumpulan ketetapan-ketetapan,
sebagian peraturan, peta dengan penjelasan adalah kumpulan keputusan-keputusan;
penggunaan peraturan memiliki sifat peraturan)
3. Het plan is een rechtsfiguur sui generis; (rencana adalah bentuk hukum tersendiri)
4. Het plan is een regelling, (rencana adalah peraturan perundang-undangan).

2.6 Perizinan

A. Pengertian Perizinan
Ateng Syarifuddin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan
halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau “Als opheffing van een algemene
verbodsregel in het concrete geval, (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam
peristiwa konkret)
Menurut Bagir Manan izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan
atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.

B. Unsur-unsur Perizinan
1. Instrumen yuridis
2. Peraturan perundang-undangan
3. Organ pemerintah
4. Peristiwa konkret
5. Prosedur dan persyaratan
6. Fungsi dan Tujuan Perizinan

Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai
pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Hal ini berarti
lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini
berarti persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam
memfungsikan izin itu sendiri.

Adapun mengenai tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret yang dihadapi

C. Bentuk dan Isi Izin


1. Organ yang berwenang
2. Yang dialamatkan
3. Dictum
4. Ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan, dan syarat-syarat
5. Pemberian alasan
6. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Instrumen pemerintahan yang dimaksud adalah yang dimaksudkan dalam hal ini adalah alat-alat
atau sarana-sarana yang digunakan oleh pemerintahan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, pemerintahan atau administrasi Negara
melakukan berbagai tindakan hukum dengan menggunakan sarana atau instrument seperti alat
tulis menulis, sarana transportasi dan komunikasi, gedung-gedung perkantoran dan lain-lain yang
masuk dalam public domain atau milik publik. Sehingga, alat-alat atau sarana-sarana yang
digunakan oleh pemerintahan dalam melaksanakan tugas-tugasnya itu ditujukan untuk
kepentingan negara, masyarakat dan mencapai tujuan kehidupan negara yang diinginkan, serta
dalam pelaksanaan tugas-tugasnya tersebut pemerintahan tidak sepenuhnya bebas sehingga
dalam pelaksanaannya terdapat aturan yang mengatur pelaksanaan pemerintahan guna
menentukan batasan-batasan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Daftar Pustaka

Ridwan, H.R. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.

Kusdarini Eny. Dasar-Dasar Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: UNY Press

Anda mungkin juga menyukai