Anda di halaman 1dari 63

Republik Indonesia

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/


Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS)

DIREKTORAT OTONOMI DAERAH


DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH
2012
BAPPENAS

LAPORAN AKHIR

KAJIAN KAPASITAS DAERAH DALAM PELAKSANAAN

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

DIREKTORAT OTONOMI DAERAH,


DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH
2012
Pengarah:
Wariki Sutikno

Tim Penyusun:
Antonius Tarigan
Daryll Ichwan Akmal
Asep Saepudin
Sudira
Taufiq Hidayat Putra
Mohammad Roudo
Ervan Arumansyah
Jayadi
Alen Ermanita
Alfia Oktivalerina
Sukarso
Perdana Nusawan
Rufita Sri Hasanah

Tim Pendukung :
Mira Berlian
Bakat Supradono
Suharyono

Diterbitkan Oleh :
Direktorat Otonomi Daerah,
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah,
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310
Telp/Fax : 021 – 31935289

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012


i
Sebagai bagian dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) utama
Kementerian PPN/Bappenas, Direktorat Otonomi Daerah, Deputi Bidang Pengembangan
Regional dan Otonomi Daerah-Bappenas, melaksanakan kegiatan pengkajian (studi) yang
pada tahun anggaran 2012 mengambil tema “Kajian Kapasitas Daerah dalam Pelaksanaan
Standar Pelayanan Minimal (SPM)”. Kegiatan ini sebagaimana berdasarkan Peraturan
Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Nomor: PER:05/M.PPN/10/2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, khususnya yang menjadi tugas
pokok dan fungsi Direktorat Otonomi Daerah.

Buku Laporan kegiatan Kajian Kapasitas Daerah dalam Pelaksanaan Standar


Pelayanan Minimal (SPM) ini disusun dengan dilatar belakangi disparitas kapasitas daerah
dalam melaksanakan pelayanan dasar di era otonomi daerah menunjukkan tingkat
kesenjangan yang cukup tinggi. Namun, di sisi lain, daerah harus tetap melaksanakan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang sama. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi perumusan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan desentralisasi dan
otonomi daerah ke depannya, berdasarkan hasil analisis terhadap isu-isu, permasalahan,
dan tantangan yang sedang dan akan dihadapi, khususnya dalam rangka peningkatan
standar pelayanan minimal di daerah.

Buku Laporan Akhir kegiatan Kajian Kualitas Belanja Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (ABPD) ini terdiri dari 5 (lima) bab yang meliputi Pendahuluan, Tinjauan
Teoretis dan Regulasi, Metode Penelitian, Hasil Pembahasan, serta bab Kesimpulan dan
Rekomendasi. Kami berharap studi ini dapat menjadi bahan masukan bagi perumusan
kebijakan strategis di bidang desentralisasi dan otonomi daerah, khusus terkait dengan
peningkatan standar pelayanan minimal di daerah.

Selain itu, kajian ini dilakukan dengan mengelaborasi isu dan permasalahan di
tingkat pusat serta dengan memperhatikan perkembangan dan aspirasi di daerah dalam
pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini karena stakeholders proses desentralisasi dan
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012
ii
otonomi daerah tidak hanya pemerintah pusat. Diharapkan hasil dari kegiatan kajian ini
dapat memberikan masukan yang bermanfaat, terutama yang berkaitan dengan analisis
dan gambaran ringkas mengenai kapasitas daerah dalam pelaksanaan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) di daerah-daerah lokasi kajian pada khususnya dan pengembangan SPM
daerah-daerah lain pada umumnya.

Kami menyadari masih terdapat beberapa kekurangan dan keterbatasan dalam hal
format/tampilan, maupun kelengkapan datanya (daerah dan waktu-time series). Namun
demikian, diharapkan laporan akhir kajian ini dapat memberikan manfaat dalam
mendukung kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ke depan. Selanjutnya kami
mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak untuk perbaikan laporan ini di
masa yang akan datang. Saran dan masukan tersebut dapat disampaikan kepada
Sekretariat Direktorat Otonomi Daerah Bappenas, Jln. Taman Suropati No. 2 Jakarta
10310; tel./fax : (021) 31935289.

Jakarta, Desember 2012


Direktur Otonomi Daerah, Bappenas

Wariki Sutikno

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012


iii
Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) di daerah masih dalam
tahap sosialisasi, sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2010 – 2014, pada tahun 2014 implementasi SPM sudah harus
memasuki tahap monitoring dan evaluasi. Dengan latar belakang seperti itu, kajian
ini menganalisis sejauhmana beberapa bidang SPM yang telah ditetapkan oleh
Kementerian/Lembaga yang bersifat workable serta seberapa besar disparitas
kemampuan daerah dalam melaksanakan SPM yang telah ditetapkan oleh
Kementerian/Lembaga dengan mengambil sampel 3 Provinsi serta 3
Kabupaten/Kota. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan aspek-
aspek yang dikaji belum menunjukkan kapasitas yang sesuai dengan proses
implementasi SPM. Dari empat aspek yang dikaji dimulai dari tahap persiapan,
pengintegrasian, persiapan pembelanjaan, dan penyampaian informasi, ternyata
belum ada satupun yang sudah dilaksanakan secara eksplisit dalam dokumen
perencanaan dan pembiayaan. Meskipun demikian, pelayanan dasar yang sudah
direncanakan dan dilaksanakan sebenarnya di ketiga lokasi kajian sudah ada yang
berjalan dengan baik pada pendidikan dasar, kesehatan, maupun lingkungan hidup.
Dalam hal ini, pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011, KUA-
PPA 2011 dan RPJMD 2009 – 2014 di masing-masing lokasi kajian sudah
mencantumkan ketiga pelayanan dasar tersebut, namun tidak secara eksplisit
merupakan pelaksanaan SPM masing-masing bidang tersebut.

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012


iv
TIM PENYUSUN .... ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ I–1


1.1. Latar Belakang ............................................................................... I–1
1.2. Tujuan dan Sasaran ........................................................................ I–2
1.3. Hasil yang Diharapkan . .................................................................. I–2
1.4. Ruang Lingkup Kegiatan ................................................................. I–2
1.5. Sistematika Penulisan ..................................................................... I–3

BAB II TINJAUAN TEORETIS DAN REGULASI ................................................. II – 1


2.1. Konsep dan Latar Belakang Penerapan SPM ................................. II – 1
2.2. Kerangka Kebijakan dan Regulasi SPM di Indonesia. ..................... II – 3

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... III – 1


3.1. Lokasi Kajian .................................................................................. III – 1
3.2. Sasaran dan Sampel Kajian ............................................................. III – 3
3.3. Fokus Kajian .................................................................................... III – 3
3.4. Instrumen Kajian/Metode Pengambilan Data................................ III – 4
3.5. Metode/Pendekatan Kajian............................................................ III – 4

BAB IV HASIL PEMBAHASAN ........................................................................ IV – 1


4.1. Deskripsi Ringkas Lokasi Kajian ...................................................... IV – 1
4.2. Kapasitas Daerah dalam Pelaksanaan SPM .................................... IV – 2
4.2.1. Kapasitas daerah dalam tahap persiapan rencana
pencapaian SPM ................................................................ IV – 2
4.2.2. Kapasitas daerah dalam pengintegrasian rencana dan
dokumen perencanaan ..................................................... IV – 8
4.2.3. Kapasitas daerah dalam pembelanjaan penerapan SPM.. IV – 9
4.2.4. Kapasitas daerah dalam tahap penyampaian informasi ... IV – 9
4.3. Pembahasan ................................................................................... IV – 9

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012


v
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................... V – 1
5.1. Kesimpulan .................................................................................... V – 1
5.2. Rekomendasi ................................................................................ V – 2

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................

LAMPIRAN ......................................................................................................

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012


vi
Halaman

Tabel 2.1. Target Pencapaian SPM dalam RPJMN 2010-2014 .............................. II – 3

Tabel 3.1. Lokasi Kajian ......................................................................................... III – 1

Tabel 3.2. Sasaran dan Informen Kajian ................................................................ III – 3

Tabel 4.1. Deskripsi Lokasi Kajian .......................................................................... IV – 1

Tabel 4.2. Hasil FGD dan Wawancara di Kabupaten Pontianak ............................ IV – 2

Tabel 4.3. Hasil FGD dan Wawancara di Kota Padang .......................................... IV – 3

Tabel 4.4. Hasil FGD dan Wawancara di Kota Salatiga.......................................... IV – 4

Halaman
Gambar 2.1. Mekanisme Pengintegrasian SPM ke dalam Dokumen Perencanaan
Daerah ............................................................................................. II – 5

Gambar 2.2. Mekanisme Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD .......................... II – 6

Gambar 2.3. Mekanisme Sistem Pengelolaan Data dan Informasi SPM ................ II – 7

Gambar 2.4. Skema Pelaksanaan SPM di daerah ................................................... II – 8

Gambar 3.1. Profil Keuangan Daerah Sampel Kajian.............................................. III – 2

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012


vii
BAB
PENDAHULUAN
1

1.1. Latar Belakang

Pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, sebagaimana Undang-


Undang No. 22 Tahun 1000 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian
disempurnakan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, telah memunculkan berbagai permasalahan dan tantangan baru. Praktik otonomi
daerah yang sudah berjkalan tidak menjamin pemerintah daerah mampu memberikan
pelayanan publik yang berkualitas kepada masyarakat. Kesiapan daerah untuk
melaksanakan tugas pelayanan ini yang telah dilimpahkan relatif terbatas. Naik dari segi
sumberdaya aparatur, kelembagaan, maupun keuangannya. Koordinasi dengan pusat
untuk melaksanakan urusan yang bersifat concurrent pun masih belum
diimplementasikan secara optimal.

Menyikapi kondisi obyektif tersebut dirasa perlu adanya upaya untuk membuat
sebuah standard untuk penyampaian pelayanan ini. Pemerintah saat ini sedang mencoba
memfokuskan pada penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di masing-masing
Kementerian/Lembaga yang dikategorikan menangani urusan wajib berdasarkan PP No.
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Dalam PP tersebut jelas diatur
bahwa 26 urusan wajib pemerintah harus dijabarkan melalui SPM. Penetapan dan
penerapan SPM ini sudah ditargetkan secara khusus pencapaiannya dalam prioritas
nasional 1 RPJMN 2010 – 2014 tentang Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola. Dalam
prioritas nasional ini, ditargetkan 5 SPM harus diterapkan didaerah pada tahun 2010 dan
penerapan 10 SPM pada tahun 2011.

Berdasarkan gambaran kondisi di atas, untuk melihat sejauh mana SPM ini dapat
diimplementasikan oleh daerah maka pada tahun 2012 Direktorat Otonomi Daerah
memunculkan inisiasi untuk melakukan kajian terkait dengan kapasitas daerah dalam
melaksanakan Standar Pelayanan Minimal yang sudah ditetapkan oleh beberapa

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 I-1


Kementerian/Lembaga. Kajian ini penting untuk dilaksanakan mengingat disparitas
kapasitas daerah dalam melaksanakan pelayanan dasar di era otonomi daerah
menunjukkan kesenjangan yang cukup tinggi. Di sisi lain, daerah harus tetap
melaksanakan SPM yang sama. Oleh karena itu, kajian ini mencoba untuk menganalisis
bagaimana kapasitas daerah dalam pelaksanaan SPM.

1.2. Tujuan Dan Sasaran

TUJUAN dari Kajian tentang kapasitas daerah dalam melaksanakan Standar


Pelayanan Minimal (SPM) adalah :
1. Mengkaji sampai sejauhmana beberapa SPM yang telah ditetapkan oleh K/L yang
bersifat workable.
2. Melihat disparitas kemampuan daerah dalam melaksanakan Standar Pelayanan
Minimal yang telah ditetapkan oleh K/L

Ada pun SASARAN yang hendak dicapai, yaitu:


1. Teridentifikasinya kekuatan dan kelemahan dari SPM yang telah ditetapkan oleh
masing-masing K/L
2. Teridentifikasinya disparitas kemampuan daerah dalam melaksanakan SPM
3. Teridentifikasinya faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi SPM di
daerah

1.3. Hasil Yang Diharapkan

Dari hasil kajian ini diharapkan dapat diperoleh hasil analisis dari kapasitas daerah
dalam melaksanakan SPM selama ini.

1.4. Ruang Lingkup Kajian


Kajian ini meliputi beberapa kegiatan, yaitu:
a. inventarisasi data di tingkat pusat;
b. diskusi intern tim kajian;
c. pengambilan data di daerah sample kajian dengan daftar pertanyaan yang didukung
wawancara, FGD dan analisis dokumen;

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 I-2


d. FGD di tingkat pusat;
e. Seminar hasil kajian;
Ruang lingkup bidang SPM dan lokasi yang menjadi sampel Kajian ini adalah :
a. SPM Pendidikan
b. SPM Kesehatan
c. SPM PU
Adapun lokasi kajian yang dipilih secara acak ini adalah:
1) Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat
2) Kota salatiga, Provinsi Jawa Tengah
3) Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat

1.5. Sistematika Penulisan


Laporan kajian ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut. Pada bab pertama,
dijelaskan mengenai latar belakang dan tujuan, dan ruang lingkup dari kajian ini. Pada bab
selanjutnya, bab kedua, diuraikan tinjauan pustaka yang menjadi dasar konseptual bagi
kajian ini. Pada bab tiga dijelaskan metodologi yang dipakai dalam melakukan kajian ini.
Sedangkan pada bab keempat diuraikan hasil kajian lapangan, yang terdiri dari deskripsi
lokasi, deskripsi SPM dan deskripsi focus kajian, yaitu pelaksanaan SPM di daerah sample
penelitian. Akhirnya pada bab lima diuraikan kesimpulan kajian dan rekomendasi bagi
kebijakan tentang SPM selanjutnya.

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 I-3


BAB
TINJAUAN TEORITIS DAN REGULASI
2

2.1 Konsep Dan Latar Belakang Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Sejak dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah terjadi


perubahan besar pada sistem pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan yang
sebelumnya terpusat (sentralistis) bergeser menjadi desentralistis dimana seluruh urusan
diserahkan kepada pemerintah daerah kecuali 6 kewenangan mutlak pemerintah pusat
yaitu dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal
nasional dan agama. Tujuan utama dari kerangka desentralisasi yang termuat juga dalam
UU No. 22 Tahun 1999 diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat,
serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip desentralisasi ini mempertimbangkan fakta bahwa
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak dapat
diselenggarakan secara sentralistis mengingat kondisi geografis, kompleksitas
perkembangan masyarakat dan keanekaragaman daerah, kemajemukan struktur sosial
dan budaya lokal, peluang dan tantangan persaingan global serta adanya tuntutan
demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

UU No. 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 karena
dianggap terlalu cepat untuk memberikan kewenangan yang seluas-luasnya pada
Kabupaten/Kota. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dibagi
pembagian urusan yang terdiri dari urusan mutlak dan urusan bersama (concurrent)
antara Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Urusan bersama tersebut dibagi lagi
menjadi urusan wajib dan pilihan. Dalam upaya meningkatkan pelayanan publik yang
dapat dijangkau oleh masyarakat, semua aspek/sektor dalam urusan wajib yang
dikategorikan sebagai pelayanan dasar harus disusun Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 1


sebagai acuan standar kuantitas dan kualitas pelayanan yang harus diberikan kepada
masyarakat. Standar Pelayanan Minimal diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65
Tahun 2005 yang memuat ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Rencana pencapaian SPM di daerah mengacu pada batas waktu pencapaian SPM secara
Nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. SPM dalam pelaksanaannnya ditujukkan
untuk meningkatkan pelayanan publik di era desentralisasi sangat memegang peranan
penting dan juga sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Oentarto, dkk
(2007) menyatakan bahwa SPM memiliki nilai yang sangat strategis baik bagi pemerintah
maupun masyarakat.1 Munculnya SPM memungkinkan bagi Pemerintah Daerah untuk
melakukan kegiatannya secara “lebih terukur”. SPM dapat dijadikan tolak ukur
(benchmark) dalam penetuan biaya yang diperlukan untuk membiayai penyediaan
pelayanan. Adapun yang dimaksud dengan tolak ukur penyedia layanan ialah kondisi
optimal yang dapat dicapai oleh penyedia layanan (dalam hal ini adalah pemerintah
daerah) yang ditentukan oleh sumber daya yang dimiliki, seperti sumber daya manusia,
pembiayaan serta sumber daya pendukung lainnya. Selain itu, dengan adanya SPM yang
disertai tolok ukur pencapaian kinerja yang logis dan riil akan memudahkan bagi
masyarakat untuk memantau kinerja aparatnya, sebagai salah satu unsur terciptanya
penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Konsep penerapan Standar Pelayanan Minimal ini sangat berkaitan erat dengan
konsep manajemen kinerja dimana hal tersebut terkait dengan sebuah sistem yang
terintegrasi dan mendukung dalam pengambilan keputusan, peningkatan kualitas
pelayanan dan pelaporan. Sejalan dengan hal itu, Rogers (1990:17) menyatakan bahwa
manajemen kinerja merupakan sebuah kesatuan perencanaan dan prosedur yang
menydiakan hubungan antara masing-masing individu dan strategi dalam organisasi
tersebut untuk mencpai tujuan yang diinginkan.2 Terkait dengan konsep manajemen
kinerja tersebut, maka dalam pencapaian standar pelayanan minimal untuk jangka waktu
tertentu ditentukan berdasarkan batas awal pelayanan (baseline) dan target pelayanan
yang akan dicapai.

1
Oentarto, dkk. 2004. Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan. Jakarta: Samitra Media Utama.
2
Rogers, Steve. 1990. Performance Management in Local Government. Great Britania: Longman
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 2
2.2 Kerangka Kebijakan Dan Regulasi Standar Pelayanan Minimal di Indonesia

Target pencapaian SPM tertuang dalam Rencana Panjang Jangka Menengah


Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014. SPM dalam RPJMN 2010 - 2014 merupakan salah
satu bagian dari prioritas pertama dari 11 prioritas nasional, yaitu reformasi birokrasi dan
tata kelola. Prioritas reformasi birokrasi dan tata kelola menginginkan terjadinya
pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih baik melalui terobosan kinerja secara
terpadu, penuh integritas, akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan
transparan. Hal itu kemudian didukung dengan peningkatan kualitas pelayanan publik
yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di daerah, kapasitas
pegawai pemerintah yang memadai dan data kependudukan yang baik.

Tabel 2.1. Target Pencapaian Standar Pelayanan Minimal dalam RPJMN 2010 - 2014

Target Capaian
Sasaran Indikator
2010 2011 2012 2013 2014

Tersusunnya SPM bidang


lain yang belum
Penetapan jumlah SPM 13 SPM 15 SPM
diterbitkan sampai akhir
2009

Jumlah Penerapan SPM


5 SPM 10 SPM 15 SPM

Meningkatnya jumlah bidang SPM yang 15


implementasi Urusan dimonitor penerapannya Bidang
Pemerintahan Daerah SPM
dan Standar Pelayanan jumlah bidang SPM yang
Minimal (SPM) di daerah telah dievaluasi 15
penerapannya Bidang
SPM

Sumber: Matriks Buku 1 RPJMN 2010 – 2014

Pada tahun 2012, sebanyak 15 SPM telah tersusun diantaranya adalah SPM bidang
kesehatan, lingkungan hidup, pemerintahan dalam negeri, sosial, perumahan,
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga
sejahtera, pendidikan, ketahanan pangan, ketenagakerjaan, pekerjaan umum, kesenian,
komunikasi dan informatika, perhubungan dan penanaman modal. Peraturan terkait
dengan indikator dan target pencapaian SPM dituangkan dalam Paraturan Menteri
masing-masing bidang SPM. Besaran dan batas waktu pencapaian SPM ditetapkan oleh
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 3
masing-masing Kementerian/Lembaga yang menjadi salah satu acuan bagi pemerintah
daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan daerah.

Dalam PP 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar


Pelayanan Minimal (SPM) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dalam menentukan
rencana pencapaian dan penerapan SPM mempertimbangkan kondisi awal tingkat
pencapaian pelayanan dasar, target pelayanan dasar yang akan dicapai, dan kemampuan,
potensi, kondisi, karakteristik, prioritas daerah dan komitmen nasional. Rencana
pencapaian SPM di daerah mengacu pada batas waktu pencapaian SPM dengan
memperhatikan analisis kemampuan dan potensi daerah, dan dilaksanakan secara
bertahap berdasarkan kebutuhan daerah. Kemampuan dan potensi daerah meliputi
kepegawaian, kelembagaan, kebijakan, sarana dan prasarana, keuangan, sumber daya
alam dan partisipasi swasta/masyarakat. Faktor kemampuan dan potensi daerah
sebagaimana dimaksud di atas digunakan untuk menganalisis penentuan status awal
terkini dari pencapaian pelayanan dasar di daerah, perbandingan antara status awal
dengan target pencapaian dan batas waktu pencapaian SPM yang ditetapkan oleh
pemerintah, perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM, analisis standar
belanja kegiatan terkait SPM, satuan harga kegiatan, perkiraan kemampuan keuangan
dan pendekatan penyediaan pelayanan dasar yang memaksimalkan sumber daya daerah.

Permendagri No 79/2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian


Standar Pelayanan Minimal telah mengatur penerapan standar pelayanan minimal di
daerah dimana harus melalui 4 tahapan, yaitu:

1. Persiapan rencana pencapaian SPM. Dalam tahap ini, pemerintah daerah


menentukan rencana pencapaian dan penerapan SPM dengan mempertimbangkan
kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar; target pelayanan dasar yang akan
dicapai; dan kemampuan, potensi, kondisi, karakteristik, prioritas daerah dan
komitmen nasional. Untuk menentukan gambaran kondisi awal rencana pencapaian
dan penerapan SPM, Pemerintah Daerah wajib menyusun, mengkaji dan menganalisis
database profil pelayanan dasar. Selanjutnya, rencana pencapaian SPM dan target
tahunan menjadi dasar untuk dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan (RPJMD,
Renstra SKPD, RKPD, Renja SKPD).

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 4


2. Pengintegrasian rencana SPM dalam dokumen perencanaan. Pemerintah daerah
dalam menyusun rencana pencapaian SPM dituangkan dalam RPJMD dan dijabarkan
dalam target tahunan pencapaian SPM. Kemudian, rencana pencapaian SPM menjadi
salah satu faktor dalam menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafond
Anggaran (PPA).

Gambar 2.1. Mekanisme Pengintegrasian Standar Pelayanan Minimal ke


dalam Dokumen Perencanaan Daerah
Analisis keuangan Kondisi Umum Daerah
SPM
& kondisi umum
1. Urusan pemerintahan
daerah
kewenangan daerah
2. Faktor geografis
3. Perekonomian daerah
4. Kondisi sosial dan
Menjadi
budaya
Renja - SKPD acuan dalam
5. Prasarana dan sarana
penyusunan
6. Pemerintahan umum
RKA - SKPD
RKPD 7. Prestasi kerja
Rancangan RPJMD pelayanan publik
Renja – SKPD berbasis SPM
Penetapan 1. Strategi
1. Visi, misi & tujuan Perda tentang pembangunan
2. Strategi & kebijakan RPJMD daerah
3. Program indikasi 2. Arah kebijakan
kegiatan, prestasi keuangan daerah
kerja berbasis SPM 3. Program
prioritas daerah

3. Mempersiapkan mekanisme pembelanjaan penerapan SPM dan perencanaan


pembiayaan SPM. Nota kesepakatan tentang KUA dan PPA yang disepakati
bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD wajib memuat target
pencapaian dan penerapan SPM. Nota kesepakatan tersebut menjadi dasar dalam
penyusunan RKS-SKPD dengan menggunakan pendektan kerangka pengeluaran
jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran tahunan
berdasarkan tingkat prestasi kerja yang mengacu pada rencana pencapaian dan
penerapan SPM.

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 5


Gambar 2.2. Mekanisme Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD

4. Penyampaian informasi rencana dan realisasi pencapaian target tahunan SPM.


Rencana pencapaian target tahunan SPM dan realisasinya merupakan bagian dari
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD). Rencana pencapaian target
tahunan SPM dan realisasinya sebaiknya dipublikasikan kepada masyarakat.

Gambar 2.3. Mekanisme Sistem Pengelolaan Data dan Informasi SPM

Kementerian terkait
bidang SPM

Badan/dinas terkait Badan/dinas terkait Pemda


bidang SPM Propinsi bidang SPM Kab/Kota Kabupaten/Kota
(Bupati/Walikota)

Tingkat
Kabupaten/kota

Unit pelayanan Unit pelayanan Unit pelayanan Unit pelayanan Unit pelayanan

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 6


Berdasarkan uraian tersebut di muka, maka proses implementasi penerapan SPM
meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut. Tahap pertama yaitu tahap persiapan rencana
pencapaian SPM. Tahap ini pemerintah daerah menentukan rencana pencapaian
pelayanan dasar, target pelayanan dasar yang akan dicapai, kemampuan dan potensi
serta karakteristik daerah. Tahap berikutnya adalah pengintergrasian rencana SPM dalam
dokumen perencanaan. Dalam tahap ini pemerintah daerah menyusun rencana
pencapaian SPM dan dituangkan dalam RPJMD serta dijabarkan target pencapaian SPM
tahunan. Tahap ketiga adalah mempersiapkan mekanisme pembelanjaan penerapan SPM
dan rencana pembiayaan SPM. Target pencapaian dan penerapan SPM dimuat dalam
nota kesepakatan tentang KUA-PPA antara kepala daerah dan pimpinan DPRD. Tahap
selanjutnya, terakhir, adalah penyampaian informasi rencana dan realisasi target tahunan
SPM dalam Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) dan dipublikasikan
kepada masyarakat.

Dengan demikian, kapasitas dearah dalam penerapan SPM adalah kemampuan


daerah dalam melaksanakan tahapan-tahapan dalam penerapan SPM tersebut.
Bagaimana pemerintah daerah dalam mempersiapkan rencana pencapaian SMP yang
meliputi penentuan rencana pencapaian pelayanan dasar, target pelayanan dassar, dan
identifikasi kemampuan, potensi, dan karakteristik daerah. Selanjutnya bagaimana
pemerintah daerah mengintegrasikan rencana pencapaian target SMP ke dalam dokumen
perencanaan, dala hal ini, APBD dan RPJMD. Kemudian pada tahap berikutnya,
bagaimana pemerintah daerah mempersiapkan mekanisme pendanaannya, dan terakhir,
bagaimana pemerintah daerah menyampaikan informasi rencana target dan
pencapaiannya kepada pihak lain, terutama masyarakat.

Dalam hal ini rangkaian proses penerapan SPM di daerah sebagai kerangka
pemikiran dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut.

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 7


Gambar 2.4. Skema Pelaksanaan SPM di Daerah

Tahap Persiapan Rencana Pencapaian SPM


a. Penentuan rencana pencapaian pelayanan dasar,
b. Penentuan target pelayanan dasar yang akan dicapai serta
c. idendifikasi kemampuan, potensi, dan karakteristik daerah

Tahap Pengintegrasian Rencana SPM dalam Dokumen Perencanaan

Tahap Persiapan Mekanisme Pembelanjaan Penerapan SPM

Tahap Penyampaian Informasi Rencana dan Realisasi Target Tahunan SPM

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 8


BAB
METODE PENELITIAN
3

3.1. Lokasi Kajian

Lokasi kajian ditentukan dengan pertimbangan proporsi besaran APBD dan


representasi (secara random) tiga wilayah dari enam wilayah (Sumatera, Jawa dan
Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan NTT, serta Papua), maka didapat tiga
wilayah, yaitu Wilayah Sumatera, Wilayah Jawa, dan Wilayah Kalimantan. Dari masing-
masing wilayah tersebut diambil sampel lokasi provinsi secara random didapat Provinsi
Sumatera Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Kalimantan Barat. Dari masing-
masing provinsi diambil secara purposif masing-masing satu darah kabupaten/kota
dengan pertimbangan nilai APBD terbesar atau terkecil. Masing-masing lokasi yang
terpilih adalah Kota Padang untuk Provinsi Sumatera Barat, Kota Salatiga untuk Provinsi
Jawa Tengah, dan Kabupaten Pontianak untuk provinsi Kalimantan Barat. Lokasi kajian
terpilih ini dapat diperiksa pada tabel berikut ini

Tabel 3.1. Lokasi Kajian

No. Provinsi Kabupaten/Kota Keterangan


1. Sumatera Barat Kota Padang APBD besar
2. Jawa Tengah Kota Salatiga APBD kecil
3. Kalimantan Barat Kabupaten Pontianak APBD kecil

Dengan pertimbangan besarnya APBD dan atau PAD serta karakteristik wilayah,
maka lokasi kajian ini secara random dipilih tiga Kabupaten/Kota pada tiga provinsi yang
berbeda. Provinsi Jawa Tengah, dipilih Kota Salatiga, Provinsi Kalimantan Barat, dipilih
Kabupaten Pontianak, dan Provinsi Sumatera Barat dipilih Kota Padang. Kota Salatiga
mewakili wilayah kota yang kecil dengan APBD relatif kecil, Kabupaten Pontianak

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012


III - 1
mewakili wilayah kabupaten yang luas dengan katerbatasan APBD, dan Kota Padang
mewakili wilayah perkotaan yang relatif besar dengan APBD yang relatif cukup tinggi.

Gambar 3.1. Profil Keuangan Daerah Sampel Kajian

KEMENTERIAN PPN/
Profil Keuangan Daerah Provinsi Jawa Tengah
BAPPENAS

PAD, Dana Perimbangan, DBH, DAU, DAK dan Total Pendapatan Tahun
2011 Seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah

1,800,000

1,600,000

1,400,000

1,200,000

1,000,000
PAD

800,000 Dana Perimbangan

Dana bagi hasil pajak/bagi hasil


600,000 bukan pajak
Dana alokasi umum
400,000
Dana alokasi khusus

200,000

Kab. Pemalang

Kota Tegal
Kab. Karanganyar
Kab. Banyumas

Kab. Cilacap

Kab. Pekalongan

Kab. Sukoharjo
Kab. Tegal
Kab. Banjarnegara

Kab. Batang

Kab. Demak

Kota Surakarta
Kab. Grobogan

Kab. Magelang

Kota Semarang
Kab. Kebumen
Kab. Kendal

Kab. Temanggung
Kab. Wonogiri

Kota Pekalongan
Kota Salatiga
Kab. Boyolali
Kab. Brebes

Kab. Purbalingga

Kab. Semarang
Kab. Sragen

Kota Magelang
Kab. Klaten

Kab. Pati

Kab. Purworejo
Kab. Rembang

Kab. Wonosobo
Kab. Jepara

Kab. Kudus
Kab. Blora

15

Profil Keuangan Daerah Provinsi Kalimantan


KEMENTERIAN PPN/
BAPPENAS Barat
PAD, Dana Perimbangan, DBH, DAU, DAK dan Total Pendapatan Tahun
2011 Seluruh Kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat
1,000,000

900,000

800,000

700,000

600,000
PAD
500,000
Dana Perimbangan

400,000 Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak


Dana alokasi umum
300,000 Dana alokasi khusus
Total Pendapatan
200,000

100,000

17

Profil Keuangan Daerah Provinsi Sumatera


KEMENTERIAN PPN/
BAPPENAS Barat
PAD, Dana Perimbangan, DBH, DAU, DAK dan Total Pendapatan Tahun
2011 Seluruh Kabupaten di Provinsi Padang

1,200,000

1,000,000

800,000
PAD

600,000
Dana Perimbangan

400,000
Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan
pajak
200,000 Dana alokasi umum

- Dana alokasi khusus


Kota Payakumbuh

Kota Pariaman
Kab. Padang Pariaman
Kab. Pasaman

Kota Sawahlunto
Kab. Agam

Kab. Pasaman Barat


Kab. Dharmasraya
Kab. Tanah Datar

Kota Padang

Kota Solok
Kab. Kepulauan Mentawai

Kota Padang Panjang

Kab. Solok Selatan


Kab. Limapuluh Kota

Kab. Pesisir Selatan

Kota Bukit Tinggi


Kab. Sijunjung
Kab. Solok

Total Pendapatan

13

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012


III - 2
3.2. Sasaran dan Sampel Kajian

Sasaran kajian ini adalah semua stakeholders dalam proses pelaksanaan SPM di
masing-masing lokasi kajian. Sasaran ini meliputi Bappeda dan Sekda masing-masing
lokasi kajian. Sedangkan Sampel dalam kajian ini ditentukan secara purposif, yaitu bagian
atau orang yang paling mengetahui proses pelaksanaan SPM di masing-masing lokasi
sasaran kajian. Dengan metode purposif, sampel dalam kajian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2. Sasaran dan Informen Kajian

No. Sasaran Informen


1. Sekretariat Daerah Sekda/Assekda
Kepala Bagian Organisasi
2. Bappeda Ketua/Sekretaris/Kabid
3. SKPD Dinas Pendidikan
Dinas Kesehatan
Dinas Pekerjaan Umum
Kantor/Biro Statistik
Dinas Lingkungan Hidup
Dinas lainnya terkait.

3.3. Fokus Kajian

Sebagaimana telah diuraikan di Tinjauan Pustaka tentang penerapan SPM di


daerah di muka, maka fokus dalam kajian ini adalah sebagai berikut.
1) Tahap Persiapan Rencana Pencapaian SPM, dengan aspek-aspek:
a. Penentuan rencana pencapaian rencana pelayanan dasar,
b. Penentuan target pelayanan dasar yang akan dicapai serta
c. Idendifikasi kemampuan, potensi, dan karakteristik daerah
2) Tahap Pengintegrasian Rencana SPM dalam Dokumen Perencanaan (RPJMD)
3) Tahap Persiapan Mekanisme Pembelanjaan Penerapan SPM (KUA-PPA)
4) Tahap Penyampaian Informasi Rencana dan Realisasi Target Tahunan SPM

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012


III - 3
3.4. Instrumen Kajian/Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data dalam kajian ini adalah:


1) Wawancara mendalam dengan informan di masing-masing lokasi kajian;
2) Pengisian Daftar Pertanyaan berkaitan dengan pelaksanaan SPM;
3) Analisis dokumen yang relevan dengan focus kajian, meliputi laporan-laporan yang
berkaitan dengan pelaksanaan SPM, APBD, RPJMD, dan dokumen lainnya yang
relevan.

3.5. Metode/Pendekatan Kajian


Sedangkan metode atau pendekatan kajian ini adalah :
1) Pendekatan Kajian
Kajian ini menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu bahwa hasil kajian ini terutama
mewakili lokasi kajian dan jika kondisi dianggap sama maka hasil kajian ini dapat
digeneralisasikan bagi daerah-daerah lainnya yang dianggap sama tersebut.

2) Tekhnik Analisis Data yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif, baik
kuantitatif maupun kualitatif.

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012


III - 4
BAB
HASIL PEMBAHASAN
4

4.1. Deskripsi Ringkas Lokasi Kajian

Tabel 4.1. Deskripsi Lokasi Kajian


Kabupaten Kota Padang Kota salatiga
Pontianak

No. Kondisi

1. Luas Wilayah 1.276,90 km2 694,96 km2 56,78 km2


2. Jumlah Penduduk (2010) 217.908 jiwa 833.362 jiwa 174.234 jiwa
4. APBD (2011, rupiah) 500-an Milyard 1,03 Trilyun 500-an Milyard
a. PAD 15.199,01 120.926,26 61.746,85
b. DAU 313.155 632.117,46 262.810,28
c. DAK 38.748 43.515,50 23.541,40
5. Sumberdaya Manusia 234.021 833.562 174.234
a. Jumlah PNS 5.662 1.593 4.054
b. Rata-rata Pendidikan (mode) SMA SMA/Sarjana SMA/Sarjana
6. Struktur (Pola)
a. Jumlah Dinas 13 18 10
b. Jumlah Badan, Kantor, dll. 12 14 11
lemtekda

Dari deskripsi ringkas lokasi kajian tersebut di atas, nampak bahwa Kota Padang
merupakan representasi dari kota yang nilai APBD-nya relatif tinggi dengan penduduk
yang relatif padat dan luas wilayah yang relatif terbatas. Sedangkan Kota Salatiga
merupakan representasi daerah perkotaan yang relatif kecil wilayahnya dengan APBD dan
penduduk yang relatif kecil juga. Adapun Kabupaten Pontianak, tipikal untuk daerah di
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 1
Indonesia Bagian Timur, merupakan representasi daerah yang luas dengan penduduk
yang jarang dan APBD yang relatif kecil sekali. Karakteristik ini dapat digunakan untuk
upaya generalisasi hasil kajian ini.

4.2. Kapasitas Daerah Dalam Pelaksanaan SPM

4.2.1. Kapasitas daerah dalam tahap persiapan rencana pencapaian SPM

a. Pemahaman tentang SPM

Dalam sub-aspek ini, dari hasil wawancara dan FGD ternyata ketiga daerah sampel
kajian ini menunjukkan bahwa pada umumnya informan di daerah sebagian besar masih
belum memahami benar tentang apa itu SPM. Sosialisasi yang diterima daerah dari
provinsi dan kementerian terkait masih sangat terbatas. Oleh karena itu, masing-masing
instansi di daerah sampel kajian juga belum intens melakukan sosialisasi kepada segenap
staf pemerintah daerah yang relevan dengan pelaksanaan pelayanan dasar. Tebel-tabel
berikut ini dapat diperiksa hasil FGD dan wawancara dengan informan di masing-masing
lokasi kajian.
Tabel 4.2. Hasil FGD dan Wawancara di Kabupaten Potianak

No. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup


Proses Pada umumnya SPM baru dilaksanakan secara signifikan pada bidang
1.
Pelaksanaan SPM kesehatan dan sebagian pendidikan dasar, sedangkan yang lainnya
pada bidang- masih belum jelas sosialisasi dan pelaksanan SPM-nya.
bidang terpilih:
Persiapan dan Sudah, oleh dinas Sudah, oleh dinas Belum
a
sosialisasi internal kesehatan (langsung) pendidikan
Pemda
Pelaksanaan SPM Sudah Sebagian besar Belum
b
belum
Monitoring dan Sudah Sebagian besar Belum
c
evaluasi belum
Persepsi daerah Pada umumnya daerah mempunyai persepsi tentang kemampuan
2.
tentang organisasinya masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SPM,
kemampuan kecuali untuk dinas kesehatan yang selama ini sudah cukup mempu
organisasinya melaksanakan SPM karena adanya intensitas komunikasi dengan
dalam Kemenkes di pusat.
pelaksanaan SPM

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 2


No. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup
Tentang Cukup baik Kurang Kurang
a
kemampuan SDM
b Tentang Cukup baik Kurang Kurang
kemampuan
Organisasional
(SOTK)
c Tentang Cukup baik Kurang Kurang
kewenangan dan
tupoksi
3. Persepsi daerah Pada umumnya, Pemda mempunyai persepsi bahwa kemampuan
tentang financial masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SSPM
kemampuan
finansialnya
dalam
pelaksanaan SPM
a Tentang PAD Kurang Kurang Kurang
b Tentang APBD Kurang Kurang Kurang
c Tentang otonomi Kurang Kurang Kurang
keuangan unit
Pemda

Tabel 4.3. Hasil FGD dan Wawancara di Kabupaten Kota Padang

No. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup


1. Proses Pada umumnya SPM baru dilaksanakan secara signifikan pada bidang
Pelaksanaan SPM kesehatan dan sebagian pendidikan dasar, sedangkan yang lainnya
pada bidang- masih belum jelas sosialisasi dan pelaksanan SPM-nya.
bidang terpilih:
a Persiapan dan Sudah, oleh dinas Sudah, oleh dinas Belum
sosialisasi internal kesehatan (langsung) pendidikan
Pemda
b Pelaksanaan SPM Sudah Sebagian besar Belum
belum
c Monitoring dan Sudah Sebagian besar Belum
evaluasi belum
2. Persepsi daerah Pada umumnya daerah mempunyai persepsi tentang kemampuan
tentang organisasinya masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SPM,
kemampuan kecuali untuk dinas kesehatan yang selama ini sudah cukup mempu
organisasinya melaksanakan SPM karena adanya intensitas komunikasi dengan
dalam Kemenkes di pusat.
pelaksanaan SPM

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 3


No. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup
a Tentang Cukup baik Kurang Kurang
kemampuan SDM
b Tentang Cukup baik Kurang Kurang
kemampuan
Organisasional
(SOTK)
c Tentang Cukup baik Kurang Kurang
kewenangan dan
tupoksi
3. Persepsi daerah Pada umumnya, Pemda mempunyai persepsi bahwa kemampuan
tentang financial masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SSPM
kemampuan
finansialnya
dalam
pelaksanaan SPM
a Tentang PAD Kurang Kurang Kurang
b Tentang APBD Kurang Kurang Kurang
c Tentang otonomi Kurang Kurang Kurang
keuangan unit
Pemda

Tabel 4.4. Hasil FGD dan Wawancara di Kota Salatiga

No. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup


1. Proses Pada umumnya SPM baru dilaksanakan secara signifikan pada bidang
Pelaksanaan SPM kesehatan dan sebagian pendidikan dasar, sedangkan yang lainnya
pada bidang- masih belum jelas sosialisasi dan pelaksanan SPM-nya.
bidang terpilih:
a Persiapan dan Sudah, oleh dinas Sudah, oleh dinas Belum
sosialisasi internal kesehatan (langsung) pendidikan
Pemda
b Pelaksanaan SPM Sudah Sebagian besar Belum
belum
c Monitoring dan Sudah Sebagian besar Belum
evaluasi belum
2. Persepsi daerah Pada umumnya daerah mempunyai persepsi tentang kemampuan
tentang organisasinya masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SPM,
kemampuan kecuali untuk dinas kesehatan yang selama ini sudah cukup mempu
organisasinya melaksanakan SPM karena adanya intensitas komunikasi dengan
dalam pelaksanaan Kemenkes di pusat.
SPM

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 4


No. Indikator Kesehatan Pendidikan dasar Lingkungan hidup
a Tentang Cukup baik Kurang Kurang
kemampuan SDM
b Tentang Cukup baik Kurang Kurang
kemampuan
Organisasional
(SOTK)
c Tentang Cukup baik Kurang Kurang
kewenangan dan
tupoksi
3. Persepsi daerah Pada umumnya, Pemda mempunyai persepsi bahwa kemampuan
tentang financial masih kurang atau lemah dalam melaksanakan SSPM
kemampuan
finansialnya dalam
pelaksanaan SPM
a Tentang PAD Kurang Kurang Kurang
b Tentang APBD Kurang Kurang Kurang
c Tentang otonomi Kurang Kurang Kurang
keuangan unit
Pemda

b. Rencana pencapaian pelayanan dasar


Pada sub-aspek rencana pelayanan dasar ini dapat diketahui dari APBD, terutama
KUA-PPA, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di masing-masing lokasi
kajian.

(a) Kabupaten Pontianak


Di Kabupaten Pontianak, rencana pencapaian pelayanan dasar sudah ada di dalam
KUA-PPA dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2011 untuk
pelayanan pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup. Meskipun demikian,
format dan rincian target masing-masing bidang layanan belum secara eksplisit
ditetapkan dengan format SPM.

(b) Kota Padang


Seperti di Kabupaten Pontianak, di Kota Padang juga terdapat rencana pencapaian
pelayanan dasar pada KUA-PPA dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah 2011 untuk pelayanan pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup.
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 5
Namun juga, format dan rincian target masing-masing bidang layanan belum
secara eksplisit ditetapkan dengan format SPM.

(c) Kota Salatiga


Seperti di Kabupaten Pontianak dan Kota Padang, Kota Salatiga juga mempunyai
rencana pencapaian pelayanan dasar pada KUA-PPA dan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah 2011 untuk pelayanan pendidikan, kesehatan dan
lingkungan hidup. Namun juga, format dan rincian target masing-masing bidang
layanan belum secara eksplisit ditetapkan dengan format SPM.

c. Penentuan target pelayanan dasar

(a) Kabupaten Pontianak


Sama dengan rencana pencapaian pelayanan dasar tersebut di muka, penentuan
target pelayanan dasar di Kabupaten Pontianak juga sudah dicantumkan di dalam
KUA-PPA dan Lakip 2011. Namun perinciannya belum secara eksplisit mengacu
pada keputusan kementerian tentang SPM pada bidang pendidikan, kesehatan,
dan lingkungan hidup.

(b) Kota Padang


Seperti penentuan target di Kabupaten Pontianak tersebut, di Kota Padang
penentuan target pelayanan dasar juga sudah dicantumkan di dalam KUA-PPA dan
Lakip 2011. Namun juga perinciannya belum secara eksplisit mengacu pada
keputusan kementerian tentang SPM pada bidang pendidikan, kesehatan, dan
lingkungan hidup.

(c) Kota Salatiga


Seperti penentuan target di Kabupaten Pontianak dan Kota Padang seperti
tersebut di atas, di Kota Salatiga penentuan target pelayanan dasar juga sudah
dicantumkan di dalam KUA-PPA dan Lakip 2011. Namun juga perinciannya belum
secara eksplisit mengacu pada keputusan kementerian tentang SPM pada bidang
pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup.

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 6


d. Identifikasi kemampuan, potensi dan karakteristik daerah

(a) Kabupaten Pontianak


Di Kabupaten ini, identifikasi kemampuan sumberdaya manusia dan keuangan
ternyata masih sangat rendah. Mereka mengidentifikasi bahwa SDM yang ada
masih kurang banyak dan belum menguasahi pelyanan dasar dengan baik.
Sedangkan identifikasi potensi, informan melihat bahwa potensi alam yang ada di
Kabupaten Pontianak ini sebenarnya sangat besar namun belum dapat digali
dengan baik. Sedangkan mengenai karakteristik daerah, infoman pada umumnya
menyatakan bahwa faktor alam di Kabupaten Pontianak yang luas dan transport
yang masih sulit atau tidak baik membuat akses dan mobilitas masyarakat di
berbagai desa dan kecamatan relatif sulit sehingga akan menjadi kendala bagi
penyempaian atau penerimaan berbagai pelayanan dasar bagi masyarakat,
khususnya pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup.

(b) Kota Padang


Informan di Kota ini menyampaikan bahwa sumberdaya manusia dan keuangan
masih terbatas untuk mengembangkan pelayanan dasar yang ssesuai dengan SPM,
meskipun sebenarnya secara obyektif SPBD Kota Padang relatif besar untuk
membiayai pelayanan dassar yang sesuai dengan SPM. Potensi Kota Padang juga
cukup besar untuk dapat memberikan pelayanan dasar bagi masyarakatnya,
Sedangkan karakteristik daerah diidentifikasi oleh para informan sebagai daerah
yang rawan bencana alam, terutama gempa bumi yang sudah beberapa kali terjadi
dalam lima tahun terakhir ini, sehingga penyampaian pelayanan dasar bagi
penduduknya juga harus memperhatikan resiko bencana ini.

(c) Kota salatiga


Di Kota Salatiga, identifikasi kemampuan sumberdaya manusia dan pembiayaan
masih rendah. Para informan mengidentifikasi bahwa sumberdaya manusia dan
alamnya masih sangat terbatas untuk mengembangkan pelayanan dasar bagi
penduduknya sesuai dengan SPM yang ada, terutama pendidikan, kesehatan, dan
lingkungan hidup. Meskipun demikian, Kota Salatiga justru menghadapi masalah
tata-ruang bagi penduduknya yang sudah semakin padat dalam sepuluh tahun

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 7


terakhir ini. Identifikasi terhadap potensi alam dan kemampuan pembiayaannya
relatif rendah. Para informan melihat bahwa Kota Salatiga mempunyai potensi
wisata dan tempat pendidikan yang prospektif, namun APBD yang ada dari waktu
kewaktu meskipun meningkat namun jumlahnya masih relatif terbatas.

4.2.2. Kapasitas daerah dalam pengintegrasian rencana dan dokumen perencanaan

a. Kabupaten Pontianak
Di Kabupaten ini perencanaan pelayanan dasar sudah masuk dalam dokumen
perencanaan, baik KUA-PPA, Lakip 2011, maupun RPJMD 2009-2014. Meskipun
demikian, perincian target pencapaian pelayanan dasar masih mengikuti format lama
dan belum mengacu pada format sebagaimana ditentukan oleh masing-masing
kementerian tentang SPM. Perencanaan pelayanan yang ada belum secara eksplisit
mengikuti masing-masing keputusan kementerian tentang SPM, khususnya bidang
pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan hidup.

b. Kota Padang
Seperti yang ada di Kabupaten Pontianak, Kota Padang dalam hal perumusan
perencanaan pelayanan dasar sudah masuk dalam dokumen perencanaan, baik KUA-
PPA, Lakip 2011, maupun RPJMD 2009-2014. Meskipun demikian, perincian target
pencapaian pelayanan dasar juga masih mengikuti format lama dan belum mengacu
pada format sebagaimana ditentukan oleh masing-masing kementerian tentang SPM.
Perencanaan pelayanan yang ada belum secara eksplisit mengikuti masing-masing
keputusan kementerian tentang SPM, khususnya bidang pendidikan dasar, kesehatan,
dan lingkungan hidup.

c. Kota Salatiga
Seperti yang ada di Kabupaten Pontianak dan Kota Padang, Kota Salatiga
merumuskan perencanaan pelayanan dasar juga sudah masuk dalam dokumen
perencanaan, baik KUA-PPA, Lakip 2011, maupun RPJMD 2009-2014. Meskipun
demikian, perincian target pencapaian pelayanan dasar juga masih mengikuti format
lama dan belum mengacu pada format sebagaimana ditentukan oleh masing-masing
kementerian tentang SPM. Perencanaan pelayanan yang ada belum secara eksplisit

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 8


mengikuti masing-masing keputusan kementerian tentang SPM, khususnya bidang
pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan hidup.

4.2.3. Kapasitas daerah dalam pembelanjaan penerapan SPM

Seperti telah diuraikan di muka, bahwa kapasitas daerah berkaitan dengan


kapasitas sumberdaya manusia dan kapasitas pendanaan atau pembiayaan APBD masing-
masing daerah. Karena APBD Kabupaten Pontianak dan Kota Salatiga masih relatif kecil
maka wajar jika informan dua daerah ini menyebutkan bahwa kapasitas pembiayaan
untuk melaksanakan SPM masih sangat terbatas, namun persepsi tentang lemahnya
kapasitas pembiayaan ini juga disampaikan oleh informan yang ada di Kota Padang,
bahwa kapasitas APBD mereka untuk pembiayaan SPM masih terbatas, meskipun
sebenarnya APBD mereka relatif besar. Oleh karena itu, informasi di Kota Padang relatif
bias karena subyektif terhadap harapan adanya bantuan dari pemerintah pusat untuk
pelaksanaan SPM padahal sangat mungkin mengalokasikan pembiayaan SPM dari APBD
yang ada.

4.2.4. Kapasitas daerah dalam tahap penyampaian informasi

Di ketiga lokasi kajian, kapasitas penyampaian informasi perencanaan dan


pencapaian target pelaksanaan pelayanan dasar masih sangat terbatas, bahkan di
lingkungan pemerintah sendiri. Akses masyarakat terhadap informasi ini masih sangat
terbatas karena belum secara lengkap dipublish lewat website masing-masing lokasi
kajian, padahal ketiga lokasi kajian masing-masing memiliki website. Dari informasi yang
diperoleh, publikasi rencana dan target di ketiga lokasi kajian belum ada yang secara
sistematis rutin dalam terbitan media, baik local maupun nasional, baik paper-based
maupun paperless-based.

4.3. Pembahasan

Berdasarkan hasil uraian pada fokus kajian kapasitas daerah dalam pelaksanaan
SPM ternyata secara keseluruhan aspek-aspek yang dikaji belum menunjukkan kapasitas

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 9


yang sesuai dengan proses pelaksanaan SPM sebagaimana yang seharusnya. Ketiga
daerah ternyata belum melaksanakan SPM secara eksplisit sebagaimana dimaksudkan
masing-masing bidang SPM, khususnya pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan
hidup. Dengan kata lain, dari empat aspek yang dikaji, dari tahap persiapan,
pengintegrasian, persiapan pembelanjaan, dan penyampaian informasi, ternyata belum
ada satupun yang sudah dilaksanakan secara eksplisit dalam dokumen perencanaan dan
pembiayaan. Meskipun demikian, pelayanan dasar yang sudah direncanakan dan
dilaksanakan sebenarnya di ketiga lokasi kajian sudah ada baik pada pendidikan dasar,
kesehatan, maupun lingkungan hidup. Dalam hal ini, pada Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah 2011, KUA-PPA 2011 dan RPJMD 2009 – 2014 di masing-masing
lokasi kajian sudah mencantumkan ketiga pelayanan dasar tersebut, namun tidak secara
eksplisit merupakan pelaksanaan SPM masing-masing bidang tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa Keputusan Menteri masing-masing bidang SPM,


khususnya pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan hidup belum sepenuhnya
dimengerti dan dilaksanakan. Pada bidang pendidikan dasar, ketiga daerah lokasi kajian
masih beragam dalam memahami butir-butir SPM yang ada. Di Kota Padang dan Kota
Salatiga butir-butir SPM bidang pendidikan dasar sudah dipahami dan dinilai dapat
dilaksanakan, namun sampai kajian ini dilaksanakan ternyata belum dapat membuat
rencana penerapan SPM dan pembiayaannya secara eksplisit sesuai dengan regulasi yang
dimaksud tersebut, namun dua kota ini optimis dapat melaksanakan. Sedangkan di
Kabupaten Pontianak, butir-butir SPM bidang pendidikan dasar ini masih samar
pemahamannya, terutama adanya persepsi bahwa SPM tersebut tidak cocok bagi kondisi
geografis Kabupaten Pontianak yang sangat luas serta akses antar wilayah yang sulit.

Dalam hal ini, di Kota Padang dan Kota Salatiga persepsi tentang kemungkinan
pelaksanaan SPM bidang pendidikan dasar cukup tinggi namun mereka merasa perlu
dukungan pembiayaan dari pemerintah karena SPBD yang ada sudah habis untuk
pembiayaan yang lain yang selama ini direncanakana dan dilaksanakan. Sedangkan di
Kabupaten Pontianak persepsi tentang kemungkinan pelaksanaan SPM bidang pendidikan
dasar masih rendah atau sulit dilaksanakan karena geografis yang sulit. Kalaupun SPM ini
harus dilaksanakan maka perlu pembiayaan yang besar dari pemerintah pusat. Dengan
kata lain, penerapan SPM di tiga lokasi ini dianggap memerlukan pembiayaan yang ekstra
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 10
dan seharusnya ditanggung oleh pemerintah pusat, termasuk Kota Padang yang
sebenarnya APBD-nya termasuk tinggi.

Pada SPM bidang kesehatan, di ketiga lokasi kajian relatif sama, bahwa masing-
masing daerah sudah merencanakan dan melaksanakan SPM kesehatan sesuai dengan
regulasi yang ada. Dalam hal ini, di ketiga lokasi kajian ternyata masing-masing lokasi
kajian mempunyai akses komunikasi yang baik dengan Kementerian Kesehatan sehingga
penerapan SPM relatif lebih maju disbanding bidang-bidang yang lain, Meskipun butir-
butir SPM di bidang kesehatan terus berubah-ubah (semakin sedikit) namun daerah cepat
menerima informasi dan berusaha menyeseuaikan dengan perubahan tersebut. Salah
satu akses yang selama ini dipakai dalam SPM bidang kesehatan adalah pemanfaatan
website kementerian yang sudah sampai pada tahapan interaksi, sementara website
bidang yang lain cenderung masih bersifat publish saja.

Pada SPM bidang kesehatan ini sudah terbiasa dengan laporan-laporan rutin dari
daerah ke kementerian dengan akses internet sehingga data dari daerah sampai ke
kementerian relatif paling cepat dibanding dengan bidang-bidang yang lainnya. Selain itu,
pemahaman para petugas lapangan di bidang kesehatan mengenai SPM bidang
kesehatan juga relatif paling maju dibanding bidang-bidang yang lain sehingga
penerapannya juga sudah melekat pada pekerjaan keseharian. Para petugas lapangan
sampai lembaga teknis yang menangani, dinas kesehatan, sudah cukup paman mengenai
apa dan bagaimana SPM bidang kesehatan. Mereka sudah memahami rencana target dan
pencapaiannya sehingga SPM pada bidang ini, di ketiga lokasi kajian, sudah relatif dapat
dilaksanakan dan tidak ada keluhan tentang pembiayaan yang ada.

Pada SPM bidang lingkungan hidup, di ketiga lokasi kajian ternyata belum dapat
dipahami dengan baik sehingga belum secara eksplisit direncanakan target dan
pembiayaannya. Bahkan sebagian belum tahu apa dan bagaimana SPM lingkungan hidup
tersebut. Pemahaman yang masih rendah ini dibarengi dengan persepsi bahwa untuk
melaksanakan SPM lingkungan hidup pasti akan membutuhkan pembiayaan yang besar
sehingga daerah menunggu pemerintah pusat untuk membantu pembiayaan tersebut.
Pembiayaan tersebut meliputi pembiayaan untuk mempersiapkan sumberdaya manusia
juga melalui pelatihan dan kalau perlu rekruitmen. Pemahaman yang keliru tersebut

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 11


ternyata ada di ketiga lokasi kajian, tidak hanya di lokasi yang jauh dari pusat
pemerintahan provinsi saja.

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 12


BAB
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa


perencanaan target dan penerapan SPM bidang pendidikan dasar, kesehatan, dan
lingkungan hidup cukup beragam. SPM bidang kesehatan merupakan SPM yang relatif
paling maju dalam perencaan dan pelaksanaannya, SPM pendidikan dasar cukup baik
dipahami oleh daerah namun belum secara eksplisit direncanakan dan dilaksanakan,
sedangkan SPM bidang lingkungan hidup merupakan SPM yang belum dipahami dengan
baik oleh ketiga daerah lokasi kajian ini. SPM Bidang kesehatan dapat secara merata
dipahami dengan baik oleh pemerintah daerah terutama karena SPM bidang kesehatan
ini cepat sekali sampai ke daerah dan pemahaman yang relatif baik terutama dengan
penggunaan website kementerian secara efektif. Sementara SPM bidang pendidikan
dasar dan lingkungan hidup masih beragam pemahamannya terutama karena akses
daerah pada dokumen regulasi SPM ini yang kurang baik dengan belum memanfaatkan
internet dari kementerian secara efektif. Di samping itu, SPM bidang kesehatan dianggap
oleh para pelaksana di daerah merupakan SPM yang mudah dilaksanakan karena sama
dengan pekerjaan mereka sehari-hari, sedangkan SPM bidang lainnya dianggap
merupakan sesuatu yang baru dan perlu dipelajari lebih dulu. Dengan demikian, faktor
sosialisasi pada SPM ketiga bidang tersebut menentukan pemahaman masing-masing
daerah tentang SPM tersebut. Dengan kata lain, sosialisasi penerapan SPM secara
nasional masih sangat kurang dalam sosialisasi sehingga pemehaman daerah juga masih
beragam tentang SPM.

Dalam pelaksanaan SPM sebagaimana disebutkan di atas, baru bidang kesehatan


yang dianggap paling maju sementara bidang yang lain masih belum secara eksplisit
direncanakan dan dianggarkan. Hal ini ternyata berlaku di ketiga lokasi kajian. Meskipun
demikian, optimisme penerapan SPM di waktu yang akan datang cenderung ada di
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 V-1
daerah perkotaan, seperti Kota Padang dan Kota salatiga dibanding daerah kabupaten,
khususnya Kabupaten Pontianak. Optimisme ini berkaitan dengan identifikasi
kemampuan daerah yang positif baik dan sebaliknya pesimisme yang ada di Kabupaten
Pontianak sebagai representasi daerah kabupaten berkaitan dengan identifikasi
kemampuan daerah yang cenderung kurang positif, baik dari sisi kapasitas sumberdaya
manusia maupun dari kapasitas APBD.

Dari kajian penerapan SPM di tiga lokasi juga teridentifikasi bahwa faktor kondisi
geografis sangat menentukan kemungkinan penerapan SPM pelayanan dasar. Kondisi
geografis yang serba sulit akses antar wilayahnya sebagaimana direpresentasikan lokasi
Kabupaten Pontianak ternyata menjadi faktor penghambat yang signifikan dalam
kemungkinan penerapan SPM di daerah. Sementara itu, optimism yang ada di Kota
Padang dan Kota Salatiga dalam penerapan SPM juga berkaitan dengan kondisi geeografis
yang relatif serba mudah akses antar wilayahnya. Oleh karen aitu dapat dikatakan bahwa
kondisi geografis merupakan salah satu faktor penghambat dalam penerapan SPM di
daerah. Sedangkan faktor pendukung yang paling signifikan yang didapat dari kajian ini
adalah faktor penggunaan website dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. Interaksi
melalui wensite terbukti efektif untuk penerapan SPM, khusunya SPM bidang kesehatan.

5.2. Rekomendasi

Sebagai konsekuensi logis dari kesimpulan tersebut di atas, maka dapat


dirumuskan rekomendasi sebagai berikut.

1) Untuk meningkatkan pemahaman yang baik tentang SPM, khususnya bidang


pendidikan dasar dan lingkungan hidup, masih diperlukan sosialisasi yang intensif.
Media sosialisasi ini perlu dipertimbangkan untuk dikembangkan tidak hanya metode
tradisional dimana instansi pusat mendatangi daerah untuk menyampaikan materi
SPM, namun dapat menggunakan berbagai media yang mungkin, khususnya internet.
Dengan adanya pemahaman yang baik tentang berbagai program dan regulasi akan
sangat menentukan penerapan selanjutnya dari program atau regulasi tersebut,
khususnya dalam hal ini penerapan SPM.

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 V-2


2) Paket sosialisasi dengan menggunakan internet sebaiknya inheren dengan
pelaksanaan kerja sehari-hari, sebagaimana sudah dibuktikan oleh bidang kesehatan,
sehingga informasi tentang SPM akan dengan cepat dipahami daerah dan kemudian
dapat dilaksanakan secara terstandar. Interaksi Kementerian Kesehatan dengan
daerah dalam pekerjaan sehari-hari bidang kesehatan dapat menjadi inspirasi bahwa
penggunaan internet untuk pekerjaan sehari-hari akan sangat membantu
keberhasilan penerapan SPM masing-masing bidang yang ada. Dalam hal ini, refleksi
diri daerah tentang kapasitas sumberdaya manusia dan sumber pembiayaan sangat
ditentukan oleh pemahaman mereka tentang SPM itu sendiri.

3) Perlu dikaji ulang untuk penerapan SPM berkaitan dengan kondisi geografis masing-
masing daerah yang sangat beragam dari mulai akses yang sangat baik dan mudah di
daerah perkotaan dengan daerah yang akses yang buruk dan sulit di daerah
kabupaten, pada umumnya di luar Pulau Jawa. Dalam hal ini perlu perlakuan khusus
bagi wilayah kabupaten di luar Pulau Jawa tersebut dalam perencanaan dan
penerapan SPM. Pengembangan infrastruktur penggunaan internet bagi wilayah-
wilayah tersebut sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah pusat dalam
memfasilitasi daerah dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat oleh
pemerintah daerah. Infrastruktur ini meliputi perangkat keras dan lunak, terutama
persiapan sumberdaya manusianya, dan digunakan untuk pekerjaan sehari-hari, baik
interaksi pemerintah daerah dengan masyarakatnya maupun dengan Pemerintah
Pusat melalui kementerian yang terkait. Secara riil upaya pengembangan
infrastruktur ini sebenarnya lebih merupakan revitalisasi program e-government yang
sudah ada di semua lokasi kajian. Masing-masing lokasi kajian sudah memiliki website
namun sebatas publish dan tidak rutin diupdate karena belum menjadikan e-
government sebagai bagian dari pekerjaan sehari-hari. Revitalisasi ini lebih pada
kelengkapan data-entry dan update serta meningkatkan kemampuan website
menjadi interaksi atau bahkan transaksi bukan hanya sekedar publish saja.

4) Karena adanya disparitas kondisi geografis yang berkaitan dengan akses terhadap
pelayanan kepada masyarakat, maka standar pelayanan juga masih perlu dikaji ulang
sesuai dengan kondisi geografis masing-masing daerah karena meskipun sudah ada
klasifikasi daerah dalam SPM namun bagi daerah masih belum mencukupi, khususnya
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 V-3
SPM bidang pendidikan dasar dan lingkungan hidup. Ketiga daerah masih merasa
kesulitan dalam melaksanakan SPM bidang pendidikan dasar dan lingkungan hidup
karena merasa kondisi geografisnya tidak sama dengan daerah lainnya, dalam arti
mereka merasa pelaksanaan SPM mungkin lebih sulit dibanding daerah lain.

Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 V-4


DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.


2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
3. Impres Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/Per/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2008 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota.
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Di Kabupaten/Kota.
8. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/1023/SJ Tanggal 23 Maret Perihal
Percepatan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
9. Rogers, Steve. 1990. Performance Management in Local Government. Great
Britania: Longman.
10. Oentarto, dkk. 2004. Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan. Jakarta:
Samitra Media Utama.
Lampiran:
A. Daftar Pertanyaan

1. Menurut pemahaman Saudara, apakah yang dimaksud dengan penerapan standar pelayanan
minimal di Kabupaten/kota?
2. Dari mana instansi Saudara mendapatkan informasi tentang kebijakan penerapan SPM?
: Website Kemendagri : Sosialisasi oleh Kemendagri
: Website K/L terkait dengan SPM : Sosialisasi oleh K/L terkait SPM
: Lain-lain, Sebutkan……
3. Dari 15 SPM yang telah ditetapkan Kementerian/Lembaga, SPM apa saja yang sudah tersosialisasi
di daerah saudara?
: SPM Bidang Kesehatan : SPM Bidang Pekerjaan Umum dan PR
: SPM Bidang Sosial : SPM Bidang Ketenagakerjaan
: SPM Bidang Lingkungan Hidup : SPM Bidang Kominfo
: SPM Bidang Pemdagri : SPM Bidang Ketahanan Pangan
: SPM Bidang Perumahan : SPM Bidang Kesenian
: SPM Bidang PP dan PA : SPM Bidang Perhubungan
: SPM Bidang KB dan KS : SPM Bidang Penanaman Modal
: SPM Bidang Pendidikan Dasar
4. Apa peran instansi Saudara terhadap pelaksanaan penerapan SPM di daerah? Jelaskan juga dasar
pertimbangan pemberian peran tersebut oleh Kepala Daerah
5. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan oleh Provinsi kepada Kabupaten/Kota selama
ini?
6. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan oleh Pemerintah Pusat (Kementerian Dalam
Negeri dan Kementerian teknis lainnya) kepada Kabupaten/Kota selama ini? Sebutkan kegiatan
yang telah dilakukan selama ini?
7. Kegiatan Sosialisasi yang pernah instansi saudara ikuti tentang fasilitasi penerapan SPM di daerah:
: Oleh Kemendagri Berapa kali:..........................................
: Oleh K/L Berapa kali:..........................................
: Oleh Provinsi Berapa kali:.........................................
: Oleh Pihak lain, sebutkan................... Berapa kali:.........................................
8. Dalam kegiatan sosialisasi yang pernah diikuti oleh instansi Saudara, materi apa saja yang
disosialisasikan?
: Pedoman penerapan SPM di daerah
: Pedoman teknis oleh masing-masin K/L terkait pencapaian pada indikator-indikator SPM
: Pedoman pengintegrasian SPM ke dalam dokumen perencanaan daerah
: Pedoman penyusunan rencana pembiayaan pencapaian SPM
: Tidak pernah mengikuti sosialisasi SPM
9. Adakah kebijakan yang mendukung percepatan penerapan SPM di daerah Saudara, seperti tim
teknis penerapan SPM atau peraturan daerah (Perda) yang terkait dengan SPM?
1. Jika Ya, jelaskan kebijakannya:
2. Jika Tidak, Jelaskan mengapa tidak ada:
10. Apakah instansi Saudara sudah pernah melakukan sosialisasi SPM kepada jajaran DPRD dan SKPD
serta stakeholder lainnya?
: Pernah, Jelaskan : Tidak pernah, Mengapa : Tidak tahu
11. Sesuai dengan arahan pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 100/1023/SJ tanggal 26 Maret
2012 tentang “Percepatan Pelaksanaan Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal di
Daerah” apakah sudah dilakukan pembentukan tim teknis Percepatan Penerapan dan Pencapaian
SPM di daerah Saudara
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu
12. Apakah daerah Saudara sudah melakukan penyusunan profil pelayanan dasar dan analisis potensi
serta kemampuan daerah guna menghitung pembiayaan pencapaian SPM?
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu
13. Apakah daerah Saudara telah memiliki rencana kegiatan pencapaian SPM?
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu
14. Apakah daerah Saudara telah memiliki rencana pembiayaan pencapaian SPM?
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu
15. Apakah instansi Saudara pernah dimintai dan/atau menyampaikan data-data teknis terkait
pencapaian dan penerapan SPM ke Pusat (Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian teknis
lainnya)
: Pernah, Jelaskan : Belum, Jelaskan : Tidak Pernah
16. Menurut Saudara, apakah kriteria SPM (indikator, target maupun batas pencapaian) yang termuat
dalam pedoman teknis SPM pada Peraturan Menteri masing-masing bidang SPM sudah sesuai
dengan kondisi di daerah Anda? Jelaskan
17. Apakah daerah Saudara sudah menyusun rencana pencapaian SPM yang dituangkan dalam
RPJMD? Sebutkan bidang SPM
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak Tahu
18. Apakah daerah Saudara sudah menyusun nota kesepakatan tentang Kebijakan Umum APBD (KUA)
dan Prioritas Plafond Anggaran (PPA) yang memuat target pencapaian SPM
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak Tahu
19. Berapa alokasi anggaran untuk pembinaan terhadap pelaksanaan penerapan SPM di daerah?
20. Apakah dana-dana di bawah ini, menurut pemahaman Saudara dapat digunakan dalam
pencapaian penerapan SPM? (beri tanda, jika sesuai)
: Dana dekonsentrasi/Tugas Pembantuan, Jelaskan
: Dana perimbangan (DAK/DAU), jelaskan
: BOS, Jamkesmas, jelaskan
: PNPM, Jelaskan
: APBD, Jelaskan
21. Usulan/masukan/saran Anda terhadap percepatan penerapan SPM di daerah?
B. Beberapa Foto Pelaksanan FGD di Lokasi Kajian
Lampiran

FGD Dengan
Kabupaten Pontianak 2012

FGD Dengan
Kota Padang 2012
FGD Dengan
Kota Salatiga 2012
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65 TAHUN 2005
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14
ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

MEMUTUSKAN : . . .
- -2- -

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN


DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


1. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai


batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan


pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota dan


perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
5. Urusan Wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan
dengan hak dan pelayanan dasar warga negara yang
penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan kepada Daerah untuk perlindungan hak
konstitusional, kepentingan nasional, kesejahteraan
masyarakat, serta ketenteraman dan ketertiban umum dalam
rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
serta pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan
dengan perjanjian dan konvensi internasional.

6. Standar . . .
- -3- -

6. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM


adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal.

7. Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif


yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang
hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa
masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan.

8. Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar


dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan.

9. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah selanjutnya disingkat


DPOD adalah dewan yang bertugas memberikan saran dan
pertimbangan kepada Presiden terhadap kebijakan otonomi
daerah.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM menjadi acuan dalam


penyusunan SPM oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen dan dalam penerapannya oleh Pemerintahan Provinsi
dan Pemerintahan Kabupaten/Kota.

(2) SPM disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan


urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB III . . .
- -4- -

BAB III
PRINSIP-PRINSIP STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Pasal 3

(1) SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah


untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada
masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan
wajib.
(2) SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.
(3) Penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah merupakan bagian dari
penyelenggaraan pelayanan dasar nasional.
(4) SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka,
terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai
batas waktu pencapaian.
(5) SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan
kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan
kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang
bersangkutan.

BAB IV
PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Pasal 4

(1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen


menyusun SPM sesuai dengan urusan wajib sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

(2) Penyusunan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu


pada peraturan perundang-undangan yang mengatur urusan wajib.

(3) Dalam penyusunan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas waktu
pencapaian SPM.

Pasal 5 . . .
- -5- -

Pasal 5

(1) Penyusunan SPM oleh masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga


Pemerintah Non-Departemen dilakukan melalui konsultasi yang
dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
(2) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
masing-masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen dengan tim konsultasi yang terdiri dari unsur-unsur
Departemen Dalam Negeri, Kementerian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, Departemen Keuangan, Kementerian Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara, dengan melibatkan
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen terkait
sesuai kebutuhan.
(3) Tim konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 6

(1) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)


disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, dalam hal ini Direktur
Jenderal Otonomi Daerah, kepada DPOD melalui Sekretariat DPOD
untuk mendapatkan rekomendasi bagi Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen yang bersangkutan dalam rangka
penyusunan SPM.
(2) SPM yang disusun oleh masing-masing Menteri setelah memperoleh
dan mengakomodasi rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang bersangkutan.
(3) SPM yang disusun oleh masing-masing Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen setelah memperoleh dan
mengakomodasi rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Menteri terkait.

Pasal 7

(1) Dalam penyusunan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,


Pasal 5, dan Pasal 6, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. keberadaan sistem informasi, pelaporan dan evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjamin
pencapaian SPM dapat dipantau dan dievaluasi oleh pemerintah
secara berkelanjutan;

b. standar . . .
- -6- -

b. standar pelayanan tertinggi yang telah dicapai dalam bidang


yang bersangkutan di daerah;
c. keterkaitan antar SPM dalam suatu bidang dan antara SPM
dalam suatu bidang dengan SPM dalam bidang lainnya;
d. kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan
kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang
bersangkutan; dan
e. pengalaman empiris tentang cara penyediaan pelayanan dasar
tertentu yang telah terbukti dapat menghasilkan mutu
pelayanan yang ingin dicapai.
(2) Pertimbangan-pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri.

Pasal 8

(1) Untuk mendukung penerapan SPM, Menteri yang bersangkutan


menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
(2) Untuk mendukung penerapan SPM, Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen menyusun petunjuk teknis yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri terkait.

BAB V
PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Pasal 9

(1) Pemerintahan Daerah menerapkan SPM sesuai dengan ketentuan


yang diatur dalam Peraturan Menteri.
(2) SPM yang telah ditetapkan Pemerintah menjadi salah satu acuan bagi
Pemerintahan Daerah untuk menyusun perencanaan dan
penganggaran penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
(3) Pemerintahan Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang
memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas
waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri.

(4) Rencana . . .
- -7- -

(4) Rencana pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renstra SKPD).
(5) Target tahunan pencapaian SPM sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dituangkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD),
Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi
belanja daerah dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan
daerah.

Pasal 10

Penyusunan rencana pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 9 ayat (3) dan ayat (4) dan anggaran kegiatan yang terkait dengan
pencapaian SPM dilakukan berdasarkan analisis kemampuan dan
potensi daerah dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh
Menteri Dalam Negeri.

Pasal 11

Rencana pencapaian target tahunan SPM sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 9 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) serta realisasinya diinformasikan kepada
masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 12

Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan informasi


penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah yang dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

(1) Dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang


mengakibatkan dampak lintas daerah dan/atau untuk
menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik
secara bersama dengan daerah sekitarnya sesuai peraturan
perundang-undangan.

(2) Dalam . . .
- -8- -

(2) Dalam pengelolaan pelayanan dasar secara bersama sebagai bagian


dari pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
rencana pencapaian SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (3) perlu disepakati bersama dan dijadikan sebagai dasar
dalam merencanakan dan menganggarkan kontribusi masing-
masing daerah.
(3) Dalam upaya pencapaian SPM, Pemerintahan Daerah dapat
bekerjasama dengan pihak swasta.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 14

(1) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen


melakukan pembinaan kepada Pemerintahan Daerah dalam
penerapan SPM.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan
teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya yang
mencakup:
a. perhitungan sumber daya dan dana yang dibutuhkan untuk
mencapai SPM, termasuk kesenjangan pembiayaannya;
b. penyusunan rencana pencapaian SPM dan penetapan target
tahunan pencapaian SPM;
c. penilaian prestasi kerja pencapaian SPM; dan
d. pelaporan prestasi kerja pencapaian SPM.
(3) Pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan Daerah Provinsi
dilakukan oleh Pemerintah, dan pembinaan penerapan SPM
terhadap Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh
Gubernur sebagai wakil Pemerintah di Daerah.

Pasal 15

(1) Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan


SPM oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka menjamin akses dan
mutu pelayanan dasar kepada masyarakat.

(2) Monitoring . . .
- -9- -

(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan:
a. Pemerintah untuk Pemerintahan Daerah Provinsi; dan
b. Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah untuk
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 16

(1) Pemerintah wajib mendukung pengembangan kapasitas


Pemerintahan Daerah yang belum mampu mencapai SPM.
(2) Pemerintah dapat melimpahkan tanggungjawab pengembangan
kapasitas Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota yang belum
mampu mencapai SPM kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah
di Daerah.
(3) Ketidakmampuan Pemerintahan Daerah dalam mencapai SPM
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan Pemerintah
berdasarkan pelaporan dan hasil evaluasi penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(4) Dukungan pengembangan kapasitas Pemerintahan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa fasilitasi,
pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan teknis,
pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Fasilitasi, pemberian orientasi umum, petunjuk teknis, bimbingan
teknis, pendidikan dan pelatihan atau bantuan teknis lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempertimbangkan
kemampuan kelembagaan, personil dan keuangan negara serta
keuangan daerah.

Pasal 17

(1) Menteri Dalam Negeri bertanggungjawab atas pengawasan umum


penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah.

(2) Menteri . . .
- - 10 - -

(2) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen


bertanggungjawab atas pengawasan teknis penerapan SPM oleh
Pemerintahan Daerah.

(3) Menteri Dalam Negeri dapat melimpahkan tanggungjawab


pengawasan umum penerapan SPM oleh Pemerintahan
Kabupaten/Kota kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di
Daerah.

(4) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen dapat


melimpahkan tanggungjawab pengawasan teknis penerapan SPM
yang dilakukan oleh Pemerintahan Kabupaten/Kota kepada
Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah.

Pasal 18

Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada Pemerintahan


Daerah yang berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu
yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (3) berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh
Pemerintah.

Pasal 19

(1) Pemerintah dapat memberikan sanksi kepada Pemerintahan Daerah


yang tidak berhasil mencapai SPM dengan baik dalam batas waktu
yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3) berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dengan mempertimbangkan
kondisi khusus Daerah yang bersangkutan.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada


peraturan perundang-undangan.

BAB VII ....


- - 11 - -

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 20

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan


perundang-undangan yang berkaitan dengan SPM dinyatakan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21

(1) Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan SPM


dan tidak sesuai lagi dengan Peraturan Pemerintah ini wajib
diadakan penyesuaian paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun
sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.

(2) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen


menyusun SPM paling lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak
Peraturan Pemerintah ini berlaku yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri yang bersangkutan.

Pasal 22

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar . . .
- - 12 - -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2005

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2005

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA
AD INTERIM,

ttd

YUSRIL IHZA MAHENDRA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 150

Salinan sesuai dengan aslinya


DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,

ABDUL WAHID
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65 TAHUN 2005
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL

I. UMUM

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945, desentralisasi diselenggarakan dengan pemberian otonomi
yang seluas-luasnya kepada daerah untuk mengurus sendiri urusan
pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemberian otonomi yang luas-seluasnya kepada daerah antara lain
dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat.

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang


nyata dan bertanggungjawab, dengan pengertian bahwa penanganan
urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan
kewajiban sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah dalam rangka
memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang


hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan dan pengawasan
berupa pemberian pedoman, standar, arahan, bimbingan, pelatihan,
supervisi, pengendalian, koordinasi, monitoring dan evaluasi. Hal ini
dimaksudkan agar kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap
sejalan dengan tujuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Sesuai dengan amanat Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang . . .
- -2- -

tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang, SPM diterapkan


pada urusan wajib Daerah terutama yang berkaitan dengan pelayanan
dasar, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota. Untuk
urusan pemerintahan lainnya, Daerah dapat mengembangkan dan
menerapkan standar/indikator kinerja.

Dalam penerapannya, SPM harus menjamin akses masyarakat untuk


mendapatkan pelayanan dasar dari Pemerintahan Daerah sesuai dengan
ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu, baik
dalam perencanaan maupun penganggaran, wajib diperhatikan prinsip-
prinsip SPM yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau
dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu
pencapaian.

Disamping itu, perlu dipahami bahwa SPM berbeda dengan Standar Teknis.,
karena Standar Teknis merupakan faktor pendukung pencapaian SPM.

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk:


1. terjaminnya hak masyarakat untuk menerima suatu pelayanan dasar
dari Pemerintahan Daerah dengan mutu tertentu.
2. menjadi alat untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan
untuk menyediakan suatu pelayanan dasar, sehingga SPM dapat
menjadi dasar penentuan kebutuhan pembiayaan daerah.
3. menjadi landasan dalam menentukan perimbangan keuangan dan/atau
bantuan lain yang lebih adil dan transparan.
4. menjadi dasar dalam menentukan anggaran kinerja berbasis manajemen
kinerja. SPM dapat dijadikan dasar dalam alokasi anggaran daerah
dengan tujuan yang lebih terukur. SPM dapat menjadi alat untuk
meningkatkan akuntabilitas Pemerintahan Daerah terhadap masyarakat.
Sebaliknya, masyarakat dapat mengukur sejauhmana Pemerintahan
Daerah dapat memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pelayanan
publik.
5. memperjelas tugas pokok Pemerintahan Daerah dan mendorong
terwujudnya checks and balances yang efektif.
6. mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pemerintah . . .
- -3- -

Pemerintah membina dan mengawasi penerapan SPM oleh Pemerintahan


Daerah. Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Daerah membina dan
mengawasi penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
yang ada di wilayah kerjanya. Sementara itu, masyarakat dapat melakukan
pengawasan atas penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah. Pembinaan
dan pengawasan atas penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “urusan wajib yang disusun dan diterapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan” adalah urusan
wajib sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang, dan yang diatur dalam peraturan perundangan-
undangan lainnya yang mengatur penyelenggaraan pelayanan dasar,
seperti peraturan perundang-undangan bidang pendidikan,
kesehatan, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, yang
memuat ketentuan tentang urusan, tugas, wewenang dan tanggung
jawab daerah.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3) . . .
- -4- -

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “perkembangan kebutuhan dan
kemampuan”adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kurun waktu tertentu terhadap kebutuhan pelayanan dasar serta
keberhasilan pencapaian SPM, dengan mempertimbangkan
kemampuan nasional dan daerah, yang dikaji secara terus menerus,
dalam rangka peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan
dasar.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Batas waktu pencapaian SPM adalah periode yang ditentukan dalam
Peraturan Menteri untuk mencapai indikator-indikator SPM.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Pembahasan SPM dalam forum DPOD dianggap perlu
memperhatikan:
a. prioritas penyusunan SPM, baik pada masing-masing bidang
pemerintahan maupun antar bidang pemerintahan;
b. kriteria penentuan urusan wajib; dan
c. ketersediaan keuangan negara dan daerah.
Untuk mempertimbangkan hal-hal tersebut dan menghindari
tumpang-tindih dalam penyusunan SPM yang terkait dengan lebih
dari satu Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen,
DPOD sebagai dewan yang bertugas memberikan pertimbangan

dalam . . .
- -5- -

dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah merupakan wadah


yang representatif untuk dapat menjadi penengah atau mediator
agar terjadi sinergi.

Rekomendasi dapat berupa saran perbaikan/penyempurnaan,


persetujuan untuk diteruskan dengan beberapa catatan, peninjauan
ulang atas rancangan SPM yang disusun, atau pertimbangan-
pertimbangan lain yang perlu diperhatikan dan diperhitungkan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Klasifikasi belanja daerah disusun berdasarkan organisasi, fungsi,
program dan kegiatan serta jenis belanja.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Informasi kepada masyarakat disampaikan melalui papan pengumuman
yang tersedia, media cetak (surat kabar lokal dan nasional), media
elektronik (website), dan forum diskusi publik, dan/atau media lainnya
yang memungkinkan masyarakat mendapatkan akses pada informasi
dimaksud.

Pasal 12 . . .
- -6- -

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan urusan pemerintahan yang
mengakibatkan dampak lintas daerah” antara lain adalah pelayanan
sekolah, rumah sakit, pengelolaan sampah.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4585

Anda mungkin juga menyukai