LAPORAN AKHIR
Tim Penyusun:
Antonius Tarigan
Daryll Ichwan Akmal
Asep Saepudin
Sudira
Taufiq Hidayat Putra
Mohammad Roudo
Ervan Arumansyah
Jayadi
Alen Ermanita
Alfia Oktivalerina
Sukarso
Perdana Nusawan
Rufita Sri Hasanah
Tim Pendukung :
Mira Berlian
Bakat Supradono
Suharyono
Diterbitkan Oleh :
Direktorat Otonomi Daerah,
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah,
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310
Telp/Fax : 021 – 31935289
Buku Laporan Akhir kegiatan Kajian Kualitas Belanja Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (ABPD) ini terdiri dari 5 (lima) bab yang meliputi Pendahuluan, Tinjauan
Teoretis dan Regulasi, Metode Penelitian, Hasil Pembahasan, serta bab Kesimpulan dan
Rekomendasi. Kami berharap studi ini dapat menjadi bahan masukan bagi perumusan
kebijakan strategis di bidang desentralisasi dan otonomi daerah, khusus terkait dengan
peningkatan standar pelayanan minimal di daerah.
Selain itu, kajian ini dilakukan dengan mengelaborasi isu dan permasalahan di
tingkat pusat serta dengan memperhatikan perkembangan dan aspirasi di daerah dalam
pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini karena stakeholders proses desentralisasi dan
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012
ii
otonomi daerah tidak hanya pemerintah pusat. Diharapkan hasil dari kegiatan kajian ini
dapat memberikan masukan yang bermanfaat, terutama yang berkaitan dengan analisis
dan gambaran ringkas mengenai kapasitas daerah dalam pelaksanaan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) di daerah-daerah lokasi kajian pada khususnya dan pengembangan SPM
daerah-daerah lain pada umumnya.
Kami menyadari masih terdapat beberapa kekurangan dan keterbatasan dalam hal
format/tampilan, maupun kelengkapan datanya (daerah dan waktu-time series). Namun
demikian, diharapkan laporan akhir kajian ini dapat memberikan manfaat dalam
mendukung kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ke depan. Selanjutnya kami
mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak untuk perbaikan laporan ini di
masa yang akan datang. Saran dan masukan tersebut dapat disampaikan kepada
Sekretariat Direktorat Otonomi Daerah Bappenas, Jln. Taman Suropati No. 2 Jakarta
10310; tel./fax : (021) 31935289.
Wariki Sutikno
LAMPIRAN ......................................................................................................
Halaman
Gambar 2.1. Mekanisme Pengintegrasian SPM ke dalam Dokumen Perencanaan
Daerah ............................................................................................. II – 5
Gambar 2.3. Mekanisme Sistem Pengelolaan Data dan Informasi SPM ................ II – 7
Menyikapi kondisi obyektif tersebut dirasa perlu adanya upaya untuk membuat
sebuah standard untuk penyampaian pelayanan ini. Pemerintah saat ini sedang mencoba
memfokuskan pada penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di masing-masing
Kementerian/Lembaga yang dikategorikan menangani urusan wajib berdasarkan PP No.
38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Dalam PP tersebut jelas diatur
bahwa 26 urusan wajib pemerintah harus dijabarkan melalui SPM. Penetapan dan
penerapan SPM ini sudah ditargetkan secara khusus pencapaiannya dalam prioritas
nasional 1 RPJMN 2010 – 2014 tentang Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola. Dalam
prioritas nasional ini, ditargetkan 5 SPM harus diterapkan didaerah pada tahun 2010 dan
penerapan 10 SPM pada tahun 2011.
Berdasarkan gambaran kondisi di atas, untuk melihat sejauh mana SPM ini dapat
diimplementasikan oleh daerah maka pada tahun 2012 Direktorat Otonomi Daerah
memunculkan inisiasi untuk melakukan kajian terkait dengan kapasitas daerah dalam
melaksanakan Standar Pelayanan Minimal yang sudah ditetapkan oleh beberapa
Dari hasil kajian ini diharapkan dapat diperoleh hasil analisis dari kapasitas daerah
dalam melaksanakan SPM selama ini.
2.1 Konsep Dan Latar Belakang Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
UU No. 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 karena
dianggap terlalu cepat untuk memberikan kewenangan yang seluas-luasnya pada
Kabupaten/Kota. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dibagi
pembagian urusan yang terdiri dari urusan mutlak dan urusan bersama (concurrent)
antara Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Urusan bersama tersebut dibagi lagi
menjadi urusan wajib dan pilihan. Dalam upaya meningkatkan pelayanan publik yang
dapat dijangkau oleh masyarakat, semua aspek/sektor dalam urusan wajib yang
dikategorikan sebagai pelayanan dasar harus disusun Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Konsep penerapan Standar Pelayanan Minimal ini sangat berkaitan erat dengan
konsep manajemen kinerja dimana hal tersebut terkait dengan sebuah sistem yang
terintegrasi dan mendukung dalam pengambilan keputusan, peningkatan kualitas
pelayanan dan pelaporan. Sejalan dengan hal itu, Rogers (1990:17) menyatakan bahwa
manajemen kinerja merupakan sebuah kesatuan perencanaan dan prosedur yang
menydiakan hubungan antara masing-masing individu dan strategi dalam organisasi
tersebut untuk mencpai tujuan yang diinginkan.2 Terkait dengan konsep manajemen
kinerja tersebut, maka dalam pencapaian standar pelayanan minimal untuk jangka waktu
tertentu ditentukan berdasarkan batas awal pelayanan (baseline) dan target pelayanan
yang akan dicapai.
1
Oentarto, dkk. 2004. Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan. Jakarta: Samitra Media Utama.
2
Rogers, Steve. 1990. Performance Management in Local Government. Great Britania: Longman
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 2
2.2 Kerangka Kebijakan Dan Regulasi Standar Pelayanan Minimal di Indonesia
Tabel 2.1. Target Pencapaian Standar Pelayanan Minimal dalam RPJMN 2010 - 2014
Target Capaian
Sasaran Indikator
2010 2011 2012 2013 2014
Pada tahun 2012, sebanyak 15 SPM telah tersusun diantaranya adalah SPM bidang
kesehatan, lingkungan hidup, pemerintahan dalam negeri, sosial, perumahan,
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga
sejahtera, pendidikan, ketahanan pangan, ketenagakerjaan, pekerjaan umum, kesenian,
komunikasi dan informatika, perhubungan dan penanaman modal. Peraturan terkait
dengan indikator dan target pencapaian SPM dituangkan dalam Paraturan Menteri
masing-masing bidang SPM. Besaran dan batas waktu pencapaian SPM ditetapkan oleh
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 II - 3
masing-masing Kementerian/Lembaga yang menjadi salah satu acuan bagi pemerintah
daerah untuk menyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan daerah.
Kementerian terkait
bidang SPM
Tingkat
Kabupaten/kota
Unit pelayanan Unit pelayanan Unit pelayanan Unit pelayanan Unit pelayanan
Dalam hal ini rangkaian proses penerapan SPM di daerah sebagai kerangka
pemikiran dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut.
Dengan pertimbangan besarnya APBD dan atau PAD serta karakteristik wilayah,
maka lokasi kajian ini secara random dipilih tiga Kabupaten/Kota pada tiga provinsi yang
berbeda. Provinsi Jawa Tengah, dipilih Kota Salatiga, Provinsi Kalimantan Barat, dipilih
Kabupaten Pontianak, dan Provinsi Sumatera Barat dipilih Kota Padang. Kota Salatiga
mewakili wilayah kota yang kecil dengan APBD relatif kecil, Kabupaten Pontianak
KEMENTERIAN PPN/
Profil Keuangan Daerah Provinsi Jawa Tengah
BAPPENAS
PAD, Dana Perimbangan, DBH, DAU, DAK dan Total Pendapatan Tahun
2011 Seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah
1,800,000
1,600,000
1,400,000
1,200,000
1,000,000
PAD
200,000
Kab. Pemalang
Kota Tegal
Kab. Karanganyar
Kab. Banyumas
Kab. Cilacap
Kab. Pekalongan
Kab. Sukoharjo
Kab. Tegal
Kab. Banjarnegara
Kab. Batang
Kab. Demak
Kota Surakarta
Kab. Grobogan
Kab. Magelang
Kota Semarang
Kab. Kebumen
Kab. Kendal
Kab. Temanggung
Kab. Wonogiri
Kota Pekalongan
Kota Salatiga
Kab. Boyolali
Kab. Brebes
Kab. Purbalingga
Kab. Semarang
Kab. Sragen
Kota Magelang
Kab. Klaten
Kab. Pati
Kab. Purworejo
Kab. Rembang
Kab. Wonosobo
Kab. Jepara
Kab. Kudus
Kab. Blora
15
900,000
800,000
700,000
600,000
PAD
500,000
Dana Perimbangan
100,000
17
1,200,000
1,000,000
800,000
PAD
600,000
Dana Perimbangan
400,000
Dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan
pajak
200,000 Dana alokasi umum
Kota Pariaman
Kab. Padang Pariaman
Kab. Pasaman
Kota Sawahlunto
Kab. Agam
Kota Padang
Kota Solok
Kab. Kepulauan Mentawai
Total Pendapatan
13
Sasaran kajian ini adalah semua stakeholders dalam proses pelaksanaan SPM di
masing-masing lokasi kajian. Sasaran ini meliputi Bappeda dan Sekda masing-masing
lokasi kajian. Sedangkan Sampel dalam kajian ini ditentukan secara purposif, yaitu bagian
atau orang yang paling mengetahui proses pelaksanaan SPM di masing-masing lokasi
sasaran kajian. Dengan metode purposif, sampel dalam kajian ini adalah sebagai berikut.
2) Tekhnik Analisis Data yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif, baik
kuantitatif maupun kualitatif.
No. Kondisi
Dari deskripsi ringkas lokasi kajian tersebut di atas, nampak bahwa Kota Padang
merupakan representasi dari kota yang nilai APBD-nya relatif tinggi dengan penduduk
yang relatif padat dan luas wilayah yang relatif terbatas. Sedangkan Kota Salatiga
merupakan representasi daerah perkotaan yang relatif kecil wilayahnya dengan APBD dan
penduduk yang relatif kecil juga. Adapun Kabupaten Pontianak, tipikal untuk daerah di
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 1
Indonesia Bagian Timur, merupakan representasi daerah yang luas dengan penduduk
yang jarang dan APBD yang relatif kecil sekali. Karakteristik ini dapat digunakan untuk
upaya generalisasi hasil kajian ini.
Dalam sub-aspek ini, dari hasil wawancara dan FGD ternyata ketiga daerah sampel
kajian ini menunjukkan bahwa pada umumnya informan di daerah sebagian besar masih
belum memahami benar tentang apa itu SPM. Sosialisasi yang diterima daerah dari
provinsi dan kementerian terkait masih sangat terbatas. Oleh karena itu, masing-masing
instansi di daerah sampel kajian juga belum intens melakukan sosialisasi kepada segenap
staf pemerintah daerah yang relevan dengan pelaksanaan pelayanan dasar. Tebel-tabel
berikut ini dapat diperiksa hasil FGD dan wawancara dengan informan di masing-masing
lokasi kajian.
Tabel 4.2. Hasil FGD dan Wawancara di Kabupaten Potianak
a. Kabupaten Pontianak
Di Kabupaten ini perencanaan pelayanan dasar sudah masuk dalam dokumen
perencanaan, baik KUA-PPA, Lakip 2011, maupun RPJMD 2009-2014. Meskipun
demikian, perincian target pencapaian pelayanan dasar masih mengikuti format lama
dan belum mengacu pada format sebagaimana ditentukan oleh masing-masing
kementerian tentang SPM. Perencanaan pelayanan yang ada belum secara eksplisit
mengikuti masing-masing keputusan kementerian tentang SPM, khususnya bidang
pendidikan dasar, kesehatan, dan lingkungan hidup.
b. Kota Padang
Seperti yang ada di Kabupaten Pontianak, Kota Padang dalam hal perumusan
perencanaan pelayanan dasar sudah masuk dalam dokumen perencanaan, baik KUA-
PPA, Lakip 2011, maupun RPJMD 2009-2014. Meskipun demikian, perincian target
pencapaian pelayanan dasar juga masih mengikuti format lama dan belum mengacu
pada format sebagaimana ditentukan oleh masing-masing kementerian tentang SPM.
Perencanaan pelayanan yang ada belum secara eksplisit mengikuti masing-masing
keputusan kementerian tentang SPM, khususnya bidang pendidikan dasar, kesehatan,
dan lingkungan hidup.
c. Kota Salatiga
Seperti yang ada di Kabupaten Pontianak dan Kota Padang, Kota Salatiga
merumuskan perencanaan pelayanan dasar juga sudah masuk dalam dokumen
perencanaan, baik KUA-PPA, Lakip 2011, maupun RPJMD 2009-2014. Meskipun
demikian, perincian target pencapaian pelayanan dasar juga masih mengikuti format
lama dan belum mengacu pada format sebagaimana ditentukan oleh masing-masing
kementerian tentang SPM. Perencanaan pelayanan yang ada belum secara eksplisit
4.3. Pembahasan
Berdasarkan hasil uraian pada fokus kajian kapasitas daerah dalam pelaksanaan
SPM ternyata secara keseluruhan aspek-aspek yang dikaji belum menunjukkan kapasitas
Dalam hal ini, di Kota Padang dan Kota Salatiga persepsi tentang kemungkinan
pelaksanaan SPM bidang pendidikan dasar cukup tinggi namun mereka merasa perlu
dukungan pembiayaan dari pemerintah karena SPBD yang ada sudah habis untuk
pembiayaan yang lain yang selama ini direncanakana dan dilaksanakan. Sedangkan di
Kabupaten Pontianak persepsi tentang kemungkinan pelaksanaan SPM bidang pendidikan
dasar masih rendah atau sulit dilaksanakan karena geografis yang sulit. Kalaupun SPM ini
harus dilaksanakan maka perlu pembiayaan yang besar dari pemerintah pusat. Dengan
kata lain, penerapan SPM di tiga lokasi ini dianggap memerlukan pembiayaan yang ekstra
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 IV - 10
dan seharusnya ditanggung oleh pemerintah pusat, termasuk Kota Padang yang
sebenarnya APBD-nya termasuk tinggi.
Pada SPM bidang kesehatan, di ketiga lokasi kajian relatif sama, bahwa masing-
masing daerah sudah merencanakan dan melaksanakan SPM kesehatan sesuai dengan
regulasi yang ada. Dalam hal ini, di ketiga lokasi kajian ternyata masing-masing lokasi
kajian mempunyai akses komunikasi yang baik dengan Kementerian Kesehatan sehingga
penerapan SPM relatif lebih maju disbanding bidang-bidang yang lain, Meskipun butir-
butir SPM di bidang kesehatan terus berubah-ubah (semakin sedikit) namun daerah cepat
menerima informasi dan berusaha menyeseuaikan dengan perubahan tersebut. Salah
satu akses yang selama ini dipakai dalam SPM bidang kesehatan adalah pemanfaatan
website kementerian yang sudah sampai pada tahapan interaksi, sementara website
bidang yang lain cenderung masih bersifat publish saja.
Pada SPM bidang kesehatan ini sudah terbiasa dengan laporan-laporan rutin dari
daerah ke kementerian dengan akses internet sehingga data dari daerah sampai ke
kementerian relatif paling cepat dibanding dengan bidang-bidang yang lainnya. Selain itu,
pemahaman para petugas lapangan di bidang kesehatan mengenai SPM bidang
kesehatan juga relatif paling maju dibanding bidang-bidang yang lain sehingga
penerapannya juga sudah melekat pada pekerjaan keseharian. Para petugas lapangan
sampai lembaga teknis yang menangani, dinas kesehatan, sudah cukup paman mengenai
apa dan bagaimana SPM bidang kesehatan. Mereka sudah memahami rencana target dan
pencapaiannya sehingga SPM pada bidang ini, di ketiga lokasi kajian, sudah relatif dapat
dilaksanakan dan tidak ada keluhan tentang pembiayaan yang ada.
Pada SPM bidang lingkungan hidup, di ketiga lokasi kajian ternyata belum dapat
dipahami dengan baik sehingga belum secara eksplisit direncanakan target dan
pembiayaannya. Bahkan sebagian belum tahu apa dan bagaimana SPM lingkungan hidup
tersebut. Pemahaman yang masih rendah ini dibarengi dengan persepsi bahwa untuk
melaksanakan SPM lingkungan hidup pasti akan membutuhkan pembiayaan yang besar
sehingga daerah menunggu pemerintah pusat untuk membantu pembiayaan tersebut.
Pembiayaan tersebut meliputi pembiayaan untuk mempersiapkan sumberdaya manusia
juga melalui pelatihan dan kalau perlu rekruitmen. Pemahaman yang keliru tersebut
5.1. Kesimpulan
Dari kajian penerapan SPM di tiga lokasi juga teridentifikasi bahwa faktor kondisi
geografis sangat menentukan kemungkinan penerapan SPM pelayanan dasar. Kondisi
geografis yang serba sulit akses antar wilayahnya sebagaimana direpresentasikan lokasi
Kabupaten Pontianak ternyata menjadi faktor penghambat yang signifikan dalam
kemungkinan penerapan SPM di daerah. Sementara itu, optimism yang ada di Kota
Padang dan Kota Salatiga dalam penerapan SPM juga berkaitan dengan kondisi geeografis
yang relatif serba mudah akses antar wilayahnya. Oleh karen aitu dapat dikatakan bahwa
kondisi geografis merupakan salah satu faktor penghambat dalam penerapan SPM di
daerah. Sedangkan faktor pendukung yang paling signifikan yang didapat dari kajian ini
adalah faktor penggunaan website dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. Interaksi
melalui wensite terbukti efektif untuk penerapan SPM, khusunya SPM bidang kesehatan.
5.2. Rekomendasi
3) Perlu dikaji ulang untuk penerapan SPM berkaitan dengan kondisi geografis masing-
masing daerah yang sangat beragam dari mulai akses yang sangat baik dan mudah di
daerah perkotaan dengan daerah yang akses yang buruk dan sulit di daerah
kabupaten, pada umumnya di luar Pulau Jawa. Dalam hal ini perlu perlakuan khusus
bagi wilayah kabupaten di luar Pulau Jawa tersebut dalam perencanaan dan
penerapan SPM. Pengembangan infrastruktur penggunaan internet bagi wilayah-
wilayah tersebut sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah pusat dalam
memfasilitasi daerah dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat oleh
pemerintah daerah. Infrastruktur ini meliputi perangkat keras dan lunak, terutama
persiapan sumberdaya manusianya, dan digunakan untuk pekerjaan sehari-hari, baik
interaksi pemerintah daerah dengan masyarakatnya maupun dengan Pemerintah
Pusat melalui kementerian yang terkait. Secara riil upaya pengembangan
infrastruktur ini sebenarnya lebih merupakan revitalisasi program e-government yang
sudah ada di semua lokasi kajian. Masing-masing lokasi kajian sudah memiliki website
namun sebatas publish dan tidak rutin diupdate karena belum menjadikan e-
government sebagai bagian dari pekerjaan sehari-hari. Revitalisasi ini lebih pada
kelengkapan data-entry dan update serta meningkatkan kemampuan website
menjadi interaksi atau bahkan transaksi bukan hanya sekedar publish saja.
4) Karena adanya disparitas kondisi geografis yang berkaitan dengan akses terhadap
pelayanan kepada masyarakat, maka standar pelayanan juga masih perlu dikaji ulang
sesuai dengan kondisi geografis masing-masing daerah karena meskipun sudah ada
klasifikasi daerah dalam SPM namun bagi daerah masih belum mencukupi, khususnya
Laporan Akhir Kajian Direktorat Otonomi Daerah Tahun 2012 V-3
SPM bidang pendidikan dasar dan lingkungan hidup. Ketiga daerah masih merasa
kesulitan dalam melaksanakan SPM bidang pendidikan dasar dan lingkungan hidup
karena merasa kondisi geografisnya tidak sama dengan daerah lainnya, dalam arti
mereka merasa pelaksanaan SPM mungkin lebih sulit dibanding daerah lain.
1. Menurut pemahaman Saudara, apakah yang dimaksud dengan penerapan standar pelayanan
minimal di Kabupaten/kota?
2. Dari mana instansi Saudara mendapatkan informasi tentang kebijakan penerapan SPM?
: Website Kemendagri : Sosialisasi oleh Kemendagri
: Website K/L terkait dengan SPM : Sosialisasi oleh K/L terkait SPM
: Lain-lain, Sebutkan……
3. Dari 15 SPM yang telah ditetapkan Kementerian/Lembaga, SPM apa saja yang sudah tersosialisasi
di daerah saudara?
: SPM Bidang Kesehatan : SPM Bidang Pekerjaan Umum dan PR
: SPM Bidang Sosial : SPM Bidang Ketenagakerjaan
: SPM Bidang Lingkungan Hidup : SPM Bidang Kominfo
: SPM Bidang Pemdagri : SPM Bidang Ketahanan Pangan
: SPM Bidang Perumahan : SPM Bidang Kesenian
: SPM Bidang PP dan PA : SPM Bidang Perhubungan
: SPM Bidang KB dan KS : SPM Bidang Penanaman Modal
: SPM Bidang Pendidikan Dasar
4. Apa peran instansi Saudara terhadap pelaksanaan penerapan SPM di daerah? Jelaskan juga dasar
pertimbangan pemberian peran tersebut oleh Kepala Daerah
5. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan oleh Provinsi kepada Kabupaten/Kota selama
ini?
6. Bagaimana pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan oleh Pemerintah Pusat (Kementerian Dalam
Negeri dan Kementerian teknis lainnya) kepada Kabupaten/Kota selama ini? Sebutkan kegiatan
yang telah dilakukan selama ini?
7. Kegiatan Sosialisasi yang pernah instansi saudara ikuti tentang fasilitasi penerapan SPM di daerah:
: Oleh Kemendagri Berapa kali:..........................................
: Oleh K/L Berapa kali:..........................................
: Oleh Provinsi Berapa kali:.........................................
: Oleh Pihak lain, sebutkan................... Berapa kali:.........................................
8. Dalam kegiatan sosialisasi yang pernah diikuti oleh instansi Saudara, materi apa saja yang
disosialisasikan?
: Pedoman penerapan SPM di daerah
: Pedoman teknis oleh masing-masin K/L terkait pencapaian pada indikator-indikator SPM
: Pedoman pengintegrasian SPM ke dalam dokumen perencanaan daerah
: Pedoman penyusunan rencana pembiayaan pencapaian SPM
: Tidak pernah mengikuti sosialisasi SPM
9. Adakah kebijakan yang mendukung percepatan penerapan SPM di daerah Saudara, seperti tim
teknis penerapan SPM atau peraturan daerah (Perda) yang terkait dengan SPM?
1. Jika Ya, jelaskan kebijakannya:
2. Jika Tidak, Jelaskan mengapa tidak ada:
10. Apakah instansi Saudara sudah pernah melakukan sosialisasi SPM kepada jajaran DPRD dan SKPD
serta stakeholder lainnya?
: Pernah, Jelaskan : Tidak pernah, Mengapa : Tidak tahu
11. Sesuai dengan arahan pada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 100/1023/SJ tanggal 26 Maret
2012 tentang “Percepatan Pelaksanaan Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal di
Daerah” apakah sudah dilakukan pembentukan tim teknis Percepatan Penerapan dan Pencapaian
SPM di daerah Saudara
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu
12. Apakah daerah Saudara sudah melakukan penyusunan profil pelayanan dasar dan analisis potensi
serta kemampuan daerah guna menghitung pembiayaan pencapaian SPM?
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu
13. Apakah daerah Saudara telah memiliki rencana kegiatan pencapaian SPM?
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu
14. Apakah daerah Saudara telah memiliki rencana pembiayaan pencapaian SPM?
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak tahu
15. Apakah instansi Saudara pernah dimintai dan/atau menyampaikan data-data teknis terkait
pencapaian dan penerapan SPM ke Pusat (Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian teknis
lainnya)
: Pernah, Jelaskan : Belum, Jelaskan : Tidak Pernah
16. Menurut Saudara, apakah kriteria SPM (indikator, target maupun batas pencapaian) yang termuat
dalam pedoman teknis SPM pada Peraturan Menteri masing-masing bidang SPM sudah sesuai
dengan kondisi di daerah Anda? Jelaskan
17. Apakah daerah Saudara sudah menyusun rencana pencapaian SPM yang dituangkan dalam
RPJMD? Sebutkan bidang SPM
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak Tahu
18. Apakah daerah Saudara sudah menyusun nota kesepakatan tentang Kebijakan Umum APBD (KUA)
dan Prioritas Plafond Anggaran (PPA) yang memuat target pencapaian SPM
: Sudah, Jelaskan : Belum, Mengapa : Tidak Tahu
19. Berapa alokasi anggaran untuk pembinaan terhadap pelaksanaan penerapan SPM di daerah?
20. Apakah dana-dana di bawah ini, menurut pemahaman Saudara dapat digunakan dalam
pencapaian penerapan SPM? (beri tanda, jika sesuai)
: Dana dekonsentrasi/Tugas Pembantuan, Jelaskan
: Dana perimbangan (DAK/DAU), jelaskan
: BOS, Jamkesmas, jelaskan
: PNPM, Jelaskan
: APBD, Jelaskan
21. Usulan/masukan/saran Anda terhadap percepatan penerapan SPM di daerah?
B. Beberapa Foto Pelaksanan FGD di Lokasi Kajian
Lampiran
FGD Dengan
Kabupaten Pontianak 2012
FGD Dengan
Kota Padang 2012
FGD Dengan
Kota Salatiga 2012
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65 TAHUN 2005
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14
ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal;
MEMUTUSKAN : . . .
- -2- -
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
6. Standar . . .
- -3- -
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
BAB III . . .
- -4- -
BAB III
PRINSIP-PRINSIP STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Pasal 3
BAB IV
PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Pasal 4
Pasal 5 . . .
- -5- -
Pasal 5
Pasal 6
Pasal 7
b. standar . . .
- -6- -
Pasal 8
BAB V
PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Pasal 9
(4) Rencana . . .
- -7- -
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
(2) Dalam . . .
- -8- -
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 14
Pasal 15
(2) Monitoring . . .
- -9- -
Pasal 16
Pasal 17
(2) Menteri . . .
- - 10 - -
Pasal 18
Pasal 19
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Pasal 22
Agar . . .
- - 12 - -
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2005
ttd
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2005
ttd
ABDUL WAHID
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65 TAHUN 2005
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
I. UMUM
SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara
minimal. Sesuai dengan amanat Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang . . .
- -2- -
Disamping itu, perlu dipahami bahwa SPM berbeda dengan Standar Teknis.,
karena Standar Teknis merupakan faktor pendukung pencapaian SPM.
Pemerintah . . .
- -3- -
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “urusan wajib yang disusun dan diterapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan” adalah urusan
wajib sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang, dan yang diatur dalam peraturan perundangan-
undangan lainnya yang mengatur penyelenggaraan pelayanan dasar,
seperti peraturan perundang-undangan bidang pendidikan,
kesehatan, perhubungan, lingkungan hidup, kependudukan, yang
memuat ketentuan tentang urusan, tugas, wewenang dan tanggung
jawab daerah.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
- -4- -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “perkembangan kebutuhan dan
kemampuan”adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kurun waktu tertentu terhadap kebutuhan pelayanan dasar serta
keberhasilan pencapaian SPM, dengan mempertimbangkan
kemampuan nasional dan daerah, yang dikaji secara terus menerus,
dalam rangka peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan
dasar.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Batas waktu pencapaian SPM adalah periode yang ditentukan dalam
Peraturan Menteri untuk mencapai indikator-indikator SPM.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Pembahasan SPM dalam forum DPOD dianggap perlu
memperhatikan:
a. prioritas penyusunan SPM, baik pada masing-masing bidang
pemerintahan maupun antar bidang pemerintahan;
b. kriteria penentuan urusan wajib; dan
c. ketersediaan keuangan negara dan daerah.
Untuk mempertimbangkan hal-hal tersebut dan menghindari
tumpang-tindih dalam penyusunan SPM yang terkait dengan lebih
dari satu Departemen/Lembaga Pemerintah Non-Departemen,
DPOD sebagai dewan yang bertugas memberikan pertimbangan
dalam . . .
- -5- -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Klasifikasi belanja daerah disusun berdasarkan organisasi, fungsi,
program dan kegiatan serta jenis belanja.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Informasi kepada masyarakat disampaikan melalui papan pengumuman
yang tersedia, media cetak (surat kabar lokal dan nasional), media
elektronik (website), dan forum diskusi publik, dan/atau media lainnya
yang memungkinkan masyarakat mendapatkan akses pada informasi
dimaksud.
Pasal 12 . . .
- -6- -
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan urusan pemerintahan yang
mengakibatkan dampak lintas daerah” antara lain adalah pelayanan
sekolah, rumah sakit, pengelolaan sampah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.