A. Deskripsi
Garam adalah bahan/bumbu masakan yang ditemukan hampir di semua peradaban.
Diperkirakan awal munculnya adalah sejak jaman neolitikum. Reay Tannahill dalam
bukunya Food in History menyebutkan bahwa produksi garam sudah dilakukan manusia
pada jaman neolitikum yaitu fase atau tingkat kebudayaan pada zaman prasejarah yang
mempunyai ciri-ciri berupa unsur kebudayaan, seperti peralatan dari batu yang diasah,
pertanian menetap, peternakan, dan pembuatan tembikar. Tapi penggunaan 'rasa asin'
pada makanan sudah dilakukan manusia seribu abad sebelum manusia memproduksinya
pada jaman neolitikum tersebut. Sebelum ditemukan cara memproduksi garam, manusia
memberikan rasa asin pada makanannya dengan cara diantaranya dengan menggunakan
air laut, akan tetapi rasa tersebut akan segera hilang saat selesai dimasak (dibakar).
Garam mulai diproduksi secara masal diperkirakan dilakukan pada milenium pertama
sebelum Masehi, di mana pada saat itu sudah berdiri pemerintahan Administratif di China,
Dinasti Ptolemy di Mesir dan Dinasti Sekulus di Persia. Dalam buku Cambridge World
History of Food, Kenneth F. Kiple dan Kriemhild Conee Ornelas menuliskan bahwa pada
masa awal produksi garam yang sekarang kita kenal, yaitu Natrium Klorida (NaCl)
dilakukan dengan beberapa metode seperti dengan menguapkan air laut dengan bantuan
sinar matahari, mendidihkan air yang mengandung garam sehingga terbentuk lapisan
garam sampai ke penambangan garam yang sudah membatu karena proses alam di
sumber-sumber air garam. Pada jaman yunani kuno Sebegitu pentingnya garam dalam
kehidupan, Plato menggambarkan garam sebagai "Sebuah material yang dicintai dewa",
Aristoteles menulis bahwa garam adalah hadiah musim semi yang berasal dari dewa dan
homer menyebut garam sebagai "wahyu Ilahi". Pada masa Romawi Kuno, harga garam
sangat mahal. Oleh karena mahalnya garam pada masa itu lalu dipakai untuk membayar
gaji para pekerja dan prajurit dengan salarium (garam). Istilah salarium (Latin) yang
maksudnya ‘garam’ itu dipakai untuk gaji yang kemudian diambil dalam bahasa Inggris
salary. Lucunya garam dalam bahasa Inggris kuno adalah ‘sealt’. Bila kita hilangkan dua
huruf terakhir –lt, kita akan dapatkan kata ‘sea’ yang artinya laut. Mungkin juga
maksudnya begitu karena air laut rasanya asin dan garam berasal dari laut.
B. Kegiatan Belajar
1. Tujuan Pembelajaran
Siswa yang mempelajari topik ini diharapkan mampu:
a. Proses Pembuatan Industri garam dapur.
b. Proses Pembuatan Industri soda.
c. Proses Pembuatan Industri asam khlorida.
2. Uraian Materi
1. Industri Garam Dapur
Garam merupakan salah satu kebutuhan yangmerupakan pelengkap dari
kebutuhan pangan danmerupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia.Walaupun
Indonesia termasuk negara maritim, namun usaha meningkatkan produksi garam
belum diminati,termasuk dalam usaha meningkatkan kualitasnya. Dilain pihak untuk
kebutuhan garam dengan kualitas baik(kandungan kalsium dan magnesium kurang)
banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal ini garam beryodium serta
garam industri. Kualitas garam yang dikelola secara tradisional pada umumnya
harus diolah kembali untuk dapat dijadikan garam komsumsi maupun garam
industri.Areal penggaraman yang dikelola oleh rakyat cukup luas, sedangkan
produksi dan hasilnya belum sesuai untuk dapat dijadikan garam komsumsi maupun
garam industri. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan, untuk membuat garam
dengan beberapa kategori berdasarkan perbedaan kandungan NaCI- nya sebagai
unsur utama garam.
Ada bermacam-macam cara pembuatan garam yang telah dikenal manusia, tetapi
dalam tulisan ini hanya akan diuraikan secara singkat cara pembuatan garam yang
proses penguapannya menggunakan tenaga matahari (solar evaporation),
mengingat cara ini dinilai masih tepat untuk diterapkan perkembangan teknologi dan
ekonomi di Indonesia pada waktu sekarang.
Pada dasarnya pembuatan garam dari air laut terdiri dari langkah-langkah proses
pemekatan (dengan menguapkan airnya) dan pemisahan garamnya (dengan
kristalisasi).
Bila seluruh zat yang terkandung diendapkan/dikristalkan akan terdiri dari campuran
bermacam-macam zat yang terkandung, tidak hanya Natrium Klorida yang
terbentuk tetapi juga beberapa zat yang tidak diinginkan ikut terbawa (impurities).
Proses kristalisasi yang demikian disebut “kristalisasi total”.
Bagan Proses Pembuatan Garam Evaporasi Kadar NaCl Tinggi
Sumber bagan : http://www.oocities.org/trisaktigeology84/Garam.pdfhttp://www.oocities.org/trisaktigeology84/Garam.pdf
Bila terjadi kristalisasi komponen garam tersebut diatur pada tempat-tempat yang
berlainan secara berturut-turut maka dapatlah diusahakan terpisahnya komponen
garam yang relatif lebih murni. Proses kristalisasi demikian disebut kristalisasi
bertingkat. Untuk mendapatkan hasil garam Natrium Klorida yang kemurniannya
tinggi harus ditempuh cara kristalisasi bertingkat, yang menurut kelakuan air laut,
tempat kristalisasi garam (disebut meja garam) harus mengkristalkan air pekat dari
25°Be sehingga menjadi 29°Be, sehingga pengotoran oleh gips dan garam-garam
magnesium dalam garam yang dihasilkan dapat dihindari/dikurangi.
1.1 Konstruksi Penggaraman
Ada dua macam konstruksi penggaraman yang dipakai di Indonesia :
Konstruksi tangga (getrapte) Yaitu konstruksi yang terancang khusus dan
teratur dimana suatu petak penggaraman merupakan suatu unit
penggaraman yang komplit, terdiri dari peminihan-peminihan dan meja-meja
garam dengan konstruksi tangga, sehingga aliran air berjalan secara
alamiah (gravitasi).
Konstruksi komplek meja (tafel complex) Yaitu konstruksi penggaraman
dimana suatu kompleks (kelompok-kelompok) penggaraman yang luas yang
letaknya tidak teratur (alamiah) dijadikan suatu kelompok peminihan secara
kolektif, yang kemudian air pekat (air tua) yang dihasilkan dialirkan ke suatu
meja untuk kristalisasi.
Proses pembuatan garam dengan cara penguapan sinar matahari disebut
kristalisasi (penguapan) yaitu cara memisahkan campuran/zat terlarut dari
pelarutnya menggunakan pemanasan atau penyerapan kalor berdasarkan
titik didihnya. Air memiliki titik didih lebih rendah dari pada garam, sehingga
ketika air laut terkena panas matahari, air akan menguap menginggalkan
partikel-pertikel garam kemudian membentuk kristal-kristal garam. Kristal
inilah yang selanjutnya dikumpulkan oleh petani garam untuk kemudian
dicuci sampai bersih dan dijemur lagi sampai menghasilkan garam yang
layak konsumsi.
1.2 Faktor yang mempengaruhi produksi garam antara lain:
a. Air Laut
Mutu air laut (terutama dari segi kadar garamnya (termasuk kontaminasi
dengan air sungai), sangat mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk
pemekatan (penguapan).
b. Keadaan Cuaca
Panjang kemarau berpengaruh langsung kepada “kesempatan” yang
diberikan kepada kita untuk membuat garam dengan pertolongan sinar
matahari.
Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun
rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang
kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut.
Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat
mempengaruhi kecepatan penguapan air, dimana makin besar
penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap.
c. Tanah
Sifat porositas tanah mempengaruhi kecepatan perembesan
(kebocoran) air laut kedalam tanah yang di peminihan ataupun di meja. Bila
kecepatan perembesan ini lebih besar daripada kecepatan penguapannya,
apalagi bila terjadi hujan selama pembuatan garam, maka tidak akan
dihasilkan garam. Jenis tanah mempengaruhi pula warna dan
ketidakmurnian (impurity) yang terbawa oleh garam yang dihasilkan.
d. Pengaruh air
Pada kristalisasi garam konsentrasi air garam harus antara 25–29°Be. Bila
konsentrasi air tua belum mencapai 25°Be maka gips (Kalsium Sulfat) akan
banyak mengendap, bila konsentrasi air tua lebih dari 29°Be Magnesium
akan banyak mengendap.
e. Cara pungutan garam
Segi ini meliputi jadwal pungutan, umur kristalisasi garam dan jadwal
pengerjaan tanah meja (pengerasan dan pengeringan). Demikian pula
kemungkinan dibuatkan alas meja dari kristal garam yang dikeraskan, makin
keras alas meja makin baik. Pungutan garam ada 2 sistem :
Sistem Portugis Pungutan garam di atas lantai garam, yang terbuat dari
kristal garam yang dibuat sebelumnya selama 30 hari, berikut tiap 10 hari
dipungut.
Sistem Maduris Pungutan garam yang dilakukan di atas lantai tanah,
selama antara 10– 15 hari garam diambil di atas dasar tanah.
f. Air Bittern
Air Bittern adalah air sisa kristalisasi yang sudah banyak mengandung
garam-garam magnesium (pahit). Air ini sebaiknya dibuang untuk
mengurangi kadar Mg dalam hasil garam, meskipun masih dapat
menghasilkan kristal NaCl. Sebaiknya kristalisasi garam dimeja terjadi
antara 25–29°Be, sisa bittern ≥ 29°Be dibuang.
1.3 Tahapan Proses Pembuatan Garam
a. Pengeringan Lahan
Pengeringan lahan pemenihan dilaksanakan pada awal bulan April.
Pengeringan lahan kristalisasi.
b. Pengolahan Air Peminian/Waduk
Pemasukan air laut ke Peminian.
Pemasukan air laut ke lahan kristalisasi.
Pengaturan air di Peminian.
Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan selama
seminggu.
Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan, untuk
pengeluaran Brine selanjutnya dari peminian tertua melalui Brine Tank.
Pengembalian air tua ke waduk. Apabila air peminihan cukup untuk
memenuhi meja kristal, selebihnya dipompa kembali ke waduk.
c. Pengolahan Air dan Tanah
Pekerjaan Kesap Guluk (K/G) dan Pengeringan :
- Pertama K/G dilakukan setelah air meja 4–6°Be.
- Kedua K/G dilakukan setelah air meja 18–22°Be dan meja di atasnya
dilakukan K/G dengan perlakuan sama.
Lepas air tua dilakukan pada siang hari dengan konsentrasi air garam
24–25°Be dan ketebalan air 3–5 cm.
d. Proses Kristalisasi
Pemeliharaan meja begaram
Aflak (perataan permukaan dasar garam)
e. Proses Pungutan
Umur kristal garam 10 hari secara rutin
Pengaisan garam dilakukan hati-hati dengan ketebalan air meja cukup
atau 3–5 cm.
Angkutan garam dari meja ke timbunan membentuk profil (ditiriskan),
kemudian diangkut ke gudang atau siap untuk proses pencucian.
f. Proses Pencucian
Pencucian bertujuan untuk meningkatkan kandungan NaCl dan
mengurangi unsur Mg, Ca, SO4 dan kotoran lainnya.
Air pencuci garam semakin bersih dari kotoran akan menghasilkan
garam cucian lebih baik atau bersih. Persyaratan air pencuci :
- Air garam (Brine) dengan kepekatan 20–24°Be
- Kandungan Mg ≤ 10 g/liter.
Gambar Proses Pembuatan Garam
Sumber gambar : http://www.oocities.org/trisaktigeology84/Garam.pdf
Air laut terlebih dahulu dikumpulkan di dalam kolam, tambak, danau atau
penampung (reservoir) khusus lainnya. Ini agar air yang sudah dikumpulkan tidak
terganggu oleh pasang air laut.
Reservoir dapat berupa buatan manusia maupun ciptaan alam, seperti kolam,
tambak, waduk atau danau. Tapi tanah yang pori-porinya halus akan lebih baik
karena memiliki dasar yang dapat mencegah air laut serta kandungan mineralnya
agar tidak banyak meresap ke dalam tanah.
Berikutnya, hamparan air laut dijemur oleh panas matahari sampai warna air
berubah merah. Dalam skala luas, lebih murah menggunakan penguapan matahari
untuk membuat garam. Tentu dibutuhkan cuaca yang panas, karena di musim hujan
prosesnya akan sulit. Untuk skala kecil, bisa saja menggunakan tungku dan panci.
Berikutnya, mengeringkan air garam. Beberapa pembuat garam mengetahui
sudah waktunya untuk menguras air garam ketika air berubah menjadi merah. Warna
merah berasal dari alga yang berubah warna akibat konsentrasi garam yang semakin
tinggi.
Berikutnya pengurasan air garam ke kolam kristalisasi atau tempat pengasinan.
Di sinilah natrium klorida - garam - akhirnya mengkristal di dasar kolam.
Setelah garam mengkristal di bagian bawah reservoir, garam lalu
dipanen/dikumpulkan dengan alat garuk. Garam kristal ini masih harus diproses agar
bersih dan bisa dipakai, dikemas kemudian dipasarkan.
Industri Soda
Industri soda kaustik sering kali disebut industri klor alkali. Industri ini selain
mengahsilkan soda kaustik atau alkali hidroksida (NaOH) juga menghasilkan klor (Cl 2)
sebagai produk utamanya.
Proses elektrolisis berperan penting pada industri soda kaustik. Proses tersebut
menghasilkan produk berupa gas H 2, gas Cl2, dan NaOH (dimana sumber ion klorida
yang digunakan adalah NaCl).
Produksi soda kaustik dengan cara elektrolisis sudah dikenal pada abad ke-18,
tetapi baru pada tahun 1890 soda kaustik diproduksi dengan cara ini untuk keperluan
industri. Sampai beberapa tahun sebelum Perang Dunia I, kuantitas soda kaustik yang
dihasilkan sebagai koproduk klor dari proses elektrolisis boleh dikatakan dapat
diabaikan bila dibandingkan dengan yang dibuat dari soda abu dengan kaustisasi
gamping.
Kimiawan Swedia Karl Wilhelm Scheele menemukan klorin pada tahun 1774
dan membuatnya dalam bentuk unsur melalui reaksi asam klorida dengan pirolusit
(suatu mineral yang mengandung MnO2).
Scheele tidak menyadari bahwa gas kuning kehijauan yang dihasilkannya adalah unsur
dan hal ini terus berlangsung sampai Humphry Davy mengidentifikasinya pada 1811
dan menamainya klorin (dari kata Yunani chloros, berarti hijau). Sementara itu,
Berthollet dan de Saussure telah mendeskripsikan sifat pemutih dari klorin pada tahun
1786. Namun demikian, klorin kurang memuaskan dalam beberapa hal zat ini akan
merusak pakaian.
Kimiawan Skotlandia Charles Tennant membuat kemajuan penting pada tahun
1799 ketika ia mematenkan material yang disebutnya serbuk pemutih yang dibuat
dengan menjenuhkan kapur mati dengan klorin seperti reaksi berikut.
Ca(OH)2(s) + Cl2(g) CaCl(OCl)(s) + H2O(l)
Dengan demikian, paten pertama mengenai penggunaan klor di industri diterbitkan
pada tahun 1799 (seperempat abad setelah penemuannya) yaitu sebagai pemutih
tersebut.
Selama hampir satu abad sesudah penemuan klorin pada tahun 1774, metode utama
untuk membuat klorin untuk zat pemutih masih merupakan proses reaksi asli yang
pernah digunakan oleh Scheele. Ini merupakan metode yang sangat boros, sebab
sebagian mangan dan sebagian klorin hilang sebagai MnCl2. Menjelang pertengahan
abad ke-19, asam klorida (produk samping yang berbahaya dari proses Leblanc) sudah
banyak digunakan dalam manufaktur pemutih dan diperlukan metode untuk
mengoksidasinya yang lebih hemat.
Antara tahun 1868 dan 1874, kimiawan dan industriawan Inggris, Henry Deacon
mengembangkan suatu proses untuk mengonversi asam klorida gas menjadi klorin
dengan katalis tembaga klorida di mana kesetimbangan reaksinya tidak memuaskan.
Proses lain adalah proses Weldon, yaitu HCl dioksidasi dengan mangan dioksida
yang mahal. Pengembangan peralatan listrik arus searah berkapasitas besar
menjelang akhir abad ke-19 menyebabkan proses kaustisasi ini menjadi kuno dan
pada pertengahan abad kedua puluh, lebih dari 99% klor yang digunakan di dunia
diproduksi dari proses elektrolisis.
1. Sel diafragma
2. Sel membran
3. Sel merkuri
Proses elektrolisis dengan sel difragma, ruang katode dan anode dipisahkan
menggunakan sekat yang disebut diafragma. Sel diafragma menjaga
bercampurnya gas hidrogen dan gas klor, karena kedua gas tersebut dapat
menyebabkan terjadinya ledakan apabila bercampur. Selain itu untuk mencegah
bereaksinya soda kaustik dengan klorin yang dapat membentuk natrium hipoklorit
(NaClO) dan natrium klorat (NaClO3) pada temperatur operasi diatas 400C.
Elektrolisis dengan menggunakan sel diafragma, arus DC dialirkan melalui sel
agar elektrolisa larutan natrium klorida dan arahnya dari anoda ke katoda, yang
berlawanan arah dengan aliran elektron.
Proses elektrolisis dengan sel merkuri anodenya terbuat dari grafit atau
titanium, tetapi katodenya adalah kolam aliran raksa (merkuri). Katode merkuri
mempunyai overpotensial yang lebih tinggi untuk mereduksi H2O menjadi OH- dan
H2(g).
Sel merkuri cukup banyak memberi keuntungan daripada sel diafragma, terutama
karena dapat menghasilkan NaOH dengan kemurnian tinggi tanpa prosedur
lanjutan yang terlalu banyak. Proses dengan menggunakan sel merkuri
menghasilkan konsentrasi larutan kaustik soda tertinggi diantara ketiga jenis sel-
sel yang lain.
Satu kerugian yang penting adalah sel merkuri memerlukan voltase yang lebih
tinggi (kira-kira 4,5 V) dibandingkan sel diafragma dan juga memerlukan energi
listrik yang cukup banyak, yaitu sekitar 3100 kWh/ton Cl2 dalam sebuah sel
merkuri, dibandingkan dengan 2700 kWh dalam sel diafragma. Kerugian lain yang
cukup serius dari sel merkuri ini adalah perlunya pengendalian limbah merkuri ke
lingkungan.
GAMBAR 1.2 Merkuri Sel
a. Sifat Fisik
BAHAN BAKU
BAHAN BAKU UTAMA
TAMBAHAN
SIFAT FISIK
Natrium Natrium
Air Asam Klorida
Clorida Carbonat
Fasa Padat Cair Padat Cair
Rumus Molekul NaCl H2O Na2CO3 HCl
Berat Molekul (g/mol) 58,45 18,0153 106 36,5
Titik Lebur, 1 atm (0C) 800,4 0 8510 −27,32 (larutan 38%)
Titik Didih, 1 atm (0C) 1413 100 - 110 (larutan 20,2%)
Densitas (g/ml) 1,13 0.998 2,533 1,18
Kapasitas Panas (cal/mol 1,8063 4184 4,3350 -
⁰C)
Panas Penguapan 40.810 40.7 7.000 -
cal/mol kJ/mol cal/mol
Entalpi Pembentukan - –286.0 - -
Standar (kJ/mol)
Tabel 2.1 sifat fisik bahan baku
b. Sifat Kimia
Sifat-Sifat NaOH
Berikut adalah sifat-sifat fisik dari kaustik soda atau NaOH
a. Sifat fisik
Natrium Hidroksida
Nama Sistematis Natrium Hidroksida
Sifat
2) Pengendapan Pengotor
Larutan garam dari tangki pencampur memasuki tangki pengendap untuk
diendapkan pengotornya, diantaranya CaSO4, MgSO4, CaCl2, MgCl2
menggunakan Na2CO3 dan NaOH dengan reaksi sebagai berikut:
CaSO4 + Na2CO3 → CaCO3↓ + Na2SO4
MgSO4 + 2NaOH → Mg(OH)2 ↓+ Na2SO4
CaCl2 + Na2SO4 → CaSO4↓ + 2NaCl
MgCl2 + 2NaOH → Mg(OH)2↓ + 2NaCl
CaCl2 + Na2CO3 → CaCO3 ↓ + 2NaCl
Reagen dan pengotor bereaksi membentuk endapan dan dikeluarkan dari dasar
tangki. Pemberian reagen dilakukan dengan kadar berlebih untuk mendapatkan
hasil yang optimum. Sekitar 60% dari pengotor yang mengendap keluar dari
bagian bawah tangki pengendap, sedangkan larutan lainya keluar dari bagian
atas clarifier menuju ke filter.
3) Penyaringan (Filtrasi)
Endapan yang masih tersisa seluruhnya difilter dalam filter press.
4) Penukaran Ion
Selama proses sedimentasi tidak semua ion bereaksi dengan reagen dan
dan akan terdapat ion-ion yang tidak diinginkan sehingga diperlukan perlakuan
lebih lanjut agar NaCl yang akan di elekrolisis terbebas dari pengotor ‘impuritis’.
Karena itu digunakan resin untuk mengikat ion-ion tersebut.
Larutan NaCl dilewatkan pada resin. Resin yang mengikat kation disebut
resin kation dan resin yang mengikat anion disebut resin anion. Reaksi
penukaran ion yang terjadi adalah:
Resin kation : R-H + A- → R-A + H+
Resin anion : R-OH – B+ → R-B + OH-
Proses diatas terjadi secara reversible sehingga bila resin sudah jenuh, atau
tidak bisa menangkap atau mengikat ion mineral positif/negative, bisa
diregenerasi kembali. Regenerasi dilakukan dengan mereaksikan kembali resin
dengan asam-basa yaitu NaOH dan H2SO4 sehingga ion mineral positif yang
sudah terikat di resin akan terlepas lagi. Reaksi regenerasi sebagai berikut:
2(R-A) + H2SO4 → 2(R-H) + A2SO4
2R-B + NaOH → R-OH + NaB
2. Proses Utama
Prosen utama merupakan tahapan inti dari industri soda kaustik ini. Proses
ini terdiri dari pengasaman dan elektrolisis.
1) Penambahan HCl (Pengasaman)
Penambahan HCl dilakukan untuk mengurangi terjadinya pembentukan
chlorate pada sel elektrolisa, larutan masuk anoda diasamkan hingga pH 4.
2) Elektrolisa
Larutan yang keluar dari resin penukar ion sebelum memasuki sel
elektrolisa akan dipanaskan terlebih dahulu. Proses elektrolisa menggunakan
titanium sebagai sel anoda dan nikel sebagai sel katoda yang dialiri arus DC
(direct current) sebagai sumber energi.
Pada anoda feed masuk adalah larutan garam, ion Cl- pada NaCl teroksidasi
dan membuntuk Cl2 sedangkan ion Na+ kehilangan pasangan dan bergerak
menuju katoda. Pada katoda feed masuk adalah H 2O dan NaOH recycle, ion
H+ dari H2O tereduksi menjadi H2 sehingga ion OH- kehilangan pasangan. Ion
Na+ dan OH- ini selanjutnya bertemu dan membentuk NaOH. Dihasilkan larutan
NaOH yang dihasilkan 32%.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
- Anode
Ionisasi : NaCl Na+ + Cl-
2Cl- Cl2 (g) + 2e-
- Katode
Ionisasi : H2O H+ + OH-
2 H+ + 2 e– H2 (g)
garam
air
lar garam
pemurnian
biasa
pemurnian dengan
penukar ion
3. Pengolahan Akhir
1) Evaporasi
Untuk menghasilkan NaOH 50% maka diperlukan tahap selanjutnya yaitu
evaporasi. NaOH 32% yang keluar dari sel elektrolisa memasuki evaporator.
NaOH di evaporasi menggunakan steam sehingga NaOH 50% keluar. NaOH
50% kemudian didinginkan melalui beberapa tahap pendinginan, pertama
ditukarkan panasnya dengan feed katoda sehingga suhunya turun, larutan ini
kemudian didinginkan kembali menggunakan air pendingin dan ditampung ke
dalam tangki penampung.
2) Evaporasi Akhir
Kaustik 50% yang sudah didinginkan dan diendapkan atau kaustik yang
telah dimurnikan secara khusus dapat dipekatkan dengan menggunakan
evaporator akhir efek-tunggal agar menjadi NaOH 70% sampai 75% dengan
menggunakan uap bertekanan 500 sampai 600 kPa. Kaustik yang sangat
pekat ini harus ditangani dengan pipa yang dipanasi dengan pipa uap agar
tidak mengalami pembekuan. Larutan itu lalu diteruskan ke periuk
penyelesaian.
D PF
lar. NaOH lumpur (Na2CO3,
B
1 B2
encer
Ca(OH)2, NaCl).
E1 : penguap Kestner D : pengendap/pengkristal
E2,E3,E4 : penguap multi tahap PF : penyaring putar Oliver
B1 : pemekat lelehan
E5 : penguap vakum NaOH
B2 : pan pelelehan
C1,C2 : kondensor
Pada elektrolisa ini terjadi reaksi samping. Reaksi samping yang terjadi
yaitu pembentukan Chlorate (NaClO3) reaksi pembentukan chlorate :
Perpindahan ion yang terjadi dalam elektrolisa juga tidak sempurna, sekitar
5% ion Cl- lolos menuju katoda (Uhde), dan sekitar 5% ion OH - lolos menuju
anoda, membentuk NaOH dan kemudian membentuk chlorate.
Reaksi ini menghasilkan gas O2 yang akan keluar dari bagian atas anoda, dan
ion H+ yang akan menuju ke katoda, kemudian ion H + bereaksi dengan OH-
manjadi H2O (back mixing).
Pengotor yang tidak dikehendaki dalam kaustik 50% adalah besi klorida,
NaCl, dan NaClO3. Penyingkiran besi-besi biasanya dilakukan dengan
mengolah kaustik itu dengan 1% berat serbuk kalsium karbonat dan
menyaring campuran yang dihasilkan. Klorida dan klorat dikeluarkan dengan
meneteskan kaustik 50% itu ke dalam kolom larutan ammonia 50%.
Pengolahan ini menghasilkan kaustik yang hampir bebas sama sekali dari
klorida dan klorat
PENDAHULUAN
Pembuatan soda abu merupakan salah satu industry terbesar kimia dasar yang paling
penting. Dalam nilai dolar penggunaannya, sangat beraneka ragam, sedemikian
rupa, sehingga boleh dikatakan tidak ada barang konsumsi yang diperjualbelikan
yang tidak bergantung padakhlor dan alkali pada salah satu tahap pembuatannya.
Produk soda abu dijual kembali kepada insdustri dimana ia kemudian digunakan
untuk pembuatan sabun dan detergen, serat dan plastic, kaca, petrokimia, pulp, dan
kertas, pupuk bahan peledak, pelarut, dan berbagai bahan kimia lainnya.
SEJARAH
Proses sintesis yang sekarang digunakan untuk pembuatan soda abu adalah proses
solvay. Sebelum metode ini dikembangkan, proses yang digunakan secara luas
adalah proses LeBlanc (1773). Proses ini didasarkan atas pemanggangan kerak
garam (salt cake) dengan karbon dan batu gamping di dalam tanur putar dan seudah
itu mengeras hasilnya dengan air. Produk kasar dari reaksi itu disebut abu hitam
(black ash). Pengerasan dilakukan pada waktu dingin ; pada pengerasan itu
berlangsung hidrolisis sebagian sulfide. Ini kemudian diubah lagi menjadi karbonat
melalui pengolahan dengan gas yang mengandung karbon dioksidayang berasal dari
tanur abu hitam. Larutan natrium karbonat yang dihasilkan, dipekatkan sehingga
menghasilkan natrium karbonat, yang kemudian dikeringkan atau dikalsinasi. Di
Amerika Serikat tidak pernah ada yang menggunakan proses LeBlanc dan dewasa
ini tidak ada lagi pabrik yang beroperasi dengan proses ini di dunia. Pada tahun 1861,
Ernest Solvay mulai mengembangkan proses soda ammonia. Pada mulanya proses
ini mengalami kesulitan besar dalam bersaing dengan proses LeBlanc yang lebih tua
dan lebih mapan, namun dalam beberapa tahun sajproses solvay berhasil
menurunkan harga soda abu sebanyak sepertiganya. Setelah suatu persaingan yang
sengit dimana para penghasil soda LeBlanc menggunakan taktik banting harga,
proses soda amonia akhirnya berhasil menggantikan proses LeBlanc secara
keseluruhan pasa tahun 1915.
Proses solvay tetap mendapat perhatian di Eropa dan Negara – Negara yang tidak
mempunyai endapan natrium karbonat alam, tetapi pada tahun 1982 hanya satu
pabrik saja yang masih beroperasi dengan proses solvay di Amerika Serikat. Pabrik
itu dapat tetap hidup karena biaya terpasangnya murah sedang ongkos angkut tinggi.
Pasaran dalam negeri Amerika Serikat sekarang dikuasai oleh soda “alam” yang
berasal dari endapan . di Wyoming juga banyak yang diekspor. Proses solvay
membutuhkan 18,4 GJ energy untuk membuat 1 t soda abu, sedang penambangan
setiap ton metric soda abu hitam hanya memerlukan 8,4 GJ saja, sehingga
penambangan ini lebih menarik dari segi energy.
PENGERTIAN
Soda abu adalah suatu zat padat ringan yang agak larut di dalam air dan biasanya
mengandung 99,3 % Na2CO3. Zat ini dijual atas dasar kandungan natrium
oksidanya yang biasanya adalah 58%. Produksi soda abu dari endapan trona alam
sekarang sudah melebihi jumlah yang dari ammonia soda. Proses sintetik sudah
terdesak karena biaya tinggi dan masalah pencemaran dan sudah mulai berkurang
digunakan di Amerika Serikat.
Sifat – sifat nitrogen
Dapat larut dalam air dan bersifat basa
Hablur soda melepuh di udara
BM : 106
Titik lebur : 851 ºC
Titik Didih : Terurai
URAIAN :
Pada proses pembuatan Na2CO3 seacara solvay akan terjadi reaksi :
1. CaCO3 Ca + CO2
2. C + O2 CO2 + Q
3. CaO + H2O Ca ( OH )2 + Q
4. NH3 + H2O NH4OH + Q
5. 2NH4OH + CO2 ( NH 4)2CO3 + H2O + Q
6. ( NH 4)2CO3 + NaCl NH4CL + NaHCO3
7. 2NaHCO3 Na2CO3 + CO2 + H2O
8. 2NH4CL + Ca( OH )2 2NH3 + CaCL2 + 2H2O
Proses pembuatan HCl pertama sekali diperkenalkan oleh Lavoiser pada tahun
1789. Pada saat itu HCl diperkenalkan sebagai gas ammonia yaitu berupa chlorine
dalam gugusan senyawa anorganik. Kemudian pada tahun 1810, Davy mempelajari
gugusan senyawa anorganik tersebut, dan kemudian beliau membuktikan bahwa gas
tersebut hanya mengandung gugus-gugus hydrogen dan chlorine sehingga kemudian
dikenal dengan nama hydrogen klorida (HCl). HCl mentah dibuat oleh ahli kimia
terdahulu dalam studi penyulingan minyak dan purifikasi logam.
Dari ketiga asam mineral dasar, yaitu asam nitrat, asam sulfat dan asam klorida,
asam klorida merupakan zat terakhir yang ditemukan. Mungkin karena uap yang
terbentuk tidak dapat langsung dikondensasikan tetapi harus diserap dengan air
dahulu. Pertama kali HCl dikenal dengan nama ‘spiritus salis’ yang dikemukakan oleh
seorang Itali yang bernama Basilius Valentinus pada abad XV.
SIFAT HCL
b. SIFAT FISIKA
Sifat-sifat fisika dari asam klorida, seperti titik didih dan titik lebur, densitas, dan pH,
bergantung pada konsentrasi atau molaritas HCl dalam larutan berair. Molaritasnya
berkisar dari larutan dalam air pada konsentrasi sangat rendah yang mendekati 0%
HCl hingga nilai bagi asam klorida berasap pada konsentrasi melebihi 40% HCl.
c. MANFAAT DAN KEGUNAAN HCl
1. Suatu aplikasi penting dari asam klorida berkualitas tinggi adalah regenerasi
pertukaran ion.
2. Kontrol pH dan penetralisir
Asam klorida digunakan mengatur pH suatu larutan. Banyak dipakai di industri
pada proses pemurnian (industri makanan, farmasi, air minum), asam klorida
yang berkualitas tinggi digunakan untuk mengendalikan pH dalam proses
pemurnian air di PDAM.
3. Pelapisan atau pengawetan permukaan metal, untuk memindahkan besi oksida
atau mengelupaskan karat dari besi atau baja sebelum pengolahan (extrusion,
rolling, galvanizing, dan teknik lain).
4. Garam kalsium klorida, nickel(II) klorida untuk penyepuhan dengan
memanfaatkan tegangan listrik, dan seng klorida untuk industri yang
memproduksi baterai basah (accu).
5. Konsumsi asam klorida terbesar pada industri pembuatan vinil klorida untuk pipa
atau bahan yang terbuat dari PVC, dan MDI dan TDI untuk polyurethane sebagai
campuran organik.
6. Asam klorida adalah suatu bahan kimia pokok, dan seperti halnya itu digunakan
untuk sejumlah besar aplikasi dari skala kecil, seperti bahan pembersih pada
rumah tangga, dan industri manufaktur/konstruksi bangunan. Meningkatkan
produksi minyak pada sumur pengeboran minyak dengan cara menyuntikan
asam klorida ke dalam batu karang pada pembentukan suatu sumur minyak,
menghancurkan sebagian dari batu karang, dan menciptakan suatu struktur
lubang yang besar.
7. Banyak reaksi kimia yang membutuhkan asam klorida dalam memproduksi
makanan, ramuan makanan, dan zat additif makanan. Jenis produknya meliputi
aspartame, fruktosa, asam citric, lysine, hydrolyzed (sayuran) protein sebagai
sumber makanan, dan juga pada proses pembuatan agar-agar.
d. KEAMANAN HCL
Asam klorida pekat (asam klorida berasap) membentuk kabut asam. Baik
kabut asam maupun larutannya mem-punyai efek korosif terhadap jaringan tubuh
manusia, dengan berpotensi terhadap kerusakan organ pernafasan, mata, kulit, dan
usus secara irreversibel.
Pada pencampuran asam hidroklorida (HCl) dengan zat kimia pengoksidasi
biasa, seperti natrium hipoklorit (pemutih, NaClO) atau kalium permanganat
(KMnO4), menghasilkan racun gas klor.
NaClO + 2 HCl → H2O + NaCl + Cl2
2 KMnO4 + 16 HCl → 2 MnCl2 + 8 H2O + 2 KCl + 5 Cl2
Peralatan pelindung diri seperti sarung tangan karet atau PVC, kaca mata
pelindung, dan pakaian tahan-zat kimia dan sepatu harus digunakan untuk
meminimalkan resiko ketika menangani asam hidroklorida. Badan Perlindungan
Lingkungan Amerika Serikat mengatur tingkat asam klorida sebagai suatu zat
beracun.
Angka UN atau angka DOT adalah 1789. Angka ini ditampilkan pada sebuah
plakat pada wadahnya.
Secara umum proses pembuatan HCl dapat dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain:
b. Proses Hargreaves
Pada proses ini digunakan bahan baku garam, SO2, udara dan air dengan
Reaksi yang terjadi bersifat endotermik dan reaktan yang masuk harus
dinaikkan temperaturnya sampai 450 – 540oC.
Pada saat ini proses Salt-Sulfuric Acid dan proses Hargreaves jarang digunakan
lagi karena produk HCl yang dihasilkan kemurniannya sangat rendah.
d. Recovery By-Product
Di sini HCl dihasilkan sebagai hasil samping dari suatu reaksi dalam
industri kimia, antara lain:
HCl yang dihasilkan dari proses ini biasanya direcycle lagi untuk
kebutuhan proses industri yang bersangkutan. Hanya sebagian kecil HCl hasil
recovery-by product yang dijual sebagai produk komersil karena kemurniannya
tidak menentu.
1. Hydrogen
Rumus molekul : H2
Berat molekul, Kg/Kmol : 2,014
Wujud : gas
Warna : tidak berwarna
o
Titik didih, C : -252,77
Titik leleh, oC : -254,40
Temperature kritis, oC : -240,74
Tekanan kritis, atm : 12,8
Kapasitas panas, Kj/KmoloC : 8,28 + 0,00056T
2. Chlorine
Rumus molekul : Cl2
Berat molekul, Kg/Kmol : 70.906
Wujud : gas
Warna : hijau kekuningan
Titik didih, oC : -34,05
o
Titik leleh, C : -100,98
Temperature kritis, oC : 1144
Tekanan kritis, Mpa : 7,71
Kapasitas panas, Kj/KmoloC :6,62 + 0,00081T
3. Nitrogen
Rumus molekul : N2
Berat molekul, Kg/Kmol : 28,02
Wujud : gas
Warna : tidak berwarna
Titik didih, oC : -195,8
Titik leleh, oC : -209,86
Temperature kritis, oC : -147,1
o
Kapasitas panas, Kj/Kmol C : 0,51 + 0,00012T
Tekanan kritis, atm : 33,5
4. Hydrochloric acid
Rumus molekul : HCl
Berat molekul, Kg/Kmol : 36,461
Wujud : liquid
Warna : tidak berwarna
Titik leleh, oC : -52,7
Titik didih, oC : 108,58
Viskositas pada 25oC,cP : 0,95366
Refractive index pada 1 atm : 0,000415
5. Air
Rumus molekul : H2O
Berat molekul, Kg/Kmol : 18,02
Wujud : liquid
Warna : tidak berwarna
Titik didih, oC : 100
o
Titik leleh, C :0
Kapasitas panas, Kj/KmoloC : 17,995
Tekanan kritis, atm : 218,4
Temperature kritis, oC : 374,15
H2
Sintesa
produk HCl
purifikasi penyimpanan
Cl2
- Tail tower
H-03
P-03
1 atm 1 atm
o H-04 o
1 atm 40 C 40 C
o
149 C P-04
H2 T-02
BL-04 TT-01 1 atm
o
AB-01 40 C
BL-01 P-02
H-01 BL-03
R-01
Cl 2 T-01
1 atm
o
40 C
BL-02 H-02
P-01
Keterang :
AB-n = Absorber
BL-n = Blower
C-n = Cooler
H-n = Heater
P-n = Pompa
R-n = Reaktor
T-n = Tangki
TT-n = Tail Tower
Proses ini dimulai dengan mengumpankan reaktan hydrogen (H 2), dan chlorine
(Cl2) ke reactor (R-01), dimana sebelumnya mssing – masing reaktan temperaturnya
dinaikkan dengan menggunakan Heater (H-01) untuk hydrogen dan Heater (H-02) untuk
chlorine sampai temperaturnya mencapai 149 oC. pada reactor terjadi reaksi antara H 2
dan Cl2 dimana konversi H2 menjadi HCl mencapai 90%, reaksi akan berlangsung
dengan cepat dan eksotermis sehingga akan menaikkan temperatur, untuk menjaga
temperaturnya maka pada reactor dilengkapi dengan jacket pendingin.
Sisa gas HCl dan gas-gas inert lain akan masuk Tails Tower (TT-01) yang
berfungsi untuk menyerap HCl yang masih terkandung dalam tail gas. Kondisi operasi
di Tails Tower yaitu 40oC, 1 atm. Gas buang keluar dari bagian top TT-01 dan produk
HCl akan mengalir masuk Storage yaitu Tanki-02 (T-02). Produk HCl dari AB-01 dan TT-
01 konsentrasinya 38,76% atau sekitar 23,89oBaume.
PERALATAN YANG DIGUNAKAN
1. Tanki-01 (T-01) ; tempat menyimpan produk HCl dari bottom Absorber-01 (AB-
01).
2. Tanki-02 (T-02) ; tempat menyimpan produk HCl dari bottom Tail Tower (TT-01).
5. Blower-03 (B-03) ; mengalirkan gas dari top reactor-01 (R-01) ke bottom Absorber-
01 (AB-01).
6. Blower-04 (B-04) ; mengalirkan gas dari top Absorber-01 (AB-01) ke bottom Tails
Tower-01 (TT-01).
8. Heater-02 (H-02) ; menaikkan temperatur gas Cl2 yang masuk reactor-01 (R-01).
10. Heater-04 (H-04) ; menaikkan temperatur air solven yang masuk Tails tower- 01
(TT01).
12. Pompa-01 (P-01) ; mengalirkan produk HCl dari bottom Absorber-01 (AB-01) ke
tanki-01 (T-01).
13. Pompa-02 (P-02) ; mengalirkan produk HCl dari Tails Tower-01 (TT-01) ke Tanki-
02 (T-02).
16. Reaktor-01 (R-01) ; tempat bereaksinya H2 dan Cl2 menghasilkan produk HCl.
17. Absorber-01 (AB-01) ; tempat terjadinya penyerapan gas HCl keluaran reaktor -01
(R-01) dengan menggunakan solven air.
18. Tails Tower-01 (TT-01); tempat terjadinya penyerapan gas HCl keluaran Absorber-
01 (AB-01) dengan menggunakan solven air.
DAFTAR PUSTAKA
http://dokumen.tips/documents/pertemuan-ke-7-industri-pembuatan-asam-klorida.html
2. Refleksi
3. Tugas
4. Test Formatif.
C. Penilaian
1. Sikap
Pada kegiatan pembelajaran ini, penilaian terdiri dari penilaian sikap, pengetahuan,
dan keterampilan.
a. Petunjuk Penskoran
Penilaian sikap terdiri dari penilaian sikap spiritual dan sikap sosial. Lembaran ini
dapat diisi oleh guru atau teman untuk menilai sikap .
Sikap yang dikategorikan sebagai sikap spiritual pada kegiatan pembelajaran ini
adalah jujur. Sikap lainnya seperti:
cermat, tanggungjawab, kerjasama, kepedulian lingkungan dan disiplin
dikategorikan sebagai sikap sosial.
Jujur
Skor Rubrik
Cermat
No Indikator Penilaian
Tanggung jawab
No Indikator Penilaian
Kerjasama
No Indikator Penilaian
Kepedulian Lingkungan
No Indikator Penilaian
1 Menjaga kebersihan dan keselamatan Skor 1 bila terpenuhi 1 indikator.
kerja dalam menggunakan peralatan.
2 Tanggap terhadap permasalahan yang Skor 2 bila terpenuhi 2 indikator.
dihadapi oleh teman di sekitarnya.
3 Memiliki inisiatif dalam melakukan Skor 3 bila terpenuhi 3 indikator.
berbagai kegiatan positif.
4 Memanfaatkan barang bekas Skor 4 bila terpenuhi semua
dalam indikator.
rangka mengurangi sampah dan
pencemaran.
Disiplin
Skor Rubrik
b. Petunjuk Penilaian
Nilai akhir dihitung menggunakan rumus:
Contoh:
Skor diperoleh 14, skor tertinggi 4 x 4 pernyataan = 16, maka nilai akhir:
Sikap Nilai
No
Akhir
Lingkungan
Kepedulian
Nama
Kerjasama
Tanggung
Cermat
Disiplin
Jawab
Jujur
2. Pengetahuan
Mengkomunikasikan
Skor Indikator
4 Dapat menyampaikan berbagai hal seputar pembelajaran secara rinci dan
mudah difahami baik melalui media lisan (presentasi) maupun tulisan
(refleksi atau laporan).
3 Dapat menyampaikan berbagai hal seputar pembelajaran namun kurang
rinci. Bahasa penyampaian mudah difahami baik melalui media lisan
(presentasi) maupun tulisan (refleksi atau laporan).
2 Dapat menyampaikan berbagai hal seputar pembelajaran namun kurang
rinci. Bahasa penyampaian kurang bisa difahami baik melalui media lisan
(presentasi) maupun tulisan (refleksi atau laporan).
1 Tidak dapat menyampaikan berbagai hal seputar pembelajaran secara
rinci. Bahasa penyampaian kurang bisa difahami baik melalui media lisan
(presentasi) maupun tulisan (refleksi atau laporan).
Penilaian Portofolio
Sekolah :
Mata pelajaran :
Durasi Waktu :
Nama Peserta Didik :
Kelas / Semester :
Skor
Mengkomunikasikan
Nilai
NO KI / KD /PI Waktu
Akhir
Pengetahuan
Contoh:
Skor diperoleh 14, skor tertinggi 4 x 4 pernyataan = 16, maka nilai akhir: