Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

ASMA

Pembimbing:
dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun oleh:
Fianita Nurlarasati 1910211001

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2019

I. PENDAHULUAN

Asma bronkial adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas
yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa berat di dada
terutama pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan
atau tanpa pengobatan.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Hal
ini tercermin dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma
menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan
bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema
1
sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi
asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan
obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan
kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan
prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2% yang 64% diantaranya
mempunyai gejala klasik.
Prevalensi asma, terutama di negara-negara maju, dalam tiga puluh tahun terakhir
terjadi peningkatan. Asma dapat timbul pada berbagai usia, dapat terjadi pada laki-
laki dan wanita. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prevalensi asma di Indonesia
diperkirakan sekitar 3-8,02%. Prevalensi morbiditas dan mortalitas asma akhir-akhir ini
dilaporkan meningkat di seluruh dunia. Penyakit asma terbanyak diderita oleh anak-anak.
Kondisi ini berpotensi menjadi masalah kesehatan di masa depan. Dampak buruk asma
meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah,
peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma
menyebabkan mereka kehilangan 16 % hari sekolah di Asia, 34 % pada anak-anak di Eropa,
dan 40 % pada anak-anak di Amerika Serikat.
Pada tahun 2002, di Amerika Serikat sekitar 14 juta dewasa dan 6 juta anak-anak
didiagnpenderitaa dengan asma (berdasarkan CDC). Setiap hari di Amerika, terdapat 30.000
orang yang terkena serangan asma. Dari laporan pada peringatan hari asma sedunia pada
tanggal 4 Mei 2004 yang lalu, menyatakan bahwa prevalensi asma diperkirakan akan terus
megalami peningkatan dalam beberapa tahun mendatang, dengan kenaikan setiap 180.000
penderita setiap tahunnya.1,2
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang
lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk
yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan.

2
II. LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Nendah Tri Wahyuni


Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54 tahun
Alamat : Jl. Mardikenyo 82/V RT 07/RW 07 Kranji, Purwokerto Timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Tanggal masuk : 12 Oktober 2019
Tanggal periksa : 13 Oktober 2019
No. CM : 00597653
Bangsal : Cendana

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
3
Sesak nafas
2. Keluhan tambahan
Pusing dan lemas
3. Riwayar Penyakit Sekarang
Sejak kurang lebih 6 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sesak nafas
seperti dada tertahan oleh benda berat, sesak timbul secara tiba-tiba diperberat saat
terkena debu, cuaca dingin, dan aktivitas berat. Saat bernafas terdengar bunyi Mengi (+),
batuk (-). Demam tidak ada. Pasien mengatakan bahwa dirumahnya sedang membuat
kamar mandi sehingga banyak debu dan keseharian pasien merawat suaminya yang
sedang sakit stroke. Keluhan berkurang saat pasien istirahat dan mengkonsumsi obat.
1. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : diakui
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat asma : diakui
e. Riwayat alergi : diakui (debu dan dingin)
a. Riwayat operasi : disangkal
b. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
c. Riwayat penyakit paru : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit mata : disangkal

2. Riawayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat penyakit asma dalam keluarga ada (ibu dan adik penderita)
4. Riwayat sosial dan ekonomi
a. Community
Pasien tingal bersama dengan suami dan 1 orang anak 1 orang menantu dan
2 orang cucu. Hubungan pasien dengan keluarganya sangat dekat. Setiap antar
anggota keluarga saling membantu, menyayangi, dan mendukung satu sama
lain.
b. Home
Pasien tinggal di dalam rumah bertembok ukuran 12x26 m2. Alas rumah
pasien menggunakan keramik. Rumah berada di tepi jalan raya dan lingkungan
padat penduduk.
c. Personal Habit
Pasien mempunyai pola makan yang tidak teratur, 3x sehari dengan jam
yang tidak tentu. Pasien jarang memakan buah-buahan dan sayur. Pasien sering
tidur di lantai dan mengaku kurang tidur.

C. OBJEKTIF
4
Keadaan Umum : Tampak sakit
Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 108 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 32 kali/menit, cepat, dan dangkal
Temperatur : 36,3 ºC

D. PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Normosefali, bentuk oval, simetris, deformitas (-), ekspresi tampak sakit sedang.
Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-).
Hidung
Epistaksis (-)
Mulut
Sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-),
bau pernapasan khas (-)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP (5-2) cmH2O.
Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), scar (-), keringat umum
(+), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.
Kelenjar Getah Bening
Tidak ada pembesaran KGB pada aksila, leher, inguinal, leher, submandibula dan
supraklavikula.
Thorax
Paru
Inspeksi : statis: simetris kanan = kiri; dinamis: simetris kanan = kiri, retraksi
dinding dada (+).
Palpasi : stemfremitus kanan sama dengan kiri.

5
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing (+) ekspirasi
pada kedua lapangan paru.

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Batas kanan : linea sternalis dekstra.
Batas kiri : linea midclavicularis sinistra ICS V.
Batas atas : ICS II.
Auskultasi : HR= 108 kali/menit, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
Inspeksi : Datar, spider nevi (-), venektasi (-), caput medusa (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, undulasi (-)

Ekstremitas
Ekstremitas atas : Palmar eritem (-) kiri dan kanan, nyeri sendi (-), eutoni, eutrophi,
kekuatan +5, gerakan bebas, clubbing finger (-).
Ekstremitas bawah : Nyeri sendi (-), eutoni, eutrophi, kekuatan +5, gerakan bebas,
edema pretibial (-), telapak kaki pucat (-).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Hasil
Pemeriksaan Nilai Rujukan
03/10/2019
Hemoglobin 10.4 L 13.2-17.3 g/dL
Leukosit 9920 3800-10600 U/L
Hematokrit 42 40-52%
Eritrosit 5,1 4.4-5.9 10^6/uL
Trombosit 351.000 150.000-440.000/uL
MCV 80.7 80-100 fL
MCH 28.3 26-34 pg/cell
MCHC 35.1 32-36%
RDW 14.7 11.5-14.5%
6
MPV 10.1 9.4-12.4 fL
Basofil 0.2 0-1%
Eosinofil 2 2-4%
Batang 3 3-5%
Segmen 87.7 H 50-70%
Limfosit 9.5 L 25-40%
Monosit 1.3 L 2-8%
SGOT 29 15-37 U/L
SGPT 29 16-63 U/L
Glukosa
110 <= 200 mg/dL
Sewaktu
Albumin 3.75 3.40-5.00 g/dL
Bilirubin Direk 0,00 0.00-0.20 mg/dL
Bilirubin Indirek 0,00 0.00-1.00 mg/dL
Bilirubin Total 0.60 0.20-1.00 mg/dL
HbsAg Non reaktif Non Reaktif

2. Pemeriksaan Rotgen Thorak

Kesan :
1. Cor : CTR < 50% (bentuk dan letak jantung normal

7
2. Pulmo : corakan vaskuler normal tak tampak berck pada kedua
lapang paru
3. Diafragma kanan kiri intak
4. Sinus kostofrenikus kan dan kiri lancip
5. Sistem tulang yang tervisualisasi intak

D. DIAGNOSIS
Asma Aku Sedang pada Asma peresisten sedang tak terkontrol

E. PENATALAKSANAAN
 O2 3 lpm NK
 IVFD NaCL 0,9% 20 tpm
 Salbutamol 2mg 3x1 tab
 Drip Aminifilin 240mg/flab IV
 Inj methilprednisolon 2x62,5 mg 12 jam IV
 Azithromycin 1x500 mg caps
 Acetyl cysteine 3x1 200mg caps

III. TINJAUAN PUSTAKA

8
3.1 Definisi

Asma berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ”asthma” yang berarti terengah-engah.
Asma bronkial merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang
melibatkan sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan
hiperresponsif saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafa,
dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan
luas obstruksi saluran pernafasan yang bersifat reversibel baik secara spontan maupun secara
terapi.
Asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, mengi, ampek, sasak
angok, dan berbagai istilah lokal lainnya. Definisi asma bronkial menurut Departemen
Kesehatan R.I. adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama
pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti dapat tenang tanpa gejala
tidak mengganggu aktivitas, tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat
bahkan dapat menimbulkan kematian.

Definisi asma bronkial menurut WHO adalah keadaan kronis yang ditandai oleh
bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai respon terhadap
stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.

3.2 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu
predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh
9
adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik.

3.3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkial.6
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Belum diketahui cara penurunanbakat alergi asma yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit
alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
- Inhalan, sesuatu yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
- Ingestan, sesuatu yang masuk melalui mulut seperti makanan dan obat-
obatan
- Kontaktan, sesuatu yang masuk melalui kontak dengan kulit sepeti perhiasan,
logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami

10
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.

3.4. Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkiolus yang menyebabkan
sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkioulus terhadap
benda-benda asing di udara.

Gambar 1. Skema patofisiologi asma bronkial

Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: seorang
yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodiIg E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang
11
menghirup alergen maka antibodi Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus, sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada
asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Kalau bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-
kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan
volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.5

3.5. Manifestasi Klinis


Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang
lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk
yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan
tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak,
dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.5
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat
atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau
kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama
sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain
itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.5
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk
dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien
dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak
napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi
pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita
tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan
PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan
12
memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan
PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-
130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons
hipoksemia.5

3.6. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapatkan:
-
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinopil.
-
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
-
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
-
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan Darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
-Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
3. EKG
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clockwise rotation.

13
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.

3.7. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).

Tujuan :

-
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma;
-
Mencegah eksaserbasi akut;
-
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin;
-
Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise;
-
Menghindari efek samping obat;
-
Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel;
-
Mencegah kematian karena asma.
-
Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai potensi
genetiknya.

1. Edukasi kepada penderita dan keluarga

14
Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang
komprehensif, dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari seorang
dokter Puskesmas di satu pihak dan adanya pengertian serta kerjasama penderita dan
keluarganya di pihak lain. Pendidikan kepada penderita dan keluarganya adalah
menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga dicapai hasil pengobatan yang
memuaskan bagi semua pihak.7
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya
adalah:
a. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma:
-
Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
-
Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena
faktor tertentu bisa kambuh lagi.
-
Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan
pengobatan jangka panjang secara teratur.5

b. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan,


seperti:
-
Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing, kuda
dan spora jamur.
-
Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.
-
Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.
-
Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab.
-
Infeksi saluran pernafasan.
-
Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
-
Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.
-
Stres fisik atau kelelahan.
Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa saja yang
memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwa pada
beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara pasien satu dan
yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk ditentukan secara
pasti maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor si atas.7
c. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan dan mengurangi serangan :

15
-
Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat
individual).
-
Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.
-
Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
-
Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.
-
Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan
lembab.
-
Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
-
Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan
pilek.
-
Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat simptomatis
maupun obat profilaksis.
-
Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum
air hangat guna membantu pengenceran dahak.
-
Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di
lingkungan dengan temperatur hangat.5
d. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan yang
diberikan oleh dokter :
- Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.
- Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.
- Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.
- Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya
infeksi saluran nafas.
e. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan.
f. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan
segera mencari pertolongan dokter. Penderita dan keluarganya juga harus
mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti :
- Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres,
padahal keadaan bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama.
- Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan.
- Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti
minum obat bila sesak nafas berkurang atau hilang.5

16
2. Medikamentosa
a. Pengobatan simptomatik
Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah:
- Mengatasi serangan asma dengan segera.
- Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.
- Mencegah serangan berikutnya.
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan

nafas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

1) Pengontrol

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,


diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol adalah:

a) Glukokortikosteroid inhalasi

Kortikosteroin inhalasi bertujuan untuk menekan proses inflamasi dan


komponen yang berperan dalam remodeling pada bronkus yang menyebabkan
asma. Pada tingkat vascular, glukokortikosteroid inhalasi bertujuan menghambat
terjadinya hipoperfusi, mikrovaskular, hiperpermeabilitas, pembentukan mukasa
udem, dan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis).
Glukokortikosteroid inhalasi adalah medikasi jangka panjang yang paling efekti
untuk mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid
inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan
nafas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan
memperbaiki kualitas hidup. Efek samping adalah efek samping lokal seperti
kandidiasis orofaring, disfonia dan batuk karena airitasi saluran nafas atas.

b) Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai


pengontrol pada keadaan asma persisten berat, tetapi penggunaannya terbatas
mengingat risiko efek sistemik. Untuk jangka panjang, lebih efektif
menggunakansteroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid
oral terpaksa harus diberikan, maka dibutuhkan selama jangka waktu tertentu.
Efek samping jangka panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi

17
aksis adrenal pituitary hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas, penipisan kulit,
striae, dan kelemahan otot.

c) Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Mekanisme yang pasti belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan


antiinflamasi nonsteroid, menghambat pelepasan mediator dari sel mast melalui
reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung pada dosis dan seleksi serta
supresi pada sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, monosit), selain juga
kemungkinan menghambat saluran kalsium pada sel target. Pemberiannya
secara inhalasi, digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Efek
samping umumnya minimal seperti batuk atau rasa tidak enak obat saat
melakukan inhalasi.

d) Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner


seperti antiinflamasi. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan
bersama/kombinasi dengan agonis β2 kerja singkat, sebagai alternative
bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat
digunakan sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka panjang efektif
mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas lambat
mempunyaiaksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk mengontrol
gejala asma malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Efek
samping berpotensi kerjadi pada dosis tinggi (≥10 mg/kgBB/hari atau lebih)
dengan gejala gastrointestinal seperti nausea, muntah adalah efek samping
yang paling dulu dan sering terjadi. Efek kardiopulmoner seperti takikardi,
aritmia dan kadangkala merangsang pusat nafas. Intoksikasi teofilin dapat
menyebabkan kejang bahkan kematian.

e) Agonis β2 kerja lama

Termasuk agonis β2 kerja lama inhalasi adalah salmoterol dan formoterol


yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Agonis β2 memiliki efek
relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel
mast dan basofil. Pada pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi,
walau kecil dan mempunyai efek protektif terhadap rangsang
bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis β2 kerja lama menghasilkan efek
bronkodilatasi yang lebih baik dibandingkan preparat oral. Karena pengobatan
jangka panjang dengan agonis β2 kerja lama tidak mengubah inflamasi yang
sudah ada, maka sebaiknya selalu dikombinasi dengan glukokortikosteroid

18
inhalasi, dimana penambahan agonis β2 kerja lama inhalasi akan memperbaiki
gejala, menurunkan asma malam, memperbaiki faal paru, menurunkan
kebutuhan agonis β2 kerja singkat (pelega) dan menurunkan frekuensi
serangan asma. Agonis β2 kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping
sistemik (rangsangan kardiovaskuler, tremor otot rangka dan hipokalemia)
yang lebih sedikit atau jarang daripada pemberian oral.

f) Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis
semua leukotrien (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor
leukotriene sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas,
zafirlukas). Mekanisme kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator
minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan
exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.

2) Pelega

a) Agonis β2 kerja singkat

Mempunyai waktu mulai kerja singkat (onset) yang cepat. Formoterol


mempunyai onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi
atau oral, pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek
samping minimal/tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis β2 yaitu
relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan pembersihan mukosilier,
menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan
mediator dari sel mast dan basofil. Efek sampingnya rangsangan
kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia. Pemberian secara inhalasi
jauh lebih sedikit menimbulkan efek samping.

b) Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walaupun efek bronkodilatasinya lebih lemah


dibandingkan agonis β2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat tidak menambah
efek bronkodilatasi agonis β2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi mempunyai
manfaat untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernafasan dan
mempertahankan respon terhadap agonis β2 kerja singkat diantara pemberian
satu dengan berikutnya.

c) Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek pelepasan


asetilkolin dari saraf kolinergik dari jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi
dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga
menghambat refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.. Efek samping
berupa rasa kering di mulut dan rasa pahit.
19
d) Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak
tersedia agonis β2, atau tidak respon dengan agonis β2 kerja singkat

b. Pengobatan Profilaksis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling
rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang
menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung
dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut:
- Menghambat pelepasan mediator
- Menekan hiperaktivitas bronkus
Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :
- Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.
- Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
- Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
- Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan
meringankan beratnya serangan.
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah steroid dalam bentuk aerosol,
bisodium cromolyn, ketotifen, dan tranilast.

20
DAFTAR PUSTAKA

.
Global Initiative for Asthma (GINA). (2016). Global Stategy for Asthma Management
and Prevention. Diakses dari http://ginasthma.org
Hall C., & M.D. (2017). Nonpharmacologic Therapy for Severe Persistent Asthma.,
American Academy of Allergy Asthma and Immunology. Diakses dari
http://dx.doi.org/10.1016/j.jaip.2017.04.030
Ilyas M., Yunus F., Wiyono W. H., 2010. Correlation Between Asthma Control Test
(ACT) and Spirometry as Tool of Assessing of Controlled Asthma. J Respir Indo.
30(4):190-6
Nataprawira, HMD. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak edisi pertama. Badan Penerbit
IDAI. Jakarta, Indonesia.
O’Byrne P, et al. 2006. Global Initiative for Asthma. Medical Communications
Resource. Inc.
World Health Organization (WHO). (2017). Asthma. Diakses dari
http://www.who.int/news-room/facts-in-pictures/detail/asthma
British Thoracic Society. 2014. British Guideline On The Management of Asthma.
Network UK: Scottish Interglate Guidelines. From : http://britthoracic.org.uk/, 10 Mei
2015 .

21

Anda mungkin juga menyukai