Anda di halaman 1dari 69

LAPORAN TUGAS AKHIR

PENYAMBUNGAN STAINLESS STEEL AUSTENITIK


SERI 316 DENGAN METODA FRICTION WELDING
TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, DAN
STRUKTUR MIKRO

Disusun oleh:

MUHAMMAD NOOR FITRIYANTO


11/313969/NT/14685

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Pertama penulis panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan kuasa-Nya sehingga penulis diberikan kemudahan
dalam penyusunan serta menyelesaikan laporan tugas akhir ini.
Laporan tugas akhir dengan judul “PENYAMBUNGAN STAINLESS
STEEL AUSTENITIK SERI 316 DENGAN METODA FRICTION WELDING
TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, DAN STRUKTUR
MIKRO” ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya pada
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
Selesainya laporan tugas akhir ini, tidak lepas dari bantuan dan kerjasama
beberapa pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan
tugas akhir ini.
Ucapkan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Lilik Dwi Setyana, S.T, M.T selaku Ketua Program Studi Teknik
Mesin Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada.
2. Bapak Widia Setiawan, S.T, MT, selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
3. Seluruh Dosen dan Staf Karyawan Program Studi Teknik Mesin Sekolah
Vokasi Universitas Gadjah Mada.
4. Kepala Laboratorium Metalurgi Fisik Universitas Diponegoro Semarang,
PT. Kubota Indonesia, dan Kepala Laboratorium Bahan Teknik Diploma
Teknik Mesin UGM, terimasih atas ijin yang diberikan dalam hal
peminjaman alat uji.
5. Ibu dan Bapak terima kasih atas dukungan dan doanya, Kakak kakak saya,
keluarga, dan teman-teman terima kasih atas dukungan selama ini.
6. Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun laporan
Tugas Akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

v
Dalam penyusunan Laporan ini penulis menyadari adanya keterbatasan
dalam wawasan dan ilmu yang penulis miliki, oleh karena itu penulis mohon maaf
atas kekurangan dan membuka diri terhadap saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kebaikan selanjutnya, agar dalam penulisan laporan selanjutnya
dapat lebih baik lagi. Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan ini
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, Mei 2014

Muhammad Noor Fitriyanto

vi
Abstract

Nowadays, welding technique in industrialization has been used in many


machine’s construction. It is because the machine which uses connection
technique is simpler. Welding usually used to repair, make hard layer on the tool,
thicken the thin part, joint two metal or shaft, and others. The welding
construction have to consider the balance between the kind of material which will
is used be welded and method which will be used in welding process, so the result
of welding have good strength joint. In this point the base is efficient and cheap. It
can also save power and energy. The aim of the study is to determine the tensile
strength, the micro hardness value from base metal until connection part welding,
and the microstructure photo by using friction welding.

The method in this study is started from identifying the problem which occur
in friction welding. The second is doing experiment use stainless steel series 316
cylindrical solid, as much as 7 specimens, 1 specimen for raw materials with a
length of 20 cm and 6 specimens for friction welding of length 10cm. The third is
material testing by using tensile test, micro Vickers hardness test, and
microstucture photos. The final method is analyzing the data which is got from the
test.

The results of the testing shows that the tensile strength of friction welding
decrease if compared to initial material. The fracture of all stainless steel
connections use friction welding method are dominated by fracture brittle. The
hardness value from base metal until connection part is reduce. Finally,
microstructure photo used magnification 100x shows that the weld area, the HAZ
area, and the base metal area is dominated by austenitic structure.

Keywords: stainless steel, friction welding, tensile testing, microhardness tester,


and microstructure.

vii
Intisari

Pada dewasa ini teknik pengelasan telah banyak dipergunakan pada konstruksi
mesin. Ini disebabkan karena mesin yang dibuat dengan teknik penyambungan menjadi
lebih sederhana. Pengelasan biasanya dipergunakan untuk reparasi, membuat lapisan
keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus, menyambung dua
material atau poros, dan lain-lain. Pengelasan harus mempertimbangkan kesesuaian
antara jenis material yang akan disambung dan metode yang digunakan dalam proses
pengelasan, sehingga hasil dari lasan mempunyai kekuasan sambungan yang baik.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar kekuatan tarik, nilai kekerasan
mulai dari logam induk hingga sambungan, dan struktur mikro dengan metode las gesek.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi


masalah yang terjadi pada pengelasan gesek. Yang kedua melakukan penelitian
menggunakan stainless steel seri 316 berbentuk silinder pejal sebanyak 7 spesimen, 1
spesimen untuk raw material dengan panjang 20 cm dan 6 spesimen untuk di las gesek
dengan panjang 10cm. Yang ketiga material hasil sambungan diuji dengan pengujian
tarik, mikro Vickers hardness, dan pengamatan struktur mikro. Terakhir adalah
menganalisa data yang telah didapat dari hasil pengujian.

Hasil dari pengujian menunjukan bahwa kekuasan tarik dari hasil las gesek
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan raw material. Hasil penampang patah
pada semua sambungan stainless steel didominasi perpatahannya bersifat getas. Nilai
kekerasan dari logam induk hingga bagian sambungan mengalami penurunan. Terakhir,
struktur mikro dengan perbesaran 100x memperlihatkan baik pada daerah lasan, daerah
terkena panas, dan logam induk didominasi oleh struktur austenitik.

Kata kunci: stainless steel, friction welding, pengujian tarik, mikro hardness tester, dan
struktur mikro.

viii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
LEMBAR NOMOR PERSOALAN ..................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Maksud Dan Tujuan ..................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ........................................................................... 2
1.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 2
1.5 Sistematika Penulisan................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka .......................................................................... 4
2.2 Landasan Teori ............................................................................ 4
2.2.1 Stainless Steel ........................................................................ 5
2.2.2 Teknologi Mekanik ............................................................ 6
2.2.3 Pengelasan Gesek (Friction Welding) ................................ 7
2.2.4 Pengujian Tarik .................................................................. 9
2.2.5 Pengujian Kekerasan Mikro Vickers .................................. 12
2.2.6 Pengamatan Struktur Mikro ............................................... 14

BAB 3 METODOLOGI DAN HASIL DATA


3.1 Jalan Penelitian ............................................................................ 17

ix
3.2 Alat Penelitian ............................................................................ 18
3.3 Pengadaan Bahan Penelitian dan Persiapan Spesimen Uji ......... 18
3.4 Data Hasil Pengujian ................................................................... 22
3.4.1 Data Hasil Uji Tarik ........................................................... 22
3.4.2 Data Hasil Uji Kekerasan .................................................... 24
3.4.3 Data Hasil Foto Struktur Mikro ......................................... 26
3.5 Hipotesis ...................................................................................... 28

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN


4.1 Analisa dan Pembahasan Data Hasil Pengujian Tarik ................ 29
4.1.1 Raw Material ...................................................................... 29
4.1.2 Sambungan 1 - Sambungan 5 ............................................. 29
4.2 Analisa dan Pembahasan Data Hasil Pengujian Kekerasan ........ 33
4.3 Analisa dan Pembahasan Hasil Pengamatan Struktur Mikro ...... 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan .................................................................................. 36
5.2 Saran ........................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Waktu Lama Pengelasan ....................................................................... 21
Tabel 3.2 Hasil Uji Tarik ....................................................................................... 23
Tabel 3.3 Hasil Uji Kekerasan ............................................................................... 25

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pengelasan Gesek (Friction Welding) ................................................ 7
Gambar 2.2 Alat Uji Tarik ..................................................................................... 9
Gambar 2.3 Skema Uji Tarik ................................................................................. 9
Gambar 2.4 Kurva Tegangan-Regangan Rekayasa ............................................... 11
Gambar 2.5 Mikro Vickers Hardness Tester.......................................................... 12
Gambar 2.6 Indentasi Vickers ................................................................................ 13
Gambar 2.7 Mikroskop Struktur Mikro ................................................................. 14
Gambar 3.1 Raw Material Stainless Steel .............................................................. 18
Gambar 3.2 Material-material Yang Akan Diproses Friction Welding ................. 19
Gambar 3.3 Pengelasan Gesek (friction welding) .................................................. 20
Gambar 3.4 Material Stainless Steel Setelah Dilakukan Pengelasan ..................... 20
Gambar 3.5 Bone Shape Standar ASTM ............................................................... 21
Gambar 3.6 Persiapan Spesimen Material Sebelum Dilakukan Pengujian ........... 22
Gambar 3.7 Skema uji tarik ................................................................................... 23
Gambar 3.8 Jarak antar titik uji kekerasan ............................................................. 24
Gambar 3.9 Struktur mikro logam induk material Stainless Steel 316 .................. 26
Gambar 3.10 Struktur mikro daerah terkena panas (HAZ) .................................... 27
Gambar 3.11 Struktur mikro sambungan las material Stainless Steel 316 ............ 27
Gambar 4.1 Diagram tegangan-regangan dari raw material - las 5 ....................... 31
Gambar 4.2 Grafik perbandingan nilai tegangan sambungan dan raw material .... 32
Gambar 4.3 Grafik nilai kekerasan logam induk-haz-sambungan las ................... 33
Gambar 4.4 Hasil pengujian struktur mikro Stainless Steel ................................... 34

xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Pelaksanaan ....................................................................... 39
Lampiran 2. Standar Pengujian .............................................................................. 40
Lampiran 3. Data Grafik Hasil Uji Tarik .............................................................. 41
Lampiran 4. Data Hasil Pengujian Kekerasan Mikro Vickers ............................... 53
Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan Struktur Mikro............................................. 54

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era industrialisasi saat ini teknik pengelasan telah banyak
dipergunakan pada konstruksi mesin. Hal ini disebabkan karena mesin yang
dibuat dengan teknik penyambungan menjadi lebih sederhana dalam proses
pembuatannya. Pengelasan biasa dipergunakan untuk reparasi misalnya membuat
lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus,
menyambung dua plat atau poros dan lain-lain. Karena itu rancangan las harus
memperhatikan kesesuaian antara jenis material yang akan dilas dan metode yang
digunakan dalam proses pengelasan, sehingga hasil dari pengelasan memiliki
kekuatan sambungan yang bagus dan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal
ini dasarnya adalah efisiensi yang tinggi, biaya yang murah, penghematan tenaga
dan penghematan energi.
Pengelasan di Indonesia sudah banyak dilakukan dengan berbagai macam
jenis, tetapi ada juga yang jarang dilakukan yaitu pengelasan gesek atau dalam
bahasa inggrisnya adalah friction welding. Dalam hal penelitian atau analisa,
setelah proses pengelasan seorang ilmuwan biasanya akan melakukan berbagai
macam jenis pengujian material fisik. Pada laporan penelitian ini, hasil pengelasan
gesek akan dilakukan pengujian kekuatan tarik agar diketahui hasil kekuatan
pengelasannya. Disamping itu juga dilakukan pengujian kekerasan mulai dari
logam induk hingga bagian sambungan las, dan terakhir ialah pengamatan struktur
mikronya. Sebelumnya, pengelasan gesek kali ini akan dilakukan dengan bantuan
mesin bubut dan bahan uji terbuat dari stainless steel austenitic atau baja tahan
karat seri 316. Rumusan permasalahan yang perlu dipecahkan kali ini adalah
bagaimana agar dihasilkan kekuatan sambungan las antara dua stainless steel
austenitic sehingga memiliki kekuatan sambungan yang baik dan kuat.
Sehingga, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
kekuatan sambungan material stainless steel austenitic saat dilas menggunakan

1
cara friction welding terhadap kekuatan tarik, nilai kekerasan atau hardness, dan
struktur mikro.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan Tugas Akhir yang hendak dicapai dalam mengambil
judul Tugas Akhir “PENYAMBUNGAN STAINLESS STEEL AUSTENITIK SERI
316 DENGAN METODA FRICTION WELDING TERHADAP KEKUATAN
TARIK, KEKERASAN, DAN STRUKTUR MIKRO” adalah :
1. Mengetahui kekuatan tarik menggunakan metode friction welding.
2. Mengetahui kekerasan sambungan las, daerah HAZ (Heat Affective Zone), dan
logam induknya dengan jarak antar titik 500 mikrometer.
3. Mengetahui struktur mikro dengan metode friction welding.

1.3 Batasan Masalah


Agar pembahasan masalah dalam Tugas Akhir ini lebih jelas, fokus dan
terarah, maka permasalahan yang dibahas dibatasi hanya pada hasil pengelasan,
kekuatan tarik, kekerasan, serta struktur mikronya.

1.4 Metode Pengumpulan Data


Metode pengambilan data yang digunakan penulis untuk membuat laporan
Tugas Akhir ini adalah:
1. Metode Literatur
Metode Literatur yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat
atau menggunakan data baik seluruhnya maupun sebagian dari perpustakaan,
berupa arsip-arsip.
2. Metode Interview
Metode Interview yaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara
kepada pihak-pihak lain yang lebih mengusai maupun mengerti banyak tentang
perencanaan pengelasan suatu material, misalnya kepada dosen, teman-teman,
dan lain-lain.

2
3. Metode Observasi
Metode Observasi yaitu pengumpulan data dengan pengamatan langsung pada
objek sehingga memungkinkan untuk mengamati secara bertahap disertai
pencatatan singkat dan jelas sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya.
4. Metode Dokumentasi
Metode Dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara
mendokumentasikan peralatan yang diamati berupa foto-foto.

1.5 Sistematika Penulisan


Laporan Tugas Akhir ini terdiri dari lima bab. Masing-masing bab terdiri
dari beberapa sub-bab. Sitematika laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan
Pada bab ini berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan masalah, batasan
masalah, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
2. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
Pada bab ini berisi tentang dasar friction welding, stainless steel, pengujian
tarik, pengujian kekerasan, dan pengamatan struktur mikro.
3. Metodologi dan Hasil
Pada bab ini akan membahas tentang proses pengelasan friction welding
dengan stainless steel pejal hingga pada hasil yang didapat.
4. Analisa Pembahasan
Pada bab ini akan membahas tentang hasil pengelasan dan juga analisis
kekuatan, kekerasan, serta struktur mikronya.
5. Penutup
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Baja tahan karat austenitik adalah baja tahan karat yang mempunyai kadar
karbon antara 0,08 - 0,25 %, kandungan krom mencapai 16 - 26 % sedangkan
nikel mencapai 6 – 22 %. Ketahanan karat diperoleh karena adanya lapisan oksida
krom dipermukaan logam. Nikel berfungsi sebagai pembentuk fasa austenite
disuhu kamar, sehingga material ini mudah dibentuk karena bersifat ulet.
Kandungan karbon yang rendah menyebabkan baja tahan karat austenite memiliki
sifat mampu las yang baik (Greg. Sukartono, 1996).
Pada suhu C baja tahan karat akan mengalami sensitisasi yaitu
terbentuknya karbida krom diatas batas butir austenite. Krom yang terbentuk
diatas batas butir akan menyebabkan kandungan krom disekitar batas butir
menjadi berkurang. Apabila kandungan krom disekitar batas butir mencapai
kurang dari 14% maka lapis oksida krom menjadi sulit terbentuk. Akibatnya
ketahanan korosi baja tersebut menjadi berkurang. Secara mikro, karbida yang
terbentuk diatas butir akan menyebabkan beda potensial dengan butir sekitarnya,
hal ini juga akan menyebabkan timbulnya korosi antar butir. Selain itu, bentuk
ukuran dan jenis karbida yang terbentuk akan berpengaruh pada sifat mekanik
hasil lasan, seperti kekuatan tarik dan nilai kekerasannya (Greg. Sukartono, 1996).

2.2 Landasan Teori


Pengelasan adalah penyambungan dua logam (ferro atau nonferro) menjadi
satu dengan cara mencairkan setempat dan mendingin bersama. Pada saat ini
sekitar 40 jenis pengelasan yang dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
pengelasan lebur dan padat. Adapun macam dari pengelasan lebur yaitu
Pengelasan Busur (Arc Welding, AW), Pengelasan Resistansi Listrik (Resistance
Welding, RW),Pengelasan Gas (Oxyfuel Gas Welding, OFW), dan macam dari
pengelasan padat yaitu Pengelasan Difusi (Diffusion Welding, DFW), Pengelasan
Gesek, (Friction Welding, FW), Pengelasan Ultrasonik (Ultrasonic Welding, UW).

4
2.2.1 Stainless Steel
Awalnya, beberapa besi tahan karat pertama berasal dari beberapa
artefak yang dapat bertahan dari zaman purbakala. Pada artefak ini tidak
ditemukan adanya kandungan krom. Namun diketahui bahwa yang membuat
logam ini tahan karat adalah banyaknya zat fosfor yang dikandungnya yang
mana bersama dengan kondisi cuaca lokal membentuk sebuah lapisan besi
oksida dan fosfat. (Ibnu Satoto, 2002)
Baja tahan karat atau stainless steel sendiri adalah paduan besi dengan
minimal 12% kromium. Komposisi ini membentuk protective layer (lapisan
pelindung anti korosi) yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom
yang terjadi secara spontan. Tentunya harus dibedakan mekanisme protective
layer ini dibandingkan baja yang dilindungi dengan coating (misal seng dan
cadmium) ataupun cat. (Ibnu Satoto, 2002)
Pada dasarnya untuk membuat baja yang tahan terhadap karat, krom
merupakan salah satu bahan paduan yang paling penting. Untuk mendapatkan
baja yang lebih baik lagi, diantaranya dilakukan penambahan beberapa zat-zat
berikut :
1. Penambahan Molibdenum (Mo) bertujuan untuk memperbaiki ketahanan
korosi pitting dan korosi celah.
2. Unsur karbon rendah dan penambahan unsur penstabil karbida (titanium
atau niobium) bertujuan menekan korosi batas butir pada material yang
mengalami proses sensitasi.
3. Penambahan kromium bertujuan meningkatkan ketahanan korosi dengan
membentuk lapisan oksida ( ) dan ketahanan terhadap oksidasi
temperatur tinggi.
4. Penambahan nikel bertujuan untuk meningkatkan ketahanan korosi dalam
media pengkorosi netral dan juga meningkatkan keuletan dan mampu
bentuk logam.
Stainless steel ditinjau dari kadar kandungan kromnya dapat dibagi
menjadi lima macam yaitu :

5
1. Austenitic Stainless Steel yang mengandung sedikitnya 16% Krom dan
6% Nikel. Stainless steel jenis ini cocok juga untuk aplikasi temperatur
rendah, disebabkan unsur Nikel membuat stainless steel tidak menjadi
rapuh pada temperatur rendah.
2. Ferritic Stainless Steel yang mempunyai kadar Krom bervariasi antara
10,5 – 18 %.
3. Martensitic Stainless Steel jenis ini memiliki unsur utama Krom 12 – 17
% dan kadar karbon relatif tinggi yakni 0,1 – 1,0 %.
4. Duplex Stainless Steel memiliki kombinasi sifat tahan korosi dan
temperatur relatif tinggi atau secara khusus tahan terhadap Stress
Corrosion Cracking. Memiliki 23-30 % Krom dan 2,5 -7 % nikel dengan
penambahan unsure Titanium dan Molybdenum.
5. Precipitation Hardening Steel adalah Stainless Steel yang keras dan kuat
akibat dari dibentuknya suatu presipitat (endapan) dalam struktur mikro
logam.

2.2.2 Teknologi Mekanik


Mesin bubut merupakan salah satu jenis mesin perkakas. Fungsi utama
dari mesin bubut adalah untuk memegang dan memutar benda kerja dalam
melakukan operasi pemesinan. Operasi pemesinan yang dimaksud termasuk
bubut permukaan, pengeboran, reamer, membuat ulir, membubut lubang,
bubut bertingkat, dan banyak lagi. Fungsi lain dari mesin bubut juga bisa
digunakan untuk melakukan proses pengelasan, yaitu pengelasan friction
welding atau las gesek.
Di sini benda kerja 1 akan diputar/rotasi dengan kecepatan tertentu
bersamaan dengan benda kerja 2 yang dipasang pada tail stock yang
terpasang simetris didepan benda kerja 1. Gerakan putar dari benda kerja atau
biasa disebut gerak potong relatif dimanfaatkan untuk proses pengadukan
logam saat las gesek dan gerakkan translasi dari tail stock bisa di alih fungsi
sebagai pemegang benda kerja yang akan disambung.

6
2.2.3 Pengelasan Gesek (Friction Welding)
Pengelasan gesek (Friction Welding) adalah suatu metode pengalasan
yang dilakukan untuk memperoleh hasil lasan dengan cara melakukan
penggesekan pada ujung dua bahan las dengan menggunakan alat bantu
mesin bubut. Las gesek termasuk jenis penyambungan padat (forging).
Ditemukan atau dipatenkan oleh The Welding Institute pada tahun 1991. Pada
pengelasan gesek, penyambungan terjadi oleh adanya panas yang ditimbulkan
oleh gesekan akibat perputaran satu dengan yang lain antara logam-logam
induk dibawah pengaruh gaya aksial. Kemudian salah satu diputar sehingga
pada permukaan kontak akan timbul panas, bahkan mendekati titik didih
logamnya, sehingga permukaan logam didaerah tersebut menjadi plastis.
Dalam kondisi panas tersebut, pergerakan atau gesekan yang terjadi antar
kedua logam dihentikan, kemudian di aplikasikan gaya tekan arah aksial,
sehingga terjadi sambungan las gesek. Friction Welding atau las gesek ini
banyak diaplikasikan pada dinding pesawat atau bodi pesawat.
Dalam gambar 2.1 ditunjukkan tahapan proses pengelasan gesek
sebagai berikut :
(1) salah satu poros diputar dan poros yang lain dicekam pada toolpost,
(2) kedua poros digesekkan sehingga timbul panas,
(3) putaran dihentikan dan poros diberi gaya tekan aksial,
(4) sambungan las terbentuk.

Gambar 2.1 Pengelasan gesek (friction welding)


(Sumber: Ibnu Satoto, 2002)

7
Tiga daerah hasil pengelasan yang akan kita temui bila kita melakukan
pengelasan daerah yang pertama yaitu:
a. Daerah logam las
Daerah logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan
mencair dan kemudian membeku.
b. Daerah pengaruh panas atau Heat Affected Zone (HAZ)
Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ) adalah logam dasar
yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan
mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga
daerah ini yang paling kritis dari sambungan las.
c. Logam induk
Logam induk adalah bagian logam dasar di mana panas dan suhu
pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur
dan sifat.
Fungsi keberhasilan Friction Welding biasanya dipengaruhi oleh
kecepatan putar mesin saat dilas (n), besarnya gaya penekanan (F), luas
penampang bidang kontak benda kerja yang bergesekan (A), kondisi mesin
yang digunakan, dan kelurusan (center) saat terjadi penyambungan.

8
2.2.4 Pengujian Tarik

Gambar 2.2 Alat uji tarik

Pengujian tarik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui


sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya. Pengujian ini paling sering di
lakukan karena merupakan dasar pengujian-pengujian dan studi mengenai
kekuatan bahan.

Gambar 2.3 Skema uji tarik

9
Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinyu dan pelan-pelan
bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai
perpanjangan yang di alami benda uji. Kemudian dapat dihasilkan grafik
tegangan dan regangan.

……………………………(1)

Keterangan:
= Tegangan tarik maksimal (MPa)
= Beban tarik (N)
= Luasan awal penampang (mm²)

Regangan yang dipergunakan pada kurva diperoleh dengan cara


membagi perpanjangan panjang ukur dengan panjang awal, persamaanya
yaitu:

…………………….(2)

Keterangan:
= Regangan (%)
= Panjang awal (mm)
= Panjang akhir (mm)

Pembebanan tarik dilaksanakan dengan mesin pengujian tarik yang


selama pengujian akan mencatat setiap kondisi bahan sampai terjadinya
tegangan ultimate, juga sekaligus akan menggambarkan diagram tarik benda
uji, adapun panjang Lf akan diketahui setelah benda uji patah dengan
mengunakan pengukuran secara normal. Tegangan ultimate adalah tegangan
tertinggi yang bekerja pada luas penampang semula. Diagram yang diperoleh
dari uji tarik pada umumnya digambarkan sebagai diagram tegangan-
regangan.

10
Gambar 2.4 Kurva tegangan-regangan rekayasa
(Sumber: Dietser, 1996)

Dari Gambar 2.4 ditunjukkan bahwa bentuk dan besaran pada kurva
tegangan-regangan suatu logam tergantung pada komposisi, perlakuan panas,
deformasi plastis yang pernah dialami, laju regangan, suhu dan keadaan
tegangan yang menentukan selama pengujian.
Parameter-parameter yang digunakan untuk mengambarkan kurva
tegangan-regangan logam yaitu:
a. Kekuatan tarik
b. Kekuatan Luluh
c. Perpanjangan

11
2.2.5 Pengujian Kekerasan Mikro Vickers

Gambar 2.5 Mikro Vickers Hardness Tester

Pada umumnya, kekerasan suatu bahan menyatakan ketahanan bahan


tersebut terhadap deformasi plastis atau deformasi permanen apabila pada
bahan tersebut bekerja beban atau gaya luar.
Salah satu cara untuk mengetahui kekerasannya adalah dengan
menggunakan metode pengujian kekerasan Micro Vickers, cara ini
menggunakan indentor intan berbentuk piramida dengan dasar persegi dan
sudut puncak 136o ditekan dengan beban F terhadap material yang akan diuji.
Nilai kekerasan Vickers (VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas
permukaan lekukan atau luas bekas injakan piramida. Variasi beban yang
biasanya digunakan pada pengujian mikro Vickers adalah 25, 50, 100, 200,
300, 500, dan 1000 gramforce, tergantung pada tingkat kekerasan material
yang akan di uji. Untuk luasan permukaan lekukan bekas injakan penumbuk
dihitung dari pengukuran mikroskopis panjang diagonalnya. Kekerasan
dihitung dengan mengukur diagonal d1 dan d2 dari jejak yang ditinggalkan.
Bilangan kekerasan Vickers (HV) dihitung :

12
VHN = = …………………….……(4)

= (F = kgf, d= mm)

= (F = gf, d= µm)

Keterangan :
VHN : Vickers Hardness Number (HV)
F : Beban yang diberikan (kgf atau gf)
A : Luas area indentasi ( )
: Sudut Indentor ( )
d : Panjang diagonal bekas indentasi (mm atau µm)
Ketika menggunakan lensa perbesaran 40x (untuk mikro Vickers) maka
menggunakan rumus:
d =
(d = µm)

a = Pembacaan diagonal menggunakan mikroskop (µm)

VHN = 1854 . (F = gf)

Gambar 2.6 Indentasi Vickers


(Sumber: Gordonengland, 2014)

13
Perbedaan dari mikro hardness dan makro hardness terletak pada beban
yang digunakan. Mikro hardness menggunakan beban antara 1 sampai 1000
gram force, sedangkan makro hardness lebih besar dari 1000 gram. Misal
pengujian dengan metode Rockwell baik skala A,B,C,D akan membuat jejak
indentasi yang besar, sehingga hanya dikhususkan untuk benda yang
mempunyai ketebalan lebih besar dari 0,040 inci. Sedangkan uji Brinell
dikhususkan untuk benda yang memiliki ketebalan tidak kurang dari 0,125
inci. Skala Rockwell Buatan dengan beban tidak lebih dari 30 gram bisa
digunakan pada material dengan ketebalan 0,025 inci dan beban 15 gram bisa
digunakan pada benda dengan ketebalan 0,015 inci. Untuk menguji material
yang lebih tipis dari ini harus digunakan metode micro Vickers.

2.2.6 Pengamatan Struktur Mikro

Gambar 2.7 Mikroskop Struktur Mikro

Pengujian struktur mikro dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui


struktur yang terkandung didalam material serta sifat-sifat fisis dan mekanik
dari material tersebut. Struktur mikro dalam logam (paduan) di tunjukkan
dengan besar, bentuk dan orientasi butirannya, jumlah fasa, proporsi dan

14
kelakuan dimana mereka tersusun atau terdistribusi. Struktur mikro dari
paduan tergantung dari beberapa faktor seperti, elemen paduan, konsentrasi
dan perlakuan panas yang diberikan. Pengujian struktur mikro atau
mikrografi dilakukan dengan bantuan mikroskop dengan koefisien
pembesaran dan metode kerja yang bervariasi.
Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan
pengujian struktur mikro adalah:
a. Pemotongan (Cutting)
Proses pemotongan dilakukan dengan menggunakan gergaji dan material
dicekam diragum penjepit. Proses ini bertujuan agar material yang diamati
tidak terlalu besar, hanya sample atau bagian tertentu material yang
diamati. Hal ini juga karena meja landasan di mikroskop yang kecil.
b. Pengamplasan (Grinding)
Proses penghalusan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas. Proses
ini bertujuan untuk memperkecil kerusakan permukaan yang terjadi akibat
proses pemotongan, milling, atau penggerindaan. Selain itu juga bertujuan
agar cahaya nantinya memantul ke atas dengan baik. Selama proses ini
dilakukan proses pendinginan secukupnya, dengan menggunakan fluida
yang tidak merusak, fluida yang dipakai untuk prosesini adalah air. Kertas
amplas yang digunakan dimulai dari urutan yang kasar hingga halus, yaitu
kertas amplas dengan nomor 100, 180, 400, 600, dan 1000.
c. Pemolesan (Polishing)
Pemolesan bertujuan untuk mengkilapkan permukaan serta membersihkan
kotoran-kotoran pada permukaaan, bahan yang dipakai bisa autosol, kit,
atau braso.
d. Etsa (Etching)
Etsa adalah mengkorosi atau mengkikis (memburamkan) batas butir
material sehingga nantinya struktur mikronya terlihat. Proses ini dilakukan
dengan cara mencelupkan benda uji kedalam larutan etsa selama ± 3 detik.
Pencelupan dilakukan dengan larutan kimia yang sesuai. Bahan etsa yang
digunakan:

15
- Logam baja: 2,5 %
- Logam besi cor: 5%
- Logam tembaga: 65 %
- Logam kuningan: 65 %
- Logam stainless steel: Aqua regia ( + HCl dengan perbandingan 1:3)
- Logam aluminium: NaOh 50 %
e. Pemotretan.
Pemotretan dilakukan dengan menggunakan inverted metallurgical
microscope.

Struktur mikro logam las biasanya kombinasi dari struktur mikro


dibawah ini:
a) Batas butir ferit, terbentuk pertama kali pada transformasi austenite-ferit
biasanya terbentuk sepanjang batas austenit pada suhu 650-1000 ºC.
b) Ferit Widmanstatten atau ferrite with aligned second phase, struktur mikro
ini terbentuk pada suhu 650-750 ºC di sepanjang batas butir austenit,
ukurannya besar dan pertumbuhannya cepat sehingga memenuhi
permukaan butirnya.
c) Ferit acicular, berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan
mempunyai orientasi arah yang acak. Biasanya ferit acicular ini terbentuk
sekitar suhu 650ºC dan mempunyai ketangguhan paling tinggi
dibandingkan struktur mikro yang lain.
d) Bainit, merupakan ferit yang tumbuh dari batas butir austenite dan
terbentuk pada suhu 400-500 ºC. Bainit mempunyai kekerasan yang lebih
tinggi dibandingkan ferit, tetapi lebih rendah dibanding martensit.
e) Martensit akan terbentuk, jika proses pengelasan dengan pendinginan
sangat cepat, struktur ini mempunyai sifat sangat keras dan getas sehingga
ketangguhannya rendah.

16
BAB III
METODOLOGI DAN HASIL DATA

3.1 Jalan Penelitian


Mulai

Identifikasi Masalah

Perencanaan Percobaan

Pengadaan Bahan:
 Stainless steel silinder pejal 14 buah dengan
diameter 12mm dan panjang 100mm
 Mesin Bubut

Proses pengelasan
 Mesin bubut dengan kecepatan 1200 rpm
 Tekanan bertahap

Persiapan spesimen uji


 Pembuatan bentuk bone shape dengan
menggunakan standar bentuk tabel ASTM
 Pembuatan pemegang dan landasan untuk dudukan
uji kekerasan dan struktur mikro.

Proses Pengujian:
 Uji tarik
 Uji kekerasan mikro Vickers
 Struktur mikro perbesaran 100x

Analisa dan Pengolahan Data


 Data ditampilkan dalam bentuk tabel, foto, dan grafik

Kesimpulan dan saran

Selesai

17
3.2 Alat Penelitian
Adapun peralatan-peralatan yang digunakan untuk percobaan ini
diantaranya adalah :
1. Mesin bubut, mesin bubut disini pada tahap pertama digunakan untuk
pengelesan gesek, selanjutnya digunakan untuk membuat specimen uji tarik
berbentuk bone shape, dan juga pembuatan ulir pada ujung specimen dengan
maksud agar pencekaman saat uji tarik tidak licin.
2. Mesin uji tarik (Tensile Testing Machine), proses pengujian tarik dilakukan
dengan menggunakan mesin uji tarik yang ada di laboratorium Metalurgi Fisik
Universitas Diponegoro Semarang.
3. Mesin uji kekerasan dengan menggunakan mesin uji hardness micro Vickers
yang ada di PT. Kubota Indonesia.
4. Peralatan pengamatan struktur mikro di laboratorium bahan teknik Diploma
Teknik Mesin Universitas Gadah Mada.

3.3 Pengadaan Bahan Penelitian dan Persiapan Spesimen Uji


Langkah pertama dari urutan proses ini adalah pengadaan material, material
yang dipakai adalah stainless steel. Saat pengadaan material dicari spesimen uji
yang berbentuk silinder pejal dengan panjang dan diameter masing masing
spesimen akan ditampilkan diatas gambar benda spesimen uji berikut.
Bahan Spesimen uji : Stainless Steel
Bentuk Spesimen : Silinder Pejal
Panjang Raw Material : 200 mm
Diameter spesimen : 12 mm

Gambar 3.1 Raw material Stainless Steel

18
Bahan Spesimen uji : Stainless Steel
Bentuk Spesimen : Silinder Pejal
Panjang Material 1 - 5 : Masing-masing 100 mm
Diameter spesimen : 12 mm

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
Gambar 3.2 Material – material yang akan diproses Friction Welding

19
Gambar (a), (b), (c), (d), (e) , dan (f) merupakan keenam material yang akan
disambung. Selanjutnya, setelah semua material sudah siap, langkah berikutnya
adalah melakukan proses pengelasan. Proses pengelasan dilakukan dengan mesin
bubut horizontal. Berikut adalah skema pengelasan gesek yang dilakukan dengan
menggunakan kecepatan putaran spindle 1200 rpm dan dibawahnya adalah
gambar hasil las gesek tiap material.

Gambar 3.3 Pengelasan gesek (friction welding)


(Sumber: Ibnu Satoto, 2002)

Gambar 3.4 Material Stainless Steel Setelah Dilakukan Pengelasan

20
Setelah semua material tersambung, maka akan didapat nilai waktu dari tiap
material saat dilakukan pengelasan gesek. Berikut adalah lama waktu tiap
pengelasan dan nilai rata-rata waktu dari semua material yang dilas:

Tabel 3.1 Waktu Lama Pengelasan


Nomor Spesimen Waktu
Benda 1 4 menit 2 detik
Benda 2 4 menit 10 detik
Benda 3 4 menit 18 detik
Benda 4 4 menit 53 detik
Benda 5 4 menit 14 detik
Benda 6 4 menit 29 detik
Rata-rata waktu pengelasan 4 menit 21 detik

Proses selanjutnya adalah pengamatan dan pembentukan spesimen uji.


Pembentukan spesimen uji didasarkan pada standard ASTM E8 M. Standar ini
didapat pada buku handbook material standard ASTM (American Standard
Testing of Material) E8 yang berarti bagian halaman sub bab dari standard metode
uji untuk uji tarik dan M yang artinya satuan yang digunakan adalah millimeter.
Untuk bentuk dari spesimen uji bisa dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 3.5 Bone Shape Standar ASTM

21
Dengan diameter D = 9mm, panjang G = 45mm, dan radius R = .
Kemudian agar benda uji tidak licin saat dicekam pada alat uji tarik, bagian
pemegang atau ujung benda uji dibuat ulir. Disamping itu, salah satu benda uji
dimilling permukaannya hingga datar dengan tujuan persiapan specimen uji untuk
uji kekerasan dan foto struktur mikro.

Gambar 3.6 Persiapan Spesimen Material Sebelum Dilakukan Pengujian

3.4 Data Hasil Pengujian


3.4.1 Data hasil uji tarik
Pada saat pengujian tarik, Jenis mesin uji tarik yang digunakan adalah
mesin uji tarik universal testing machine dengan kapasitas mesin menarik
beban maksimal adalah sebesar 100 kN atau 10 ton.

22
Daerah Las

Gambar 3.7 Skema uji tarik


Pada saat uji tarik ini, akan diperoleh data gaya maksimum yang
diberikan dan pertambahan panjang dalam bentuk grafik yang dapat dilihat
pada lembar lampiran. Disamping itu diperoleh hasil nilai tegangan dan
regangan dengan cara menghitung, namun dalam hal ini didapat dengan cara
otomatis melalui mesin yang dihubungan dengan komputer secara langsung.
Dan dicatat juga waktu saat benda uji mulai menarik hingga saat patah.
Berikut akan ditampilkan tabel perbandingan hasil uji tarik pada setiap
kondisi untuk spesimen raw material, sambungan 1, sambungan 2,
sambungan 3, sambungan 4, dan sambungan 5.

Tabel 3.2 Hasil Uji Tarik


Panjang Force Pertambahan Waktu Tegangan Regangan
OutDia
No Material No. awal maksimum Panjang (detik) maksimum (%)
(mm)
(mm) (N) (mm) (N/ )
1 Raw Material 9 45 36877 18.831 14.4 580 42
2 Sambungan 1 9 45 10248 1.411 1.14 161 3.2
3 Sambunagn 2 9 45 12324 1.143 0.96 194 2.6
4 Sambungan 3 9 45 12251 1.705 1.38 193 3.6
5 Sambungan 4 9 45 12902 1.739 1.38 203 3.65
6 Sambungan 5 9 45 20184 2.690 2.1 317 6
Rata-rata
7 13582 1.7376 1.4 214 3.81
samb.1-5

23
3.4.2 Data Hasil Uji kekerasan
Pada saat melakukan pengujian kekerasan, metode yang digunakan
adalah mikro Vickers hardness, dengan alasan jarak antar titik pembebanan
lebih teliti dan presisi. Panjang jarak yang diuji adalah 26000 µm atau 26
mm dengan jarak antar titik 500 µm atau 0,5 mm. sehingga didapat 52 titik
sepanjang sumbu X atau mulai dari daerah logam induk, HAZ, hingga
bagian sambungan las. Dengan pembebanan gaya yang diberikan sebesar
200 gf.

Gambar 3.8 Jarak Antar Titik Uji Kekerasan

Untuk menghindari kesalahan dalam pengujian kekerasan, benda uji


yang akan diuji harus benar-bear memenuhi persyaratan yaitu: permukaan
benda uji harus rata, sejajar, dan bersih. Sisi-sisi benda uji harus mempunyai
ketinggian yang sama, dan tidak diperbolehkan ada sisi yang miring, karena
akan menyebabkan kesalahan pengukuran kekerasan benda uji tersebut.
Setelah dilakukan pengujian, didapat hasil nilai uji kekerasan tiap
titik yang kemudian dibuat dalam bentuk tabel seperti dibawah ini:

24
Tabel 3.3 Hasil Uji Kekerasan
Diagonal Diagonal rata-
Jarak Jarak
rata-rata Kekerasan rata bekas Kekerasan
titik dari titik dari
bekas jejakan (VHN) jejakan (VHN)
0 (µm) 0 (µm)
indentor (µm) indentor (µm)
-13000 63,2 371 0 73,0 230
-12500 63,2 371 500 80,4 223
-12000 63,2 371 1000 81,6 223
-11500 63,2 371 1500 81,6 231
-11000 63,2 371 2000 80,2 231
-10500 65,0 351 2500 80,2 231
-10000 65,0 339 3000 80,2 231
-9500 66,2 339 3500 80,2 243
-9000 66,2 339 4000 78,2 243
-8500 66,2 313 4500 78,2 265
-8000 68,8 345 5000 74,8 265
-7500 65,6 319 5500 74,8 265
-7000 68,2 319 6000 74,8 280
-6500 68,2 288 6500 72,8 280
-6000 71,8 288 7000 72,8 296
-5500 71,8 288 7500 70,8 296
-5000 71,8 256 8000 70,8 317
-4500 76,2 256 8500 68,4 317
-4000 76,2 232 9000 68,4 331
-3500 80,0 249 9500 67,0 345
-3000 77,2 271 10000 65,6 345
-2500 74,0 271 10500 65,6 345
-2000 74,0 254 11000 65,6 345
-1500 76,4 254 11500 69,0 312
-1000 76,4 254 12000 66,0 341
-500 76,4 248 12500 70,0 303
0 73,0 230 13000 67,6 325
*titik tengah sebagai titik acuan (titik 0)

25
3.4.3 Data Hasil Foto Struktur Mikro
Pengamatan yang dilakukan disini adalah pengamatan struktur mikro
yang dilakukan pada daerah logam induk, daerah terkena panas atau heat
affective zone, dan daerah sambungan las. Pada pengamatan struktur mikro
spesimen yang digunakan adalah spesimen 6 yang tidak dilakukan
pengujian tarik. Foto perbesaran yang diambil disini adalah 100x. Dari
pengamatan struktur mikro ini, dapat dilihat hasil struktur yang terkandung
dari hasil pengelasan, adalah sebagai berikut.

Gambar 3.9 Struktur mikro logam induk material stainless steel seri 316

26
(a) (b)
Gambar 3.10 Struktur mikro daerah terkena panas (Heat Affective Zone)
(a) Mengalami pengadukan (b) Terkena panas

Gambar 3.11 Struktur mikro daerah sambungan material stainless steel seri 316

27
3.5 Hipotesis
Proses pengelasan gesek baja tahan karat austenitik akan menyebabkan
terjadinya perubahan struktur mikro di daerah sekitar lasan. Perubahan struktur
mikro ini dapat menyebabkan penurunan sifat material yaitu ketahanan karat dan
sifat mekanisnya. (Greg. Sukartono, 1996)

28
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

Setelah pengamatan, pengukuran serta pengujian dilaksanakan terhadap


masing-masing benda uji, pada saat setelah pengelasan gesek dengan putaran
mesin bubut putaran 1200 rpm. Didapatkan data-data seperti yang akan
ditampilkan pada bab ini bersamaaan dengan analisa setiap pengujian dan
pengamatan.

4.1 Analisa dan Pembahasan Data Hasil Pengujian Tarik


4.1.1 Raw material
Hasil pengujian pada raw material didapat nilai tegangan maksimum dan
regangan maksimum sebesar:
a. Tegangan Maksimum: 579 N/ mm²
b. Regangan 42 %
Pada grafik hasil uji tarik terlihat bentuk garis yang menunjukan bahwa nilai
tegangannya besar (T >) dan nilai regangannya. Juga besar ( >), yang artinya
sifat dari raw material adalah ulet. Disamping itu bentuk perpatahan disini adalah
bentuk patah ulet, yang menandakan bahwa material ini tangguh atau saat diuji
tarik raw material memberikan peringatan lebih dulu sebelum terjadinya
kerusakan. Pada bahan tangguh, kekuatan putusnya umumnya lebih kecil daripada
kekuatan maksimumnya.
4.1.2 Sambungan 1 – Sambungan 5
Pada hasil lasan sambungan 1 sampai dengan sambungan 5 didapat nilai
tegangan maksimum dan regangan maksimum sebesar:
a. Sambungan las 1
Nilai tegangan maksimum: 161 N/ mm²
Nilai regangan: 3.2 %.
b. Sambungan las 2
Nilai tegangan maksimum: 193 N/ mm²
Nilai regangan: 2.6 %.

29
c. Sambungan las 3
Nilai tegangan maksimum: 193 N/ mm²
Nilai regangan: 3.6 %
d. Sambungan las 4
Nilai tegangan maksimum: 203 N/ mm²
Nilai regangan: 3.65 %
e. Sambungan las 5
Nilai tegangan maksimum: 317 N/ mm²
Nilai regangan: 6 %

Jika dilihat dalam sebuah grafik dan dibandingkan dengan hasil tegangan
regangan raw material, sambungan las 1-5 menunjukan bahwa nilai tegangannya
kecil (T<) dan nilai regangannya juga kecil ( <), yang artinya sifat dari
sambungan stainless steel austenitik seri 316 adalah getas, walaupun pada
dasarnya bahan stainless steel itu bersifat tangguh. Disamping itu bentuk
perpatahan disini adalah bentuk patah getas, yang artinya kekuatan putusnya
adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.
Dari semua data dapat kita buat grafik perbandingan dari raw material,
sambungan 1 sampai sambungan 5. Untuk melihat grafik selisih dari kesemuanya.

30
700

600
Tegangan (N/𝑚𝑚 )
500 Sambungan 1
Sambungan 2
400
Sambungan 3
300
Sambungan 4
200 Sambungan 5
Raw Material
100

0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 Regangan (%)

Gambar 4.1 Diagram Tegangan-Regangan Dari Raw Material Sampai Las 5

Terlihat bahwa dari semua hasil sambungan las rata-rata hanya memiliki
tegangan tarik sebesar 214 N/ , dan rata-rata regangan yang dihasilkan
adalah sebesar 3.81 %. Nilai tegangan dan regangan pada hasil lasan jika
dibandingkan dengan nilai tegangan dan regangan raw material sangat berbeda
jauh, yakni memiliki selisih nilai tegangan sekitar 366 N/ dan selisih
regangan sebesar 38,19%. Selanjutnya, agar perbandingan selisih nilai
tegangan tarik terlihat lebih jelas, dapat dilihat pada grafik berikut.

31
Kekuatan Tarik Maksimum (N/mm2)
700

600

500

400
Kekuatan Tarik Maksismum
300 (N/mm2)

200

100

0
Sambungan 1-5 Raw Material

Gambar 4.2 Grafik Perbadingan Nilai Tegangan Sambungan dan Raw Material

Adanya pebedaan tekanan saat dilakukan pengelasan gesek menyebabkan


perbedaan kekuatan tarik pada hasil sambungan. Hal ini nantinya juga akan
berpengaruh dengan luas daerah yang mengalami perubahan struktur mikro.
Semakin besar gaya penekanannya dan semakin lama gesekan yang terjadi,
daerah yang mengalami perubahan struktur mikro juga semakin besar. Hal
mengenai perubahan struktur mikro akan kita bahas pada bahasan struktur
mikro.

32
4.2 Analisa dan Pembahasan Data Hasil Pengujian Kekerasan
Berikut adalah grafik tingkat kekerasan sambungan stainless steel seri 316.
Grafik tersebut terbentuk dari nilai yang didapat pada hasil tabel uji kekerasan di
bab 3.

(VHN) Nilai Kekerasan


400
350
300
250
200
150
100
50
0
-9
-8
-7
-6
-5
-4
-3
-2
-1
-13
-12
-11
-10

8
0
1
2
3
4

6
7

9
10
11
12
13

Nilai Kekerasan Jarak (mm)

Gambar 4.3 Grafik nilai kekerasan logam induk - HAZ - sambungan las

Dari grafik terlihat bahwa pada titik 0 atau pada bagian las-lasan memiliki
nilai kekerasan yang rendah, sedangkan pada dearah HAZ hingga sampai daerah
logam induk dengan jarak 13 mm dari titik 0 kekerasannya semakin meningkat.
Dari gambar tersebut dapat dilihat perbedaan kekerasan yang menyolok secara
kasar antara kekerasan daerah sambungan dengan kekerasan daerah logam induk
atau stainless steel.

33
4.3 Analisa dan Pembahasan Hasil Pengamatan struktur mikro
Berikut ini adalah gambar hasil pengamatan struktur mikro perbesaran 100x :

(a) (b)

(c)
Gambar 4.4 Hasil pengujian Struktur Mikro Stainless Steel
(a) Logam induk (b) Daerah HAZ (c) Daerah Las

Hasil pengujian foto struktur mikro menunjukan bahwa baik pada


bagian logam induk, daerah terkena panas (Heat Affective Zone), maupun
bagian sambungan las semuanya memiliki fasa austenitic (ᵞ). Hal ini karena
sifat dari fasa austenitic adalah non magnetik. Pada seri stainless steel 316 ini
juga sudah jelas menunjukan bahwa fasa yang dimiliki adalah austenitic.

34
Untuk bagian yang berwarna hitam menunjukan bahwa itu adalah karbida
krom yang memiliki sifat keras dan getas.

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan analisa dalam penelitian ini dapat
disimpulkan antara lain:
1. Untuk hasil kekuatan tarik maksimum rata-rata sambungan 1 sampai 5 adalah
214 N/mm² dan nilai rata-rata regangan adalah 3,81%, ini berarti bahwa nilai
kekuatan tarik material sambungan mengalami penurunan jika dibandingkan
nilai kekuatan tarik raw material yang mempunyai nilai kekuatan tarik
maksimum sebesar 579 N/mm² serta nilai regangan 42%.
2. Hasil uji kekerasan dengan beban 200 gf memiliki nilai kekerasan pada logam
induk sebesar 371 VHN, bagian HAZ 250 VHN, dan bagian sambungan 230
VHN serta menghasilkan grafik yang berbentuk V, ini artinya bahwa pada
bagian sambungan las mengalami penurunan kekerasan dibanding logam
induk.
3. Hasil pengujian struktur mikro memperlihatkan bahwa untuk fasa stainless
steel seri 316 adalah fasa austenitic, baik pada logam induk, daerah terkena
panas, dan bagian sambungan.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian tentang
pengelasan ini adalah peneliti menyarankan kepada kalangan akademis, praktisi
bahwa :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah variasi putaran yang
lebih besar sehingga dapat diperoleh analisa yang lebih lengkap.
2. Perlu dilakukan pangukuran nilai tekan (F dorong) saat proses penyambungan
agar mendapatkan hasil yang optimal.
3. Pastikan material saat disambungan presisi atau senter karena akan
mempengaruhi hasil lasan.

36
4. Perlu dilakukan pengukuran temperature pada saat dilakukan proses
pengelasan.
5. Pada metode pengelasan friction welding ini hanya dikhususkan untuk
menyambung dua buah material yang berbentuk lingkaran dan dengan bentuk
sambungan yang simetris.

37
DAFTAR PUSTAKA

[1] _________, 2011, Materi Pembelajaran Mata Kuliah Bahan Teknik 1.


Tim Pengajar Bahan Teknik Program Diploma Teknik Mesin Sekolah
Vokasi UGM: Yogyakarta.
[2] _________, 2012, Panduan Praktikum Pengujian Bahan. Staf
Laboratorium Bahan Teknik Program Diploma Teknik Mesin Sekolah
Vokasi UGM, Yogyakarta.
[3] Greg, Sukartono, 1996, Perubahan Struktur Mikro dan Sifat Mekanik
Pada Pengelasan Baja Tahan Karat Austenitic, Laporan Penelitian
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
[4] Harsono, S., dan Toshie, O., 1991, Teknologi Pengelasan Logam, Pradnya
Paramita, Jakarta.
[5] Hariandja Binsar., 1997, Mekanika Bahan dan Pengantar Teori
Elastisitas, Erlangga, Jakarta.
[6] Satoto, Ibnu, 2002, Kekuatan Tarik, Struktur Mikro, Dan Struktur Makro
Lasan Stainless Steel Dengan Las Gesek (Friction Welding), Universitas
Muhammadiyah, Yogyakarta.
[7] Supardi, Rachmat., 1967, Pengetahuan Material. Tarsito, Bandung.
[8] Surdia, Tata dan Saito Sinroku., 1991, Pengetahuan bahan teknik, Pradnya
Paramita, Jakarta.

38
LAMPIRAN

39
Lampiran 1. Surat ijin pelaksaan pengujian

39
Lampiran 2. Standar Pengujian

40
Lampiran 3. Data grafik hasil uji tarik

1. Raw material

41
42
2. Sambungan 1

43
44
3. Sambungan 2

45
46
4. Sambungan 3

47
48
5. Sambungan 4

49
50
6. Sambungan 5

51
52
Lampiran 4. Data Hasil Pengujian kekerasan mikro Vickers

Diagonal Diagonal rata-


Jarak Jarak
rata-rata Kekerasan rata bekas Kekerasan
titik dari titik dari
bekas jejakan (VHN) jejakan (VHN)
0 (µm) 0 (µm)
indentor (µm) indentor (µm)
-13000 63,2 371 0 73,0 230
-12500 63,2 371 500 80,4 223
-12000 63,2 371 1000 81,6 223
-11500 63,2 371 1500 81,6 231
-11000 63,2 371 2000 80,2 231
-10500 65,0 351 2500 80,2 231
-10000 65,0 339 3000 80,2 231
-9500 66,2 339 3500 80,2 243
-9000 66,2 339 4000 78,2 243
-8500 66,2 313 4500 78,2 265
-8000 68,8 345 5000 74,8 265
-7500 65,6 319 5500 74,8 265
-7000 68,2 319 6000 74,8 280
-6500 68,2 288 6500 72,8 280
-6000 71,8 288 7000 72,8 296
-5500 71,8 288 7500 70,8 296
-5000 71,8 256 8000 70,8 317
-4500 76,2 256 8500 68,4 317
-4000 76,2 232 9000 68,4 331
-3500 80,0 249 9500 67,0 345
-3000 77,2 271 10000 65,6 345
-2500 74,0 271 10500 65,6 345
-2000 74,0 254 11000 65,6 345
-1500 76,4 254 11500 69,0 312
-1000 76,4 254 12000 66,0 341
-500 76,4 248 12500 70,0 303
0 73,0 230 13000 67,6 325
*titik tengah sebagai titik acuan (titik 0)

53
Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan Struktur Mikro

Logam induk

54
HAZ (Heat Affective Zone)

Sambungan las

55

Anda mungkin juga menyukai