Anda di halaman 1dari 23

TUGAS MAKALAH KELOMPOK

MATA KULIAH AGAMA ISLAM


PERNIKAHAN DAN PEWARISAN DALAM ISLAM

Penulis :
ADE NURUL BAITY (1901112002)
AZHMA ULIA (1901155386)
DILVERA (1901110542)
ELISA SURYANI (1901110581)
MONIKHA AFRILIANA (1901155149)
NUR ANISA PRATIWI (1901110643)
ZAHRA DEA (1901124764)

Dosen Pembimbing :
Dr. HERVRIZAL, S.AG, MA

ILMU KOMUNIKASI KELAS A KOM


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2019/2020
PERNIKAHAN, POLIGAMI, DAN THALAQ DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Pengertian Pernikahan

Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata nikkah (bahasa Arab: ‫ ) النكاح‬adapula
yang mengatakan pernikahan menurut istilah fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan
azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan di atas, menaiki, dan bersenggema
atau bersetubuh. Di sisi lain nikah juga berasal dari istilah Adh-dhammu, yang memiliki arti
merangkum, menyatukan dan mengumpulkan serta sikap yang ramah.

Adapun pernikahan yang berasal dari kata aljam’u yang berarti menghimpun atau
mengumpulkan. Sedangkan menurut istilah pernikahan adalah akad untuk menghalalkan
suatu pertalian atau pergaulan di antara wanita dan laki-laki yang tidak terdapat pertalian
mahram, dengan adanya pertalian tersebut sehingga terbentuklah hak beserta kewajiban
terhadap kedua insan.1

Pernikahan adalah kejadian, kejadian dimana perjanjian antara dua manusia


terjadi.Perjanjian suci menurut Islam sangatlah berat. Karena memerlukan tanggung jawab,
komitmen, dan kasih sayang. Pernikahan adalah hal normal yang dibutuhkan manusia.
Pernikahan dapat menjadi jalan bagi yang sudah tidak dapat menahan hawa nafsunya.
Pernikahan dapat juga berarti untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah dan
warahmah serta memiliki keturunan yang dididik menjadi sebaik-baiknya manusia dan
membawa nama baik keluarga.

Dewasa ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi pada
prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam menarik akar katanya saja.
Perkawinan adalah:2

“Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan terangkum atas rukun-rukun dan
syarat-syarat.”

Para ulama fiqih pengikut mazhab yang emoat (Syafi’i, Hanafi.Maliki.dan Hambali). Pada
umumnya mereka mendefinisan perkawinan pada:

“Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan
seorang perempuan) dengan (diawali dalam akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang
serupa dengan kedua kata tersebut.”

Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu
akad yang kuat atau mitsaqan galizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Dari terminologi yang telah dikemukakan nampak jelas sekali terlihat
bahwa perkawinan adalah fitrah ilahi. Hal ini dilukiskan dalam firman Allah:

1
Fiqih Pernikahan (https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/fiqih-pernikahan)
2
Wahyu Wibisana, Pernikahan dalam Islam-Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim vol. 14 No. 2, UPI-
Bandung : 2016, hal. 186
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum ayat 21)3

B. Dasar Hukum Pernikahan

Sebagaimana ibadah lainnya, pernikahan memiliki dasar hukum yang menjadikannya


disarankan untuk dilakukan oleh umat islam. Adapun dasar hukum pernikahan berdasarkan
Al Qur’an dan Hadits adalah sebagai berikut :4

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu.”(Q.S. An-Nisaa’ : 1)

”Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan
Allah Maha Luas (pemberian- Nya) lagi Maha mengetahui.” (Q.S. An-Nuur : 32)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S. Ar-Ruum : 21)

C. Hukum Pernikahan
Para ulama ketika membahas hukum pernikahan, menemukan bahwa ternyata
menikah itu terkadang bisa mejadi sunnah (mandub), terkadang bisa menjadi wajib atau
terkadang juga bisa menjadi sekedar mubah saja. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa menjadi
makruh.Dan ada juga hukum pernikahan yang haram untuk dilakukan. Semua akan sangat
tergantung dari kondisi dan situasi seseorang dan permasalahannya. Apa dan bagaimana hal
itu bisa terjadi, mari kita bedah satu persatu.

1. Pernikahan Yang Wajib


Menikah itu wajib hukumnya bagi seseorang yang sudah mampu secara
finansial dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan.Hal itu disebabkan bahwa
menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara

3
Wahyu Wibisana, Pernikahan dalam Islam-Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim vol. 14 No. 2, UPI-
Bandung : 2016, hal. 186
4
Dasar Hukum Pernikahan (https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/fiqih-pernikahan)
menikah, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina
wajib hukumnya. Hal ini berdasarkan dari sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Wahai golongan pemuda, jikalau ada di antara dirimu yang sudah lumayan
anggaran (mapan) sehingga sebaiknya hendaklah menikah. Sebab sesungguhnya
pernikahan itu dapat menghalangi pandangan kepada (apa yang dilarang agama)
dan pula untuk menjaga kehormatan. Barang siapa tak bisa mengerjakannya,
sebaiknya hendaklah berpuasa.Sebab puasa yaitu perisai baginya.” (HR.Bukhari
Muslim)5

Imam Al-qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang
wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut
tertimpa resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti
akan membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya dalam
surat An-Nur ayat 32 yang artinya :

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.”(QS. An-Nur : 32)6

2. Pernikahan Yang Sunnah


Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang
sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina.Barangkali karena
memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan
kondusif.
Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAw bersabda:
“Nikahilah wanita yang banyak anak, karena Aku berlomba dengan nabi lain pada
hari kiamat.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibbam)7

3. Pernikahan Yang Haram8


Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram
untuk menikah.Pertama, tidak mampu memberi nafkah.Kedua, tidak mampu
melakukan hubungan seksual.Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan
calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya.

Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat fisik lainnya yang secara umum
tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan
menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada
persetujuan dari calon pasangannya.

5
Hukum Pernikahan (https://maynimerry.blogspot.com/2016/10/pengertian-nikah-menurut-agama-istilah.html)
6
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 14

7
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 15
8
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 16-17
Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang
tidak memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi.Atau
menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara waktu
yang kita kenal dengan nikah kontrak.

4. Pernikahan Yang Makruh


Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna
kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun
bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka
masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.9

5. Pernikahan Yang Mubah


Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong
keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah,
maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh.Tidak dianjurkan untuk
segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk
mengakhirkannya.10

D. Anjuran Menikah
1. Sunnah Para Nabi dan Rasul
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.Dan tidak ada hak bagi
seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah.Bagi tiap-
tiap masa ada Kitab.” (QS. Ar-Ra'd : 38).11

Dan hadits Nabi:


Dari Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Empat hal yang merupakan
sunnah para rasul : [1] Hinna'12, [2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah.” (HR.
At-Tirmizi)13

2. Bagian Dari Tanda Kekuasan Allah


“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(QS. Ar-
Ruum : 21)14

9
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 17
10
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 17-18
11
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 6
12
Hinna' artinya adalah memakai pacar kuku.Namun sebagian riwayat mengatakan bahwa yang dimaksud adalah
bukan Hinna' melainkan Haya' yang maknanya adalah rasa malu.
13
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 7
14
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 7
3. Salah Satu Jalan Untuk Menjadi Kaya
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.”(QS. An-Nur : 32)15

4. Ibadah Dan Setengah Dari Agama


Dari Anas r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang diberi rizki oleh Allah
SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada separuh
agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya.” (HR. Thabarani
dan Al-Hakim)16

5. Tidak Ada Pembujangan Dalam Islam17


Seorang muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan, bahwa
hidup membujang itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu kawin; atau
dengan alasan supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya untuk beribadah
dan memutuskan hubungan dengan duniawinya.
Nabi memperhatikan, bahwa sebagian sahabatnya ada yang kena pengaruh
kependetaan ini (tidak mau kawin). Untuk itu maka beliau menerangkan, bahwa sikap
semacam itu adalah menentang ajaran Islam dan menyimpang dari sunnah Nabi.
Justru itu pula, fikiran-fikiran Kristen semacam ini harus diusir jauh-jauh dari
masyarakat Islam.
Abu Qilabah mengatakan:
"Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan menjauhkan diri dari duniawi dan
meninggalkan perempuan (tidak kawin dan tidak menggaulinya) serta akan hidup
membujang.”

Maka berkata Rasulullah s.a.w, dengan nada marah lantas ia berkata:


“Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka
memperketat terhadap diri-diri mereka, oleh karena itu Allah memperketat juga,
mereka itu akan tinggal di gereja dan kuil-kuil.Sembahlah Allah dan jangan kamu
menyekutukan Dia, berhajilah, berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka Allah
pun akan meluruskan kepadamu.”18

Kemudian turunlah surat Al-Maidah ayat 87 yang artinya:


“Hai orang-orang yang beriman!Jangan kamu mengharamkan yang baik-baik dari
apa yang dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu melewati batas, karena

15
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 8
16
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 8
17
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 8-12
18
Wahyu Wibisana, Pernikahan dalam Islam-Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim vol. 14 No. 2, UPI-
Bandung : 2016, hal. 190
sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas.” (QS. Al-
Maidah: 87)19

6. Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup20


Selain itu secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah merupakan
ciri dari makhluq hidup. Allah SWT telah menegaskan bahwa makhluq-makhluq
ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk berpasangan satu sama lain.

“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari
apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui.”(QS. Yaasin : 36)

“Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu


kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.” (QS. Az-Zukhruf : 12)

“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan


wanita.”(QS. An-Najm : 45)

E. Rukun Nikah21
Rukun pernikahan adalah sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan pernikahan, mencakup :

1. Wali
Keberadaan wali mutlak harus ada dalam sebuah pernikahan.Sebab akad nikah
itu terjadi antara wali dengan pengantin lakilaki, bukan dengan pengantin perempuan.
Menikah tanpa izin dari wali adalah perbuatan mungkar dan pelakunya bisa dianggap
berzina. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW:

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapapun wanita yang
menikah tanpa izin walinya maka nikahnya itu batil.Jika (si laki-laki itu)
menggaulinya maka harus membayar mahar buat kehormatan yang telah
dihalalkannya.Dan bila mereka bertengkar, maka Sulthan adalah wali bagi mereka
yang tidak punya wali”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah).22
1) Siapakah yang bisa menjadi wali?
Wali tidak lain adalah ayah kandung seorang wanita yang secara nasab
memang syah sebagai ayah kandungnya.
2) Syarat Seorang Wali
a. Beragama Islam
b. Berakal Berakal
c. Baligh

19
Wahyu Wibisana, Pernikahan dalam Islam-Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim vol. 14 No. 2, UPI-
Bandung : 2016, hal. 191
20
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 12-13
21
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 48-67
22
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 49
d. Merdeka
3) Urutan Wali Dalam mazhab syafi'i23
Urutan wali adalah sebagai berikut :
a. Ayah kandung
b. Kakek, atau ayah dari ayah
c. Saudara (kakak / adik laki-laki) se-ayah dan se-ibu
d. Saudara (kakak / adik laki-laki) se-ayah saja
e. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu
f. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja
g. Saudara laki-laki ayah
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu)

Daftar urutan wali di atas tidak boleh dilangkahi atau diacakacak.Sehingga


bila ayah kandung masih hidup, maka tidak boleh hak kewaliannya itu diambil
alih oleh wawli pada nomor urut berikutnya.Kecuali bila pihak yang bersangkutan
memberi izin dan haknya itu kepada mereka.

2. Saksi Dalam Pernikahan


Rukun nikah yang kedua adalah harus adanya saksi. Sebuah pernikahan tidak
syah bila tidak disaksikan oleh saksi yang memenuhi syarat. Maka sebuah pernikahan
siri yang tidak disaksikan jelas diharamkan dalam Islam.
Dari Abi Zubair Al-Makki bahwa Umar bin Al-Khattab ra ditanya tentang
menikah yang tidak disaksikan kecuali oleh seorang laki-laki dan seorang wanita.
Maka beliau berkata:
“Ini adalah nikah sirr, aku tidak membolehkannya.Bila kamu menggaulinya pasti aku
rajam.”(HR. Malik dalam Al-Muwaththo').24
3. Ijab Qabul
Qabul adalah penerimaan dari pihak si lelaki dengan ucapannya, misalnya:
“Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar seperangkat alat
sholat”.
4. Mahar
Rukun Nikah yang keempat yaitu Mahar / Mas Kawin. Salah satu bentuk
pemuliaan Islam kepada seorang wanita adalah pemberian mahar saat menikahinya.
Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk
dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka.25

F. Khitbah

Makna khitbah atau meminang adalah meminta seorang wanita untuk dinikahi
dengan cara yang dikenal di tengah masyarakat. Seorang laki-laki yang berketetapan hati

23
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 51-52
24
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 55
untuk menikahi seorang wanita, hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya.
Apabila seorang laki-laki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih
dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya
meminang wanita tersebut.

Dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Janganlah seorang laki-laki meminang pinangan saudaranya, sehingga peminang


pertama itu meninggalkan (membatalkan) atau mengizinkannya”. (HR Bukhari)26

G. Walimatul `Urs

Diantara rangkaian pernikahan adalah walimatul urs, yaitu sebuah jamuan


makan yang menghadirkan para undangan sebuah pernikahan.Kata walimah diambil dari
kata Al-Walamu yang maknanya adalah pertemuan. Sebab kedua mempelai melakukan
pertemuan.Sedangkan secara istilah adalah hidangan/santapan yang disediakan pada
pernikahan.Di dalam kamus disebutkan bahwa walimah itu adalah makanan pernikahan
atau semua makanan yang untuk disantap para undangan.27

POLIGAMI DALAM PANDANGAN SYARIAH

A. Tuduhan Terhadap Islam

Para orientalis, pendeta agama masehi, kelompok sekuleris dan kalangan anti
Islam pada hari ini sedang gencar mengkampanyekan gerakan anti poligami.
Kampanye mereka itu mulai dari yang bersifat sindiran, pernyataan sinis sampai
kepada yang langsung mencaci maki, baik syariat Islam sebagai sebuah sistem hidup
maupun pribadi Rasulullah SAW.

Kambing hitam yang selalu disudutkan tidak lain adalah syariat Islam. Menurut
mereka, syariat Islam itu tidak sesuai dengan jiwa keadilan, mendorong laki-laki
mengumbar syahwat, juga tidak berpihak kepada wanita yang selalu berada dalam
posisi terzhalimi. Dan mereka juga menuduh bahwa Rasulullah SAW adalah budak
nafsu, karena menikah dengan 12 orang wanita.

B. Tujuan dan Syarat Poligami Dalam Islam

Poligami atau dikenal dengan ta`addud zawaj pada dasarnya mubah atau boleh.
Bukan wajib atau anjuran. Karena melihat siyaq ayatnya memang mensyaratkan harus
adil. Dan keadilan itu yang tidak dimiliki semua orang. Allah berfirman :

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim,
maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka seorang saja , atau budak-budak

26
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 45
27
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 77-78
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”.(QS. An-Nisa : 3)28

THALAQ

A. Pengertian dan Hukum Thalak


1. Definisi Thalak

Secara bahasa, thalak berarti pemutusan ikatan. Sedangkan menurut istilah, thalak
berarti pemutusan tali perkawinan.29

Thalak Yang Makruh

Thalak tanpa adanya alasan merupakan sesuatu yang dimakruhkan. Dari Tsauban
Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan; bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda:

”Siapa pun wanita yang meminta cerai tanpa adanya alasan yang membolehkan,
maka haram baginva bau surga”. (HR. Ahmad, Abu Dawud,Ibnu Majah dan Tirmidzi,
dimana beliau menghasankannya).30

Dan Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, ia berkata, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam telah bersabda: “Perkara halal yang sangat dibenci Allah adalah thalak.” (HR.
Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim, dirnana beliau menshahihkannya).31

Beliau juga bersabda: “Bukan dan golongan kami orang yang menceraikan seorang
wanita dan suaminya”. (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)32

2. Hukum Thalaq33
a. Thalak wajib

Thalaq wajib adalah thalak yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik yang
terjadi antara suami dan isteri; jika masing-masing melihat bahwa thalak adalah
satusatunya jalan untuk mengakhiri perselisihan.”Demikian menurut para ulama
penganut madzhab Hanbali.34

b. Thalak Haram

Thalak yang diharamkan adalah thalak yang dilakukan bukan karena adanya
tuntutan yang dapat dibenarkan.

28
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 98
29
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 145
30
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 146
31
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 146
32
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 147
33
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 147-149
34
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 147
c. Thalak Sunnah

Sedangkan thalak yang disunnaHkan adalah thalak yang dilakukan terhadap


seorang isteri yang telah berbuat zhalim kepada hak-hak Allah yang harus
diembannya, seperti shalat dan kewajiban-kewajiban lainnya, dimana berbagai cara
telah ditempuh oleh sang suami untuk menyadarkannya, akan tetapi ia tetap tidak
menghendaki perubahan.

d. Thalak Mubah

Thalak diperbolehkan (mubah) jika untuk menghindari bahaya yang mengancam


salah satu pihak, baik itu suami maupun isteri. Allah SWT berfirman:

“Thalak (yang dapat dirujuk) adalah dua kali. Setelah itu boleh rujuk kembali dengan
cara yang ma ‘ruf (baik) atau menceraikan dengan cara yang baik”. (Al-Baqarah:
229)35

Dalam surat yang lain Allah berfirman:


“Wahai Nabi, jika kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) masa ‘iddahnya (yang wajar)’)”.
(AlThalaq: 1)36

PEWARISAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Hukum Waris Islam (Faraid)

Pengertian Ilmu Faraid


Hukum waris dalam ajaran Islam disebut dengan istilah ( ‫“ )فرائض‬Faraid”. Kata faraid
adalah bentuk jamak dari faridah yang berasal dari kata fardu yang berarti
ketetapan,pemberian (sedekah)37. Fardu dalam Al-Qur’an mengandung beberapa pengertian
yaitu ketetapan38,kewajiban39.

Para ulama fikih memberikan definisi Ilmu Faraid sebagai berikut.


1. Penentuan bagian ahli waris40
2. Ketentuan bagian warisan yang ditetapkan oleh Syariat Islam41
3. Ilmu Fikih yang berkaitan dengan pembagian pusaka serta mengetahui perhitungan
dan kadar harta pusaka yang wajib dimiliki oleh orang yang berhak.

35
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 149
36
H. Ahmad Sarwat, Fiqih Nikah-Fiqih Thaharah. E-book hal. 149
37
Louis Makluf,Al Munjid fi al-Lugah wa al I’lam, (Beirut: Dar al-Masyriq,1986,hlm.557)
38
QS. Al-Baqarah (2):197
39
QS. Al-Qass (28):85
40
Sayyid Sabigh, Figh al-Sunnah, Jld. III,(Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi 1984),hlm 202
41
Taqiyuddin Abu Bakar, Kifayah al-Akhyar, Juz III, (Beirut: Dar al-Fikri),hlm 17.
Dengan singkat Ilmu Faraid dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang ketentuan-ketentuan harta pusaka bagi ahli waris. Dalam Komplikasi
Hukum Islam dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Kewarisan adalah hukum
yang mengatur pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,menentukan
siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

B. Dasar Hukum Waris Islam, Asbabun Nuzuk, dan Asas-asasnya


1. Tanggung Jawab Orang Tua dan Anak

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian.Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Baqarah
(2) : 233)

2. Harta Pusaka dan Pewarisnya


“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib
kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya.Dan (jika ada) orang-orang yang kamu
telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka
bahagiannya.Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu”.(QS.An-Nisa (4):
33))

3. Aturan Pembagian Harta Warisan

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan”.(QS An-Nisa (4): 7)).

4. Tentang Cara untuk Mengadakan Pembagian Kewarisan


Menyangkut cara pembagian warisan ini dapat diketemukan ketentuan hukumnya
dalam sebuah hadist dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata :

Bersabda Rasulullah saw. “Serahkanlah pembagian warisan itu kepada ahlinya,


bila ada yang tersisa, maka berikanlah kepada keluarga laki-laki terdekat”.

5. Orang yang Berbeda Agama Tidak Saling Waris-Mewarisi


Dalam hukum waris islam ditetapkan bahwa orang yang berbeda agama tidaklah
dapat saling waris-mewarisi,dasar hukum tentang hal ini dapat ditemukan dalam
sebuah hadis dari Usamah putra Zaid, ia berkata :

Bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda :“Orang Islam tidak punya hak waris atas
orang kafir, dan orang kafir tidak punya hak waris atas orang Islam”.

C. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam


1. Asas Ijbari
Secara bahasa mempunyai arti ‚paksaan yaitu melakukan sesuatu di luar kehendak
sendiri. Dalam konteks hukum kewarisan Islam dapat diartikan sebagai peralihan harta dari
orang yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup berlaku dengan sendirinya tanpa
usaha dari yang akan meninggal atau kehendak yang akan menerima.

2. Asas bilateral
Dalam konteks hukum kewarisan Islam, asas bilateral berarti bahwa harta warisan beralih
kepada atau melalui dua arah.Hal ini berarti bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari
kedua belah pihak garis kerabat keturunan laki-laki dan pihak kerabat garis keturunan kerabat
perempuan.

3. Asas individual
Mengandung pengertian setiap ahli waris secara individu berhak atas bagian yang
didapatkannya tanpa tergantung kepada ahli waris lainnya.

4. Asas keadilan berimbang


Yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban. Secara mendasar adanya asas keadilan
berimbang ini dalam konteks hukum kewarisas Islam menyatakan bahwa perbedaan gender
tidak menentukan hak kewarisan dalam Islam.

5. Asas semata akibat kematian


Dalam hukum kewarisan Islam mengandung pengertian bahwa peralihan harta seseorang
kepada orang lain hanya berlaku setelah yang mempunyai harta meninggal dunia.42

D. Harta Warisan dan Sebab-Sebab Mendapat Warisan


1. Harta Warisan

Dalam bahasa arab disebut dengan tirkah\tarikah yang dimaksud dengan harta
peninggalan adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggl dunia, baik
yang berbentuk benda(harta benda) dan hak hak kebendaan,serta hak yang bukan hak
kebendaan43.

2. Harta Bawaan

Adapun yang dimaksud dengan harta bawaan dalam buku tentang perkawinan pasal 87,
“Harta bawaan dari masing-masing sebagai hadiah atau dan harta yang diperoleh masing-
masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjag
para pihak tidak menentukan lain”.

3. Harta bersama

Harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung menurut pasal 91 dikemukakan


sebagai berikut;

1. Harta bersama sebagaimana tersebut berupa benda berwujud atau tidak berwujud
2. Harta bersama berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak dan srat berharga
3. Harta bersama yang tidak berwujud apat berupa hak aupun kewajiban bersama
4. Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas
persetujuan pihak lainnya

Tentang kedudukan harta bersama apabila terjadi perceraian adalah sebagai berikut:

42
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan,hlm 19.
43
Muhamad ali ash-shabuni, 1988:41 suhrawardi k.lubis,komis simanjuntak sinar grafika hlm 50
1. Cerai Mati
2. Suami dan Istri Hilang
3. Cerai Hidup

Sebab-sebab mendapatkan warisan

Waris berasal dari kata bahasa arab yaitu warits. Secara gramatikal berarti dari yang
tinggal atau yang kekal. Apabila di hubungkan dengan persoalan hukum waris, perkataan
waris tersebut berarti orang yang berhak untuk menerima pusaka dari harta yang ditinggalkan
oleh simati dan populernya di istilahkan dengan ahli waris. Apabila di analisis, yang menjadi
sebab seseorang itu mendapatkan warisan dari si ahli waris, karena hubungan perkawinan,
adanya hubungan darah, memerdekakan si mayit dan karena sesama islam.

Sebab- sebab tidak mendapatkan warisan

Disebabkan secara garis besar dapat diklasifikasikan karena halangan kewarisan, karena
adanya kelompok keutamaan dan hijab.

1. Halangan kewarisan

Dalam hal hukum kewarisan islam yang mmenjadi penghalang bagi seseorang ahli
waris untuk mendapatkan warisan karena hal berikut:

a. Pembunuhan
b. Perbuatan membunuh yang dilakukan oleh seseorang ahli waris terhadap si
pewaris menjadi penghalang baginya untuk mendapat warisan dari pewaris
tersebut yang mengatakan bahwa seseorang yang membunuh tidak dapat dan
berhak menerima warisan dari orang yang di bunuhnya44.
c. Karena perbedaan/berlainan agama
Apabila pembunuhan dapat memutuskan hubungan kekerabatan hingga
mencabut hak kewarisan, maka demikian jugalah halnya dengan perbedaan
sebab wilahnya hukum islam tidak mempunyaai daya berlaku bagi orang
nonmuslim.
2. Kelompok keutamaan dan hijab
Sebagaimana hukum waris lain nya hukum waris islam juga mengenal
pengelompokan ahli waris kepada beberapa kelompok keutamaan misalnya anak lebih
utama dari cucu, ayah lebih dekat kepada anak dibandingkan dengan saudara,ayah lebih
dekat kepada si anak di bandingkan dengan si kakek.

E. Biaya Perawatan, Hibah, Wasiat Dan Utang Pewaris


1. Biaya-biaya Perawatan Pewaris

Biaya perawatan pewaris adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan si


mayit mulai dari saat meninggalnya sampai dikuburkan (biaya pelaksanaan fardhu kifayah).

44
Abu hurairah riwayat abu dawud dan ibnu majah suhrawardi k.lubis,komis simanjuntak sinar grafika hlm56
Para ahli hukum islam berpendapat bahwa biaya yang diperlukan untuk hal tersebut
dikeluarkan dari harta peninggalannya mwnurut ukuran yang wajar.

2. Hibah Pewaris

Kata hibah berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti melewatkan atau
menyalurkan, dengan demikian berarti disalurkan dari tangan orang yang member kepada
tangan orang yang diberi.(Chairuman dan Suhrawardi, 1994:113).

Berikut ketentuan-ketentuan hukum islam tentang pelaksanaan hibah:

1. Penghibahan dilaksanakan semasa hidup, demikian juga dengan barang yang


dihibahkan.
2. Beralihnya hak atas barang yang dihibahkan pada saat penghibahan dilakukan dan
apabila sipenerima belum dewasa atau kurang sehat akalnya, maka penerimaan
silakukan oleh walinya.
3. Dalam melaksanakan penghibahan haruslah ada pernyataan, terutama kepada
sipemberi hibah.
4. Penghibahan dilaksanakan dihadapan beberapa orang saksi (hukumnya sunnah),
hal ini dimaksudkan untuk menghindari masalah dikemudian hari.
Dengan demikian, apabila penghibahan telah dilakukan semasa hidup dan pada saat itu
belum sempat dilakukan penyerahan barang, maka sebekum harta dibagikan kepada ahli
waris, mengeluarkan hibah terlebih dahulu.Selain lembaga hibah, di Indonesia juga dikenal
dengan lembaga hibah wasiat.
Hibah wasiat adalah penetapan pembagian harta benda milik seseorang semasa hidupnya
dan pembagian itu baru berlaku sejak saat matinya si pemberi hibah. Walaupun si pemberi
hibah menghembuskan nafasnya yang terakhir, akan tetapi hibah wasiat dapat ditarik
kembali kapan saja. Hibah ini dibuat dalam bentuk tertulis yang disebut dengan surat hibah
wasiat, dibuat atas persetujuan ahli waris dan bukti persetujuan dicantumkan tanda tangannya
dalam surat hibah wasiat.

Prof. Hazairin mengemukakan bahwa:

“selain daripad hibah atau penghibahan menurut adat itu, ada pula perbuatan si pemilik di
masa hidupnya yang dinamakan hibah wasiat, yaitu suatu pernyataan di hadapan para calon
ahli warisnya dan dihadapan anggota-anggota keluarga lainnya bahwa suatu barang
tertentu kelak sesudah matinya diperuntukkan untuk seorang ahli waris tertentu atau seorang
tertentu yang sekali-kali bukan ahli warisnya. hibah wasiat itu telah mendekati pengertian
wasiat”. (Hazairin, 1962:44)

3. Wasiat

Wasiat berasal dari bahasa Arab, yaitu washshaitu asy-syaia, ushi aushatuhuyang berarti
“aku menyampaikan sesuatu”.(syaid Sabiq, 14,1988:215). Syaid Sabiq mengemukakan
pengertian wasiat itu adalah pemberian seseorng kepada orang lain, baik berupa barang,
piutang, ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah orang yang
berwasiat mati. (Chaiun Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, 1993:122)

Menurut ketentuan islam, seseorang yang merasa telah dekat ajalanya dan ia
meninggalkan harta yang cukup maka diwajibkan kepadanya untuk membuat wasiat bagi
kedua orang tuanya (demikian juga kerabat lainnya) terutama sekali apabila ia telah dapat
memperkirakan bahwa harta mereka (kedua orang tuanya dan kerabat lainnya) tidak cukup
untuk keperluan mereka.

Ketentuan hukum tentang lembaga hukum wasiat ini dapat ditemukan dalam QS Al-
Baqarah (2); 240.

‫اج ِه ْم َمت َاعًا ِإلَى ْال َح ْو ِل َغي َْر ِإ ْخ َراج ۚ فَإِ ْن خ ََرجْ نَ فَ ََل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم ِفي َما‬
ِ ‫صيَّةً ِِل َ ْز َو‬ِ ‫َوالَّذِينَ يُت ََو َّف ْونَ ِم ْن ُك ْم َو َيذَ ُرونَ أ َ ْز َوا ًجا َو‬
.ٌ ‫يز َح ِكيم‬ َّ ‫فَ َع ْلنَ ِفي أ َ ْنفُ ِس ِه َّن ِم ْن َم ْع ُروف ۗ َو‬
ٌ ‫َّللاُ َع ِز‬

“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri,
hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan
tidak disuruh pindah (dari rumahnya).Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak
ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang
ma'ruf terhadap diri mereka.Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-
Baqarah: 240)

Adapun yang menyangkut petunjuk pelaksanaan ketentuan hukum yang terdapat dalam
ayat tersebut lebih lanjut diatur dalam Surah Al-Ma’idah ayat 106 yang berbunyi:

‫ان ِم ْن َغي ِْر ُك ْم ِإ ْن أَ ْنت ُ ْم‬


ِ ‫َان ذَ َوا َعدْل ِم ْن ُك ْم أ َ ْو آخ ََر‬ ِ ‫ض َر أ َ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ ِحينَ ْال َو‬
ِ ‫صيَّ ِة اثْن‬ َ ‫ش َهادَة ُ َب ْي ِن ُك ْم ِإذَا َح‬َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا‬
‫ارتَ ْبت ُ ْم ََل نَ ْشت َِري ِب ِه ثَ َمنًا َولَ ْو‬
ْ ‫اّللِ ِإ ِن‬ ِ ‫ص ََلةِ فَيُ ْق ِس َم‬
َّ ‫ان ِب‬ َّ ‫سونَ ُه َما ِم ْن بَ ْع ِد ال‬ ِ ‫صيبَةُ ْال َم ْو‬
ُ ‫ت ۚ تَحْ ِب‬ ِ ‫صابَتْ ُك ْم ُم‬ َ َ ‫ض فَأ‬ ِ ‫ض َر ْبت ُ ْم فِي ْاِل َ ْر‬
َ
َ.‫َّللاِ إِنَّا إِذًا لَ ِمنَ ْاْلثِ ِمين‬
َّ َ ‫ش َهادَة‬ َ ‫َكانَ ذَا قُ ْربَ ٰى ۙ َو ََل نَ ْكت ُ ُم‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian,
sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang
adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam
perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu
sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama
Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini
harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak
(pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian
tentulah termasuk orang-orang yang berdosa”. (QS Al-Ma’idah: 106)

Dalam sunnah Nabi Muhammad saw, dasar ketentuan hukumnya dapat


dijumpai dalam sebuah hadist sebagai berikut:

Telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar ra. Rasulullah saw:

“Hak bagi seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang hendak diwasiatkan, sesiadah
bermalam selama dua malam tiada lain wasiatnya itu tertulis pada amal kebajikannya”.
Lebih lanjut Ibnu Umar berkata:

“Tidak berlalu bagiku satu malam pun sejak aku mendengar Rasulullah saw mengucapkan
hadist itu kecuali wasiatku sealalu ada disisiku”. (Sayid Syabiq, 14, 1988: 216-217)

Syarat-syarat pelaksanaan wasiat menurut beberapa ahli :

1. Ijab Kabul
2. Ijab Kabul harus tegas dan pasti
3. Ijab Kabul harus dilakukan oleh orang yang memenuhi persyaratan untuk itu
4. Ijab dan Kabul tidak mengandung ta’liq

Syarat-syarat diatas dikemukan para ahli berdasarkan alqur’an dan


hadist.Apabila dilihat ilmu hukum wasiat merupakan perbuatan hukum sepihak.jadi wasiat
dapat dilakukan tanpa dihadiri oleh penerima wasiat dan dapat dilakukan dalam bentuk
tertulis.

Kompilasi hukum islam Indonesia dalam ketetntuan yang terdapat dalam buku II
BAB V Pasal 194 dan 195 menyebutkan persyaratan-persyatan yang harus di penuhi dalam
pelaksanaan pewasiatan adalah sebagai berikut:

1. Pewasiat harus orang yang telah berumur 21tahun, berakal sehat dan didasarkan
kepada kesukarelaannya.
2. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak sipewasiat
3. Peralihan hak terhadap barang atau benda yang diwasiatkan adalah setelah pewasiat
meninggal dunia.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan pewasiatan adalah sebagai berikut:

1. Apabila syarat itu dilakukan secara lisan maupun tertulis hendaklah pelaksaannya
dilakukan dihadapan dua orang saksi.
2. Wasiat hanya dbolehkan maksimal sepertiga dari harta warisan,kecuali ada
persetujuan semua ahli waris.
3. Wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

4. Utang Pewaris

Utang adalah tanggungan yang harus diadakan pelunasannya dalam suatu waktu
tertentu.kewajiban pelunasan hutan timbul dari prestasi(imbalan) yang telah diterima si
penghutang. Apabila seseorang yang meninggalkan utang kepada orang lain , maka
seharusnya utang tersebut dibayar ata dilunasi terlebih dahulu sebelum harta peninggalan
tersebut dibagikan kepada ahli pewarisnya.

Para ahli hukum islam mengelompokkan hutang seseorang itu dalam dua kelompok,
yaitu:

1. Hutang sesama manusia atau dalam istilah hukum islam disebut juga dengan
Dain Al-Ibad
2. Hutang kepada Allah swt atau dalam istilah islam disebut juga Dain Allah.

F. Klasifikasi Ahli Waris Dan Persyaratan Pemetapan Bagian


1. Klasifikasi Ahli Waris

Pembahasan mengenai klasifikasi ahli waris sebenarnya dapat dilihat dari berbagai
segi.Pertama, jenis klamin; yaitu kelompok ahli waris laki-laki dan perempuan.Kedua,
kelompok ahli waris melalui hubungan kekerabatan dan kelompok ahli waris karena
pernikahan (suami atau istri).Ketiga, kelompok ahli waris dari segi keutaman dalam
mendapat bagian; kelompok ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok ahli waris
yang mendapatkan bagian tertentu dan ahli waris yang tidak mendapat bagian tertentu.45

Dalam kaitannya dengan hal ini, patrilinialisme merinci atas tiga macam yaitu;

a. Dzawil furudl
Dzawil furudl adalah ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu dalam keadaan
tertentu.Kelompok ahli waris ini bagian-bagiannya tercantum secara jelas didalam Al-
Qur’an, khususnya pada kelompok ayat kewarisan. Mereka yang mendapatkan bagian
tertentu dalam keadaan tertentu dalam Al-Qur’an pada kelompok ayat kewarisan ada
sebanyak delapan orang, ditambah dengan empat orang yang disebutkan dalam hadist
Rasulullah, sehingga menjadi dua belas orang. Mereka itu ialah:
a) Anak perempuan tunggal
b) Ibu
c) Bapak
d) Duda
e) Janda
f) Saudara laki-laki (dalam hal kalalah)
g) Saudara laki-laki dan saudari bersyirkah (dalam hal kalalah)
h) Saudari (dalam hal kalalah)
i) Cucu perempuan dari putra
j) Kakek
k) Nenek
l) Saudari seayah

Diantara duabelas ahli waris tersebut, sebagian ada yang berkedudukan sebagai
dzawil furudl dan bukan dzawil furudl. Mereka yang berkedudukan sebagai dzawi furudl
antara lain ibu, duda dan janda. Sedangkan yang bukan dzawil furudl antara lain anak
perempuan, bapak, saudara laki-laki dan saudari (perempuan).

b. Ashabah
Ahli waris ashabah ialah ahli waris yang tidak di tentukan bagiannya, kadangkala
mendapat bagian sisa ( kalua ada dzawil furudl). Kadangkala tidak menerima sama sekali
(kalua tidak ada sisa), tetapi kadang-kadang menerima seluruh harta (kalua tidak ada
dzawil furudl).

45Suhrawardi K.lubis dan komis simanjuntak, Hukum Waris Islam (sinar grafika: Jakarta, 2008), hal 82
Ahli waris yang termasuk dalam kelompok ashabah ini dapat digolongkan pada tiga
macam:
1) Ashabah bin nafsi
Yaitu kelompok ashabah dengan tanpa ditarik oleh waris ashabah yang lain
atau tidak bersama-sama dengan ahli waris waris lain sudah menjadi ahli waris
ashabah. Ahli waris yang termasuk ashabah ini yaitu:
- Putra (anak laki-laki)
- Cucu laki-laki dari putra
- Saudara sekandung atau seayah
- Paman
2) Ashabah bil-ghairi
Yaitu seorang ahli waris untuk menjadi ahli waris ashabah harus ditarik oleh
ahli waris ashabah yang lain. Seperti anak perempuan (ditarik menjadi ashabah
oleh anak laki-laki), cucu perempuan ditarik oleh saudara kandung atau seayah.
3) Ashabah ma’al ghairi
Yaitu ahli waris yang menjadi ashabah karena bersama-sama dengan yang
lain. Misalnya saudari kandung atau seayah karena bersama-sama putri.
Secara keseluruhan yang termasuk ashabah ini ialah:
- Anak laki-laki / putra
- Cucu laki-laki dari putra
- Bapak
- Kakek dari pihak bapak
- Saudara seibu
- Saudara sebapak
- Putra saudara sekandung
- Putra saudara sebapak
- Paman yang sekandung dengan bapak
- Paman sebapak dengan bapak

Sedangkan pihak perempuan yang menjadi ashabah yaitu:

- Saudari sekandung ditarik oleh saudara sekandung


- Saudari seayah yang 46ditarik oleh saudara seayah
- Putri yang ditarik oleh putra47
- Cucu perempuan yang ditarik cucu laki-laki dari 48putra

c. Dzawil Arham
Dzawil Arham atau dzul arham adalah orang-orang yang dihubungkan nasabnya
dengan pewaris karena pewaris sebagai leluhur yang menurunkannya.Dalam
patrilinialisme dzawil arham ini merupakan golongan ketiga.Pengertian ini khusus
46
Ahmad Sarwat, Fiqih Mawaris, (DU CENTER,tt, Hlm. 33)
47
Abu Hazim Mubarok, Fiqih Idola Terjemah Fathul Qarib, (Mukjizat, Kediri: 2013), Hlm.92-94.
dikenakan pada hubungan darah melalui garis wanita saja, sebagai kebalikan dari
pengertian ashabah yang khusus dihubungkan dengan garis laki-laki.
Mereka yang termasuk dalam dzawil arham ini dipilah pilah menurut hubungan
nasabnya dengan pewaris oleh fatcturahman:
- Cucu dari putri
- Anak cucu perempuan dari putra

Hubungan nasab karena sebagai leluhur dari pewaris yaitu:

- Bapak dari ibu dan kakak dari ibu


- Ibu dari ayahnya ibu dan nenek dari bapaknya ibu

Hubungan nasab kesamping atau keturunan orang tua pewaris yaitu:

- Anak saudari sekandung, seayah atau seibu


- Putri saudara kandung, seayah atau seibu dan seterusnya ke bawah
- Putri dari putra saudara sekandung, seayah atau seibu dan seterusnya kebawah
- Putra saudara seibu dan seterusnya kebawah

Kalau dilihat dari orang yang termasuk dalam dzawil arham menurut patrilineal ini,
maka mereka cukup sulit untuk bisa menerima warisan dari keluarganya yang
meninggal.Kalaupun ada bagiannya sangat sedikit.

G. Persyaratan Penetapan Bagian


1. Keutamaan

Keutamaan adalah suatu prinsip untuk mendahulukan ahli waris yang satu
dibandingkan yang lain. Dalam proses awal pembagian harta warisan, hal ini harus diketahui
terlebih dahulu. Ahli waris mana yang harys didahulukan untuk mendapatkan harta warisan
dan ahliwaris mana pula yang menempati posisi sesudahnya.

2. Hijab

Adalah melindungi orang-orang tertentu untuk menerima pusaka semuanya atau


sebagian karena ada seseorang lain. Hijab ini harus dibedakan dengan pengertian penghalang
seseorang untuk menjadi ahli waris (penghalang kewarisan) sebab pada tema hijab, seseorang
itu sudah berhak menjadi ahli waris, dalam arti telah memenuhi persyaratan untuk menjadi
ahli waris, tetapi ia hanya batal menerima bagian harta warisan yang diakibatkan adanya
fakto luar yaitu adanya ahli waris yang dekat hubungannya dengan pewaris.

Berdasarkan uraian diatas maka hijab itu dapat dibagi pada dua macam yaitu:
a. Hijab hirman
Ialah terhijabnya ahli waris dalam memperoleh seluruh bagian akibat adanya ahli waris
yang lain.
b. Hujab nuqshan (kurang/sebagian)
Ialah berkurang bagian yang semestinya diperoleh oleh ahli waris karena ada nya ahli
wars yang lain.

3. Prinsip keutamaan dan hijab

Prinsip keutamaan dan hijab ini merupakan dua sisi dari sekeping uang logam. Sebab
disatu sisi ada ahli waris yang mendapat keutamaan dan disisi lain akan ahli waris yang
terhijab, sebaliknya ketika ada ahli waris yang mendapat hijab, maka disisi lain aka nada ahli
waris yang terhijab, pada waktu itu pula ada ahli waris yang mendapat keutamaan.

H. Penetapan Bagian

Untuk lebih memperjelas lagi pembagian harta warisan dalam kasus-kasus kewarisan
dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi siapa-siapa saja yang berhak menerimat harta warisan


2) Penerapan bagian setiap orang yang telah benar-benar mendapat setelah dilakukan
langkah-langkah pertama diatas
3) Setelah itu dilakukan penghitungan bagian dengan memperhatikan terhadap persoalan –
persoalan yang berkaitan dengan soal penyelesaian seperti asal masalah, awal dan
lainnya.

Maka bagiannya cukup jelas. Dalam hal ini berkisar pada 6 angka yaitu: 2/3, 1/2, 1/4, 1/3,
1/6, dan 1/8.

1) Bagian 2/3, dikhusus kan bagi dua anak perempuan dan untuk saudara perempuan baik
sekandung ataupun seayah.
2) Bagian 1/2, dikhusus kan pada tiga orang yaitu seorang anak perempuan kalua tidak
bersamaan anak laki-laki, semua kalua tidak ada anak, dan saudara perempuan kandung
atau seayah dalam kasus kalalah.
3) Bagian 1/4, dikhusus kan untuk dua orang saja yaitu suami dan istri. Suami mendapat 1/4
kalau ada anak, sedangkan istri kalua tidak ada 49anak.
4) Bagian 1/3, dikhusus kan pada ibu kalua tidak ada saudara (lebih dari dua orang) dalam
hal kalalah.50
5) Bagian 1/6, merupakan bagian dari ibu jika tidak ada anak tetapi ada saudara, juga bagi
bapak-ibi masing-masing kalau ada anak kemudian 51ditambah oleh cucu perempuan dari
anak laki-laki yang telah meninggal lebih dulu kalau pewaris hanya punya anak
perempuan.
6) Bagian 1/8, dikhusus kan bagi istri apabila ada anak.

49
Abu Hazim Mubarok, Fiqih Idola Terjemah Fathul Qarib, (Mukjizat, Kediri: 2013), Hlm. 95-97
50
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2001), Hlm. 79
Penyelesaian sekitar perhitungan bagian:

1) Asal masalah
Asal masalah adalah angka pokok dari perhitungan bagian harta warisan. Dapat juga
diartikan sebagai kelipatan persekutuan yang terkecil dari bilangan yang akan dijadikan
standar dalam pembagian.
2) Aul atau awl
Aul adalah menambah saham-saham ashabul furudl. Maksudnya menambah angka
penyebut sehingga sama dengan angka pembilang yang menyebabkan pengurangan
secara berimbang dari bagian masing-masing.
3) Radd
Radd berarti kembali/kembalikan.Maksudnya pengembalian sisa pembagian harta
warisan kepada52 dzawil al-furud selain suami atau istri.

Anda mungkin juga menyukai