Anda di halaman 1dari 23

PENENTUAN KONSTANTA PLANCK

Nanda Mas’ula1), M. Imam Muslim2), Refianti Qoma R.2), Trio Erik S.3), Dwi
Haryoto4)
1)Ketua Kelompok
2)Anggota

3)Proofreader

4)Dosen Pembimbing

Abstrak: Telah dilakukan Percobaan Penentuan Konstanta Planck yang


bertujuan mengukur tegangan pada h/e untuk bervariasi intensitas dari satu
warna cahaya yang menimpa katoda, mengukur tegangan pada kotak h/e
untuk beberapa warna cahaya yang menimpa logam dengan intensitas
terkontrol tetap, mendapatkan hubungan antara energi kinetik elektron yang
terpancar dengan frekuensi cahaya yang menimpa katoda, menentukan
konstanta alam Planck dan menentukan fungsi kerja bahan lempeng katoda.
Dapat disimpulkan bahwa jika intensitas cahayanya semakin besar maka
semakin besar pula potensial penghentinya. Selain itu, semakin besar
frekuensi cahaya yang ditembakkan pada pelat katoda maka potensial
penghentinya juga semakin besar. Hubungan antara energi kinetik elektron
yang terpancar dengan frekuensi cahaya yang menimpa katoda dapat dilihat
dari persamaan K max  hf   kemudian untuk penentuan besar konstanta
.
Planck diperoleh nilai h  6.6  1.510 -33 Js dengan ralat 23% dan
penyimpangan terhadap literatur sebesar 77% pada Orde I dan
h  1.29  0.0710 -33 Js dengan ralat 4.64% dan penyimpangan terhadap
literatur sebesar 95.36% pada Orde II. Serta untuk penentuan fungsi kerja
diperoleh nilai   6.05  0.0910 -17 J dengan ralat sebesar 1.51% pada
Orde I dan   2.747  0.00410 -17 J dengan ralat 0.1638% pada Orde II.

Kata Kunci: konstanta Planck, tegangan, intensitas, frekuensi, fungsi kerja

A. Pendahuluan
1. Motivasi
Pada tahun 1900, krisis teori fisika klasik yang menimbulkan bencana
ultraungu pada radiasi benda hitam berhasil diatasi oleh Max Planck dengan teori
kuanta energi radiasi elektromagnetik yang kemudian dia mengusulkan bahwa
energi radiasi harus merupakan kuantitas diskrit yang sebanding dengan
frekuensinya atau E  hf , dengan h merupakan konstanta alam yang kemudian
dikenal sebagai konstanta Planck.
Kemudian pada tahun 1905, kembali terjadi guncangan atas teori fisika
klasik untuk mendeskripsikan data eksperimen efek fotolistrik yang kemudian
mampu diredam oleh Albert Einstein yang secara fundamental mengusulkan
partikel foton bagi gelombang elektromagnetik (gelombang adalah partikel), lebih
dari sekedar kuanta energi elektromagnetik belaka. Hal yang lebih menarik adalah
data eksperimen efek fotolistrik juga memberikan hasil yang sama terhadap nilai
konstanta alam yang diusulkan pertama kali oleh Planck (untuk mensintesa kurva
radiasi benda hitam) yakni sebesar h  6.626  10 34 Js . Eksperimen efek
fotolistrik inilah yang merupakan salah satu tonggak lahirnya fisika modern.
Oleh karena itu, untuk memahami lebih lanjut mengenai konstanta Planck
maka percobaan ini dilakukan bertujuan untuk (1)Mengukur tegangan pada h/e
untuk bervariasi intensitas dari satu warna cahaya yang menimpa katoda,
(2)Mengukur tegangan pada kotak h/e untuk beberapa warna cahaya yang
menimpa logam dengan intensitas terkontrol tetap, (3)Mendapatkan hubungan
antara energi kinetik elektron yang terpancar dengan frekuensi cahaya yang
menimpa katoda, (4)Menentukan konstanta alam Planck dan (5)Menentukan
fungsi kerja bahan lempeng katoda.
2. Ringkasan Percobaan
Pada percobaan “Eksperimen Efek Hall” ini terdapat dua kali percobaan.
Pada percobaan pertama, pengambilan data digunakan untuk menentukan
hubunga antara potensial penghenti dengan intensitas caya yang digunakan.
Sedangkan pada percobaan kedua, pengambilan data digunakan untuk
menentukan hubungan antara potensial penghenti dengan frekuensi cahaya yang
digunakan. Pada percobaan ini pula akan diketahui hubungan antara energi kinetik
elektron yang terpancar dengan frekuensi cahaya yang menimpa pelat katoda.
Selain itu, juga dapat menentukan konstanta alam Planck dan fungsi kerja bahan
lempeng katoda.
3. Implementasi dalam Teknologi
Salah satu contoh penerapan efek fototolistrik dalam teknologi yaitu sel
surya (Solar Cell). Sel surya yang sangat kita kenal manfaatnya dapat mengubah
energi matahari menjadi energi listrik melalui efek fotolistrik internal. Dimana
suatu bahan semikonduktor yang disinari dengan cahaya tampak akan
memisahkan elektron dan hole. Kelebihan elektron disalah satu sisi yang disertai
dengan kelebihan hole di sisi yang lain akan menimbulkan beda potensial yang
jika dialirkan menuju beban akan menghasilkan arus listrik.

B. Latar Belakang Teoritis


Dalam kehidupan sehari-hari, cahaya merupakan kebutuhan pokok setiap
individu. Setiap rumah pasti memerlukan cahaya untuk memermudah penglihatan
dan pekerjaan. Entah cahaya lampu atau cahaya lilin, keduanya sangat berguna bagi
manusia. Tanpa kita sadari, cahaya memiliki sifat dualism atau dapat bertindak
sebagai gelombang dan partikel. Sebagai partikel yang sangat berguna, ternyata
cahaya terdiri dari foton yang memiliki energi.
Gambar 1. Pengamatan Eksperimental Efek Fotolistrik.

Seperti yang telah diketahui, apabila suatu bahan semikonduktor dikenai


cahaya, maka akan timbul efek fotolistrik. Efek fotolistrik ini dipengaruhi beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut adalah Konstanta Planck dan Fungsi Kerja. Oleh
karena itu, dilakukanlah percobaan ini agar dapat menentukan nilai Konstanta
Planck dan Fungsi Kerja suatu material.
Mendekati abad ke-20, berbagai rangkaian eksperimen menyatakan bahwa
elektron dipancarkan dari permukaan logam jika cahaya yang frekuensinya cukup
tinggi, jatuh pada permukaan logam tersebut. Tetapi, agar elektron tersebut dapat
memancar, diperlukan cahaya ultraviolet untuk hampir semua jenis logam, kecuali
logam Alkali. Gejala ini dikenal sebagai Efek Fotolistrik.
Pada gambar di atas menggambarkan adanya tabung yang divakumkan yang
berisi dua elektrode yang dihubungkan dengan rangkaian eksternal, dengan keping
logam yang permukaannya mengalami radiasi digunakan sebagai anode. Sebagian
dari elektronfoto yang muncul dari permukaan yang mengalami viadiasi
mempunyai energi yang cukup untuk mencapai katode walaupun muatannya
negatif, dan elektron serupa tersebut membentuk arus yang dapat diukur ammeter
dalam rangkaian itu. Ketika potensial perintang V ditambah, lebih sedikit elektron
yang mencapai katode dan arusnya menurun. Akhirnya, ketika V sama dengan atau
melebihi suatu harga Vo yang besarnya dalam orde beberapa volt, tidak ada
elektron yang mencapai katode dan arusnya terhenti.
Tidak mengherankan jika efek fotolistrik ini terjadi. Mengingat bahwa
gelombang cahaya membawa energi, dan sebagian energi yang diserap oleh logam
dapat terkonsentrasi pada elektron tertentu dan muncul kembali sebagai energi
kinetik. Jika diperiksa lebih teliti, akan didapatkan bahwa efek fotolistrik tidak
dapat ditafsirkan sedemikian sederhana[1].
Salah satu sifat yang khususnya menimbulkan pertanyaan pengamat ialah
distribusi energi elektron yang dipancarkan (fotoelektron), ternyata tidak
bergantung pada intensitas cahaya. Berkas cahaya yang kuat menghasilkan
fotoelektron lebih banyak daripada berkas yang lemah yang berfrekuensi sama,
tetapi energi elektron rata-rata sama saja. Dan juga dalam batas ketelitian
eksperimen (10-9 s), tak terdapat kelambatan waktu antara datangnya cahaya pada
permukaan logam dan terpancarnya elektron. Pengamatan serupa itu tidak dapat
dimengerti dengan memakai teori elektromagnetik cahaya.
Selanjutnya, untuk membangun formulasi yang mencerminkan fenomena
fotolistrik, Einstein menggunakan azas konservasi energi, sedemikian sehingga
diperoleh:
Energi yang diserahkan foton = energi yang diterima elektron
Dalam hal ini foton berfrekuensi f menyerahkan energi sebesar hf . Energi foton
yang datang setidaknya sebesar fungsi kerja logam. Elektronfoto menerima energi
foton untuk melepaskan diri dari ikatan logam dan bergerak dengan energi
kinetik sebesar Kmax. Sehingga konservasi energinya dapat diformulasikan sebagai
hf    K max

untuk memperoleh kuantitas energi kinetik elektronfoto, maka persamaan di atas


dapat diubah menjadi
K max  hf  

yang memberikan hubungan linier antara berubahnya energi kinetik tehadap variasi
frekuensi cahaya yang mengenai logam. Sesuai dengan K max  e  Vs , dimana
energi kinetik maksimum secara eksperimen dapat diperoleh dari potensial
penghenti Vs .

h 
e  Vs  hf   atau Vs    f 
e e
Dari persamaan linier hubungan potensial penghenti elektron yang terlepas dari
logam dengan frekuensi cahaya yang digunakan, maka dapat dimanfaatkan untuk
menentukan konstanta Planck.
C. Desain dan Deskripsi Percobaan
1. Deskripsi Alat
Pada percobaan “Penentuan Konstanta Planck” ini peralatan utma yang
digunakan antara lain adalah kotak h/e, kotak sumber cahaya Hg, dan filter cahaya
tampak (kuning dan hijau). selain itu, juga terdapat peralatan bantu yaitu batang
penghubung dari kotak h/e ke kotak sumber cahaya, landasan penyangga kotak
h/e, perangkat lensa dan kisi yang didekatkan pada sisi depan kotak sumber
cahaya, tameng cahaya yang didekatkan pada sisi belakang kotak sumber cahaya
Hg, papan pengatur cahaya yang didekatkan pada kotak h/e dan voltmeter digital
yang harus terhubung ke kotak h/e. Untuk lebih jelasnya, berikut gambar
mengenai set alat percobaan yang akan digunakan dalam percobaan pennetuan
konstanta Planck:
2. Deskripsi Prosedur Percobaan
Pada percobaan penentuan konstanta Planck dilakukan dengan dua model
percobaan. Sebelum memasuki tahap pelaksanaan percobaan, terdapat tahap
persiapan. Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap persiapan adalah memeriksa
semua kelengkapan peralatan percobaan yang akan digunakan. Pastikan bahwa
semua unit dalam keadaan OFF dan skala sumber terkecil dan skala alat ukur
terbesar. Kemudian merangkai peralatan percobaan seperti pada gambar di bawah
ini:

Pada percobaan pertama yaitu untuk mengamati hubungan antara


pengukuran potensial penghenti dengan dengan variasi intensitas cahaya.
Mula-mula yang harus dilakukan adalah mengatur posisi tabung h/e sedemikian
hingga hanya satu warna yang jatuh pada celah cahaya (pada papan pengatur
cahaya) yang selanjutnya lewat jendela masuk menuju fotodioda, jika warna
cahaya yang diinginkan adalah kuning, maka tempelkan filter warna kuning pada
papan pengatur cahaya. Kemudian menempelkan filter transmisi di depan filter
warna. Dalam percobaan ini filter transmisi yang digunakan dimulai dengan
tingkat transmisi 20% yang kemudian dilanjutkan dengan 40%, 60%, 80%, dan
100%. Dalam tahap ini, melakukan juga pengukuran beda potensial penghenti
menggunakan voltmeter melalui terminal output pada panel kotak h/e kemudian
mencatatnya pada tabel data pengamatan. Setiap melakukan pengukuran dengan
mengganti tingkat transmisi hal penting yang harus dilakukan adalah memencet
tombol push to zero agar hasilnya maksimal. Setelah didapatkan data hingga
tingkat transmisi 100% kemudian merubah filter warna hijau dan mengulangi
tahap-tahap yang sudah dilakukan sebelumnya.
Selanjutnya pada percobaan kedua yaitu percobaan yang dilakukan untuk
mengamati hubungan antara pengukuran potensial penghenti dengan variasi
frekuensi cahaya tampak. Hal yang harus dilakukan pada percobaan ini adalah
menjatuhkan spektrum cahaya warna kuning (pola interferensi) orde pertama pada
celah cahaya kotak h/e (pada papan pengatur cahaya) agar cahaya tersebut
mengenai fotodioda. Setelah itu mengamati penunjukan beda potensial penghenti
dan mencatatnya pada lembar data pengamatan. Mengulangi langkah langkah
tersebut pada orde kedua.

D. Analisis
1. Metode Analisis
Pada percobaan Penentuan Konstanta Planck ini metode analisis yang
digunakan terdapat tiga macam, yaitu ralat kudrat terkecil, ralat grafik dan ralat
rambat. Ralat kuadrat terkecil dan ralat grafik digunakan untuk mengetahui
hubungan antara frekuensi cahaya sebagai sumbu x dan potensial penghenti
sebagai sumbu y. Sedangkan ralat rambat digunakan untuk menentukan nilai
energi kinetik maksimum(Kmax) pada masing-masing transmisi, nilai konstanta
alam Planck (h) dan nilai fungsi kerja (φ) pada order pertama dan kedua.

2. Sajian Hasil
Tabel 1. Data Pengamatan Percobaan 1 (Filter Kuning)

No Tingkat Transmisi Vs  Vs (volt)

1 20% 5.6 ± 0.5

2 40% 6.8 ± 0.5

3 60% 7.6 ± 0.5

4 80% 8.4 ± 0.5

5 100% 8.8 ± 0.5

Tabel 2. Data Pengamatan Percobaan 1 (Filter Hijau)


No Tingkat Transmisi Vs  Vs (volt)

1 20% 3.4 ± 0.5

2 40% 5.2 ± 0.5

3 60% 5.8 ± 0.5

4 80% 6.6 ± 0.5

5 100% 7.0 ± 0.5

Tabel 3. Data Pengamatan Percobaan 2 (Orde Pertama)

No Warna Vs  Vs (volt)

1 Ungu 14.8 ± 0.5

2 Hijau 8.4 ± 0.5

3 Kuning 5.0 ± 0.5

Tabel 4. Data Pengamatan Percobaan 2 (Order Kedua)

No Warna Vs  Vs (volt)

1 Ungu 5.6 ± 0.5

2 Hijau 3.8 ± 0.5

3 Kuning 3.4 ± 0.5

3. Pembahasan Hasil
Pada percobaan pertama, untuk satu filter warna cahaya yang dikontrol
tetap dengan berbagai intensitas cahaya yang menimpa pelat katoda, pada tabel data
pengamatan didapatkan hasil dari kedua filter yaitu warna kuning (tabel 1) dan
hijau (tabel 2) menunjukkan perubahan besar potensial penghenti terhadap
intensitas cahaya yang digunakan. Pada data terlihat semakin kecil intensitas
cahaya yang ditembakkan semakin kecil pula potensial penghentinya. Hal ini
dikarenakan untuk penentuan ulang konstanta Planck pada set percobaan yang
digunakan seharusnya di pasang Ampermeter sebagai pengamat banyaknya
elektron yang lewat tiap detik sebagai arus listrik. Sehingga semakin besar
intensitasnya maka jumlah elektron yang terlepas dan mengalir semakin banyak,
jadi diperlukan potensial penghenti yang besar.
Seharusnya sesuai dengan tinjauan fisika modern bahwa distribusi energi
elektron terpancar (fotoelektron) tidak bergantung dari intensitas cahaya. Berkas
cahaya yang kuat hanya menghasilkan fotoelektron atau elektron terpancar lebih
banyak tetapi energi fotoelektron rata-rata sama saja dibanding fotoelektron oleh
berkas cahaya berintensitas lebih lemah dengan frekuensi sama.
Selain itu, pada percobaan pertama juga dapat diketahui nilai energi
kinetik maksimumnya ( K max ) untuk berbagai instensitas cahaya yang menimpa
pelat katoda pada masing-masing filter warna yaitu sebagai berikut:
a) Filter Kuning
Transmisi K max  SK max J  Ralat Relatif

20% 8.97  0.5310 -19 5.95% (3 AP)

40% 1.09  0.0510-18 4.90% (3 AP)

60% 1.21  0.0510-18 4.39% (3 AP)

80% 1.34  0.0510-18 3.97% (3 AP)

100% 1.41  0.0510-18 3.79% (3 AP)

b) Filter Hijau
Transmisi K max  SK max J  Ralat Relatif

20% 5.45  0.5310 -19 9.80% (3 AP)

40% 8.33  0.5310 -19 6.41% (3 AP)

60% 9.29  0.5310 -19 5.75% (3 AP)

80% 1.06  0.0510-18 5.05% (3 AP)

100% 1.12  0.0510-18 4.76% (3 AP)

Selanjutnya, berdasarkan data pengamantan pada tabel 3 dan tabel 4 saat


intensitas cahaya yang digunakan dikontrol tetap, maka terlihat bahwa semakin
besar frekuensi cahaya yang ditembakkan pada pelat katoda maka semakin besar
pula potensial penghentinya. Hal ini disebabkan oleh energi yang diserap oleh
elektronfoto semakin besar sehingga dibutuhkan energi potensial penghenti yang
lebih besar, ditandai dengan pembacaan potensial penghenti pada voltmeter yang
semakin besar.
Terdapat pernyataan yang menyatakan bahwa:
Energi yang diserahkan foton = energi yang diterima elektron
Dalam hal ini foton berfrekuensi f menyerahkan energi sebesar hf . Energi foton
yang datang setidaknya sebesar fungsi kerja logam. Elektronfoto menerima energi
foton untuk melepaskan diri dari ikatan logam dan bergerak dengan energi
kinetik sebesar Kmax. Sehingga konservasi energinya dapat diformulasikan sebagai
hf    K max

untuk memperoleh kuantitas energi kinetik elektronfoto, maka persamaan di atas


dapat diubah menjadi
K max  hf  

yang memberikan hubungan linier antara berubahnya energi kinetik tehadap variasi
frekuensi cahaya yang mengenai logam. Sesuai dengan K max  e  Vs , dimana
energi kinetik maksimum secara eksperimen dapat diperoleh dari potensial
penghenti Vs .

h 
e  Vs  hf   atau Vs    f 
e e
Dari persamaan tersebut diketahui bahwa besaran-besaran yang mewakili
potensial penghenti yaitu besaran f (frekuensi cahaya), (fungsi kerja), e (muatan
elektron), dan h (konstanta alam Planck). Dari persamaan tersebut pula, dapat
diketahui hubungan antara potensial penghenti dengan frekuensi cahaya yang
menimpa pelat katoda jika cahaya dikontrol tetap adalah berbanding lurus. Dimana
semakin frekuensi cahaya yang digunakan maka semakin besar pula potensial
penghentinya. Hal ini dapat dibuktikan dengan grafik hubungan frekuensi cahaya
dengan potensial penghenti untuk tabel 3 dan tabel 4 pada percobaan yang telah
dilakukan yaitu sebagai berikut:

Hubungan Frekuensi Cahaya (f) dan Potensial


Penghenti (Vs) pada Orde Pertama
16 7.37101E+14,
Potensial Penghenti (Vs)

14 14.8
12
10
8 5.4935E+14, 8.4
6
5.19931E+14, 5
4
2
0
0 5E+14 1E+15
Frekuensi Cahaya (f)
Hubungan Frekuensi Cahaya (f) dan Potensial
Penghenti (Vs) pada Orde Kedua
6
7.37101E+14, 5.6
Potensial Penghenti (Vs) 5

4 5.4935E+14, 3.8
5.19931E+14, 3.4
3

0
0 5E+14 1E+15
Frekuensi Cahaya (f)

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan untuk penentuan besar


konstanta Planck didapat hasil sebagai berikut:
1) Konstanta Planck pada Orde I adalah h  6.6  1.510 -33 Js dengan ralat
relatif 23% dan penyimpangan terhadap literatur sebesar 77%.

2) Konstanta Planck pada Orde II adalah h  1.29  0.0710 -33 Js dengan ralat
relatif 4.64% dan penyimpangan terhadap literatur sebesar 95.36%
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan untuk penentuan fungsi kerja
pelat katoda yang digunakan didapat hasil sebagai berikut:
1) kerja pada Orde I adalah   6.05  0.0910 -17 J dengan ralat sebesar 1.51%.

2) Fungsi kerja pada Orde II adalah   2.747  0.00410 -17 J dengan ralat
0.1638%.
Kemudian, berdasarkan pada fenomena 3 dan 4, secara klasik sebenarnya
peristiwa terpancarnya elektron dari permukaan logam yang disinari merupakan hal
atau fenomena yang wajar. Hasil pengamatan yang tidak wajar dan tidak dapat
dijelaskan oleh pemahaman klasik yaitu tiidak ada keterlambatan waktu antara
datangnya cahaya pada permukaan logam dan terpancarnya elektron. Secara klasik,
misalkan permukaan logam pada eksperimen adalah natrium, arus fotolistrik
teramati jika energi elektromagnetik 10-6J/m2 terserap oleh permukaan. Sementara
ada 1019 atom pada selapis natrium setebal satu atom seluas 1 m2. Maka jika
dianggap cahaya yang datang diserap oleh lapisan atas dari atom-atom natrium,
setiap atom menerima energi rata-rata dengan laju 10-25 W. Pada laju ini, natrium
membutuhkan waktu 1.6  10 6 detik atau sekitar dua minggu untuk
mengumpulkan energi sebesar 1 eV, yaitu energi fotoelektron.
Energi fotoelektron bergantung pada frekuensi cahaya yang digunakan dan
dibawah frekuensi tertentu tidak ada elektron dipancarkan walau intensitas
diperbesar. Energi kinetik elektron, energi cahaya, dan energi minimum dari
cahaya memenuhi hubungan
E k  E  0

Jelas, jika energi cahaya E kurang dari energi minimum ɸ0 tidak ada
elektron terpancar.
Dari hasil percobaan di atas diketahui bahwa nilai konstanta Planck yang
didapat dari hasil percobaan masih jauh dengan nilai konstanta Planck pada
literatur. Hal tersebut dapat terjadi karena kondisi alat yang kurang baik sehingga
tingkat ketelitian dalam pengukuran mendapatkan hasil yang kurang teliti. Hal
tersebutlah yang menyebabkan penyimpangan yang diperoleh sangat besar.
Kesalahan lain yang dapat terjadi yaitu kesalahan dalam membaca skala alat ukur.
4. Saran Perbaikan
Saran perbaikan untuk pengamat dalam melakukan percobaan ini yaitu
lebih teliti lagi dalam membaca skala alat ukur. Karena kesalahan dalam membaca
skala alat ukur juga akan berdampak pada data pengamatan yang diperoleh serta
dapat menimbulkan nilai ralat yang besar. Selain itu, mengecek terlebih dahulu set
alat percobaan sebelum melakukan eksperimen juga sangatlah penting. Sehingga
dapat mengetahui apakah kondisi set alatnya dalam kondisi baik atau tidak baik.

E. Kesimpulan
Berdasarkan eksperimen penentuan konstanta Planck dengan menggunakan
prinsip efekfotolistrik dapat disimpulkan untuk variasi intensitas cahaya yang
ditembakkan pada pelat katoda jika intensitas cahayanya semakin besar maka
semakin besar pula potensial penghentinya. Selain itu, semakin besar frekuensi
cahaya yang ditembakkan pada pelat katoda maka potensial penghentinya juga
semakin besar. Hubungan antara energi kinetik elektron yang terpancar dengan
frekuensi cahaya yang menimpa katoda dapat dilihat dari persamaan
K max  hf   .

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan untuk penentuan besar


konstanta Planck didapat hasil sebagai berikut:
1) Konstanta Planck pada Orde I adalah h  6.6  1.510 -33 Js dengan ralat
relatif 23% dan penyimpangan terhadap literatur sebesar 77%.

2) Konstanta Planck pada Orde II adalah h  1.29  0.0710 -33 Js dengan ralat
relatif 4.64% dan penyimpangan terhadap literatur sebesar 95.36%
Selain itu, berdasarkan analisis yang telah dilakukan untuk penentuan
fungsi kerja pelat katoda yang digunakan didapat hasil sebagai berikut:

1) Fungsi kerja pada Orde I adalah   6.05  0.0910 -17 J dengan ralat sebesar
1.51%.
2) Fungsi kerja pada Orde II adalah   2.747  0.00410 -17 J dengan ralat
0.1638%.

F. Daftar Pustaka
Aini, Annisa N. Tanpa tahun. Konstanta Planck. (Online),
(https://www.academia.edu/25129747/Konstanta_Planck), diakses
pada tanggal 8 April 2019.
Hidayah, Latifatul. Tanpa tahun. Konstanta Planck. (Online),
(https://www.slideshare.net/mobile/ayaLatif/konstanta-planck),
diakses pada tanggal 10 April 2019.
Serway, R.A & Jewett, Jr. 2009. FISIKA untuk Sains dan Teknik Edisi 9.
Jakarta: Salemba Teknika.
Tim Praktikum Fisika Modern. 2019. Modul Praktikum Fisika Modern.
Malang: Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang.

G. Lampiran
1. Hubungan antara Pengukuran Potensial Penghenti dengan Variasi
Intensitas Cahaya
a) Filter Kuning
 Transmisi 20%
K max  eV SK max  5.34  10 -20 J

K max  1.602  10 19  5.6


Ralat Relatif:
K max  8.9712  10 -19 J
SK max
Rf   100%
K max
2
K max 2
SK max    Vs 5.34  10 20
Vs 3 Rf   100%
8.9712  10 19

2
2 Rf  5.952380952%
SK max  e   Vs
3 Rf  5.95% (3 AP)
2
19 2
SK max  1.602  10   0.5
3

Jadi, nilai Kmax pada transmisi 20% adalah K max  8.97  0.5310 J
-19

dengan ralat relatif sebesar 5.95% (3 AP).


 Transmisi 40%
K max  eV SK max  5.34  10 -20 J

K max  1.602  10 19  6.8


Ralat Relatif:
K max  1.08936  10 -18 J
SK max
Rf   100%
K max
2
K max 2 5.34  10 20
SK max    Vs Rf   100%
Vs 3 1.08936  10 18

2
2 Rf  4.901960784%
SK max  e   Vs
3 Rf  4.90% (3 AP)
2
19 2
SK max  1.602  10   0.5
3

Jadi, nilai Kmax pada transmisi 40% adalah K max  1.09  0.0510 J
-18

dengan ralat relatif sebesar 4.90% (3 AP).


 Transmisi 60%
K max  eV SK max  5.34  10 -20 J

K max  1.602  10 19  7.6


Ralat Relatif:
K max  1.21752  10 -18 J
SK max
Rf   100%
K max
2
K max 2
SK max    Vs 5.34  10 20
Vs 3 Rf   100%
1.21752  10 18

2
2 Rf  4.385964912%
SK max  e   Vs
3 Rf  4.39% (3 AP)
2
19 2
SK max  1.602  10   0.5
3

Jadi, nilai Kmax pada transmisi 60% adalah K max  1.21  0.0510 J
-18

dengan ralat relatif sebesar 4.39% (3 AP).


 Transmisi 80%
K max  eV SK max  5.34  10 -20 J

K max  1.602  10 19  8.4


Ralat Relatif:
K max  1.34568 10 -18 J
SK max
Rf   100%
K max
2
K max 2 5.34  10 20
SK max    Vs Rf   100%
Vs 3 1.34568  10 18

2
2 Rf  3.968253968%
SK max  e   Vs
3 Rf  3.97% (3 AP)
2
19 2
SK max  1.602  10   0.5
3

Jadi, nilai Kmax pada transmisi 80% adalah K max  1.34  0.0510 J
-18

dengan ralat relatif sebesar 3.97% (3 AP).


 Transmisi 100%
K max  eV SK max  5.34  10 -20 J

K max  1.602  10 19  8.8


Ralat Relatif:
K max  1.40976  10 -18 J
SK max
Rf   100%
K max
2
K max 2
SK max    Vs 5.34  10 20
Vs 3 Rf   100%
1.40976  10 18

2
2 Rf  3.787878788%
SK max  e   Vs
3 Rf  3.79% (3 AP)
2
19 2
SK max  1.602  10   0.5
3

Jadi, nilai Kmax pada transmisi 100% adalah K max  1.41  0.0510 J
-18

dengan ralat relatif sebesar 3.79% (3 AP).


b) Filter Hijau
 Transmisi 20%
K max  eV SK max  5.34  10 -20 J

K max  1.602  10 19  3.4


Ralat Relatif:
K max  5.4468 10 -19 J
SK max
Rf   100%
K max
2
K max 2
SK max    Vs 5.34  10 20
Vs 3 Rf   100%
5.4468  10 19

2
2 Rf  9.803921569%
SK max  e   Vs
3 Rf  9.80% (3 AP)
2
2
SK max  1.602  10 19   0.5
3

Jadi, nilai Kmax pada transmisi 20% adalah K max  5.45  0.5310 J
-19

dengan ralat relatif sebesar 9.80% (3 AP).


 Transmisi 40%
K max  eV SK max  5.34  10 -20 J

K max  1.602  10 19  5.2


Ralat Relatif:
K max  8.3304  10 -19 J
SK max
Rf   100%
K max
2
K max 2 5.34  10 20
SK max    Vs Rf   100%
Vs 3 8.3304  10 19

2
2 Rf  6.41025641%
SK max  e   Vs
3 Rf  6.41% (3 AP)
2
19 2
SK max  1.602  10   0.5
3
Jadi, nilai Kmax pada transmisi 40% adalah K max  8.33  0.5310 J
-19

dengan ralat relatif sebesar 6.41% (3 AP).


 Transmisi 60%
K max  eV SK max  5.34  10 -20 J

K max  1.602  10 19  5.8


Ralat Relatif:
K max  9.2916  10 -19 J
SK max
Rf   100%
K max
2
K max 2
SK max    Vs 5.34  10 20
Vs 3 Rf   100%
9.2916  10 19

2
2 Rf  5.747126437%
SK max  e   Vs
3 Rf  5.75% (3 AP)
2
2
SK max  1.602  10 19   0.5
3

Jadi, nilai Kmax pada transmisi 60% adalah K max  9.29  0.5310 J
-19

dengan ralat relatif sebesar 5.75% (3 AP).


 Transmisi 80%
K max  eV SK max  5.34  10 -20 J

K max  1.602  10 19  6.6


Ralat Relatif:
K max  1.05732  10 -18 J
SK max
Rf   100%
K max
2
K max 2
SK max    Vs 5.34  10 20
Vs 3 Rf   100%
1.05732  10 18

2
2 Rf  5.050505051%
SK max  e   Vs
3 Rf  5.05% (3 AP)
2
19 2
SK max  1.602  10   0.5
3
Jadi, nilai Kmax pada transmisi 80% adalah K max  1.06  0.0510 J
-18

dengan ralat relatif sebesar 5.05% (3 AP).


 Transmisi 100%
K max  eV SK max  5.34  10 -20 J

K max  1.602  10 19  7


Ralat Relatif:
K max  1.1214  10 -18 J
SK max
Rf   100%
K max
2
K max 2 5.34  10 20
SK max    Vs Rf   100%
Vs 3 1.1214  10 18

2
2 Rf  4.761904762%
SK max  e   Vs
3 Rf  4.76% (3 AP)
2
19 2
SK max  1.602  10   0.5
3

Jadi, nilai Kmax pada transmisi 100% adalah K max  1.12  0.0510 J
-18

dengan ralat relatif sebesar 4.76% (3 AP).


2. Hubungan antara Pengukuran Potensial Penghenti dengan Variasi
Frekuensi Cahaya Tampak
Pada percobaan ini besar frekuensi cahaya tampak diperoleh menggunakan
c
persamaan: c  f sehingga f 

Untuk mendapatkan hubungan antara energi potensial penghenti (Vs) dengan
frekuensi cahaya (f) yang menimpa pelat katoda digunakan persamaan berikut ini:

h 
Vs    f 
e e

Dimana dengan menggunakan pemodelan persamaan linier y  bx  a , maka


dapat ditentukan sebagai berikut:
 x f

 y  Vs

 a
e
h
 b
e
Sehingga dari beberapa persamaan di atas juga dapat untuk menentukan:
 Konstanta Planck : h  be
 Fungsi Kerja :   ae

a) Orde Pertama
No Warna Vs (volt) λ (m) f (Hz)

1 Ungu 14.8 4.07  10 7 7.37101 1014

2 Hijau 8.4 5.461  10 7 5.4935 1014

3 Kuning 5 5.77  10 7 5.19931 1014

No x (f) y (Vs) x² y² xy

1 7.37101 1014 14.8 5.43317  10 29 219.04 1.09091 1016

2 5.4935 1014 8.4 3.01785  10 29 70.56 4.61454  1015

3 5.19931 1014 5 2.70328  10 29 25 2.59965  1015

Σ 1.80638  1015 28.2 1.11543 10 30 314.6 1.81233 1016

Σ² 3.26301 10 30 795.24 1.24419  10 60 98973.16 3.28453  10 32

1  2 x 2 y   2xxyy  nxy 


2 2
 Sy  y  
n2 nx 2  x 
2

1  8.87035  10 32  1.8464  10 33  9.8536  10 32 


Sy  314.6  
32  3.34629  10 30  3.26301  10 30 

Sy  2.432345115

Sy  1.559597741

 a
x  y  xxy
2

nx 2  x 
2
3.14551 10 31  5.094  1016
a
3.34629  10 30  3.26301 10 30
a  377.709432

x 2
 Sa  Sy
nx 2  x 
2

1.11543  10 30
Sa  1.559597741
3.34629  10 30  3.26301  10 30
Sa  5.707776491
Sa
 Ralat relatif: Ra   100%
a
5.707776491
Ra   100%  1.511155403%
377.709432
Ra  1.51% (3 AP)

Jadi, nilai intercept pada order pertama adalah a  3.77  0.0610


2

dengan ralat relatif sebesar 1.51% (3 AP).


nxy  xy
 b
nx 2  x 
2

5.43699  1016  5.094  1016


b
3.34629  10 30  3.26301  10 30
b  4.11858 10 -14

n
 Sb  Sy
nx  x 
2 2

3
Sb  1.559597741
3.34629  10  3.26301  10 30
30

Sb  9.36066  10 -15
Sb
 Ralat relatif: Rb   100%
b

9.36066  10 15
Rb   100%  22.72788727%
4.11858  10 14
Rb  23% (2 AP)
Didapat nilai gradien/slope pada order pertama adalah
b  4.1  0.910 -14
dengan ralat relatif sebesar 23% (2 AP).
Menentukan Konstanta Planck (h)
 h  be
h  4.11858  10 -14  1.602  10 -19

h  6.59796  10 -33 Js

h
2

Sh   Sb  e  Sb
2

b

2
Sh  1.602  10 -19  9.36066  10 -15

Sh  1.49958 10 -33 Js
Sh
 Ralat relatif: Rf   100%
h

1.49958  10 -33
Rf   100%  22.72788727%
6.59796  10 -33
Rf  23% (2 AP)

Jadi, nilai konstanta Planck adalah h  6.6  1.510 Js dengan ralat


-33

relatif sebesar 23% (2 AP).


Menentukan Fungsi Kerja (φ)
   ae

  377.709432  1.602  10 -19

  6.05091 10 -17 J


2

S   Sa  e  Sa
2

a

2
S  1.602  10 -19  5.707776491

S  9.14386 10 -19 Js

S
 Ralat relatif: Rf   100%

9.14386  10 -19
Rf   100%  1.511155403%
6.05091  10 -17
Rf  1.51% (3 AP)

Jadi, nilai fungsi kerja adalah   6.05  0.0910 J dengan ralat


-17

relatif sebesar 1.51% (3 AP).


b) Orde Kedua
No Warna Vs (volt) λ (m) f (Hz)

1 Ungu 5.6 4.07  10 7 7.37101 1014

2 Hijau 3.8 5.461  10 7 5.4935 1014

3 Kuning 3.4 5.77  10 7 5.19931 1014

No x (f) y (Vs) x² y² xy

1 7.37101 1014 5.6 5.43317  10 29 31.36 1.09091 1016

2 5.4935 1014 3.8 3.01785  10 29 14.44 4.61454  1015

3 5.19931 1014 3.4 2.70328  10 29 11.56 2.59965  1015

Σ 1.80638  1015 12.8 1.11543 10 30 57.36 1.81233 1016

Σ² 3.26301 10 30 163.84 1.24419  10 60 3290.1696 3.28453  10 32

1  2 x 2 y   2xxyy  nxy 


2 2
 Sy   y  
n2 nx 2  x 
2

1  1.82752  10 32  3.69163  10 32  1.91188  10 32 


Sy  57.36  
32  3.34629  10 30  3.26301 10 30 

Sy  0.005889021

Sy  0.076739954

 a
x 2 y  xxy
nx 2  x 
2

1.42775  10 31  2.31217  1016


a
3.34629  10 30  3.26301 10 30
a  171.4425791
x 2
 Sa  Sy
nx 2  x 
2

1.11543  10 30
Sa  0.076739954
3.34629  10 30  3.26301  10 30
Sa  0.280850948
Sa
 Ralat relatif: Ra   100%
a
0.280850948
Ra   100%  0.163816334%
171.4425791
Ra  0.1638% (4 AP)

Jadi, nilai intercept pada order pertama adalah a  1.714  0.00310


2

dengan ralat relatif sebesar 0.1638% (4 AP).


nxy  xy
 b
nx 2  x 
2

2.39492  1016  2.31217  1016


b
3.34629  10 30  3.26301 10 30
b  9.93643 10 -15

n
 Sb  Sy
nx 2  x 
2

3
Sb  0.076739954
3.34629  10  3.26301 10 30
30

Sb  4.60591 10 -16
Sb
 Ralat relatif: Rb   100%
b

4.60591  10 16
Rb   100%  4.635372418%
9.93643  10 15
Rb  4.64% (3 AP)

Didapat nilai gradien/slope pada order pertama adalah


b  9.94  0.4610 dengan ralat relatif sebesar 4.64% (3 AP).
-15

Menentukan Konstanta Planck (h)


 h  be
h  9.93643  10 -15  1.602  10 -19

h  1.59182  10 -33 Js

h
2

Sh   Sb  e  Sb
2

b

2
Sh  1.602  10 -19  4.60591  10 -16

Sh  7.37866  10 -35 Js
Sh
 Ralat relatif: Rf   100%
h

7.37866  10 -35
Rf   100%  4.635372418%
1.59182  10 -33
Rf  4.64% (3 AP)

Jadi, nilai konstanta Planck adalah h  1.29  0.0710 Js dengan ralat


-33

relatif sebesar 4.64% (3 AP).


Menentukan Fungsi Kerja (φ)
   ae

  171.4425791  1.602  10 -19

  2.74651 10 -17 J


2

S   Sa  e  Sa
2

a

2
S  1.602  10 -19  0.280850948

S  4.49923 10 -20 Js

S
 Ralat relatif: Rf   100%

4.49923  10 -20
Rf   100%  0.163816334%
2.74651  10 -17
Rf  0.1638% (4 AP)

Jadi, nilai fungsi kerja adalah   2.747  0.00410 J dengan ralat


-17

relatif sebesar 0.1638% (4 AP).

Anda mungkin juga menyukai