Anda di halaman 1dari 17

KONSEP TENTANG INTOXICASY (KERACUNAN) DAN OVERDOISIS

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas intervensi trauma dan krisis dengan pengampu ibu
Liyanovitasari,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh Kelompok 5:

Cun Fariyanti 010116A017

Poetra Septiansyah 010116A062

FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peredaran bahan kimia semakin hari semakin pesat, hal ini disamping memberikan
manfaat yang besar juga dapat menimbulkan masalah yang tak kalah besar terhadap manusia
terutama di bidang kesehatan. Keracunan adalah salah satu masalah kesehatan yang semakin
meningkat baik di Negara maju maupun negara berkembang. Angka yang pasti dari kejadian
keracunan di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun banyak dilaporkan kejadian
keracunan di beberapa rumah sakit, tetapiangka tersebut tidak menggambarkan kejadian yang
sebenarnya di masyarakat. Dari data statistik diketahui bahwa penyebab keracunan yang
banyak terjadi di Indonesia adalah akibat paparan pestisida, obat obatan, hidrokarbon, bahan
kimia korosif, alkohol dan beberapa racun alamiah termasuk bisa ular, tetradotoksin, asam
jengkolat dan beberapa tanaman beracun lainnya.

Masalah yang tak kalah peliknya ialah masalah penyalahgunaan Narkotika,


Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat
sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya). Masalah ini merupakan
masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara
komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta
masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan
konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila
disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan
terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi
individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya penyalahgunaan
NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah sampai ke kota-kota kecil diseluruh
wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial ekonomi menengah bawahsampai
tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak
berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan
gelap NAPZA.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep keracunan dan overdosis?

2. Apa definisi dari napza?

3. Apa saja klasifikasi dari napza?

4 Apa manifestasi klinis dari napza?

5. Bagaimana penatalaksanaan napza?

6. Bagaimana asuhan keperawatan pada keracunan dan overdosis?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep keracunan dan overdosis

2. Untuk mengetahui definisi napza

3. Untuk mengetahui klasifikasi dari napza

4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari napza

5. Untuk mampu melakukan penatalaksanaan napza


BAB II

PEMBAHASAN

A. .Definisi Keracunan dan Overdosis Secara Umum


Keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun. Bahan racun
yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti
paru-paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam
organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga
akan menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam
tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya.Keracunan atau intoksinasi adalah keadaan patologik yang
disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain.
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami keracunan
akibat obat. OD sering terjadi bila menggunakan narkoba dalam jumlah banyak
dengan rentang waktu terlalu singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara
putaw, pil, heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur seperti
golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang (valium, xanax, mogadon/BK).

B. Definisi NAPZA
Napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat / bahan
adiktif lainnya adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan
gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan,
ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
Kegawatdaruratan NAPZA adalah suatu keadaan yang mengancam kehidupan
seseorang akibat penggunaan zat/obat yang berlebihan (intoksikasi/over dosis)
sehingga dapat mengancam kehidupan, apabila tidak dilakukan penanganan dengan
segera.
a. Jenis-jenis NAPZA
NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis
yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau
mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang
menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh
narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin,
amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah
zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun
perubahan kesadaran, hilangnya rasa,mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:
a) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai
narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya
terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses
sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk
terapi pengobatan secara langsung karena terlalu berisiko. Contoh
narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
b) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang
bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai
penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin,
metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya.
Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak Depresan (membuat
pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri), Stimulan (membuat pemakai
bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa badan lebih segar),
Halusinogen (dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang
mengubah perasaan serta pikiran)
c) Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara
isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan
lain-lain.
2. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002,
psikotropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat
yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang
membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf
simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy
(metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan
speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya
adalahhalusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga
perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan
benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan
rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan
psikologis bila digunakan dalam waktu lama.
3. Zat Adiktif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan
hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat
karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan- bahan
berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika
dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik
seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang
termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman beralkohol)
yang meliputi minuman keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%)
seperti bir, green sand; minuman keras golongan B (kadar ethanol lebih dari
5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman keras golongan C
(kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy, wine, whisky.
Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila kadarnya
dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan mengalami gangguan
koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana dkk. 2000). Zat
adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.
b. Jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA
Berikut ini adalah jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA :
Yang dimaksud dengan intoksikasi (Over Dosis) adalah kondisi fisik dan
prilaku abnormal akibat penggunaan zat yang dosisnya melebihi batas toleransi
tubuh.
1. Intoksikasi/Over Dosis
a. Intoksokasi Opioida
Intoksikasi opioida ditunjukkan dengan adanya tanda dan gejala
penurunan kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint (dilatasi
pupil karena anoksia akibat overdosis), pernapasan kurang dari
12x/menit sampai henti napas, ada riwayat pemakaian opioida (needle
track sign), bicara cadel, dan gangguanatensi atau daya ingat. Perilaku
mal adaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis
misalnya euforia awal yang diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau
retardasi psikomotor atau gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan
selama atau segera setelah pemakaian opioid.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan intoksikasi opioida adalah:
1) Bebaskan jalan napas
2) Berikan oksigen 100% atau sesuai kebutuhan
3) Pasang infuse Dextrose 5% atau NaCL 0,9% dan cairan koloid jika
diperlukan
4) Pemberian antidotum Nalokson
· Tanpa hipoventilasi berikan Narcan 0,4 mg IV
· Dengan hipoventilasi berikan Nalokson (Narcan) 1 -2 mg IV
· Jika dalam 5 menit tidak ada respon maka berikan 1 – 2 mg Narcan
hingga ada respon berupa peningkatan kesadaran, dan fungsi
pernapasan membaik
· Rujuk ke ICU jika dosis Narcan telah mencapai 10 mg dan belum
menunjukkan adanya perbaikan kesadaran
· Berikan 1 ampul Narcan/500 cc dalam waktu 4-6 jam mencegah
terjadinya penurunan kesadaran kembali· Observasi secara invensif
tanda-tanda vital,pernapasan, dan besarnya ukuran pupil klien dalam
24 jam
· Pasang intubasi, kateterisasi, sonde lambung serta EKG
· Puasakan klien untuk menghindari aspirasi
· Lakukan pemeriksaan rnntgen thoraks serta laboraturium, yaitu
darah lengkap, urin lengkap dan urinalisis
b. Intoksikasi Sedatif Hipnotik (Benzodiazepin)
Intoksikasi sedatif hipnotik jarang memerlukan pertolongan gawat
darurat atau intervensi farmakologi.Intoksikasi benzodiazepin yang
fatal sering terjadi pada anak-anak atau individu dengan gangguan
pernapasan atau bersama obat depresi susunan syaraf pusat lainnya
seperti opioida.Gejala intoksikasi benzodiazepin yang progresif adalah
hiporefleksia, nistagmus dan kurang siap siaga, ataksia, berdiri tidak
stabil. Selanjutnya gejala berlanjut dengan pemburukan ataksia, letih,
lemah, konfusi, somnolent, koma, pupilmiosis, hip[otermi, depresi
sampai dengan henti pernapasan.bila diketahui segera dan mendapat
terapi kardiorespirasi maka dampak intoksikasi jarang bersifat fatal.
Namun pada perawatan yang tidak memadai maka fungsi respirasi
dapat memburuk karena asapirasi isi lambung yang merupakan faktor
resiko yang sangat serius.
c. Intoksikasi Anfetamin
Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan
dengan adanya dua atau lebih gejala-gejala seperti takikardi atau
bradikardi, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan tekanan darah,
banyak keringat atau kedinginan, mual atau muntah, penurunan berat
badan, agitasi atau retardasi psikomotot, kelelahan otot, depresi sistem
pernapasan, nyeri dada atau aritmiajantung, kebingungan, kejang-
kejang, diskinesia, distonia atau koma.Penatalaksanaan adalah dengan
memberikannya terapi symtomatik dan pemberian terapi suportife
lain, misal: anti psikotik, anti hipertensi, dll.
d. Intoksikasi Intoksikasi
Alkohol biasanya ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala (satu atau
lebih) bicara cadel, inkoordinasi, jalan sempoyongan nistagmus, tidak
dapat memusatkan perhatian, daya ingat menurun dan stupor atau
koma.
e. Intoksikasi Kokain
Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perubahan
psikologis misalnya euforia atau efek mendatar, perubahan dalam
stabilitas, hypervigilance / kewaspadaan yang meningkat,
interpersonal sensitivity, ansietas, kemarahan, tingkah laku yang
stereotip, menurunnya fungsi sosial dan fungsi pekerjaan yang
berkembang selama atau setelah penggunaan kokain. Tanda dan gejala
( dua atau lebih) yang muncul diantaranya adalah takikardia atau
bradikardia, dilatasi pupi, peningkatan atau penurunan tekanan darah,
berkeringat atau rasa dingin, mual atau muntah, penurunan berat
badan, agitasi atau retardasi psikomotor, kelemahan otot, depresi,
nyeri dada atau arimia jantung, bingung (confusion),
kejangdyskinesia, dystonia, hingga dapat menimbulkan koma.

2. Ketergantungan NAPZA (Withdrawl/ Sindrome Putus Zat)


Ketergantungan atau yang disebut dengan withdrawl adalah suatu
kondisi cukup berat yang ditandai dengan adanya ketergantungan fisik yaitu
toleransi dan sindrome putus zat. Sindroma putus zat adalah suatu kondisi
dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu
berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan,
sehingga menimbulkan gejala pemutusan zat.
Terapi yang dapat diberikan pada keadaan sindrom putus zat yaitu :
 Terapi putus zat opioida, terapi ini sering dikenal dengan istilah
detoksifikasi. Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat
jalan maupun rawat inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-
beda ada yang 1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional dan ada yang
24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate
Detoxification Treatment). Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah
awal dalam proses penyembuhan dari penyalahgunaan/ketergantungan
NAPZA.
Beberapa jenis cara mengatasi putus opioida :
 Tanpa diberi terapi apapun,putus obat seketika (abrupt withdrawal atau
cold turkey). Terapi hanya simptomatik saja. Untuk nyeri diberi
analgetika kuat seperti : Tramadol, Analgrtik non-narkotik,asam
mefenamat dan sebagainya. Untuk rhinore beri dekongestan,misalnya
fenilpropanolamin, Untuk mual beri metopropamid, Untuk kolik beri
spasmolitik, Untuk gelisah beri antiansietas, Untuk insomnia beri
hipnotika,misalnya golongan benzodiazepine.
 Terapi putus opioida bertahap (gradual withdrawal), Dapat diberi
morfin,petidin,metadon atau kodein dengan dosis dikurangi sedikit demi
sedikit.
 Terapi putus opioida dengan substitusi non opioda Dipakai Clonidine
dimulai dengan 17 mikrogram/kg BB perhari dibagi dalam 3-4 kali
pemberian. Dosis diturunkan bertahap dan selesai dalam 10 hari.
Sebaiknya dirawat inap (bila sistole < 100 mmHg atau diastole < 70
mmHg), terapi harus dihentikan.
 Terapi putus opioida dengan metode Detoksifikasi cepat dalam anestesi
(Rapid Opioid Detoxification). Prinsip terapi ini hanya untuk kasus single
drug opiat saja, dilakukan di RS dengan fasilitas rawat intensif oleh Tim
Anestesiolog dan Psikiater, dilanjutkan dengan terapi menggunakan
anatagonist opiat (naltrekson) lebih kurang 1 tahun.
 Terapi putus zat sedative/hipnotika dan alcohol Harus secara bertahap
dan dapat diberikan Diazepam. Tentukan dahulu test toleransi dengan
cara : Memberikan benzodiazepin mulai dari 10 mg yang dinaikan
bertahap sampai terjadi gejala intoksikasi. Selanjutnya diturunkan
kembali secara bertahap 10 mg perhari sampai gejala putus zat hilang.
 Terapi putus Kokain atau Amfetamin, Rawat inap perlu dipertimbangkan
karena kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri. Untuk mengatasi
gejala depresi berikan anti depresi.
 Terapi putus opioida pada neonates, Gejala putus opioida pada bayi yang
dilahirkan dari seorang ibu yang mengalami ketergantungan opioida,
timbul dalam waktu sebelum 48-72 jam setelah lahir. Gejalanya antara
lain : menangis terus(melengking), gelisah, sulit tidur, diare, tidak mau
minum, muntah, dehidrasi, hidung tersumbat, demam, berkeringat.
Berikan infus dan perawatan bayi yang memadai. Selanjutnya berikan
Diazepam 1-2 mg tiap 8 jam setiap hari diturunkan bertahap,selesai
dalam 10 hari

C. Manivestasi Klinis Napza


Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga
sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang
dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada
jenis zat yang berbeda.
Namun secara umum, manifestasi klinis dari pemakaian NAPZA adalah :
1. Perubahan Fisik :
 Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo ( cadel ),
apatis ( acuh tak acuh ), mengantuk, agresif.
 Bila terjadi kelebihan dosis ( Overdosis ) : nafas sesak, denyut jantung dan
nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal.
 Saat sedang ketagihan ( Sakau ) : mata merah, hidung berair, menguap terus,
diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun.
 Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan.
2. Perubahan sikap dan perilaku :
 Prestasi di sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering
membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab.
 Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk di
kelas atau tempat kerja.
 Sering berpergian sampai larut malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin.
 Sering mengurung diri, berlama – lama di kamar mandi, menghidar bertemu
dengan anggota keluarga yang lain.
 Sering mendapat telepon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh
anggota keluarga yang lain.
 Sering berbohong, meminta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tidak
jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri
atau keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan
polisi.
 Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan
pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia

D. Penatalaksanaan napza
Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan
sampai pemulihan (rehabilitasi).
a. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:
 Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA
 Deteksi dini perubahan perilaku
 Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada
narkoba”
b. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus
zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang
mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala
putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat
tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya
kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik
dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian
substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai
berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat
yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa
nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan
akibat putus zat tersebut.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan
terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar
pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana
rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan (Depkes, 2001).
Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani
program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu
dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2
(dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program
berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).
Jenis program rehabilitasi:
a. Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk
kembali ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu
dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan
berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi.
Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program
rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
b. Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi
yang semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau
dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan,
sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun
personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun klien telah
menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi
belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau
craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan
depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang
sering disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan psikiater.
Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan, dengan
catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif
(menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan.
Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik
secara individual maupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan
psikoterapi, waktu 2 minggu (program pascadetoksifikasi) memang
tidak cukup; oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 –
6 bulan (program rehabilitasi). Dengan demikian dapat dilaksanakan
bentuk psikoterapi yang tepat bagi masing-masing klien rehabilitasi.
Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama
keluarga broken home. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003)
menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga
dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami
penyalahgunaan NAPZA.
c. Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang
tinggal dalam satu tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang
dinyatakan memenuhi syarat sebagai koselor, setelah mengikuti
pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan
saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan
perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga
dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih
(craving) dan mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut
aktif dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan
perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota
bertanggung jawab terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang
berperilaku positif dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur
oleh mereka sendiri.
d. Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu
detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi
menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-
masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau
keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada
diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin
terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin
menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-
kadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama
sekali menjalankan ibadah agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%.
c. Penatalaksanaan Kegawatan
Berhubungan dengan intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka walaupun
tidak dijumpai adanya kegawatan maka setiap kasus intoksikasi harus diperlakukan
seperti pada keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.Penilaian terhadap tanda
vital seperti tanda jalan napas, pernapasan sirkulasi dan penurunan kesadaran harus
dilakukan secara cepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi tidak terlambat
dimulai.Berikut ini adalah urutan resusitasi seperti yang umumnya dilakukan.
a. Airway Support
Factor utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan
di jalan napas klien, seperti lidah, makanan ataupun benda asing lainnya.
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien tidak
sadar karena pada kondisi tidak sadar itulah lidah klien akan kehilangan
ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal ini
mengakibatkan tertutupnya trachea sebagai jalan napas.Sebelum diberikan
bantuan pernapasan, jalan napas.
b. Head tilt atau chin lift:
Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien pengguna NAPZA tanpa
cedera kepala, leher, dan tulang belakang. Tahap-tahap untuk melakukan
teknik ini adalah :
 Letakkan tangan pada dahi klien (gunakan tangan yang paling dekat
denga dahi korban).
 Pelan-pelan tengadahkan kepala kliendengan mendorong dahi kearah
belakang.
 Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian tulang dari
dagu korban.
 Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan
sampai mulut klien tertutup.
c. Breathing
Breathing support atau ksiganisasi darurat adalah penilain status
pernapasan klien untuk mengetahui apakah klien masih dapat bernapas
secara spontan atau tidak. Prinsip dari melakukan tindakan ini adalah
dengan cara melihat, mendengar dan merasakan (Look, Listen and Feel =
LLF). Lihat, ada tidaknya pergerakan dada sesuai dengan
pernapasan.Dengar, ada tidaknya suara napas (sesuai irama) dari mulut dan
hidung klien.Rasakan, dengan pipi penolong ada tidaknya hembusan napas
(sesuai irama) dari mulut dan hidung korban.Lakukan LLF dengan waktu
tidak lebih dari 10 detik, Jikaterlihat pergerakan dada, terdengar suara napas
dan terasa hembusan napas klien, maka berarti klientidak menglami henti
napas.masalah yang ada hanyalah penurunan kesadaran.dalam kondisi ini,
tindakan terbaik yang dilakukan perawat adalah mempertahankan jalan
napas tetap terbuka agan ogsigenisasi klien tetap terjaga
d. Circulation Support
Circulation support adalah pemberian ventilasi buatan dan kompresi
dada luar yang diberikan pada klien yang mengalami henti jantung. Selain
itu untuk mempertahankan sirkulasi spontan dan mempertahankan sistem
jantung paru agar dapat berfungsi optimal dilakukan bantuan hidup lanjut
(advance life support). Jika tindakan ini dilakukan dengan cara yang salah
maka akan menimbulkan penyulit-penyulit seperti patah tulang iga, atau
tulang dada, perdarahan rongga dada dan injuri organ abdomen.
Daftar Pustaka

 Anonimity. Askep Kegawatdaruratan NAPZA.


http://www.scribd.com/doc/32523282/Askep-Kegawatdaruratan-Napza. diakses
tanggal 22 september 2011

 Anonimity. -------. Pencegahan Keracunan Secara Umum.


www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/CegahRacunUmum.pdf

 Dwi S, Bardiana. 2011. Gejala Klinis Penyalahgunaan NAPZA.


http://kimiadahsyat.blogspot.com/2011/02/gejala-klinis-penyalahgunaan-napza.html

 Hadiyani, Murti. www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/RacunKarMon.pdf.


diakses tanggal 22 september 2011

 Hawari, Dadang.2003. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA FKUI. Jakarta:


Gaya Baru

Anda mungkin juga menyukai