Anda di halaman 1dari 21

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

(PROBLEM BASED LEARNING)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah stratergi pembelajaran.

Dosen pengampu: Sri Wahyuningtyas, S. Pd, M.Pd

Disusun oleh

Natasya Ariesta Putri – 201710430311140

PGSD IV D

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Pembelajaran Berbasis Masalah. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir
kata kami berharap semoga makalah tentang Pembelajaran Berbasis Makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Malang, 20 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................... iii
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ iii
C. Tujuan .................................................................................................................. iii
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah ........................................................ 1
B. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ............................................. 1
C. Penerapan di Sekolah Dasar ................................................................................ 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
KBM(Kegiatan Belajar mengajar) merupakan suatu kegiatan yang bernilai
edukatif antara guru dengan anak didik, hal ini karena KBM yang dilakukan, diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan. Guru merencanakan kegiatan pengajarannya
secara sistematis guna kepentingan pengajaran, untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran secara aktif peserta didik dalam megembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Perubahan perilaku dalam
belajar mencakup seluruh aspek pribadi peserta didik, yaitu aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Akan tetapi, kenyataannya kita menyadari selama ini tidak mudah bagi guru
menjadikan peserta didik aktif dalam mengembangkan potensi diri peserta didik. Salah satu
penyebabnya adalah kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang diperhatikan
oleh guru.Akibatnya, saat siswa menghadapi masalah dianggap sepele.
Untuk itu, salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan
PBM dimana Pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) adalah suatu
pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berfikir dan
keterampilan memecahkan masalah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembelajaran berbasis masalah dalam mengajar?
2. Mengapa pembelajaran berbasis masalah sangat penting dalam mengajar?
3. Bagaimana penerapan pembelajaran berbasis masalah di sekolah dasar?

C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana proses pembelajaran berbasis masalah dalam mengajar.
2. Mengetahui pentingnya pembelajaranberbasis masalah dalammengajar.
3. Mengetahui bagaimana penerapan pembelajaran berbasis masalah di sekolah.

iii
iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah


Pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan
masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan
pengaturan diri (Hemelo-Silver, 2004; Serafino & Cicchelli, 2005). Pelajaran dari pembelajaran
berbasis masalah memiliki tiga karakteristik, yang pertama yaitu pelajaran berfokus pada
pemecahan masalah, yang kedua tanggung jawab untuk memecahkan masalah bertumpu pada
siswa, dan yang ketiga guru mendukung proses saat siswa mengerjakan masalah.
Pertama, pada kegiatan pembelajaran berbasis masalah ini bermula dari satu masalah
dan memecahkannya adalah fokus dari pelajarannya (Krajcik & Blumenfeld, 2006). Kedua,
siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan memecahkan masalah. Pembelajaran
berbasis masalah biasanya dilakukan secara berkelompok yang cukup kecil (tidak lebih dari
empat anggota kelompok) sehingga semua siswa terlibat dalam proses itu. Ketiga, guru
menuntun upaya siswa dengan mengajukan pertanyaan dan memberikan dukungan pengajaran
lain saat siswa berusaha memecahkan masalah. Karakteristik ini penting dan menuntut
keterampilan serta pertimbangan yang sangat profesional untuk memastikan kesuksesan
pelajaran pembelajaran berbasis masalah. Jika guru tidak memberikan cukup bimbingan dan
dukungan, siswa akan menjadi gagal, membuang waktu, dan mungkin memiliki konsepsikeliru.
Jika guru memberikan terlalu berlebihan, siswa tidak akan mendapatkan banyak pengalaman
pemecahan masalah.

B. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah


1. Merencanakan Pembelajaran
Merencanakan pelajaran untuk pembelajaran berbasis masalah tidak jauh berbeda
dengan merencanakan pelajaran untuk pembelajaran berbasis masalah. Akan tetapi, topiknya
harus lebih kompleks dan abstrak dibandingkan mengajarkan satu konsep, seperti gaya dalam
IPA atau ide utama dalam bahasa. Bisa juga satu bangunan pengetahuan sistematis, seperti
hubungan antara geografis dan perekonomian dalam wilayah geografis tertentu diilmu sosial.
Atau bahkan sutu prosedur seperti menambahkan pemecahan yang sepadan dalam matematika.

1
Merencanakan pelajaran untuk pembelajaran berbasis masalah.

Merencanakan pembelajaran
untuk pembelajaran berbasis
masalah.

Mengidentifikasi Menentukan tujuan Mengidentifikasi


Mengakses materi.
topik. belajar. masalah.

Saat merencanakan pelajaran untuk pembelajaran berbasis masalah, terdapat tujuan yang
ingin dicapai, seperti membuat siswa agar dapat memahami materi yang akan dipelajari,
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan mempelajari kemandirian. Kemampuan
memecahkan masalah dan pembelajaran mandiri adalah tujuan jangka panjang dan siswa
memerlukan pengalaman terus menerus untuk mencapai tujuan tersebut.
Mendapatkan masalah dan menyelesaikannya tidak memastikan siswa akan menjadi
pemecah masalah yang handal. Dengan siswa-siswa kecil dan belum berpengalaman, masalah-
masalah akan paling efektif jika masalah itu jernis, konkret, dan dekat dengan kesehariam
pribadi. Saat memilih masalah, guru juga harus berusaha menentukan apakah siswa-siswa
memiliki cukup banyak pengetahuan awal untuk secara efektif merancang satu strategi demi
memecahkan masalah tersebut. Siswa harus memahami apa yang mereka usahakan untuk dicapai
(meskipun mereka mungkin tidak mampu mencapai itu pada awalnya) dan mereka harus
memiliki akses pada materi-materi yang dibutuhkan untuk memevahkan masalah. Bahan-bahan
yang tersedia akan mempengaruhi ukuran kelompok siswa. Pasangan atau kelompok
beranggotakan tiga orang biasanya yang paling efektif. Dalam kelompok lebih besar, dua atau
tiga orang siswa umumnya melakukan sebagian besar kerja sementara yang lain sekedar
menonton. Akan tetapi kelompok-kelompok kecil memerlukan lebih banyak peralatan sehingga

2
guru harus mengakomodasi keterbatasan ini. Kemudian, guru juga secara cermat harus
memantau kelompok untuk memastikan sebanyak mungkin anggota dari setiap kelompok terlibat
dan bertanggung jawab didalam kegiatan. Sebagaimana bentuk lain dari pembelajaran
kooperatif, kelompok harus dicampurkan sesuai dengan kemampuan, gender, dan etnisitas.
Setelah mengidentifikasi topik, menentukan tujuan belajar, memilih masalah dan mengakses
materi, kemudian menrapkan pelajaran anda.

2. Menerapkan Pelajaran untuk Pembelajaran Berbasis Masalah


Pelajaran untuk pembelajaran berbasis masalah hadir dalam dua level, yang
berkorespondensi dengan tujuan belajar saat menggunakan model ini. Pertama, siswa harus
memecahkan suatu masalah spesifik dan memahami materi yang terkait dengan itu. Kedua, siswa
harus mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan menjadi siswa mandiri.
Pembelajaran berbasis masalah terjadi dalam empat fase yaitu:
Fase Deskripsi
Fase 1: 1. Menarik perhatian siswa dan menarik mereka ke
Mereview dan memecahkan masalah. dalam pelajaran.
Guru mereview pengetahuan yang 2. Secara informal menilai pengetahuan awal.
dibutuhkan untuk memecahkan masalah 3. Memberikan fokus konkret untuk pelajaran.
dan memberi siswa masalah spesifik
dan konkret untuk dipecahkan.
Fase 2: 1. Memastikan sebisa mungkin siswa menggunakan
Menyusun strategi. Siswa menyusun pendekatan berguna untuk memecahkan masalah.
strategi untuk memecahkan masalah
dan guru memberi mereka umpan balik
mengenai strategi.
Fase 3: 1. Memberikan siswa pengalaman untuk
Menerapkan strategi. memecahkan masalah.
Siswa menerapkan strategi-strategi
mereka saat guru secara cermat
meminitor upaya mereka dan
memberikan umpan balik.

3
Fase 4: 1. Memberi siswa umpan balik tentang upaya
Membahas dan mengevaluasi hasil. mereka.
Guru membimbing diskusi tentang
upaya siswa dan hasil yang mereka
dapatkan.

1. Fase Mereview dan Menyajikan Masalah.


Menerapkan pelajaran berbasis masalah dimulai saat guru mereview pengetahuan awal yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan kemudian menyajikan masalah itu sendiri. Idealnya
saat perkembangan mereka kian maju, siswa secara bertahap akan mampu sendiri
mengidentifikasi masalah-masalahnya. Akan tetapi jika pada awalnya pelajaran untuk
pembelajaran berbasis masalah akan paling efektif jika guru menentukan masalah untuk mereka.
Selain itu kemampuan memecahkan masalah adalah personal dan sangat tergantung pada
pengalaman. Satu-satunya pilihan adalah memberi siswa banyak latihan dalam memecahkan
masalah. Pembelajaran dan perkembangan tergantung pada pengetahuan murid dan prinsip ini
tak bisa lebih jelas selain dalam memecahkan masakah. Semakin banyak pengalaman siswa,
semakin baik.
2. Fase Menyusun Strategi.
Di dalam fase 2, siswa menyusun strategi untuk memecahkan masalah. Guru harus menggunakan
pertimbangan cermat di tengah fase ini untuk memberikan cukup bimbingan agar siswa tidak
menghabiskan terlalu banyak waktu meraba-raba. Namun, jangan juga memberikan bimbingan
berlebihan sehingga pengalaman mereka menyusun strategi menjadi terbatas. Guru memiliki dua
pilihan tambahan dalam fase ini. Setelah kelompok-kelompok menyusun strategi, guru dapat
meminta siswa langsung mulai berusaha memecahkan masakah dengan menerapkan strategi-
strategi. Atau guru bisa mengumpulkan kembali seluruh siswa dan meminta kelompok-kelompok
melaporkan strategi mereka serta mendapatkan umpan balik dari teman sekelas.
3. Menerapkan Strategi
Dalam fase ini siswa menerapkan startegi mereka. Meskipun fase ini harus mengalir mulus dari
kedua fase pertama, kadang itu tidak terjadi sehingga guru harus memberikan sokongan,
dukungan pengajaran yang membantu siswa menyelesaikan tugas-tugas yang tidak mampu

4
mereka selesaikan sendiri (Puntambekar & Hubscer, 2005). Mengajukan pertanyaan yang
memberikan panduan bagi siswa adalah bentuk sokongan yang paling umum.
4. Fase Mengevaluasi Hasil.
Dalam fase terakhir, guru meminta siswa untuk menilai kesahihan solusi mereka. Fase terakhir
ini sangat penting karena guru dapat menghilangkan atau mengkoreksi pengertian yang keliru.
3. . Menggunakan Teknologi untuk Mendukung Pembelajaran Berbasis-Masalah
Kesuksesan Pembelajaran Berbasis-Masalah tergantung pada kemampuannya
menghadapkan murid dengan masalah-masalah realistis yang akan membantu mereka
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah dan kemampuan untuk mandiri. Satu tujuan
penting dalam menggunakan model ini yaitu membawa dunia nyata ke ruang kelas untuk di
analisa dan di pelajari. Akan tetapi, kebanyakan masalah yang disajikan ke dalam buku teks
sudah terumuskan jelas dan rutin. Informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah
biasanya sudah dimasukkan (Jonasses dkk, 203). Bahkan operasi pemecahannya kerap tersirat
didalam kata-kata yang ada, seperti dalam pertanyaan, "Berapa banyak lagi?" yang menyiratkan
pengurangan (Jitendra dkk, 2007). Kurangnya pengalaman ini membantu menjelaskan mengapa
para murid tidak menjadi pemecah masalah yang lebih baik.
Untuk menghadapi masalah ini, para ahli telah berusaha memanfaatkan teknologi untuk
menyajikan masalah-masalah rumit dunia nyata (Schwartz dkk, 2005). Salah satu upaya paling
terkenal adalah seri yang berjudul The Adventures of Jasper Woodbury, yang diciptakan oleh
kelompok Cognition and Technology (Kognisi dan Teknologi) di Venderbilt 1992. Seri ini
terdiri dari 12 pengalaman yang berbasis cakram video yang berfokus pada penemuan dan
pemecahan masalah. Para perancang piranti lunak telah mengembangkan simulasi pemecahan
masalah di bidang-bidang lain (Kracjik dan Blumenfeld, 2006). Misalnya, dalam geometri,
program-program seperti The Geometry Supossermemungkinkan siswa untuk secara elektronis
memanipulasi angka-angka saat mereka berusaha memecahkan masalah menggunakan konsep
seperti gaya, akselerasi dan momentum.
Sekarang, setelah menelaah pendekatan umum dalam Pembelajaran Berbasis-Masalah,
kita kini beralih ke Penyelidikan, yang merupakan bentuk lain dan lebih spesifik dari
Pembelajaran Berbasis-Masalah.

5
4. . Merencanakan Pelajaran Penyelidikan
Merencanakan pelajaran Penyelidikan berbeda dari merumuskan rencana untuk model-
model berorientasikan konten atau materi, seperti Model Temuan Terbimbing atau Model
Integratif dengan menggunakan tiga cara. Pertama, karena masalah, data dan hipotesis yang
digunakan untuk menguji hipotesis itu idelanya datang dari murid, maka harus memerlukan
rancangan pelajaran yang memungkinkan untuk anda memberikan bimbingan terus-menerus
agar menggerakkan siswa dalam proses itu. Namun, jangan terlalu berlebihan agar keseimbangan
tetap terjaga. Kedua, kebanyakan pelajaran penyelidikanberlangsung terus-menerus yaitu
pelajaran itu kerap memerlukan lebih dari satu jam pelajaran, sehingga anda harus
mempertimbangkan faktor ini untuk menyusun rencana pembelajaran. Ketiga, pelajaran-
pelajaran Penyelidikan dirancang untuk membantu murid belajar secara sistematis menerapkan
metode ilmiah dan belajar mengarahkan diri sendiri.
Merencanakan pelajaran menggunakan model Penyelidikan meliputi 2 langkah penting.
Yaitu, 1) Mengidentifikasi pertanyaan atau masalah penyelidikan dan menentukan tujuan belajar,
2) Menyusun rencana untuk mengumpulkan data.
F. Mengidentifikasi Pertanyaan Penyelidikan dan Tujuan Belajar
Langkah pertama dalam menyusun rencana dalam penyelidikan adalah
mengidentifikasi pertanyaan atau masalah yang layak untuk diselidiki. Jadi, langkah pertama
dalam merencanakan satu pelajaran Penyelidikan adalah mengidentifikasi satu pertanyaan yang
layak. Pertanyaan yang layak harus mengandung unsur variabel yang dapat dimanipulasi dan
efek yang dapat di ukur. Variabel adalah kuantitas yang memiliki nilai-nilai berbeda.
Menentukan tujuan belajar ketika menggunakan model Penyelidikan cukup sederhana.
Memecahkan masalah penyelidikan yang spesifik dan mempelajari ketrampilan berpikir kritis
yang lekat dengan penyelidikan akan selalu menjadi tumpuan belajar.
Tabel 8.2 Sampel Masalah untuk Penyelidikan
Masalah Rancangan
Faktor-faktor apa yang memengaruhi tingkat Menempatkan volume air yang sama di
penguapan air? wadah-wadah di bawah kondisi-kondisi yang
berbeda serta setiap hari mengukur volume air
yang tersisa di wadah.
Bagaimana volume air memengaruhi tingkat Menempatkan sampel biji kacang dijenis

6
pertumbuhan tanaman? tanah yang sama dan memberi masing-masing
sampel volume air yang berbeda, seperti
seperempat cangkir, setengah cangkir, tiga
perempat cangkir dan seterusnya, serta
mengukur pertumbuhan kacang.
Meminta siswa mengukur denyut jantung
Bagaimana kuantitas keluarga memengaruhi mereka kala beristirahat dan kemudian berlari
detak jantung? di tempat selama kurun waktu tertentu,
selama 1 menit, 2 menit dan seterusnya, serta
mengukur denyut jantung mereka setelah
setiap kurun waktu.
Memberikan sejumlah soal cerita yang
berbeda untuk pekerjaan rumah kepada tiga
Bagaimana jumlah soal cerita yang kelompok siswa. Juga, mengukur kemampuan
ditugaskan memengaruhi kemampuan pemecahan masalah mereka berdasarkan satu
pemecahan masalah siswa? asesmen yang mencakup konten atau materi
dari masalah-masalah yang ada.

5. . Membuat Rencana untuk Pengumpulan Data


Seperti mengidentifikasi masalah, strategi-strategi untuk mengumpulkan data idelnya
datang dari siswa sendiri. Akan tetapi, untuk usia siswa yang duduk di bangku kelas bawah
belum memiliki pengalaman merancang dan mengerjakan eksperimen. Jadi sebagai guru harus
bisa membimbing dan merencakan suatu pembelajaran untuk mereka. Misalnya, anda ingin
siswa memeriksa pertanyaan Penyelidikan pertama dalam tabel 8.2 dan anda mengantisipasi
berbagai hipotesis, seperti suhu air dan area yang terpapar. Untuk menyelidiki hipotesis pertama,
anda harus mencari wadah dan memikirkan dimana wadah-wadah itu harus di tempatkan supaya
suhunya beragam, seperti di jendela, pojok ruangan dan dikulkas. Untuk memeriksa yang kedua,
anda perlu menemukan 1 set wadah dengan mulut beragam untuk setiap area dan anda perlu
menyiapkan bimbingan yang dibutuhkan siswa dalam melakukan kegiatan tersebut.

7
6. . Menerapkan Pelajaran untuk Penyelidikan
Karena penyelidikan adalah bentuk pembelajaran berbasis masalah, menerapkan
pelajaran penyelidikan sama dengan menerapkan pelajaran untuk pembelajaran berbasis masalah
manapun. Proses ini terjadi dalam 4 fase, yang diberikan dalam tabel 8.3 dan dibahas pada
bagain-bagian berikut:
Tabel 8.3 Fase-fase dalam Menerapkan Pelajaran Penyelidikan
Fase Deskripsi
Fase 1: Mengidentifikasi Pertanyaan  Menarik perhatian siswa dan menarik
Guru atau (idealnya) murid mengidentifikasi mereka ke dalam pelajaran.
satu pertanyaan yang akan coba dijawab oleh  Memberikan fokus untuk pelajaran.
siswa.
Fase 2: Membuat Hipotesis  Memberikan kerangka referensi untuk
Siswa membuat hipotesis yang berusaha mengumpulkan data.
menjawab pertanyaan.
Fase 3: Mengumpulkan dan Menganalisis  Memberi siswa pengalaman menguji
Data hipotesis dengan bukti.
Siswa mengumpulkan data terkait dengan
hipotesis dan menyusun serta
menampilkannya supaya data itu bisa
dianalisa.
Fase 4: Menilai Hipotesis dan Membuat  Memberi siswa pengalaman tambahan
Generalisasi untuk menggunakan metode ilmiah.
Guru memandu diskusi tentang hasil dan  Mengembangkan kemampuan untuk
sejauh mana hasil-hasil itu mendukung membuat kesimpulan berdasarkan
hipotesis. Juga, murid melakukan generalisasi bukti.
terhadap hasil berdasarkan asesmen terhadap  Mendorong pengalihan penerapan
hipotesis. (transfer) ke situasu-situasi baru.

1. Fase Mengidentifikasi Pertanyaan


Penitian penyelidikan bermula saat kita sudah mengidentifikasi satu pertanyaan yang diniatkan
untuk menarik perhatian dan memberikan tantangan bagi siswa. Pertanyaan dapat muncul

8
dengan sendirinya dari kegiatan belajar atau anda sendiri yang memberikan pertanyaan secara
langsung kepada siswa. Supaya pertanyaan jelas, anda harus menuliskannya di papan atau
menunjukkannya di kamera dokumen untuk memastikan bahwa siswa memahami konsep di
dalamnya. Meminta siswa untuk menjelaskan pertanyaan dengan kata-kata mereka sendiri atau
mengaitkannya dengan diskusi sebelumnya dapat membantu menentukan apakah mereka benar-
benar memahaminya.
2. Fase Merumuskan Hipotesis
Saat satu pertanyaan telah diperjelas, kelaspun siap untuk berusaha menjawabnya. Pertanyaan
mereka adalah sebuah hipotesis satu jawaban sementara terhadap satu pertanyaan atau solusi
terhadap satu masalah yang bisa didukung atau disanggah dengan data.
Dalam sebuah kasus, jika pertanyaan penyelidikan berasal dari para murid dan anda belum
mengantisipasinya, anda bisa sekedar melanjutkan pelajaran atau sedikit memodifikasinya dan
kemudian merencanakan proses pengumpulan data keesokan harinya.
3. Fase Mengumpulkan dan Menampilkan Data
Hipotesis membimbing proses pengumpulan data. Saat hipotesis sudah dinyatakan dan
diperjelas, para murid kini siap untuk mengumpulkan data. Akan tetapi, sebelum mereka bisa
memulai, mereka harus memahami konsep variabel terkontrol, yaitu proses menjaga nilai-nilai
semua variabel, kecuali satu, supaya tetap atau konstan. Variabel yang tidak dijaga supaya tetap
adalah variabel yang dimanipulasi siswa untuk tujuan penelitian atau penyelidikan.
4. Fase Menilai Hipotesis dan Membuat Generalisasi
Setelah data dikumpulkan dan diatur, informasi digunakan untuk menilai hipotesis-hipotesis
awal dan untuk membuat generalisasi hasil. Idealnya, didalam fase pelajaran Penyelidikan ini
murid bertanggung jawab untuk menilai hipotesis-hipotesis mereka berdasarkan data. Namun
dalam praktik, anda harus menuntut analisis agar mereka dapat membuat kesimpulan
berdasarkan data yang sudah mereka kumpulkan.
Memberikan pengalaman ini adalah nilai utama dalam melakukan pelajaran Penyelidikan.
Pengalaman ini berdasarkan kehidupan dalam sehari-hari. Tak bisa dipungkiri bahwa murid tidak
akan menjadi pemikir kritis yang ahli hanya dalam satu kegiatan penyelidikan saja. Namun
murid akan dapat berpikir kritis apabila sudah diberi serangkaian pengalaman kegiatan-kegiatan
penyelidikan dan lambat laun akan dapat berkembang sehingga bisa membuat kesimpulan secara
lebih efektif.

9
7. . Menggunakan model penyelidikan dalam bidang materi yang berbeda
Model penyelidikan dirancang untuk memberi siswa pengalaman menggunakan
metode ilmiah. Misalnya jika anda bukan guru IPA mungkin akan menganggap bahwa model ini
tidadk relevan. Adapun pertanyaan penyelidikan diantaranya adalah : Bagaimana kaitan antara
karya pengarang dan kehidupan pribadu mereka? (bahasa inggris), prosedur pengumpulan
datanya adalah meminta siswa mengumpulkan informasi tentang kehidupan pribadi pengarangt,
meminta mereka membaca kutipan-kutipan terpilih dari karya pengarang, dan membahasan
hubungan antara keduanya. Bagaimana kaitan antara system jalan suatu kota dan pola lalu
lintasnya? (ilmu sosial), meminta siswa mendapatkan laporan lalu-lintas tentang pola arus lalu
lintas. Kemudian yang ketiga adalah apa yang menyebabkan reolusi nasional? Prosedur
pengumpulan datanya adalah meminta siswa menyelidiki revolusi amerika, prancis, rusia, dan
kurba serta menelaah penyebab masing-masing revolusi. Pelajaran seperti ini memiliki dua
manfaat. Pertama, siswa mendapatkan pengalaman proses penyelidikan. Kedua, dan mungkin
lebih penting dalam kasus ini, siswa akan mendapatakan pemahamana lebih mendalam tentang
persamaan dan grafik daripada jika mereka mendapatkan pengajaran biasa.

8. . Penyelidikan Spontan

Kita berfokus terutama pada pendekatan terencana dan sistematis terhadap pelajaran
penyelidikan. Akan tetapi salah satu manfaat terbesar mempelajari penyeldidikan adalah kian
meningkatnya kemampuan untuk memanfaatkan peluang-peluang melakukan kehiatan
penyeldidikan yang terjadi secara spontan. Kesempatan biasanya terjadi ketika murid menjumpai
situasi yag tidak memiliki jawaban yang pasti. Misalnya, dimana siswa melihat sebuah gelas air
yang tertelungkup dan dialasi secarik kartu. Kartu itu tetap ada di bawah gelas dan mencegah air
tumpah. Sehingga para peserta didik mengajukan searngkaian pertanyaan, diantaranya:

Bagaimana jika gelasnya tidak penuh?

Bagaimana jika gelasnya hanya sedikit berisikan air?

Bagaimana jika gelasnya dilentangkan?

Bagaiaman jika kita menggunakan cairan selain air, seperti susu?

10
Setiap pertanyaan ini bias menjadi titik awal bagi sebuah pelajaran. Penyelididkan mini.
Peserta didik diminta untuk menebak jawaban bagi pertanyaan dan menjelaskan diminta untuk
menebak jawaban bagi pertanyaan dan menjelaskan mengapa mereka menyakini jawaban itu.
Kemudian, setiap tebakan diselidiki.

Pelajaran penyelidikan spontan memiliki setidaknya empat ciri positif. Pertama motivasi
menjadi tinggi karena peserta didik melihat bahwa investigasi dating langsung dari pertanyaan
yang ereka ajukan. Kedua para murid kerap menyarankan cara-cara kreatifuntuk menyelidiki
suatu masalah, iklim kerja tim dan kerja sama kelas pun berkembang. Ketiga, semangat
penyelidikan secara efektif dapat ditangkap dengan hanya sedikit waktu dari upaya guru. Guru
hanya perlu sekedar mendorong dan membimbing peserta didik untuk memikirkan pertanyaan
dan bagaiaman pertanyaan-pertanyaan itu bias diselidiki. Keempat, pelajaran-pelajaran
penyelidikan spontan memungkinkan peserta didik untuk melihat bagaiman proses ini secara
langsung terkait dengan subjek-subjek yang mereka pelajari. Perbedaan antara pertanyaan yang
dibuat guru dan pertanyaan yang diajukan peserta didik out halus tetapi berefek kuat. Saat
peserta didik hanya menyelidiki pertanyaan-pertanyaan yang dibuat orang lain, mereka
mempelajari bahwa pengetahuan itu bersifat eksternal ketimbang personal dan fungsional.

9. . Penyelidikan dan Peraihan Konsep

Model ini bisa bisa digunakan untuk membantu siswa memahami proses penyelidikan
dan metode ilmiah. Berdasarkan contoh positif dan negatif para murid menghipotesiskan
kemungkinan-kemungkinan sebutan bagi konsep. Kemudian hipotesis- hipotesis ini dianalisa
berdasarkan contoh-contoh tambahan. Contoh dan non contoh lalu berfungsi sebagai data yang
digunakan untuk menganalisis hipotesis.

Model peraihan konsep bisa menjadi alat efektif untuk memperkenalkan siswa pada
proses penyelidikan. Karena tidak diperlukan banyak waktu untuk menyelesaikan satu pelajaran.,
murid-murid bisa melihat keseluruhan proses tergelar dalam satu kegiatan belajar. Akan tetapi,
ini tidak memberikan murid gambaran yang sepenuhnya valid tentang proses penyelidikan
karena guru memberikan semua data contoh dan non contoh. Namun, ini bisa menjadi cara
efektif untuk memperkenalkan murid engan penyelidikan sebelum mereka melakukan sendiri
penelitian penyelidikan “berskala penuh”.

11
Tabel 8.6 Perbandingan Proses Penyelidikan dan Peraihan Konsep

Penyelidikan Peraihan Konsep


1. Masalah atau pertanyaan Apakah konsepnya?
2. Membuat hipotesis? Nama konsepnya boleh jadi adalah…
3. Pengumpulan data Siswa diberikan contoh positif dan negatif
4. Analisis hipotesis Hipotesis yang tidak didukung contoh ditolak
5. Melakukan generalisasi Konsep pun ditemukan

10. . Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Siswa-siswa yang memiliki


Latar Belakang Berbeda

Proses dasar yang terlihat dalam pemecahan masalah dan penyelidikan sejatinya
sama untuk semua siswa. Akan tetapi, pengetahuan budaya pendekatan pemecahan masalah dan
sikap serta keyakinan akan beragam. Misalnya, orang Yup’ik yag tinggal di Laut Bering di
sebelah barat Alaska memiliki 99 konsep untuk es. Adak konsep-konsep yang menggambarkan
es yang bergelombang, es di tepi pantai, kembang es kecil, dan es tipis yang saling bertumpuk
seperti sirap (shingles) (Block, 2007). Konsep-konsep ini membantu orang Yup’ik memainkan
peranan dalam kebudayaan mereka dan juga mempengaruhi cara mereka memecahkan masalah.
Dalam kebudayaan kita computer, ipad, internet dan budaya teknologi lain dalaha alat-alat nyata
yang membantu kita beroperasi secara efektif.

Sikap dan keyakinan dipengaruhi perbedaan budaya. Misalnya, sikap dan keyakinan
terkait pembelajaran diberikan sebagai penjelasan untuk prestasi pemecahan masalah
mengesankan yang ditunjukkan siswa Jepang. “Sikap yang condong pada prestasi menekankan
bahwa keberhasilan datang dari kerja keras (bukan dari kemampuan bawaan). Guru memeriksa
sejumlah maalah secara mendalam ketimbang membahas banyak masalah secara dangkal,
kesalahan anak didik digunakan sebagai alat belajar bagi keompok” (Rogoff, 2003 hal 264-265).
Misalnya, masalah penyelidikan dalam aljabar yang kami gambarkan sebelumnya adalah ciri
khas dari memeriksa “beberapa masalah secara mendalam ketimbang membahsa banyak masalah
secara dangkal”. Siswa yang terbiasa memeriksa masalah secara dangkal mungkin pada awalnya
mempertanyakan mengapa mereka memeriksa persamaan sederhana demikian seksama. Akan

12
tetapi, seiring meningkatkannya pemahaman mereka, minat intrinsik mereka pun akan
meningkat.

Menariknya, hanya sedikit ditemukan perbedaan kultural di dalam kinerja memori


ketika tugas-tugas memiliki konteks dunia nyata. Misalnya, saat orang seperti pmasok, tukang
kayu, atau ahli diet. Menggunakan matematika untuk tujuan praktis mereka jarang mendapatkan
jawaban yang tidak masuk akal. “Akan tetapi kalkulasi dalam konteks sekolah secara rutin jika
melihat maksud dari masalahnya”(Rogoff, 2003 hal 262) .

Pengalaman dan keyakinan budaya serta keagamaan juga bisa mempengaruhi


pemikiran kritis. Murid-murid yang pengalaman sekolah awalnya meliputi banyak tugas taraf
hafalan umum di sekolah-sekolah perkotaan (Kozol, 2005) cenderung kurang dibekali untuk
berpikir kritis dibandingkan rekan-rekan sebaya mereka yang memiliki pengalaman berbeda.
Juga, para anggota kebudayaan yang sudah diajarkan untuk menghormati orang yang lebih tua
serta murid dengan keyakinan agama otoritarian yang kuat mungkin kurang memiliki
kecenderungan berpikir kritis (Qian & Pan, 2002;Kuhn & Park, 2005).

Perbedaan perbedaan ini mengarah pada kebutuhan untuk menanamkan pengalaman


belajar di dalam konteks dunia nyata, mendorong tingkat interaksi tinggi dan memberikan
sokongan yang akan membantu siswa memahami pengalaman-pengalaman tersebut. Ini berlaku
bagi semua siswa terlepas dari latar belakang kebudayaan mereka.

C. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah di Sekolah Dasar

Model pembelajaran ini sangat cocok diterapkan sejak sekolah dasar khususnya pada
siswa kelas atas yaitu kelas 4 – 6 SD. Hal ini dikarenakan pada kelas atas, siswa cenderung
sudah mulai dapat berpikir mandiri dan dapat berpikir dengan baik. Sedangkan pada kelas bawah
yaitu pada kelas 1-3 SD, siswa cenderung masih suka belajar sambil bermain, sehingga ia masih
sulit untuk menyelesaikan masalah di dalam sebuah pembelajaran. Model pembelajaran ini juga
akan menuntut siswa untuk berpikir kritis dan berpikir dengan baik, karena dengan memberikan
masalah sebagai bahan pembelajaran, ia akan mengeluarkan pendapatnya untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Siswa juga akan memiliki pengalaman baru bahwa ia pernah menyelesaikan

13
suatu permasalahan, ia juga dapat pastinya nanti akan menemukan permasalahan di kehidupan
sehari-harinya kelak dan ia sudah dapat menyelesaikan masalah tersebut di sekolah bersama
dengan guru dan teman-temannya.

Pembelajaran berbasis masalah ini harus didukung dengan data yang kuat seperti foto-
foto atau data kerugian akibat permasalahan yang timbul, sehingga siswa dapat memikirkannya
dengan kongkrit. Dengan begitu siswa akan lebih mudah untuk menyelesaikan sebuah
permasalahan yang ia harus selesaikan. Apabila permasalahan yang disajikan oleh guru belum
kongkrit maka kecil kemungkinan siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut.

Harus adanya media pembelajaran untuk menunjang model pembelajaran ini, seperti
LCD dan video bahkan gambar-gambar mengenai permasalahan yang akan dijadikan materi
pembelajaran. Guru juga harus dapat mendengarkan setiap pendapat siswa dan dapat memimpin
jalannya diskusi saat permasalahan ini dilakukan.

14
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang mana siswa
mengerjakan permasalahan dengan maksud untuk menyusun pegetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian, dan percaya diri. Model pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik
pengajuan pertanyaan atau masalah, berfokus pada keterkaitan antara disiplin, penyelidikan
pelajaran, menghasilkan produk dan memamerkannya dan kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan
masalah terdiri dari 5 langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan
sesuatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.

B. SARAN

Saran yang bisa penulis berikan untuk penerapan model pembelajaran ini yaitu sebelum
melaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah, guru hendaknya
menyiapkan segala bahan ajar untuk membuat siswa dapat berpikir konkrit mengenai masalah
yang akan mereka selesaikan. Gunakan video atau gambar sebagai bahan belajar agar siswa
dapat berpikir konkrit. Guru juga harus memperhatikan siswa agar semua siswa terlibat dalam
model pembelajaran ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dasna, I., & Sutrisno. (n.d.). PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM-BASED


LEARNING).

Nisak, H., & Abd. Qohar. (2015). Pembelajaran Berbasis Masalah Berdasarkan Langkah-
Langkah Polya untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Matematika. Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif.

16

Anda mungkin juga menyukai