Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat merupakan sikap atau pandangan hidup dan sebuah bidang

terapan untuk membantu individu untuk mengevaluasi keberadaannya dengan

cara yang lebih memuaskan. Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan

pemahaman membawa kita kepada tindakan yang telah layak, filsafat perlu

pemahaman bagi seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan

karena ia menentukan pikiran dan pengarahan tindakan seseorang untuk

mencapai tujuan. Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang

mungkin ada baik bersifat abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan

alam semesta. Sehingga untuk faham betul semua masalah filsafat sangatlah

sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita hanya bisa

menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat. Sistematika filsafat

secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi

atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh

pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat

segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai

yang membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga

cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas

ruang lingkup dan pembahansannya. Ketiga teori di atas sebenarnya sama-

sama membahas tentang hakikat, hanya saja berangkat dari hal yang berbeda

dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teori pengetahuan

1
membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa

tahu dan dapat membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas tentang

apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya

dengan daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang

pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan

perkembangannya.

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan

kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah

menunjkkan munculnya perenungan dibidang ontologi. Yang tertua diantara

segenap filsafat Yunani yang kita kenal adalah Thales. Atas perenungannya

terhadap air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari

segala sesuatu.

Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah

kita menerangan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang

dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pernyataan yang

berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani

(kejiwaan).

Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang

ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realita adalah ke-real-an,

riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan

sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu,

juga bukan kenyataan yang berubah.

Berdasar pada latar belakang inilah, penulis membuat makalah dengan

judul ”Manfaat Ontologi dalam Filsafat Hukum”.

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka penulis menyusun

beberapa topik rumusan masalah sebagai berikut;

1. Apakah yang dimaksud dengan ontologi?

2. Apakah manfaat ontologi dalam filsafat hukum?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Penulisan makalah ini bertujuan ;

1. Untuk mengetahui maksud dari ontologi.

2. Untuk mengetahui manfaat ontologi dalam filsafat hukum.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu


hukum khususnya dibidang filsafat hukum.

b. Dapat menjadi bahan informasi ilmiah dalam memahami kajian


filsafat hukum.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan jawaban atas masalah yang diinginkan.

b. Dapat menambah wawasan bagi para pembaca mengenai kajian


filsafat hukum.

c. Dapat menjadi sarana bagi penulis dalam menuangkan pemahaman


mengenai hukum khususnya mengenai kajian filsafat hukum.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ontologi

Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk

menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy”

dan merupakan ilmu mengenai esensi benda.

Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: On=being, dan

Logos=logic. Jadi ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang

keberadaan sebagai keberadaan). Ontologi mempersoalkan adanya segala

sesuatu yang ada, ens, being, I’etre. Gambarannya dapat terkesan pada

pertanyaan-pertanyaan seperti berikut: “apakah manusia itu?, apa yang

dikatakan adil?, apa ada itu? Apa yang dimaksud dengan warna putih?”. Ini

semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat timbul bagi setiap orang yang

hidup dengan kesadaran ada atau ‘being’ dari ilmu itu. Umpamanya yang ada

pada ilmu hukum yaitu norma (patokan). Ada pada ilmu ekonomi adalah

benda-benda kebutuhan manusia. Ontologi merupakan salah satu kajian

kefilsafatan yang membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Apa

itu yang dinamakan “ada”, dan apa itu keberadaan yang harusnya bisa

dipahami sebagai sesuatu yang ada.

Noeng Muhadjir dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan ontologi

membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.

Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran

semesta universal. Ontologi berusaha mencari inti yang termuat dalam setiap

4
kenyataan, atau dalam rumusan Lorean Bagus, menjelaskan yang ada yang

meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.

Amsal Bakhtiar dalam bukuny Filsafat Agama mengatakan, ontologi

berasal dari kata ontos = sesuatu yang terwujud. Ontologi adalah teori /ilmu

tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada

alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata-mata.

Dari beberapa pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu,

On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang

yang ada.

2. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang

ada, yang merupakan Ultimate reality baik yang berbentuk

jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.

Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada

tahun 1936 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat

metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi

metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah

lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah

cabang filsafat yang membicarakan prinsip yang paling dasar atau paling

dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih dibagi

lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.

Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan

tentang alam semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus

5
membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang

secara kusus membicarakan Tuhan.

Didalam pemahaman ontologi dapat ditemukan pandangan-pandangan

pokok pemikiran sebagai berikut:

1. Monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh

kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu

hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi

ataupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas

dan berdiri sendiri. Haruslah satunya merupakan sumber yang pokok dan

dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Istilah monoisme oleh

Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian

terbagi ke dalam dua aliran:

a. Materialisme

Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asli itu adalah

materi, bukan rohani. Menurutnya bahwa zat mati merupakan

kenyataan dan satu-satunya fakta. Kalau dikatakan bahwa materialisme

sering disebut naturalisme sebenarnya ada sedikit perbedaan diantara

dua paham itu. Namun begitu materialisme dapat dianggap suatu

penampakkan dari naturalisme. Naturalisme berpendapat bahwa alam

saja yang ada , yang lainnya diluar alam tidak ada.

b. Idealisme

6
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme yang

dinamakan pula dengan spiritualisme. Idealisme berarti serba cita,

sedang spiritualisme berarti serba ruh.

Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir

dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang

beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis

dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang.

Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.

2. Dualisme

Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik

materi maupun ruhani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa

hakikat itu ada, aliran ini disebut dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa

benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu

hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi

bukan muncul dari ruh, dan ruh bukan mncul dari benda. Sama-sama

hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri

sandiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan

kehidupan dalam alam ini. Contoh paling jelas tentang adanya kerja sama

kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.

3. Pluralisme

Paham ini berpendapat bahwa segenap macam bentuk merupakan

kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengetahui bahwa

segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary

of Philoshopy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan

7
bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau

dua entita. Tokok aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras

dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk

dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, api, air, dan udara.

4. Nihilisme

Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berarti Nothing atau tidak

ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validasi alternatif yang positif.

Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turguniev dalam novelnya

Father and Childern yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam

novel itu Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan

ketika ia menerima ide nihilisme.

Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman

Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang

memberikan tiga proporsi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun

yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga,

sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita

beritahukan kepada orang lain.

5. Agnositisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui

hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agno

sticisme berasal dari bahasa Grik Agnotos yang berarti unknown. A

artinya not, Gno artinya know.

Jadi agnositisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan

terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik materi

8
maupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat

bahwa manusia diragukan kemampuannya mengenai hakikat.

B. Manfaat Ontologi dalam Filsafat Hukum

Sebelum kita masuk pada cangkupan dan kajian aspek ontologi filsafat

hukum, maka kita perlu meletakan fungsi ontologi. Ajaran ontologi dalam

filsafat ilmu, tidak membatasi jangkauannya hanya pada suatu wujud tertentu.

Penelusuran ontologi mengkaji apa yang merupakan keseluruhan yang ada

secara objektif ditangkap oleh panca indra, yaitu pada taraf metafisika akan

mengkaji dan membicarakan problem watak yang sangat mendasar dari benda

atau realitas yang ada dibelakang pengalaman yang langsung secara

koperhensif, oleh karena itu, ontologi akan mencari dan mengkaji serta

membicarakan watak realitas tertinggi (hakekat) atau wujud (being). Noeng

Muhajir berpandangan bahwa objek telaah ontologi adalah yang ada tidak

terikat pada sesuatu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang yang ada

secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan

yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Dengan demikian dapat

dipahami bahwa titik tolak kajian ontologi dalam filsafat ilmu akan

mempersoalkan; apa objeknya, bagaimana hakekat dari keberadaan (wujud)

objek tersebut, serta bagaimana perhubungan objeknya terhadap jangkauan

penalaran (pikiran) dan deteksi panca indara manusia.

Aspek Ontologi Filsafat Hukum, berusaha untuk menemukan

objeknya, bagaiman kita dapat memahami wujud hukum yang sesungguhnya

(makna tertinggi), sementara kita hanya mempersoalkan bahwa hukum harus

“begini” dan hukum harus “begitu”, tanpa melihat apa sesungguhnya dari

9
objek hukum itu sendiri. Dengan kata lain, filsafat hukum adalah ilmu yang

mempelajari hukum secara filosofis. Demikian pula menurut Abdul Ghafur

Anshori bahwa objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji

secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut sebagai

hakikat. Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, maka permasalahan

dan pertanyaan yang dibahas oleh filsafat hukum itupun antara lain berkisar

pada apa yang telah diuraikan diatas, seperti hubungan hukum dengan

kekuasaan, hubungan hukum kodrat dan hukum positif, apa sebab orang

mentati hukum, apa tujuan hukum, sampai pada masalah-masalah filsafat

hukum yang ramai dibicarakan saat ini oleh sebahagian orang disebut sebagai

masalah filsafat hukum kontemporer meskipun itu belum tentu benar, oleh

karena masalah tersebut jauh sejak dulu telah diperbincangkan. Para filsuf

terdahulu menjadikan tujuan hukum sebagai objek dalam kajian filsafat

hukum. Objek pembahasan filsafat hukum bukan hanya tujuan hukum,

melainkan masalah hukum yang mendasar sifatnya yang muncul didalam

masyarakat yang memerluka suatu pemecahan, karena perkembangan filsafat

hukum saat ini bukan lagi filsafat hukum para fisuf zaman yunani dan romawi.

Pemikiran filsafat hukum selalu berupaya dinamis menembus permsalahan

yang bersinggungan hukum, dan secara terus menerus mencari jawaban

debalik apa yang telah tertuntaskan (ultimate). Pandangan fisafat hukum juga

tidak secara langsung mempersoalkan hukum positif sebagai objek yang inti.

Adalah Gustav Radbruch dengan tesis “Tiga Nilai Dasar Hukum”, yaitu

Keadilan, Kegunaan dan Kepastian Hukum Oleh karena filsafat hukum secara

ontologi bekerja diluar jangkauan yang mengikat. Ontologi filsafat hukum,

10
pada prinsipntnya tidak hanya melihat hukum sebagai objeknya melainkan

segala pola perilaku manusia, dasar dimana timbal balik hak dan kewajiban

(manusia) berperan, serta hubungan timbal balik antara manusia dengan alam

sekitarnya yang berkemungkinan bersentuhan (perlindungan) dengan

kewajiban negara, pemerintah dan masyarakat. Menurut hemat kami, bahwa

yang dimaksudkan dengan objek filsafat hukum yaitu, hak dan kewajiban,

keadilan, perlindungan / pencegahan.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Ontologi

a. Menurut bahasa, ontologi alah berasal dari bahasa Yunani yaitu,

On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang

yang ada.

b. Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat

yang ada, yang merupakan Ultimate reality baik yang berbentuk

jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.

Didalam pemahaman ontologi dapat ditemukan pandangan-

pandangan pokok pemikiran, yaitu : Monoisme, Dualisme, Pluralisme,

Nihilisme, dan Agnositisme.

2. Manfaat Ontologi dalam Filsafat Hukum

Aspek Ontologi Filsafat Hukum, berusaha untuk menemukan

objeknya, bagaiman kita dapat memahami wujud hukum yang

sesungguhnya (makna tertinggi), sementara kita hanya mempersoalkan

bahwa hukum harus “begini” dan hukum harus “begitu”, tanpa melihat apa

sesungguhnya dari objek hukum itu sendiri. Ontologi filsafat hukum, pada

prinsipntnya tidak hanya melihat hukum sebagai objeknya melainkan

segala pola perilaku manusia, dasar dimana timbal balik hak dan

kewajiban (manusia) berperan, serta hubungan timbal balik antara manusia

12
dengan alam sekitarnya yang berkemungkinan bersentuhan (perlindungan)

dengan kewajiban negara, pemerintah dan masyarakat.

B. Saran

Kita dianjurkan untuk mempelajari filsafat dengan berbagai macam

cabang ilmunya. Karena, dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis,

universal (menyeluruh) dan radikal, yang mengupas, menganalisa sesuatu

secara mendalam, ternyata sangat relevan dengan problematika hidup dan

kehidupan manusia serta mampu menjadi perekat antara berbagai macam

disiplin ilmu yang terpisah kaitannya satu sama lain. Dengan demikian,

menggunakan analisa filsafat, berbagai macam disiplin ilmu yang

berkembang sekarang ini, akan menemukan kembali relevansinya dengan

hidup dan kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi

meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada setiap pembaca,

kritik dan saran senantiasa saya harapkan sebagai bahan acuan evaluasi

agar dapat memperbaiki kedepannya

13
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Aburaera, Sukarno. Dkk. Filsafat Hukum: Teori dan Praktik. Cet. 5.

Prenadamedia Group, Depok, 2018.

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Cet. 15. Rajagrafindo Persada, Depok, 2017.

Erwin, Muhammad. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum dan

Hukum Indonesia (dalam Dimensi Ide dan Aplikasi). Cet. 6.

Rajagrafindo Persada, Depok, 2018.

Rasjidi Lili dan Rasjidi Ira Thania. Pengantar Filsafat Hukum. Cet. 1.

Mandar Maju, Bandung, 2018.

14

Anda mungkin juga menyukai