Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia memiliki sebuah dorongan, tujuan, dan kebutuhan yang
unik dan selalu menuntut untuk dipuaskan. Bumi ini terdiri dari orang-orang
seperti ini yang bergerak ke segala penjuru, melalui masa dan ruang di dalam
perjalanan mereka. Jika perjalanan ini dibayangkan sebagai sebuah kapsul yang
memuat satu orang yang melintasi kapsul-kapsul lain, maka setiap akan bersifat
otonomi, dan manusia tidak dapat diperhitungkan secara sosiologis, dan teori
sisitem umum akan berlaku.
Di satu segi, manusia adalah kapsul-kapsul tetapi kebutuhan-
kebutuhannya dipenuhi dengan menjadi tergantung (dependen) dan saling
tergantung (interdipenden) dengan kapsul lain. Bila semua orang dan kapsul-
kapsul mereka menginginkan hal-hal yang komplemen, yaitu apa yang
diinginkan oleh seseorang adalah apa yang diberikan oleh orang lain , dan apa
yang ingin dipertahankan oleh seseorang adalah apa yang tidak diinginkan oleh
orang lain, maka system-sistem dapat hadir dengan integritas total. Tetapi,
harmoni seperti ini tidak hadir di dalam realita. Konflik hadir di dalam ketidak-
adaan integritas total yang harmonis. Karenanya, konflik slalu ada, meskipun
mungkin ditekan. Manusia memang tidak berpikir, meyakini, dan
menginginkan hal yang sama.
Konflik adalah sebuah kemutlakan, pemimpin harus belajar secara efektif
memfasilitasi penyelesaian konflik diantara orang-orang agar tujuan dapat
tercapai.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka kami menulis makalah mengenai
Manajemen Konflik.

1 | M a n a j e m e n K o n fl i k
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian manajemen konflik?
2. Apa penyebab konflik?
3. Apa saja jenis-jenis konflik?
4. Bagaimana proses konflik terjadi?
5. Aspek-aspek apa saja yang ada dalam manajemen konflik?
6. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik?
7. Bagaimana strategi penyelesaian konflik?

1.3 Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi manajemen konflik.
2. Untuk mengetahui penyebab konflik.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis proses konflik.
4. Untuk mengetahui proses konflik.
5. Untuk mengetahui aspek-aspek dalam manajemen konflik.
6. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik.
7. Untuk mengetahui strategi penyelesaian konflik.

1.4 Manfaat
Dengan disusunnya makalah manajemen konflik ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bermanfaat bagi penulis khususnya.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Manajemen Konflik


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) manajemen adalah proses
penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), konflik berati
percekcokan, pertentangan, atau perselisihan. Konflik juga berarti adanya oposisi
atau pertentangan pendapat antara orang-orang atau kelompok-kelompok. Setiap

2 | M a n a j e m e n K o n fl i k
hubungan antar pribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat,
atau perbedaan kepentingan.
Menurut Mc.Namara (2007), konflik seringkali diperlukan untuk
membantu untuk memunculkan dan mengarahkan masalah, memacu kerja
menjadi isyu yang sangat diminati, membantu orang menjadi “lebih nyata”, dan
mendorongnya untuk berpartisipasi, dan juga membantu orang belajar bagaimana
mengakui dan memperoleh manfaat dari adanya perbedaan.
Menurut Robinson dan Clifford (1974), Manajemen konflik merupakan
tindakan kontruktif yang direncanakan, diorganisasikan, digerakkan, dan
dievaluasi secara teratur atas semua usaha demi mengakhiri konflik. Manajemen
konflik harus dilakukan sejak pertama kali konflik mulai tumbuh. Karena itu,
sangat dibutuhkan manajemen konflik. Antara lain melacak pelbagai faktor positif
pencegah konflik daripada melacak faktor negative yang mengancam konflik.
Sebagaimana dikatakan Parker (1974), konflik tidak dapat dimanajemen kecuali
ditunda dengan mengurangi tindakan ekstrim yang terjadi. Caranya antara lain
adalah mencegah konflik agar tidak menghasilkan sesuatu. Manajer konflik
segera menarik individu keluar dari keterlibatan mereka dalam suatu konflik dan
memasukkan mereka ke kelompok lain yang tengah menjalankan program-
program positif.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik
adalah cara yang digunakan individu untuk menghadapi pertentangan atau
perselisihan antara dirinya dengan orang lain yang terjadi di dalam kehidupan.

2.2 Istilah Menyelesaikan Konflik


Beberapa istilah menyelesaikan konflik (Fisher, 2000)
1. Pencegahan konflik bertujuan mencegah timbulnya kekerasan dalam konflik
2. Penyelesaian konflik bertujuan mengakhiri kekerasan melalui persetujuan
perdamaian
3. Pengelolaan konflik bertujuan membatasi atau menghindari kekerasan melalui
atau mendorong perubahan pihak-pihak yang terlibat agar berperilaku positif

3 | M a n a j e m e n K o n fl i k
4. Resolusi konflik bertujuan menangani sebab-sebab konflik dan berusaha
membangun hubungan baru yang relative dapat bertahan lama diantara
kelompok-kelompok yang bermusuhan
5. Transformasi konflik mengatasi sumber-sumber konflik social dan politik
yang lebih luas dengan mengalihkan kekuatan negative dari sumber perbedaan
ke kekuatan positif.

2.3 Penyebab Konflik


Menurut Mc. Namara (2007) ada beberapa tipe tindakan manajerial yang
menyebabkan konflik di tempat kerja yaitu :
1. Komunikasi yang terbatas.
2. Jumlah sumber daya yang tersedia jumlahnya tidak mencukupi.
3. “Karakter Pribadi”, termasuk konflik nilai atau tindakan antara manajer dengan
pekerja.
4. Masalah kepemimpinan, termasuk ketidakkonsistenan, kehilangan arah,
kepemimpinan yang memperoleh informasi cukup.

2.4 Jenis-jenis Konflik


1. Konflik Individual Terhadap Tujuan
Menurut Luthans (1983 : 371-374 ) konflik individual terhadap tujuan dapat
bersifat positif maupun negatif. Ada tiga jenis konflik terhadap tujuan yakni :
a. Approach-approach conflict, dimana individu dimotivasi untuk mendekati
dua atau lebih pendekatan positif tetapi punya kaitan erat dengan tujuan.
b. Approach –avoidance conflict, dimana individu dimotivasi mendekati
tujuan dan pada saat bersamaan dimotivasi untuk menghindarinya. Tujuan
tunggal berisi kedua karakteristik baik positif maupun negatif bagi
individu ybs.
c. Avoidance-avoidance conflict, dimana individu dimotivasi untuk
menghindari dua atau lebih tujuan negatif tetapi memiliki kaitan erat
dengan tujuan.
2. Konflik Antarpersonal

4 | M a n a j e m e n K o n fl i k
Situasi konflik terjadi apabila sekurang-kurangnya dua individu yang berada
pada sudut pandang bertentangan, dimana masing-masing tidak memiliki
toleransi terhadap perbedaan, serta mengabaikan kemungkinan adanya
wilayah titik temu, kemudian secara cepat meloncat pada kesimpulan. (Kelly
dalam Luthans, 1083 : 376). Ada tiga strategi untuk mengatasi konfilk
antarpersonal yakni :
a. Lose-lose(kalah-kalah);
b. Win-lose(menang-kalah);
c. Win-win(menang-menang). (Luthans, 1983 : 378 -379)

2.5 Proses Konfllik


1. Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi.
Misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi
tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi,
meskipun konflik yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak
pernah terjadi.
2. Konflik yang dirasakan ( felt konflik)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik
“affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak
merasakan konflik tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap
keberadaannya.
3. Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari
penyelesaian konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan
kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam
perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam suatu organisasi,
memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
5 | M a n a j e m e n K o n fl i k
4. Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan
semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution” .
5. Konflik “Aftermatch”
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama.
Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau
dikurangi penyebab dari konflik yang sama.

2.6 Aspek-Aspek dalam Manajemen Konflik


Gottman dan Korkoff (Mardianto, 2000) menyebutkan bahwa secara garis besar
ada dua manajemen konflik, yaitu :
1. Manajemen konflik destruktif yang meliputi conflict engagement (menyerang
dan lepas control), withdrawal (menarik diri) dari situasi tertentu yang
kadang-kadang sangat menakutkan hingga menjauhkan diri ketika
menghadapi konflik dengan cara menggunakan mekanisme pertahan diri, dan
compliance (menyerah dan tidak membela diri).
2. Manajemen konflik konstruktif yaitu positive problem solving yang terdiri
dari kompromi dan negosiasi. Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi
dimana pihak-pihak yang terlibat mengurangi tuntutannya agar tercaSpiritual
suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk
melaksanakan kompromi adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk
merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan sebaliknya sedangkan
negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati
dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana tindakan yang
akan dilakukan di masa mendatang. Menurut Prijaksono dan Sembel (2000),
negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu :
a. Senantiasa melibatkan orang, baik sebagai individual, perwakilan
organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam kelompok.
b. Memiliki ancaman di dalamnya mengandung konflik yang terjadi mulai
dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.
c. Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu, baik berupa tawar menawar
(bargain) maupun tukar menukar (barter).

6 | M a n a j e m e n K o n fl i k
d. Hampir selalu berbentuk tatap-muka yang menggunakan bahasa lisan,
gerak tubuh maupun ekspresi wajah.
e. Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang
belum terjadi dan kita inginkan terjadi.
f. Ujung dari negosiasi adalah adanya kesepakatan yang diambil oleh kedua
belah pihak, meskipun kesepakatan itu misalnya kedua belah pihak
sepakat untuk tidak sepakat.
Manajemen konflik disebut konstruktif bila dalam upaya menyelesaikan
konflik tersebut kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang
berkonflik masih terjaga dan masih berinteraksi secara harmonis. Setelah
memperhatikan klasifikasi manajemen konflik di atas, maka penelitian ini
akan menggunakan klasifikasi manajemen konflik dari Gottman dan
Korkoff (Mardianto, 2000) dengan pertimbangan bahwa klasifikasi dari
kedua ahli tersebut mewakili berbagai macam manajemen konflik yang
ada dan sesuai dengan permasalahan yang diteliti yaitu:
1) Positive Problem Solving terdiri dari kompromi dan negosiasi.
Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang
terlibat mengurangi tuntutannya agar tercaSpiritual suatu penyelesaian
terhadap perselisihan yang ada.
2) Conflict Engagement (menyerang dan lepas control). Manajemen
konflik ini lebih bersifat mengontrol dan tidak menyerang lawan dalam
proses penyelesaian konflik tetapi lebih-lebih dengan cara yang bersifat
perdamaian tanpa menyerang lawan yang berkonflik.
3) Withdrawal (menarik diri). Pada manajemen konflik ini penyelesaian
konflik, pihak yang berkonflik tidak menarik diri dari konflik yang
dialami dan tidak menggunakan mekanisme pertahan diri, tetapi lebih
berusaha menampilkan diri untuk terus mempertahankan diri guna
meyelesaikan konflik yang terjadi.

7 | M a n a j e m e n K o n fl i k
4) Compliance (menyerah). Manajemen konflik ini penyelesaian konflik
lebih bersifat tidak menyerah dan berusaha terus dalam penyelesai konflik
yang terjadi.

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manajemen Konflik


Pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara
kecenderungan di dalam diri individu (internal) dan kondisi eksternal. Cara
individu bertingkah laku dalam menghadapi konflik dengan orang lain akan
ditentukan oleh seberapa penting tujuan-tujuan pribadi dan hubungan dengan
pihak lain yang dirasakan sehingga ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam
penyelesaian masalah, yaitu :
a. Tujuan atau kepentingan pribadi yang dirasa sebagai hal yang sangat penting
sehingga harus dipertahankan atau tidak penting sehingga bisa dikorbankan.
b. Hubungan dengan pihak lain. Sama halnya dengan tujuan pribadi, hubungan
dengan pihak lain ketika konflik terjadi bisa menjadi sangat penting atau sama
sekali tidak penting.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara garis besar
maka faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen konflik adalah faktor
eksternal yang meliputi pendidikan dalam keluarga, lingkungan rumah dan
sekolah, dan solidaritas kelompok, sedangkan faktor internal meliputi
ketidakmampuan adaptasi yang menimbulkan tekanan sehingga mudah frustasi
konflik batin, tidak peka pada perasaan orang lain dan emosi yang labil.

2.8 Strategi Penyelesaian Konflik


1. Strategi Kalah-Kalah
Filley, House & Kerr (dalam Luthans, 1083 : 379) mengemukakan ada
beberapa bentuk pendekatan konflik dengan strategi kalah-kalah yaitu sebagai
berikut:
a. Melakukan pendekatan untuk mencari kesepakatan atau mengambil jalan
tengah untuk menyelesaikan perselisihan;
b. Membayar salah satu pihak yang berkonflik;
c. Menggunakan pihak ketiga sebagai penengah (arbitrator);
8 | M a n a j e m e n K o n fl i k
d. Merujuk pada aturan birokrasi atau aturan yang berlaku untuk
memecahkan konflik.
2. Strategi Menang –Kalah
Strategi ini banyak digunakan pada masyarakat Amerika. Strategi ini
dapat ditemukan di dalam hubungan antara yang menguasai dan dikuasai,
konfrontasi antara lini dan staf, hubungan antara serikat pekerja dengan
manajemen.
Strategi menang–kalah dapat menimbulkan dua konsekuensi sekaligus
baik yang bersifat fungsional maupun disfungsional bagi organisasi. Secara
fungsional, strategi ini dapat mendorong terciptanya kompetisi untuk menang
dan dapat memperkuat keeratan dan semangat korsa pada situasi konflik.
Sebaliknya, strategi ini dapat menciptakan disfungsi karena menutup peluang
penyelesaikan cara lain seperti kerjasama, kesepakatan bersama dan
sebagainya.
3. Strategi Menang –Menang
Strategi ini sangat cocok dilihat dari sisi kemanusiaan dan organisasi,
karena sumberdaya yang ada lebih difokuskan pada upaya memecahkan
masalah bersama, bukan untuk saling menjatuhkan.Dalam konteks budaya
bangsa Indonesia, musyawarah mufakat sebagai salah satu sila dalam
Pancasila merupakan strategi menang –menang, sedangkan pemungutan suara
merupakan strategi menang -kalah.
Strategi menang-menang digunakan oleh PT Telkom pada saat
memberhentikan sebagian besar tenaga administrasinya. Istilah lainnya
adalah: THE GOLDEN SHAKEHAND. Pada waktu pelaksanaan REGOM di
AS tahun 1992, juga digunakan strategi ini untuk mengatasi konflik karena
PHK pegawai pemerintah federal.

Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik


meliputi :
1. Pengkajian
a. Analisa situasi

9 | M a n a j e m e n K o n fl i k
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan.
Setelah fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih
mendalam. Kemudian siapa yang terlihat dan peran masing-masing.
Tentukan jika situasinya bisa berubah.
b. Analisa dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah
utama yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut.
Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
c. Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan
Hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai
respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3. Intervensi
a. Masuk pada konflik
Diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
b. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik
Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi
metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kasus

TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Ratusan karyawan Rumah Sakit


Marzoeki Mahdi (RSMM) Kota Bogor menggelar aksi demo menuntut tunjangan

10 | M a n a j e m e n K o n fl i k
kesejahteraan. Para karyawan menilai, selama ini pendapatan RSMM terus
meningkat tapi tidak dibarengi peningkatan kesejahteraan para keluarga.

Menurut Ketua Pokja Kesejahteraan RSMM Mahdi Boman Yusuf,


pendapatan rumah sakit 60 persennya untuk operasional dan 40 persen untuk
tunjangan kesejahteraan atau remunerasi para karyawan PNS. "Tetapi yang terjadi
40 persen untuk remunerasi ini masih di mereka alihkan untuk biaya belanja
pegawai non PNS dan itu salah," ujarnya di sela-sela aksi demo, Senin
(10/3/2014). Sehingga pendapatan katanya, apa diterima pagawai tidak sesuai
dengan Pendapatan Non Pajak (PNP) rumah sakit. Dalam aksi ini, pihaknya
menuntut agar penyesuaian remunerasi minimal sesuai standar tunjangan kinerja
(tukin). Artinya, bila rumusan remunerasi sesuai dengan tukin karyawan akan
lebih sejahtera. Dia menjelaskan, untuk honor non PNS sendiri bervariasi. Untuk
lulusan SLTA honornya Rp 400 ribu dan SLTA keperawatan honornya Rp 650
ribu. "Sedangkan non PNS setingkat S1 itu honornya Rp 1.100.000. Itu belum
termasuk uang makan dan transportasi perhari," katanya. Pihak direksi RSMM
berjanji akan merevisi kesalahannya. "Kita inginnya yang 40 persen itu hanya
untuk kesejahteraan saja," katanya.

Dalam aksinya, ratusan massa berkumpul ditengah lapangan sambil


menyuarakan tuntutannya sambil membawa keranda sebagai simbol matinya
keadilan. Aksi tersebut digelar dalam kondisi hujan. Namun, hal itu tidak
menyurutkan semangat para pendemo.

3.2 Proses Konflik

Proses konflik dapat dilihat dalam tujuh tahapan, yaitu antara lain: (1)
penyebab konflik; (2) fase laten (fase tidak ter-lihat); (3) fase pemicu; (4) fase
eska-lasi; (5) fase krisis; (6) fase resolusi konflik; dan (7) fase pascakonflik.
Melalui teori ini, akan dibahas proses konflik yang terjadi di Rumah Sakit
Marzoeki Mahdi.

11 | M a n a j e m e n K o n fl i k
1. Penyebab Konflik

Para pegawai menganggap bahwa selama enam tahun kami para


karyawan PNS dan karyawan kelas bawah tidak bisa menikmati
kesejahteraan. Mereka menilai pendapatan Rumah Sakit yang terus meningkat
namun tidak bisa dirasakan oleh karyawan lapisan bawah. Mereka mengetahui
bahwa selama ini pendapatan rumah sakit 60 persennya untuk operasional dan
40 persen untuk tunjangan kesejahteraan atau remunerasi para karyawan PNS,
tetapi yang terjadi 40 persen untuk remunerasi ini sebagian di alihkan untuk
biaya belanja pegawai non PNS dan itu salah, Sehingga yang diterima
pagawai tidak sesuai dengan Pendapatan Non Pajak (PNP) rumah sakit.

2. Konflik Laten

Fase laten disebut juga dengan fase yang tak terlihat, karena perbedaan
pendapat, akan tetapi pihak-pihak yang terlibat konflik diam saja dan belum
mengekspresikannya dan cenderung memendamnya.

Fase konflik laten yang terjadi di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi


adalah berdasarkan keterangan Ketua Pokja Kesejahteraan RS Marzoeki
Mahdi, Boman Yusuf menuturkan,fase ini ditandai dengan adanya
kekecewaan pada pihak direksi mengenai tunjangan kesejahteraan yang tidak
dibayarkan selama bertahun-tahun, dan mereka mereka merasa dimanfaat-
kan. Namun dalam kesehariannya, mereka masih menjadi karyawan di rumah
sakit Marzoeki Mahdi yang cenderung memendam rasa dendam tersebut dan
belum berani untuk mengekspresi-kannya.

3. Fase Pemicu

Fase ini salah satu pihak atau kedua belah pihak telah
mengekspresikan pertentangan memicu menjadi konflik secara terbuka.

12 | M a n a j e m e n K o n fl i k
Pada kasus ini, Para karyawan yang mulai merasakan ketidak adilan
dalam pemerataan kesejahteraan. Para karyawan saling beradu pendapat
mengenai konflik ini karena mereka menganggap mereka memiliki kesamaan
masalah. Mereka semua membicarakan aspirasinya dalam forum-forum
internal, dan mereka bahkan pernah membicarakannya kepada direksi tapi
direksi belum juga menepati janjinya.

4. Faktor Eskalasi

Fase ini menggambarkan tidak terselesaikan maka konflik semakin


lama semakin besar. Perbedaan pendapat semakin meruncing sehingga
masing-masing pihak yang terlibat konflik akan mengalami frustasi karena
karena tidak dapat mencapai tujuan akibat terhalang oleh konflliknya.

Pada kasus ini para karyawan termasuk perawat merasa bahwa


aspirasinya tidak di dengar oleh pihak direksi. Para karyawan yg merasa
dirugikan karena tidak mendapat tunjangan kesejahteraan mulai membuat
sebuah forum-forum untuk menyuarakan aspirasinya sampai direksi
memberikan tunjangan kesejahteraan. Mereka mengaggap bahwa mereka
telah bekerja keras dan berdedikasi tinggi terhadap rumah sakit tapi rumah
sakit tidak melakukan timbal balik yang sesui yang diinginkan oleh karyawan.
Mereka menginginkan 40 persen pendapat dari rumah sakit di gunakan untuk
kesejahteraan karyawan PNS.

Konflik semakin lama semakin membesar, perbedaan pendapat se-


makin menajam. Salah satu karyawan menjelaskan, adanya konflik tersebut
hingga menyebabkan orang-orang yang terlibat konflik saling menghindar
satu sama lain.mereka saling memutuskan komunikasi dengan pihak-pihak
yang berada di kubu direksi. Padahal sebelum adanya konflik ini, interaksi
antarkedua belah pihak terjalin dengan baik. Namun setelah adanya konflik

13 | M a n a j e m e n K o n fl i k
dan konflik tersebut terus membesar, kedua belah pihak tidak saling bertegur
sapa.

5. Fase Krisis

Fase eskalsi tidak menghasilkan solusi, konflik meningkat menjadi


fase kritis, ciri-ciri fase krisis antara lain sebagai berikut: konflik membesar,
perilaku yang terlibat konflik tidak terkontrol, norma dan peraturan sudah
tidak berlaku, menyelamatkan harga diri masing-masing pihak yang konflik ,
salah satu pihak melakukan agresi.

Pada kasus ini, tanggal 10 maret 2014 ratusan karyawan \ Rumah


Sakit Marzoeki Mahdi (RSMM) Kota Bogor menggelar aksi demo menuntut
tunjangan kesejahteraan. Para karyawan menilai, selama ini pendapatan
RSMM terus meningkat tapi tidak dibarengi peningkatan kesejahteraan para
keluarga.

Dalam aksi ini, pihaknya menuntut agar penyesuaian remunerasi


minimal sesuai standar tunjangan kinerja (tukin). Artinya, bila rumusan
remunerasi sesuai dengan tukin karyawan akan lebih sejahtera.

Salah satu karyawan menjelaskan, untuk honor non PNS sendiri


bervariasi. Untuk lulusan SLTA honornya Rp 400 ribu dan SLTA
keperawatanhonornya Rp 650 ribu, sedangkan non PNS setingkat S1 itu
honornya Rp 1.100.000 ( itu belum termasuk uang makan dan transportasi)

Mereka menginginkan yang 40 persen pendapatn dari rumah sakit itu


untuk kesejahteraan.

Dalam aksinya, ratusan massa berkumpul ditengah lapangan sambil


menyuarakan tuntutannya sambil membawa keranda sebagai simbol matinya

14 | M a n a j e m e n K o n fl i k
keadilan. Aksi tersebut digelar dalam kondisi hujan. Namun, hal itu tidak
menyurutkan semangat para pendemo.

6. Fase Resolusi

Diantara kedua belah pihak yang terlibat konflik tidak ada yg menang
dan tidak ada yang kalah, maka keduanya akan kehabisan energi, untuk
sementara berhenti sementara dan kemungkinan akan terjadi kembali di
kemudian hari.

Setelah melakukan unjutk rasa, Setelah didemo olah karyawannya,


pihak Rumah Sakit Dr Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor, akhirnya melunak
dan mau menaikan uang jasa pelayanan karyawan yang selam enam tahun
belum pernah mengalami kenaikan.

7. Fase Pasca Konflik (Aftermath)

Pihak RSMM sepakat untuk menaikan uang jasa pelayanan


karyawannya tetapi tidak bisa seratus persen atau naik seratus atau dua ratus
ribu. Kenaikan uang jasa pelayanan akan dihitung mulai Maret 2014 jadi
petugas RSMM akan menerimanya pada April 2014. Kenaikan jasa pelayanan
akan di sesuaikan dengan grade dan standar tunjangan kinerja.
Dalam konflik ini pihak RSMM dan pendemo (karyawan RSMM)
melakukan kompromi/negosiasi tentang tunjangan kesejahteraan/ remunerasi
ini. Pihak manajemen RS menolak keinginan karyawan untuk menuangkan
perjanjian ini secara tertuis dan menggunakan materai, pihak Direksi meminta
agar karyawannya percaya kepada mereka bahwa mereka akan segera
menyelesaikannya. Pihak karyawan dan perawat pun ikut dalam mengawal
perjanjian direksi itu.

3.3 Penyelesaian Konflik

15 | M a n a j e m e n K o n fl i k
1. Pengkajian

a. Analisa Situasi
Jenis konflik yang terjadi adalah konflik interpersonal (dalam
organisasi) karena dalam kasus ini RS Marzoeki Mahdi lah yang menjadi
organisasinya dan para karyawannya yang melakukan aksi demo menuntut
tunjangan kesejahteraan atau remunerasi.
Ratusan karyawan PNS RSMM menggelar demo di depan kantor Direksi
SDM.
b. Analisa dan Memastikan Isu yang Berkembang

Pihak Direksi melakukan kesalahan dalam system pengalokasian


pendapatan rumah sakit. Seharusnya pendapatan rumah sakit 60 persennya
untuk operasional dan 40 persen untuk tunjangan kesejahteraan atau
remunerasi para karyawan PNS, tetapi yang terjadi 40 persen untuk
remunerasi ini masih di alihkan oleh mereka untuk biaya belanja pegawai non
PNS dan seharusnya itu tidak dibolehkan karena para karyawan dilevel bawah
RSMM akan dirugikan secara financial karena mereka tidak menikmati jasa
pelayanan dari pendapatan rumah sakit tersebut.

c. Menyusun Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam masalah ini adalah RS Marzoeki


Mahdi (RSMM) Kota Bogor dapat menangani masalah dengan baik dan adil
sehingga dapat memberikan tunjangan kesejahteraan atau remunerasi kepada
para karyawan PNS sesuai dengan semestinya yaitu sesuai dengan kinerja
para karyawan RS, agar para karyawan PNS di RS Marzoeki Mahdi dapat
merasakan hak dari kinerja yang telah dilakukannya di RS tersebut.

2. Identifikasi

16 | M a n a j e m e n K o n fl i k
Dalam menjalankan aksinya ratusan karyawan RSMM ini membawa
keranda sebagi symbol matinya keadilan dan sejumlah spanduk yang
berisikan aspirasi mereka. Demo yang dilakukan karyawan RSMM ini juga
sangat terorganisir dengan menggunakan pita merah.
3. Intervensi
Pihak RSMM sepakat untuk menaikan uang jasa pelayanan
karyawannya tetapi tidak bisa seratus persen atau naik seratus atau dua ratus
ribu. Kenaikan uang jasa pelayanan akan dihitung mulai Maret 2014 jadi
petugas RSMM akan menerimanya pada April 2014. Kenaikan jasa pelayanan
akan di sesuaikan dengan grade dan standar tunjangan kinerja.
Dalam konflik ini pihak RSMM dan pendemo (karyawan RSMM)
melakukan kompromi/negosiasi tentang tunjangan kesejahteraan/ remunerasi
ini. Pihak manajemen RS menolak keinginan karyawan untuk menuangkan
perjanjian ini secara tertuis dan menggunakan materai, pihak Direksi meminta
agar karyawannya percaya kepada mereka bahwa mereka akan segera
menyelesaikannya. Pihak karyawan dan perawat pun ikut dalam mengawal
perjanjian direksi itu.

17 | M a n a j e m e n K o n fl i k
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Manajemen konflik adalah cara yang digunakan individu untuk
menghadapi pertentangan atau perselisihan antara dirinya dengan orang lain
yang terjadi di dalam kehidupan.
Setelah dipaparkan materi mengenai manajemen konflik, kami
mencoba menganalisis salah satu kasus terjadinya konflik pada sebuah Rumah
Sakit, yakni demonstrasi yang dilakukan oleh karyawan Rumah Sakit
Marzoeki Mahdi terhadap instansinya berkenaan dengan penuntutan
tunjangan kesejahteraan.
Dengan menerapkan langkah-langkah penyelesaian konflik menurut
Vestal (1994), didapat kesimpulan yaitu:
Jenis konflik yang terjadi adalah konflik interpersonal (dalam
organisasi) karena dalam kasus ini RS Marzoeki Mahdi lah yang menjadi
organisasinya dan para karyawannya yang melakukan aksi demo menuntut
tunjangan kesejahteraan atau remunerasi.
Kemudian dalam kiat menyelesaikan konflik interpersonalnya
didapatkan kesepakatan yakni, pihak RSMM sepakat untuk menaikan uang
jasa pelayanan karyawannya tetapi tidak bisa seratus persen atau naik seratus
atau dua ratus ribu. Kenaikan uang jasa pelayanan akan dihitung mulai Maret
2014 jadi petugas RSMM akan menerimanya pada April 2014. Kenaikan jasa
pelayanan akan di sesuaikan dengan grade dan standar tunjangan kinerja.

4.2 Saran

18 | M a n a j e m e n K o n fl i k
Dengan mempelajari mengenai manajemen konflik, dan telah
menganalisis salah satu konflik yang terjadi dalam tatanan kesehatan yakni
Rumah Sakit, diharapkan pada masa yang akan datang saat mahasiswa
menjadi tenaga kesehatan di Rumah Sakit dan terjadi sebuah konflik, kita
setidaknya dapat menerapkan nilai-nilai positif dalam proses penyelesaian
konflik tersebut.

19 | M a n a j e m e n K o n fl i k
DAFTAR PUSTAKA

Liliweri Alo, 2005. prasangka dan konflik. Yogyakarta: LKis Yogyakarta


Thontowi, Ahmad. Jurnal Manajemen Konflik. Tersedia di:
http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/manajemenkonflik.pdf
Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik Teori, Aplikasi, dan Penelitian.
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2014/03/10/karyawan-rs-marzoeki-mahdi-
bogor-demo-tuntut-kesejahteraan
http://www.potretbogornews.com/2014/03/karyawan-pns-rumah-sakit-marzoeki-
mahdi.html
http://metro.sindonews.com/read/842796/31/rsmm-melunak-akan-menaikan-uang-
jasa-pelayanan

20 | M a n a j e m e n K o n fl i k

Anda mungkin juga menyukai