Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN AWAL PRAKTIKUM KIMIA

ALKALIMETRI

OLEH :
IBADI NASUKHA
NIM. 191420349
KELOMPOK 3
31-Oktober-2019
APPRENTICE PROGRAM PEPC

POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS


CEPU
OKTOBER 2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Pendahuluan ................................................................................................................ 1
1.2 Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB 2 TEORI ......................................................................................................................... 3
4.1 DASAR TEORI........................................................................................................... 3
BAB 3 HASIL PENGAMATAN .......................................................................................... 12
3.1 CARA KERJA .......................................................................................................... 12
3.1.1 Peralatan ............................................................................................................. 12
3.1.2 Bahan ................................................................................................................. 12
3.1.3 Langkah Kerja .................................................................................................... 13
BAB 4 KESIMPULAN ......................................................................................................... 15
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 15
4.2 Saran .......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 16
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Reaksi asam-basa sering digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan asam

atau larutan basa. Penentuan itu dapat dilakukan dengan cara meneteskan larutan basa

yang sudah diketahui konsentrasinya atau sebaliknya. Dan dalam pembahasan

praktikum ini akan banyak membahas mengenai alkalimetri. Alkalimetri yaitu

penentuan kadar asam dari suatu contoh dengan menggunakan larutan baku standar

serta indikator pH yang sesuai. Larutan baku standar ialah larutan yang

konsentrasinya telah diketahui dengan teliti dimana larutan ini setiap liternya

mengandung sejumlah gram equivalen tertentu. Larutan baku standar biasa digunakan

sebagai titran, sedangkan larutan asam yang akan ditentukan kadarnya digunakan

sebagi titrat. Pada praktikum ini larutan basa yang bisa digunakan adalah KOH.

KOH bukan merupakan bahan baku primer karena bersifat higroskopis dan

mudah menyerap CO2 dari udara. Oleh karena itu KOH harus disatandarisasi terlebih

dahulu menggunakan larutan baku primer didapat dari penimbangan langsung bahan

murni, misalnya asam oksalat (COOH)2.2H2O.

Dalam praktikum kali ini kita akan menetukan kadar asam oksalat. Dalam

penentuan kadar asam oksalat digunakan larutan baku standar KOH dari indikator

phenolphtalien. Indikator dalam titrasi adalah indikator pH karena indikator ini

berubah warnanya sesuai dengan perubahan pH. Suatu indikator pH memiliki

perubahan warna yang khas pada daerah pH tertentu. Dalam titrasi standarisasi KOH

dan penentuan kadar asam oksalat dipakai indikator pH sehingga jelas harus diketahui

pH untuk setiap perubahan reaksi.

1
1.2 Tujuan

Tujuannya adalah

1. Mahasiswa dapat membuat larutan NaOH 0,1 N.

2. Mahasiswa dapat menstandarisasi larutan NaOH 0,1 N.

3. Mahasiswa dapat menganalisa kadar asam asetat

2
BAB 2

TEORI

2.1 DASAR TEORI

Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri

adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini

melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam

lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang

terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan

suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida

untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut (Anonim1, 2010).

Titrasi asam-basa sering disebut asidimetri-alkalimetri. Kata metri berasal dari

bahasa Yunani yang berarti ilmu, proses atau seni mengukur. Jadi asidimetri dapat

diartikan penentuan kadar suatu asam dalam larutan dan alkalimetri dapat diartikan

penentuan kadar suatu basa dalam suatu larutan. Asidimetri-alkalimetri menyangkut

titrasi asam dan atau basa diantaranya :

1. Asam kuat-basa kuat

2. Asam kuat-basa lemah

3. Asam lemah-basa kuat

4. Asam kuat-garam dari asam lemah

5. Basa kuat-garam dari basa lemah

3
Mengingat kembali bahwa perhitungan kualitas zat dalam titrasi didasarkan pada

jumlah perekasi yang tepat saling menghabiskan dengan zat tersebut, sehingga

berlaku :

Jumlah ekivalen analat = jumlah ekivalen pereaksi atau ( V x N) analat = ( V x

N) perekasi (Anonim2, 2010).

Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang

diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh

tertentu yang akan dianalisis. Contoh yang akan dianalisis dirujuk sebagai yang tak

diketahui. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang

konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetric (Keenan, 1980).

Analisa volumetrik (titrimetri) merupakan bagian dari kimia analisa kuantitatif,

dimana penentuan zat dilakukan dengan cara pengukuran volume larutan atau berat

zat yang diketahui konsentrasinya yang bereaksi secara kuantitatif dengan larutan

yang ditentukan.

Suatu metode titrimetri untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi kimia seperti :

aA + tT produk

Dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagen T. reagen T yang

disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit (secara inkremental), biasanya dari

dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. (Khopkar, 1984)

Alkalimetri adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku basa

untuk menentukan jumlah asam yang ada (Daintith, 1997).

4
Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang

ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi

sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan

untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa

ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati,

karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi

dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi

dapat diketahui. Titik akhir titrasi merupakan keadaan di mana penambahan satu tetes

zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kedua cara di atas

termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis

volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetati, dilihat dari segi

kata,

“titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh

titrasi.

Rekasi-reaksi kimia yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik

asam-basa adalah sebagai berikut :

Jika HA merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka

reksinya adalah : HA + OH- →A- + H2O

Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka

reaksinya adalah : BOH + H+ → B+ + H2O

Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa

adalah reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH- → H2O dan terdiri dari beberapa

kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan

5
basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah. Khusus

reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis

kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali

sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran

biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl. (Underwood,

1986)

Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua

macam cara, yaitu :

1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek)

asam yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa. Diketahui : grek

(garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N), Maka pada titik ekivalen : V

asam x N asam = V basa x N basa; atau V1 x N1 = V2 x N 2

Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan

molaritas, berarti larutan 1 M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa

berasam dua 1 M = 1 N.

2. Berdasarkan koefisein reaksi atau penyetaraan jumlah mol Misalnya untuk

reaksi : 2 NaOH + (COOH)2→(COONa) + H2O(COOH)2 = 2

NaOH Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan

M2 adalah molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :

V1 M1 x 1 = V2 M 2 x 2V2 M 2

Oleh sebab itu : V NaOH x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2x

6
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu

volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan

larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung

ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi.

Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:

1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan

(sebaiknya pada suhu 110-1200C).

2. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan

dapat diabaikan.

3. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.

4. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau

uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor,

umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).

5. Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap.

Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat

dengan eksperimen.

6. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi

ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi

oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar

komposisinya tak berubah selama penyimpanan.

7
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu

digunakan pengamatan dengan indicator, bila pH pada titik ekivalen antara 4-

10.Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah

jika penitrasian tetapan disosiasi asam lemah besar dari 104. Pada reaksi asam

basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul yang lain. Dalam aside-

alkalimetri, 1 ekivalen asam atau basa ialah sebanyak senyawa ini yang dapat

melepaskan 1 mol ion H+. Proses untuk menentukan banyaknya ekivalen asam

dibutuhkan untuk menetralkan sevolume larutan basa atau sebaliknya disebut titrasi,

sehingga :

Jumlah ekivalen asam = jumlah ekivalen basa.

Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi.

Titik (saat) dimana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik

akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan,

yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya

ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh

penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator.

Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya

mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Keenan, 2002).

Fenophtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak

terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenophtalein

akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya (Day,

1981).

8
Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di dalam suatu

larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna

kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan

mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah

dari ion-ionnya (Day, 1981).

Suatu indikator dapat berubah warnanya pada daerah pH tertentu, misalnya:

 Metil jingga : merah pH 3,1 – pH 4,4 kuning

 Brom timol biru : kuning pH 6,0 – pH 7,6 biru

 Fenolftalein : bening pH 6,0 – pH 9,6 merah

Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa diperlukan suatu

larutan baku. Larutan baku yang dibuat dengan menimbang zatnya lalu melarutkan

sampai volume tertentu, secara langsung konsentrasinya diketahui. Larutan semacam

ini disebut larutan baku primer, contohnya larutan asam oksalat. Larutan baku yang

konsentrasinya ditentukan melalu titrasi dengan larutan baku primer dinamakan

larutan baku sekunder. Contohnya NaOH yang konsentrasinya didapatkan dengan

mentitrasinya dengan larutan baku primer.(Team teaching, 2005)

Titran ditambahkan melalui buret. Dalam volumetrik, penentuan zat dilakukan

dengan cara titrasi yaitu suatu proses dimana larutan baku atau titran (dalam bentuk

larutan yang diketahui konsentrasinya) ditambahkan sedikit demi sedikit sampai

bereaksi sempurna dengan larutan yang akan ditentukan konsentrasinya dan mencapai

jumlah ekivalen secara kimia. Pada kondisi tersebut mol ekivalen larutan yang

dititrasi dan titik akhir titrasi ini dinamakan titik ekivalen atau titik akhir teoritis. Titik

Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat

9
yang dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu

dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir

titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa.Untuk mengetahui

kesempurnaan berlansungnya reaksi maka digunakan suatu zat yang disebut indicator.

Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah

dicapai. Umumnya indikator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang

spesifik pada berbagai perubahan pH. Indicator tersebut akan menyebabkan

perubahan warna larutan.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetric

adalah sebagai berikut :

1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi

yang kuantitatif / stokiometrik.

3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai, baik secara

kimia maupun secara fisika.

4. Harus ada indicator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau

2. fisika.

Indikator potensiometrik dapat pula digunakan. Analisis volumetri Megukur

volume larutan adalah jauh lebih cepat dibandingkan dengan menimbang berat suatu

zat dengan suatu metode gravimetri. Akurasinya sama dengan metode gravimetri,

analisa volumetric juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat yang akan dianalisis

dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dalam

buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit)

10
kemudian dihitung,maka syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat,

reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping, selain itu jika reagen

penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus dapat diketahui dengan suhu indicator.

NaOH (natrium hidroksida) Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai

soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium

Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air.Natrium

hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan kedalam air.Ia

digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa

dalam proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen.

Natrium hidroksida adalah basa yang paling umumdigunakan dalam laboratorium

kimia.Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk

pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat lembap cair dan secara

spontan menyerap karbondioksida dari udara bebas.Ia sangat larut dalam air dan akan

melepaskan panas ketika dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun

kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak

larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan

meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.

H2C2O4 (Asam oksalat) Asam oksalat adalah asam dikarboksilat yang hanya

terdiri dari dua atom C pada masing-masing molekul, sehingga dua gugus karboksilat

berada berdampingan. Karena letak gugus karboksilat yang berdekatan, asam oksalat

mempunyai konstanta dissosiasi yang lebih besardaripada asam-asam organik lain.

Besarnya konstanta disosiasi (K1) = 6,24.10-2 dan K2 = 6,1.10-5). Dengan keadaan

yang demikian dapat dikatakan asam oksalat lebih kuat dari pada senyawa

homolognya dengan rantai atom karbon lebih panjang. Namun demikian dalam

medium asam kuat (pH <2) proporsi asam oksalat yang terionisasi menurun.

11
BAB 3

HASIL PENGAMATAN

3.1 CARA KERJA

3.1.1 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:

 Pipet ukur, kapasitas 2 mL

 Pipet volumetrik, kapasitas 10 mL

 Labu takar, kapasitas 100 mL

 Labu takar, kapasitas 200 atau 250 mL

 Gelas beaker

 Buret, kapasitas 50 mL

 Erlenmeyer, kapasitas 100 mL

 Timbangan analitik

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu:

 Natrium Hidroksida (NaOH) kristal

 Potasium Hidrogen Ptalat (C8H5KO4)

 Larutan indikator Phenol Phthalein (PP)

 Larutan Asam asetat pekat

 potassium hidrogen ptalat

12
3.1.3 Langkah Kerja

A. Membuat Larutan NaOH 0,1 N

1. Ke dalam gelas beaker timbang NaOH kristal, kurang lebih sesuai dengan

hasil perhitungan.

2. Larutkan dengan sedikit akuades, kemudian masukkan ke dalam labu takar

kapasitas 200 atau 250 mL. Bilasi gelas beaker dengan sedikit akuades dan

bilasannya juga dimasukkan ke labu takar. Ulangi langkah pembilasan ini 2

kali lagi. Kemudian tambahkan akuades ke dalam labu takar sampai tanda

batas. Tutup dan kocok biar campur.

3. Sebelum digunakan larutan NaOH ini harus di standarisasi terlebih dahulu

dengan Potasium Hidrogen Ptalat.

B. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N.

1. Ke dalam gelas beaker timbang potasium hidrogen ptalat (yang sudah

dikeringkan dalam oven bertemperatur 110 – 120 oC selama 2 – 3 jam dan

kemudian didinginkan dalam desikator) kurang lebih 2,04 - 2,05 gram. Catat

berat penimbangan.

2. Larutkan dengan sedikit akuades, kemudian masukkan ke dalam labu takar

100 mL, bilaslah gelas beaker dengan sedikit akuades dan bilasannya juga

dimasukkan ke dalam labu takar. Lakukan pembilasan ini sedikitnya 2 kali.

Kemudian tambahkan akuades ke dalam labu takar sampai tanda batas. Tutup

dan kocok biar campur.

3. Ambil 10 mL larutan ini dengan pipet volumetrik, masukkan ke dalam

erlenmeyer dan tambahkan 3 – 4 tetes indikator PP.

13
4. Titrasi larutan tersebut dengan larutan NaOH yang hendak distandarisasi dari

buret sampai tepat terbentuk warna pink (merah jambu).

5. Catat volume NaOH yang digunakan, dan ulangi pekerjaan titrasi ini 2 kali

lagi. Rata – ratakan volume NaOH yang digunakan, misal V mL.

2. 6. Hitung normalitas NaOH dengan ketelitian sampai 4 angka di belakang

koma.

C. Analisa Kadar Asam Asetat

1. Masukkan sekitar 50 mL akuades ke dalam labu takar 100 mL, bawa ke dalam

almari asam. Pipet 1 mL asam asetat pekat dengan pipet volumetrik 1 mL,

masukkan ke dalam labu takar tersebut, kemudian tambahkan akuades sampai

tanda batas. Tutup dan kocok biar campur.

2. Pipet 10 mL larutan tersebut dengan pipet volumetrik, masukkan ke dalam

erlenmeyer 100 mL dan tambahkan 3 – 4 tetes indikator PP.

3. Titrasi dengan larutan NaOH yang sudah distandarisasi sampai tepat terbentuk

warna pink. Catat pemakaian larutan NaOH yang digunakan.

4. Ulangi langkah 2 s/d 3 di atas sebanyak 2 kali lagi, kemudian rata – ratakan

larutan NaOH yang digunakan.

5. Hitung kadar asam asetat pekat tersebut.

14
BAB 4

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

 Keenan, Charles W., 1980, Ilmu Kimia untuk Universitas, Edisi VI, 422,.

Erlangga, Jakarta

 Khopkar.1984. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

 Daintith, J.,1997, Kamus Lengkap Kimia, 7, 17, Erlangga, Jakarta

 Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

 R A Day dan underwood, A L, kimia Analsia kuantitatif, Erlangga,

Jakarta,1986.

 Teaching,Team . 2005. Modul Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik.

Gorontalo: UNG.

 Bassett, J., Denney, R.C., Jeffrey, G.H., dan Mendham, J. 1994. Buku Ajar

Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa A. Hadnyana P. Dan

L. Setiono. Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including

Elementary Instrumental Analysis, Fourth Edition. 1991. Jakarta: EGC.

16
1
2
3

Anda mungkin juga menyukai