Anda di halaman 1dari 87

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

“ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA ANAK”

Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Warnengsih (2720160032)
2. Zulia Desnita (27201600
3. Ulpah (2720160093)
4. Suci Rahmadayati (2720160093)

FIKES VII B
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM.AS-SYAFI’IYAH
2019
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang
telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengenalan Internet Secara Efektif Kepada
Masyarakat Desa” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian
makalah ini. Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya
selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam
tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan
terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak
responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari
biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1
menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.

Anak merupakan makhluk yang unik, karena anak memilki karakteristik tersendiri sesuai tahapan
usia anak. Kejang demam pada anak diklasifikasikan berdasarkan usia anak. Kejang demam yang
biasa dialami anak ialah usia 6 bulan sampai 4 tahun. Jika kejang dialami oleh anak usia lebih dari 6
tahun lebih dikategorika. Di Indonesia khususnya didaerah tegal, jawa tengah tercatat 6 balita
meninggal akibat serangan demam kejang, dari 62 kasus penderita demam kejang (Kuncoro, 2009)

Selain itu penyakit demam kejang menjadi penyakit peringkat pertama yang ditangani dokter di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi selama Agustus-Desember 2010. Berdasarkan data Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi pasien yang dirawat inap sebanyak 155 pada bulan Agustus. Kemudian pada
bulan Desember berjumlah 177 pasien. ( Indragunawan, 2009 )

Sedangkan berdasarkan data survei awal peneliti pada tanggal 24 Februari 2010 di Rumah Sakit
terdapat kasus balita dengan demam kejang berjumlah 52 orang balita yang mengalami demam
kejang selama periode 2007 - 2010. Secara sederhana, demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas
normal, meskipun tidak semua kenaikan suhu tubuh termasuk demam. Dan kenaikan suhu tubuh
merupakan bagian dari reaksi biologis kompleks, yang diatur dan dikontrol oleh susunan syaraf
pusat. Demam merupakan gambaran karakteristik dari kenaikan suhu oleh karena berbagai penyakit
infeksi dan noninfeksi, sehingga perlu dibedakan dari kenaikan suhu oleh karena stres demam dan
penyakit demam. Sebagai manifestasi klinis, maka demam terjadi pada sebagian besar penyakit
infeksi yang ringan dan serius. (Maulana,2009).

Tetapi tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejadian kejang terjadi
pada suhu 38 0 C sedangkan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40
0C atau lebih. (Maulana, 2009)
Demam kejang sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal atau ganguan kepandaian.
Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari juga sangat kecil, sekitar 2% hingga 3%. Risiko
terbanyak adalah berulang demam kejang, yang dapat terjadi pada 30 sampai 50% anak. Risiko-
risiko tersebut lebih besar pada demam kejang kompleks. (Sabrina, 2008).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti merumuskan pertanyaan masalah pada penelitian
ini adalah bagaimana “ Karakteristik Balita Dengan Kejang di Rumah Sakit Periode 2007–2010”.

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien dengan gangguan sistem saraf
yaitu kejang demam

2. Tujuan khususa.

Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus
menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam kehidupan. Secara keilmuan
perawatan kritis fokus pada penyakit yang kritis atau pasien yang tidak stabil. Untuk pasien yang
kritis, pernyataan penting yang harus dipahami perawat ialah “waktu adalah vital”. Sedangkan
Istilah kritis memiliki arti yang luas penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap
suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan keluar.

American Association of Critical-Care Nurses (AACN) mendefinisikan Keperawatan kritis adalah


keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang dihadapkan secara rinci dengan manusia (pasien) dan
bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa. Perawat kritis adalah perawat profesional
yang resmi yang bertanggung jawab untuk memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga
pasien mendapatkan kepedulian optimal (AACN, 2006)

2 KONSEP PICU

DEFINISI :

Pediatric Intensif Care Unit adalah suatu unit perawatan yang merawat penderita anak ( umur 29 hari
s.d 14 tahun ),dalam keadaan gawat atau sakit berat yang Sewaktu-waktu dapat meninggal dan
masih mempunyai harapan untuk sembuh apabila dirawat secara intensif.
TUJUAN :

Untuk memberikan pelayanan / perawatan yang optimum untuk bayi dan anak dimana keadaan
sewaktu-waktu dapat meninggal ( Critically ill ).

SDM :

1. Dokter : Dokter Konsulen Spesialis Anak, Dokter PPDS yang sedang mengambil Spesialis
Anak,

2. Perawat yang mempunyai keterampilan khusus / telah pelatihan Intensive Care Unit

FASILITAS DAN PERALATAN DI RUANG PICU :

A. FASILITAS TEMPAT TIDUR DAN RUANGAN :

1. Kapasitas TT idealnya 1 – 2 % dari kapasitas TT anak di RS

2. Ideal ruangan Pediatric Intensif Care dekat dengan R.Resusitasi ( EMG Anak ), kamar operasi
dan Recovery Room.

3. Suhu kamar diatur oleh AC kira-kira 22 0C

4. Ruangan harus area “ Clean Zone “ à mencegah infeksi nosokomial

5. Dilengkapi dengan fasilitas khusus, spt: Lab sendiri

6. Setiap TT dilengkapi dengan out let O2, Vacum Compressed air dan soket-soket listrik untuk
monitoring dan Radiologi

7. Personil yang bertugas dan pengunjung pasien harus memakai sandal khusus dan baju khusus

8. Sebaiknya TT dipisahkan oleh dinding kaca untuk pasien isolasi

B.PERALATAN KHUSUS :

1. Ventilator (Servo 900, Servo 300, Servo I, Baby Log / Baby bear )
2. Monitoring : EKG, Nadi, RR,TD,Suhu badan,Sat O2

3. Defibrilator

4. O2 Analyzer

5. Infus pump, Syringe pump

6. Alat EKG, Ro. Foto portable

7. CVP Set , alat Vena sectie, Intra oseus

8. Alat ganti balutan

9. Emergency Trolley : berisi obat-obatan dan alat resusitasi

10. Tracheostomy set

11. Lemari es untuk menyimpan obat-obatan

12. Lemari obat-obatan

13. Lemari untuk alat tenun

INDIKASI PASIEN DIRAWAT DI PEDIATRIC INTENSIF CARE UNIT :

1. Penderita dengan penyakit akut, dalam keadaan gawat yang sewaktu-waktu dapat meninggal
( Critically ill ) dan mempunyai harapan untuk disembuhkan/ dikembalikan pada keadaan semula
tanpa gejala sisa yang bearti ( Recoverable ) :

• Gawat darurat jantung

• Gawat darurat paru

• Gawat darurat Otak

• Gawat darurat Homeostasis :

- Gagal sirkulasi

- Electrolit imbalance

- GGA

- Diabetik Keto Asidosis ( KAD )

• Gawat darurat khusus à Status konvulsivus

2. Penderita yang perlu pemantauan khusus


• Penderita yang mendapatkan obat-obatan yang perlu titrasi

• enderita post operasi besar dengan kecenderungan gagal nafas atau gagal jantung

3.Pertimbangan Khusus

ALUR MASUK KLIEN KE R. PICU :

1. Ruang perawatan anak

2. Emergency anak / R.Resusitasi

3. OK

4. Recovery Room

5. Rumah Sakit Lain

PERAN PERAWAT PADA KEGAWATAN PEDIATRIC :

1. PHISICAL CARE OF THE CHILD LIFE SUPPORT

2. EMOTIONAL SUPPORT

3. FAMILLY SUPPORT

PHISICAL CARE OF THE CHILD

1. Memonitor : - Cardiac

- Respiratory

- Blood Pressure

2. Memonitor / menginterpretasi perubahan EKG

3. Suctioning Endotracheal

4. Pemberian & monitoring O2

5. Perawatan Tracheostomy

6. Manajemen Ventilator

7. Monitoring CVP
8. Monitoring Intra Cranial Pressure

9. Memonitor hasil AGD

10. Monitoring Hiperalimentasi à TPN

11. Pengumpulan / pengambilan bahan-bahan pemeriksaan à Tindakan

12. Perawatan WSD

LIFE SUPPORT LAINNYA :

a. Cardio Pulmonary system

b. Respiratory Manajemen

c. Observasi tanda-tanda Neurorogi

d. Pengkajian dan manajemen cairan dan nutrisi

e. Observasi komplikasi / perubahan kondisi klien

Note : Remember !

@ Physician à Nurse Interaction in the Pediatric Intensif Care Unit

@ Physician – Nurse à Are Both Colleagues

( Holbrook P.1993. Texbook of Pediatric Critical Care. WB Saunders Company, Philadelphia )

THE PEDIATRIC CRITICAL CARE NURSE MUST BE KNOWLEDGEABLE ABOUT :

1. Clinical Assesment

2. Hemodynamic Monitoring

3. Physiologi

4. Pathophysiologi

5. Pharmacology

6. Mechanical Support of Cardiopulmonary and Renal Function

7. Understanding : Pediatric Nutrition


8. Fluid and Electrolyte balance

9. Normal Growth & Development and Psychosocial Support of the Child and Familly

Nurse take pride in having Responsibillity for :

a. Extremelly ill patients

b. Knowing that the skill of the nurse and the nurse Observations

c. Knowledge

d. Support can contributte to the patient’s survival and Recovery

( R. Holbrook Peter. 1993. texbook of Pediatric Critical care.WB Saunders Company : Philadelphia
)

PERAN PEDIATRIC NURSING :

1. Family Advocate

à Menyadarkan keluarga untuk dapat menerima pelayanan kesehatan

à Memberi informasi

à Sebagai child advocate

2. Mencegah penyakit & meningkatkan kesehatan

3. Health Teaching

4. Support / counseling

5. Therapeutic Role

6. Coordinasi / Collaborasi

7. Ethical decision making

STANDARD OF MATERNAL AND CHILD HEALTH NURSING PRACTISE :

STANDAR URAIAN

STANDAR I
Nurse membantu anak & keluarga untuk mencapai dan mempertahankan tingkat kesehatan secara
optimal.

STANDAR II

Nurse membantu keluarga untuk dapat mencapai dan mempertahankan keseimbangan antara
kebutuhan pertumbuhan personal anggota dari keluarga & fungsi optimal keluarga

STANDAR III

Nurse melakukan intervensi pada anak & keluarga yg mempunyai resiko tinggi

STANDAR IV

Nurse berupaya untuk meningkatkan kondisi lingkungan agar terbebas dari Bahaya-bahaya sehingga
dapat tumbuh ,berkembang, wellness dan sembuh dari penyakit.

STANDAR V

Nurse menanggulangi perubahan-perubahan dalam status kesehatan & terjadi pergeseran-


pergeseran dari perkembangan yang optimal

STANDAR VI

Nurse memberikan intervensi & pengobatan yang sesuai untuk tetap mampu melangsungkan
hidupnya dan sembuh dari penyakit.

STANDAR VII

Nurse membantu klien & klg agar dapat memahami ,mengatasi situasi traumatik yang dialami
selama sakit.

STANDAR VIII

Nurse secara aktif meneruskan strategi untuk tetap menggunakan pelayanan kesehatan secara
adequate

STANDAR IX

Nurse harus memperbaiki praktek keperawatan anak melalui Evaluasi, Pendidikan dan penelitian
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.3 TUJUAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui asuhan keperawatan kritis pada anak
1.3.2 TUJUAN KHUSUS
Untuk meengetahui :
a. Untuk mengetahui Definisi keperawatan kritis pada anak
b. Konsep PICU
c. Jenis-Jenis kasus keperawatan kritis pada anak
d. Asuhan keperawatan teori kasus

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI KEPERAWATAN KRITIS PADA ANAK
1) Konsep Dasar Pelayanan Keperawatan Kritis
Keperawatan kritikal adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang
berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis waktu adalah vital .Proses
keperawatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana perawat keperawatan kritis
dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat.
Kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi
krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu
spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah
yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis adalah perawat profesional yang bertanggung jawab
untuk menjamin pasien yang kritis dan akut beserta keluarganya mendapatkan pelayanan
keperawatan yang optimal.

2.2 KONSEP PICU


DEFINISI :
Pediatric Intensif Care Unit adalah suatu unit perawatan yang merawat penderita anak ( umur 29 hari
s.d 14 tahun ),dalam keadaan gawat atau sakit berat yang Sewaktu-waktu dapat meninggal dan
masih mempunyai harapan untuk sembuh apabila dirawat secara intensif.

TUJUAN :
Untuk memberikan pelayanan / perawatan yang optimum untuk bayi dan anak dimana keadaan
sewaktu-waktu dapat meninggal ( Critically ill ).

SDM :
1. Dokter : Dokter Konsulen Spesialis Anak, Dokter PPDS yang sedang mengambil Spesialis
Anak,
2. Perawat yang mempunyai keterampilan khusus / telah pelatihan Intensive Care Unit

FASILITAS DAN PERALATAN DI RUANG PICU :

A. FASILITAS TEMPAT TIDUR DAN RUANGAN :

1. Kapasitas TT idealnya 1 – 2 % dari kapasitas TT anak di RS


2. Ideal ruangan Pediatric Intensif Care dekat dengan R.Resusitasi ( EMG Anak ), kamar
operasi dan Recovery Room.
3. Suhu kamar diatur oleh AC kira-kira 22 0C
4. Ruangan harus area “ Clean Zone “ à mencegah infeksi nosokomial
5. Dilengkapi dengan fasilitas khusus, spt: Lab sendiri
6. Setiap TT dilengkapi dengan out let O2, Vacum Compressed air dan soket-soket listrik untuk
monitoring dan Radiologi
7. Personil yang bertugas dan pengunjung pasien harus memakai sandal khusus dan baju khusus
8. Sebaiknya TT dipisahkan oleh dinding kaca untuk pasien isolasi

B.PERALATAN KHUSUS :
1. Ventilator (Servo 900, Servo 300, Servo I, Baby Log / Baby bear )
2. Monitoring : EKG, Nadi, RR,TD,Suhu badan,Sat O2
3. Defibrilator
4. O2 Analyzer
5. Infus pump, Syringe pump
6. Alat EKG, Ro. Foto portable
7. CVP Set , alat Vena sectie, Intra oseus
8. Alat ganti balutan
9. Emergency Trolley : berisi obat-obatan dan alat resusitasi
10. Tracheostomy set
11. Lemari es untuk menyimpan obat-obatan
12. Lemari obat-obatan
13. Lemari untuk alat tenun

INDIKASI PASIEN DIRAWAT DI PEDIATRIC INTENSIF CARE UNIT :


1. Penderita dengan penyakit akut, dalam keadaan gawat yang sewaktu-waktu dapat
meninggal ( Critically ill ) dan mempunyai harapan untuk disembuhkan/ dikembalikan pada
keadaan semula tanpa gejala sisa yang bearti ( Recoverable ) :
 Gawat darurat jantung
 Gawat darurat paru
 Gawat darurat Otak
 Gawat darurat Homeostasis :
- Gagal sirkulasi
- Electrolit imbalance
- GGA
- Diabetik Keto Asidosis ( KAD )
 Gawat darurat khusus à Status konvulsivus
2. Penderita yang perlu pemantauan khusus
 Penderita yang mendapatkan obat-obatan yang perlu titrasi
 enderita post operasi besar dengan kecenderungan gagal nafas atau gagal jantung
3.Pertimbangan Khusus

ALUR MASUK KLIEN KE R. PICU :


1. Ruang perawatan anak
2. Emergency anak / R.Resusitasi
3. OK
4. Recovery Room
5. Rumah Sakit Lain

PERAN PERAWAT PADA KEGAWATAN PEDIATRIC :


1. PHISICAL CARE OF THE CHILD LIFE SUPPORT
2. EMOTIONAL SUPPORT
3. FAMILLY SUPPORT

PHISICAL CARE OF THE CHILD


1. Memonitor : - Cardiac
- Respiratory
- Blood Pressure
2. Memonitor / menginterpretasi perubahan EKG
3. Suctioning Endotracheal
4. Pemberian & monitoring O2
5. Perawatan Tracheostomy
6. Manajemen Ventilator
7. Monitoring CVP
8. Monitoring Intra Cranial Pressure
9. Memonitor hasil AGD
10. Monitoring Hiperalimentasi à TPN
11. Pengumpulan / pengambilan bahan-bahan pemeriksaan à Tindakan
12. Perawatan WSD

LIFE SUPPORT LAINNYA :


a. Cardio Pulmonary system
b. Respiratory Manajemen
c. Observasi tanda-tanda Neurorogi
d. Pengkajian dan manajemen cairan dan nutrisi
e. Observasi komplikasi / perubahan kondisi klien

Note : Remember !
@ Physician à Nurse Interaction in the Pediatric Intensif Care Unit
@ Physician – Nurse à Are Both Colleagues
( Holbrook P.1993. Texbook of Pediatric Critical Care. WB Saunders Company, Philadelphia )

THE PEDIATRIC CRITICAL CARE NURSE MUST BE KNOWLEDGEABLE ABOUT :


1. Clinical Assesment
2. Hemodynamic Monitoring
3. Physiologi
4. Pathophysiologi
5. Pharmacology
6. Mechanical Support of Cardiopulmonary and Renal Function
7. Understanding : Pediatric Nutrition
8. Fluid and Electrolyte balance
9. Normal Growth & Development and Psychosocial Support of the Child and Familly
Nurse take pride in having Responsibillity for :
a. Extremelly ill patients
b. Knowing that the skill of the nurse and the nurse Observations
c. Knowledge
d. Support can contributte to the patient’s survival and Recovery
( R. Holbrook Peter. 1993. texbook of Pediatric Critical care.WB Saunders Company : Philadelphia
)

PERAN PEDIATRIC NURSING :


1. Family Advocate
à Menyadarkan keluarga untuk dapat menerima pelayanan kesehatan
à Memberi informasi
à Sebagai child advocate
2. Mencegah penyakit & meningkatkan kesehatan
3. Health Teaching
4. Support / counseling
5. Therapeutic Role
6. Coordinasi / Collaborasi
7. Ethical decision making
STANDARD OF MATERNAL AND CHILD HEALTH NURSING PRACTISE :

STANDAR URAIAN

STANDAR I
Nurse membantu anak & keluarga untuk mencapai dan mempertahankan tingkat kesehatan secara
optimal.
STANDAR II
Nurse membantu keluarga untuk dapat mencapai dan mempertahankan keseimbangan antara
kebutuhan pertumbuhan personal anggota dari keluarga & fungsi optimal keluarga
STANDAR III
Nurse melakukan intervensi pada anak & keluarga yg mempunyai resiko tinggi
STANDAR IV
Nurse berupaya untuk meningkatkan kondisi lingkungan agar terbebas dari Bahaya-bahaya sehingga
dapat tumbuh ,berkembang, wellness dan sembuh dari penyakit.
STANDAR V
Nurse menanggulangi perubahan-perubahan dalam status kesehatan & terjadi pergeseran-
pergeseran dari perkembangan yang optimal
STANDAR VI
Nurse memberikan intervensi & pengobatan yang sesuai untuk tetap mampu melangsungkan
hidupnya dan sembuh dari penyakit.
STANDAR VII
Nurse membantu klien & klg agar dapat memahami ,mengatasi situasi traumatik yang dialami
selama sakit.
STANDAR VIII
Nurse secara aktif meneruskan strategi untuk tetap menggunakan pelayanan kesehatan secara
adequate
STANDAR IX
Nurse harus memperbaiki praktek keperawatan anak melalui Evaluasi, Pendidikan dan penelitian
2.3 JENIS-JENIS KASUS
2.3.1 Kejang Demam
Konsep kejang demam
 Pengertian

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC. Yang
disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C).
kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi
pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA
NIC-NOC, 2013).

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak.
Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam
terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur di
bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-
laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi
serebral yang lebih cepat dibandingkan laki- laki (Judha & Rahil, 2011).

 Etiologi
Peranan infeksi pada ebagian besar kejang demam tidak spesifik dan timbulnya serangan
terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi(Lumbantobing, 2007).Bangkitan kejang
pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan
oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha &
Rahil, 2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin,
2009).

Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan penyebab organik seperti
proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter yang
paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Infeksi
saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling
sering (Jessica 2011).

 Patofisiologi

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion
klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-
K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi


ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran
sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan
mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen
akan meningkat

20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan
pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya
pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain
seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot,
kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan
prostaglandin. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion
kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat
menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan cepat itulah
yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun
bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan
jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price)
 PATHWAY
Penatalaksanaan

1. Primary Survey :

Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut seperti lendir
dan dengarkan bunyi nafas.

Breathing : kaji kemampuan bernafas klien

Circulation : nilai denyut nadi

Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status mental
lainnya

Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:


A : sadar (alert)

V : memberikan reaksi pada suara (voice)

P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)


U : tidak sadar (unconscious)

Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah :

a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat
kejang

b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.
c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :

Buka seluruh pakaian klien

Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)

Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara
finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan menahan bila
sedang dalam keadaan kejang)

d) Oksigenasi segera secukupnya

e) Observasi ketat tanda-tanda vital


f) Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang

g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit)

dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL

Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam penanggulangan kejang demam ada 4
faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang
anak datang dalam keadaan kejang, maka :

a. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang

b. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat dibuka,
posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar
jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus
dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.

c. Pengobatan rumat

Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari pertama,
kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.

d. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut.
2.3.2 Asfixia
Konsep Asfiksia Neonatorum
2.1.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor
yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo,
Sarwono, 2009).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa
bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang
mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor
perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara
lain sebagai berikut:
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika
atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena
pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa,
plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.

3. Faktor Janin dan Neonatus


Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi
tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan
lain-lain.

4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.
2.1.3 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin
dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam
paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung


mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2
dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian
tidak dimulai segera.
2.1.4 Patway

Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan faktor lain : anestesi,

resentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan

Dan kadar CO2 meningkat

Pola nafas
Nafas cepat
tak efektif

Apneu suplai O2 suplai O2

ke otak dlm darah

Kerusakan otak
hipotermia
Gg.meta

Bolisme &

perubahan

DJJ & TD Kematian bayi asam basa


Asidosis
Proses keluarga
terhenti Resiko
respiratorik infeksi
Gg.perfusi ventilasi

Janin tdk bereaksi

Terhadap rangsangan

Gangguan
Nafsu makan pemenuhan
kebutuhan
tidak adekuat oksigen

Gg. Kebutuhan nutrisi


Kurang dari kebutuhan tubuh

2.1.5 Gejala Klinik


Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
a. Pernafasan terganggu
b. Detik jantung berkurang
c. Reflek / respon bayi melemah
d. Tonus otot menurun
e. Warna kulit biru atau pucat
2.1.6 Pelaksanaan Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara
cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak.
Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya
supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat
(tidak terlambat).

1. Membuka Jalan Nafas


Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode :
a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi/
tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang
berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan
udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga
terangkat 2-3 cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings
bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.
b. Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari mulut
dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea,
sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan
terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar,
pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan
mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan
dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara
pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan hidung.

2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas


Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode :
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer)
dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan
selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah
kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai
pemberian rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau
mempertahankan pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau
apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan
sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan
tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60
kali/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
 Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
 Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
 Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat
turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
 Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon
yang mempunyai pengukur tekanan.
4. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik
nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas
panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan
diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotoraks.
5. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif.
Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
6. Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara
nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi
yang benar.
7. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi
meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh
salah satu sebab berikut yakni perlekatan sungkup kurang sempurna, arus
udara terhambat, atau tidak cukup tekanan.
8. Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per
menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan
kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :
a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat
badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan
sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap
diberikan, disertai pernafasan buatan.
b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat
badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam
perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena
umbilikus dalam waktu 5 menit.
c. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.
9. Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
a. Apgar skor menit I : 0-3
 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis
dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi
obat perangsang nafas lekukan resusitasi.
 Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to
tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration kemudian dibawa ke ICU.
 Ventilasi Biokemial
 Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan
Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium
Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8
meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang
dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x
menit. Cara 3-4x pijat jantung disusul 1x ventilasi.
b. Apgar skor menit I : 4-6
 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-
30 detik.
 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2
yang dihangatkan).
 Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit
lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.
c. Apgar skor menit I : 7-10
 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena
bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia
choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring.
Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium,
suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari
aspirasi paru.
 Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk
rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah
kepala.
 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.
2.3.3 Diare dengan Dehidrasi Berat

1 Konsep Diare

A. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari
biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat
disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer
lebih dari 3 x sehari.

Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) (Depkes
RI Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare
akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).

Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare adalah buang air
besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau lendir
saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.

Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi :

 Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi
sedang, diare dengan dehidrasi ringan
 Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare persiten
dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
 Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.

B. Etiologi

1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus


(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-
anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran
dimasak kurang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
6. Obat-obatan : antibiotic.
7. Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis, obstruksi
usus

C. . Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran
air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya
timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.

3. Gangguan motilitas usus


Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
dapat timbul diare pula.

4. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:

1) Kehilangan air (dehidrasi)


Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.

Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor

tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena

adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam

meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi

oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan

ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.

3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul
jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50%
pada anak-anak.

4) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini

disebabkan oleh:

- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare


atau muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan
pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan
diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

Pathways

faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi

KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas

kembang dlm tik diserap

usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik

dan elektrolit elektrolit ke rongga

( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus

menyerap makanan

DIARE

Frek. BAB meningkat distensi abdomen


Kehilangan Kehilangan cairan & elekt gangguan
nutrisi
berlebihan berlebihan integritas kulit

perubahan gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah
nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

Gang. Oksigensi BB menurun

Gangg. Tumbang
D. Penatalaksanaan

 Medis

1) Pemberian cairan.

a. Cairan per oral.

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare
akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar
natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan
gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas
adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk
mencegah dehidrasi lebih lanjut.

b. Cairan parenteral.

Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari


berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan
cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

Jadwal pemberian cairan

a) Belum ada dehidrasi

 Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar


 Parenteral dibagi rata dalam 24 jam

b) Dehidrasi ringan

 1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik


 Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari

c) Dehidrasi sedang

 1 jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik


 Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari

d) Dehidrasi berat

Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak

2) Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan


tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu
diperhatikan :
 Memberikan asi.
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein,
vitamin, mineral dan makanan yang bersih.

 Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim)


bila anak tidak mau minum susu.
 Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu rendah laktosa atau asam lemak yang berantai
sedang atau tidak jenuh.

3) Obat-obatan.

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang


melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dll)

 Obat anti sekresi.


 Obat anti spasmolitik.
 Obat pengeras tinja.
 Obat antibiotik.
Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan
yang bersih dan sehat :

1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh


makanan.
2. Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar
di lingkungan tempst tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih,
bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan
muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di
sembarangan tempat. Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke
sekolah.
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat
tinggal, seperti air bersih dan jamban/WC yang memadai.
8. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar.
Misalnya, jarak antara jamban (juga jamban tetangga) dengan
sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar air tidak
terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air
bersih untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan
sebagainya.

2.3.4 Infeksi berat ( Sepsi/Pneumonia)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


PNEUMONIA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya
konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli (Axton & Fugate)

Pneumonia adalah Suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-


macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (FKUI).
Pneumonia adalah Radang parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia
dibagi menjadi pneumonia laboris, pneumonia lobularis, bronkopneumonia &
pneumonia interstisialis (Makmuri MS).

Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang terjadi pada


masa anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi.

B. ETIOLOGI
 Virus Influenza
 Virus Synsitical respiratorik
 Adenovirus
 Rhinovirus
 Rubeola
 Varisella
 Micoplasma (pada anak yang
relatif besar)
 Pneumococcus
 Streptococcus
 Staphilococcus
C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel
infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel
bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel
tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme
imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki
antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari
pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah


mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun
didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak mengalami
aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak
tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru
melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini paling
sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus tersebut dapat
menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme


pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas
bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke
orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis
dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes
simpleks) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir
atau bakteremia/viremia generalisata.

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut


yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di
alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam
saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis
D. PATHWAY
Etiologi: Jamur, Bakteri, Virus

Inhalasi mikroba dengan jalan


1. Melalui udara
2. Aspirasi organisme
dari nasofaring
3. Hematogen 1. Nyeri
dada
2. Panas dan
Reaksi inflamasi hebat demam
3. Anoreksia
pausea
Mk: Nyeri Membran paru-paru meradang vomit
pleuritis dan berlubang

Red blood Count (RBC), white


Blood Count (WBC), dan cairan
keluar masuk ke alveoli
1. Dispanea
Sekresi, edema, dan 2. Sianosis
prochopasme 3. Batuk

Akumulasi sputum
di jalan napas

Suplai O2 menurun
Mk: Bersihan jalan Tertelan di labung
napas tidak efektif
dan pola napas tidak Mk: Toleransi
teratur Keseimbangan asam
Aktivitas
basa terganggu

Mual dan muntah

Mk: kebutuhan nutrisi


kurang dari kebutuhan
tubuh
E. TANDA DAN GEJALA

 Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38– 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
 Batuk, mula-mula kering (non produktif) sampai produktif.
 Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
 Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung kadang-
kadang terdapat nasal discharge (ingus).
 Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
 Frekuensi napas :
 Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
 Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
 Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
 Nadi cepat dan bersambung.

 Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
 Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
 Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
 Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
 Malaise, gelisah, cepat lelah.
D. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :

 Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.

 Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus.

 Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.

 Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.


 Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
 Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
2.4. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI KASUS

2.4.1 ASKEP KEJANG DEMAM

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut

Paula Krisanty (2008 : 223) :

1. Riwayat Kesehatan :

a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah


atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak
tidur nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh
meningkat, obat yang dikonsumsi

b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga

c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,


pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela
dan campak.

d. Adanya riwayat trauma kepala

2. Pengkajian fisik

Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :

A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls- inpuls radang
dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam
yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara
berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi
persyarafan-persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru,
lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu.
Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang
ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak balita. Akibat
langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan
mulut dan lidah
tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat
saluran pernapasan.

Tindakan yang dilakukan :

- Semua pakaian ketat dibuka

- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen

- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.

Evaluasi :

- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi

- Jalan nafas bersih dari sumbatan

- RR dalam batas normal

- Suara nafas vesikuler

B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya
lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan
O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya
terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

Tindakan yang dilakukan :

- Mengatasi kejang secepat mungkin

- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan


kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen

Evaluasi :

- RR dalam batas normal

- Tidak terjadi asfiksia

- Tidak terjadi hipoxia

C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga


meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah
medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga
terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga
terjadi epilepsi.

Tindakan yang dilakukan :

- Mengatasi kejang secepat mungkin

- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan


kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.

Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :


- Semua pakaian ketat dibuka

- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

- Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen


- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

Evaluasi :

- Tidak terjadi gangguan peredaran darah

- Tidak terjadi hipoxia

- Tidak terjadi kejang

- RR dalam batas normal

Selain ABC, yang biasa dikaji antara lain :

a. Tanda-tanda vital b. Status hidrasi

c. Aktivitas yang masih dapat dilakukan

d. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba


hangat

e. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat


badan

f. Adanya kelemahan dan keletihan g. Adanya


kejang

h. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya


peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan
berwarna kuning

3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan

a. Tingkat perkembangan anak terganggu


b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun
panas

c. Akibat hospitalisasi

d. Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit e. Hubungan


dengan teman sebaya

4. Pengetahuan keluarga

a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang

b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam c.


Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

5. Pemeriksaan Penunjang (yang dilakukan) :

a. Fungsi lumbal

b. Laboratorium : pemeriksaan darah rutin, kultur urin dan kultur darah

c. Bila perlu : CT-scan dan EEG

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
dengan kejang demam :

1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang

2. Defisit volume cairan bd kondisi demam

3. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak

5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan


kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses keperawatan


diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil :
NOC : Pengendalian Resiko

a. Pengetahuan tentang resiko

b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko c. Monitor


kemasan personal

d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko

e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko


NIC : mencegah jatuh

a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn potensial
jatuh dalam setiap keadaan

b. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial


jatuh

c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi

d. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau bergerak

2. DX 2 : defisit volume cairan bd kondisi demam

Tujuan : devisit volume cairan teratasi, dengan kriteria hasil :

a. Turgor kulit membaik

b. Membran mukosa lembab c. Fontanel rata

d. Nadi normal sesuai usia

e. Intake dan output seimbang

3. DX 3 : Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada


hipotalamus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang norma

NOC : Themoregulation

a. Suhu tubuh dalam rentang normal

b. Nadi dan RR dalam rentang normal

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing
NIC : Temperatur regulation

a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam

b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu c. Monitor tanda –


tanda hipertensi

d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi e. Monitor nadi dan


R
4. DX 4 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan
reduksi aliran darah ke otak

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan


diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal , dengan kriteria
hasil :

NOC : status sirkulasi

NIC : monitor TTV:

a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate b. catat adanya


fluktuasi TD

c. monitor jumlah dan irama jantung d. monitor bunyi


jantung

e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri

NIC II : status neurologia

a. monitor tingkat kesadran b. monitor tingkat


orientasi c. monitor status TTV

d. monitor GCS

5. DX 5 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,


penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang
kondisi pasien

NOC : knowledge ; diease proses

a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis


dan program pengobatan
b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim


kesehatan lainya

NIC : Teaching : diease process

a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang proses penyakit


yang spesif.
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi fisiologi dengan cara yang tepat

c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat

D. EVALUASI

Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola
pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak
menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun non verbal,
kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan
sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.

Komponen tahapan evaluasi :

a) Pencapaian kriteria hasil

Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria
hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana
asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil belum tercapai, perawat
mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan keperawatan.

b) Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan

Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh
proses keperawatan.

1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu.

2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua

3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga

4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan tahap empat.

5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.


2.4.2 ASKEP ASFIXIA

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM

Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis untuk


menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya,
melaksanakan rencana itu/menugaskan orang lain untuk melakukan dan
mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya
(Efendi. Nasrul).

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan. Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi
pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan masalah. Ada beberapa
pengkajian yang harus dilakukan yaitu :
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
b. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di
kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
d. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44 - 45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas

4
5

b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama


setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding,
edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
a. Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik
thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor
(misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie
pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak
mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada
(penempatan elektroda internal)

B. ANALISA DATA
1. Data Subyekti : Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan.
Data subyektif terdiri dari
 Biodata atau identitas pasien : Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis
kelamin
 Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan,
pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat
1) Riwayat kesehatan
a. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus
asfiksia berat yaitu :
6

a) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok
ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus,
kardiovaskuler dan paru.
b) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multipel,
inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm.
c) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur
dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
d) Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
e) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan
postdate atau preterm).
b. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
a) Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio
plasenta maupun plasenta previa.
b) Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan
dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi). Adanya trauma lahir yang
dapat mengganggu sistem pernafasan. Persalinan dengan tindakan bedah caesar,
karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat
pernafasan.
c. Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
a) Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia
berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
b) Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).
Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm  2500 gram lingkar kepala kurang
atau lebih dari normal (34-36 cm).
c) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.

2) Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi gastrointentinal,
muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau
7

personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori
dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk
pemberian obat intravena.

Tabel kebutuhan nustrisi BBL

Kebutuhan parenteral

Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%

Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%

Kebutuhan nutrisi enteral

BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam

BB 1250 - < 2000 gram = 12 kali per 24 jam

BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam

Kebutuhan minum pada neonatus :

Harke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari

Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari

Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari

Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari

3) Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :

BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.

BAK : frekwensi, jumlah

4) Latar belakang sosial budaya


Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia, kebiasaan ibu merokok,
ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika

Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau
pantang makanan tertentu.
8

5) Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi
bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang
dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya
dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif

2. Data obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan
menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)

a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan
membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus
dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan
sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi
neonatus yang baik.

b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan
cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan
beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara
36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60
kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur.

c. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau
kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1) Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
 Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena
O2 dalam darah sedikit.
 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm
imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
 Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
9

 Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
 pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
 PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering
terjadi hiperapnea.
 PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena
terjadi hipoksia progresif.
 HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
2) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :

 Natrium (normal 134-150 mEq/L)


 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
3) Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

Analisa data dan Perumusan Masalah

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data


tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan
dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Effendi Nasrul,1995
: 23).
Tabel 1.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah

Sign / Symptoms Kemungkinan Penyebab Masalah


1. Pernafasan tidak teratur, - Riwayat partus lama Gangguan pemenuhan
pernafasan cuping hidung, kebutuhan O2
- Pendarahan peng-obatan.
cyanosis, ada lendir pada hidung
dan mulut, tarikan inter-costal, - Obstruksi pulmonary
abnormalitas gas darah arteri. - Prematuritas

2. Akral dingin, cyanosis pada - lapisan lemak dalam kulitHipotermia


ekstremmitas, keadaan umum tipis
lemah, suhu tubuh dibawah normal
10

3. Keadaan umum lemah, reflek - Reflek menghisap lemah gangguan pemenuhan


menghisap lemah, masih terdapat kebutuhan nutrisi.
retensi pada sonde
4. Suhu tubuh diatas normal, tali - Sistem Imunitas yang Resiko infeksi
pusat layu, ada tanda-tanda infeksi,belum sempurna
abnormal kadar leukosit, kulit - Ketuban mekonial
kuning, riwayat persalinan dengan
- Tindakan yang tidak aseptik
ketuban mekonial

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual
atau potensial.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien asfiksia antara lain:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
3. hipotermia
4. Resiko infeksi
11
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

1 Gangguan pemenuhan Tujuan: 1. Letakkan bayi terlentang 1. Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi
kebutuhan O2 sehubungan dengan alas yang data, flexi leher yang dapat mengurangi
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
dengan post asfiksia berat kepala lurus, dan leher kelancaran jalan nafas.
Kriteria:
sedikit tengadah/ekstensi 2. Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas
- Pernafasan normal 40-60 dengan meletakkan bantal dari lendir untuk menjamin pertukaran gas
kali permenit. atau selimut diatas bahu yang sempurna.

- Pernafasan teratur. bayi sehingga bahu 3. Deteksi dini adanya kelainan.


terangkat 2-3 cm
- Tidak cyanosis. 4. Menjamin oksigenasi jaringan yang adekuat
2. Bersihkan jalan nafas, mulut,
terutama untuk jantung dan otak. Dan
- Wajah dan seluruh tubuh hidung bila perlu.
peningkatan pada kadar PCO2
Berwarna kemerahan (pink
3. Observasi gejala kardinal dan menunjukkan hypoventilasi
variable).
tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam
- Gas darah normal 4. Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian O2 dan
PH = 7,35 – 7,45
pemeriksaan kadar gas darah
PCO2 = 35 mm Hg arteri.
PO2 = 50 – 90 mmHg
12
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

2. Resiko terjadinya Tujuan 1. Letakkan bayi terlentang 1. Mengurangi kehilangan panas pada
hipotermi sehubungan diatas pemancar panas suhu lingkungan sehingga
Tidak terjadi hipotermia
dengan adanya roses (infant warmer) meletakkan bayi menjadi hangat
persalinan yang lama Kriteria
2. Singkirkan kain yang sudah 2. Mencegah kehilangan tubuh
dengan ditandai akral Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C dipakai untuk melalui konduksi.
dingin suhu tubuh
mengeringkan tubuh,
dibawah 36° C Akral hangat 3. Perubahan suhu tubuh bayi dapat
letakkan bayi diatas handuk
Warna seluruh tubuh kemerahan menentukan tingkat hipotermia
/ kain yang kering dan
hangat. 4. Mencegah terjadinya hipoglikemia

3. Observasi suhu bayi tiap


6 jam.

4. Kolaborasi dengan team


medis untuk pemberian
Infus Glukosa 5% bila
ASI tidak mungkin
diberikan.
13
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Gangguan pemenuhan Tujuan 1. Lakukan observasi BAB 1. Deteksi adanya kelainan pada
kebutuhan nutrisi dan BAK jumlah dan eliminasi bayi dan segera
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
sehubungan dengan reflek frekuensi serta konsistensi. mendapat tindakan / perawatan
menghisap lemah. Kriteria yang tepat.
2. Monitor turgor dan mukosa
- Bayi dapat minum pespeen / mulut. 2. Menentukan derajat dehidrasi dari
personde dengan baik. turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor intake dan out
- Berat badan tidak turun lebih 3. Mengetahui keseimbangan cairan
put.
dari 10%. tubuh (balance)
4. Beri ASI sesuai
- Retensi tidak ada. 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara
kebutuhan.
adekuat.
5. Lakukan kontrol berat
5. Penambahan dan penurunan berat
badan setiap hari.
badan dapat di monito
14
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

4. Resiko terjadinya infeksi Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik dan 1. Pada bayi baru lahir daya tahan
antiseptik dalam tubuhnya kurang / rendah.
Selama perawatan tidak terjadi
memberikan asuhan
komplikasi (infeksi) 2. Mencegah penyebaran infeksi
keperawatan
nosokomial.
Kriteria

- Tidak ada tanda-tanda infeksi. 2. Cuci tangan sebelum dan 3. Mencegah masuknya bakteri dari
sesudah melakukan baju petugas ke bayi
- Tidak ada gangguan fungsi
tindakan.
tubuh. 4. Mencegah terjadinya infeksi dan
3. Pakai baju khusus/ short memper-cepat pengeringan tali
waktu masuk ruang isolasi pusat karena mengan-dung anti
(kamar bayi) biotik, anti jamur, desinfektan.

4. Lakukan perawatan tali 5. Mengurangi media untuk


pusat dengan triple dye 2 pertumbuhan kuman.
kali sehari.
6. Deteksi dini adanya kelainan
5. Jaga kebersihan (badan,
pakaian) dan lingkungan
bayi
15
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

6. Observasi tanda-tanda 7. Mencegah terjadinya penularan


infeksi dan gejala kardinal infeksi.
7. Hindarkan bayi kontak
dengan sakit.
8. Kolaborasi dengan tim 8. Mencegah infeksi dari
medis untuk pemberian pneumonia

antibiotik.
9. Siapkan pemeriksaan 9. Sebagai pemeriksaan
laboratorat sesuai advis penunjang.
dokter yaitu pemeriksaan
DL, CRP.
16

 Tahap Pelaksanaan Tindakan


Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang
merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap
perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal

 Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan
yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai
atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi
dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan
asuhan keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan
dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan
dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai
dengan kriteria evaluasi.

2.4.3 ASKEP DIARE DENGAN DEHIDRASI BERAT

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .

2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari

3. Riwayat Penyakit Sekarang


BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari
( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4. Riwayat Penyakit Dahulu


17

Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka


panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA,
ISK, OMA campak.

5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,

6. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat
tinggal.

8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan


a. Pertumbuhan
 Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2
kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
 Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.
 Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
 Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:

 Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, mulai


menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan
tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra
dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna
interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:

 Autonomy vs Shame and doundt


 Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari
lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk
mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut
18

harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri
anak.
 Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2. hitungan (GK)
3. Meniru membuat garis lurus (GH)
4. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5. Melepas pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau
tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa
minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2
detik, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
19

1) Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat, PCO2 meningkat,
HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi sekunder terhadap
diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang pengetahuan.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan


elektrolit dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :

 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :

1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan
urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki
defisit

2) Beri LRO (larutan rehidrasi oral)


R/ Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses
20

3) Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada
kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

4) Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi


R/ Karena penelitian menunjukkan pemberian ulang diet normal secara dini bersifat
menguntungkan untuk menurunkan jumlah defekasi dan penurunan berat badan serta
pemendekan durasi penyakit

5) Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)


R/ Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi

6) Timbang berat badan setiap hari


R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1
lt

7) Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental setiap 4 jam atau sesuai
indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi

8) Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan mempunyai
osmolaritas yang tinggi

9) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).

- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur


R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)


R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum
luas untuk menghambat endotoksin.

10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan masukkan dan
keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap aturan
terapeutik
21

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi


terpenuhi

Kriteria : - Nafsu makan meningkat

- BB meningkat atau normal sesuai umur


Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan
air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung
dan saluran usus.

2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan


R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

4) Observasi dan catat respos terhadap pemberian makan


R/ Untuk mengkaji toleransi pemberian makan

5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :


a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

6) Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat


R/ untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terpautik

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak
sekunder dari diare
22

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh

Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)

Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)

Intervensi :

1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam


R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)

2) Berikan kompres hangat


R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh

3) Kolaborasi pemberian antipirektik


R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan


frekwensi BAB (diare)

Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu

Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga

- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar


Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur


R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman

2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces

3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama di rumah sakit, klien mampu beradaptasi

Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel

Intervensi :
23

1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan


R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga

2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS


R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS

3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya

4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.

5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.

Diagnosa 6 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang


pengetahuan.
Tujuan : Keluarga memahami tentangg penyakit anaknya dan pengobatannya serta
mampu memberikan perawatan.
Kriteria hasil : Keluarga menunjukkan kemampuan untuk merawat anak, khususnya di
rumah.
Intervensi :
1) Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan terapeutik
R/ Untuk mendorong kepatuhan terhadap program terapeutik, khususnya jika sudah
berada di rumah.
2) Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman dan dukungan pada anak.
R/ Untuk memenuhi kebutuhan rasa aman dan nyaman pada anak serta mau kooperatif
3) Izinkan anggota keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak sebanyak yang
mereka inginkan
R/ Untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga.
4) Instruksikan keluarga mengenai pencegahan
R/ Untuk mencegah penyebaran infeksi.
5) Atur perawatan kesehaan pascahospitalisasi
R/ Untuk menjamin pengkajian dan pengobatan yang kontinu.
6) Rujuk keluarga pada lembaga perawatan kesehatan komunitas
R/ Untuk pengawasan perawata di rumah sesuai kebutuhan.
24

2.4.4 ASKEP INFEKSI BERAT PNEUMONIA

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Terdiri atas nama, jenis kelamin, alamat, usia, pekerjaan, dan status perkawinan.

2. FOKUS PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji :

a. Riwayat penyakit
Demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah, riwayat penyakit
pernapasan, pengobatan yang dilakukan di rumah dan penyakit yang menyertai.

b. Tanda fisik
Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan tambahan, faring
hiperemis, pembesaran tonsil, sakit menelan.

c. Faktor perkembangan : umum, tingkat perkembangan, kebiasaan sehari-hari,


mekanisme koping, kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
d. Pengetahuan pasien/ keluarga: pengalaman terkena penyakit pernafasan,
25

pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan


3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status penampilan kesehatan : lemah
b. Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis
tergantung tingkat penyebaran penyakit
c. Tanda-tanda vital
1) Frekuensi nadi dan tekanan darah : Takikardi, hipertensi
2) Frekuensi pernapasan : takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran nasal.
3) Suhu tubuh
Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang direspon oleh
hipotalamus.

d. Berat badan dan tinggi badan


Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.

e. Integumen
Kulit

1) Warna : pucat sampai sianosis


2) Suhu : pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi teratasi
kulit anak akan teraba dingin.
3) Turgor : menurun ketika dehidrasi
f. Kepala dan mata
Kepala

1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan


2) Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata
3) Periksa higine kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut, perubahan warna.
g. Sistem Pulmonal
1) Inspeksi : Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi
abdomen. Batuk : Non produktif Sampai produktif dan nyeri dada.
2) Palpasi : Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, hati kemungkin membesar.
3) Perkusi : Suara redup pada paru yang sakit.
4) Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia.
h. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit kepala.
26

Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah


menurun.

i. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.

Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi.

j. Sistem Genitourinaria
Subyektif : mual, kadang muntah.

Obyektif : konsistensi feses normal/diare.

k. Sistem Digestif
Subyektif : -

Obyektif : produksi urine menurun/normal.

b. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah.

Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Studi Laboratorik :

 Hb : menurun/normal

 Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon
darah meningkat/normal

 Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler alveolus.

3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.


27

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen.

5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan


kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.

6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.

C. RENCANA KEPERAWATAN
 Prioritas Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler
alveolus.
3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
 Rencana Keperawatan
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama ..x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas
efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret.

Kriteria evaluasi :

Intervensi :

1) Monitor frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada.


Rasional : takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris terjadi
karena peningkatan tekanan dalam paru dan penyempitan bronkus. Semakin
sempit dan tinggi tekanan semakin meningkat frekuensi pernapasan.

2) Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara
28

Rasional : suara mengi mengindikasikan terdapatnya penyempitan bronkus oleh


sputum. Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Krekels terjadi pada area paru yang banyak cairan eksudatnya.

3) Bantu pasien latihan nafas dan batuk secara efektif.


Rasional : nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan
napas lebih kecil. Batuk secara efektif mempermudah pengeluaran dahak dan
mengurangi tingkat kelelahan akibat batuk.

4) Suction sesuai indikasi.


Rasional : mengeluarkan sputum secara mekanik dan mencegah obstruksi jalan
napas.

5) Lakukan fisioterapi dada.


Rasional : merangsang gerakan mekanik lewat vibrasi dinding dada supaya sputum
mudah bergerak keluar.

6) Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air


hangat daripada dingin.
Rasional : meningkatkan hidrasi sputum. Air hangat mengurangi tingkat kekentalan
dahak sehingga mudah dikeluarkan.

7) Kolaborasi pemberian obat bronkodilator dan mukolitik melalui inhalasi


(nebulizer).
Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret dengan cepat.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler alveolus.


Tujuan : setelah diberikan askep selama...x24 jam diharapkan

Kriteria evaluasi :

Intervensi :

1) Observasi frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernapas.


Rasional : Distres pernapasan yang dibuktikan dengan dispnea dan takipnea
sebagai indikasi penurunan kemampuan menyediakan oksigen bagi jaringan.

2) Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku, dan jaringan sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi. Sedangkan sianosis daun
telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut (membran hangat)
menunjukkan hipoksemia sistemik.
29

3) Kaji status mental dan penurunan kesadaran.


Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen sebagai petunjuk
hipoksemia atau penurunan oksigenasi serebral.

4) Awasi frekuensi jantung atau irama


Rasional : Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam atau dehidrasi tetapi
dapat sebagai respons terhadap hipoksemia

5) Awasi suhu tubuh.


Rasional : Demam tinggi saat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan
oksigen dan mengganggu oksigensi seluler.

6) Kolaborasi pemberian terapi oksigen dengan benar, misalnya dengan masker,


masker venturi, nasal prong.
Rasional : tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg
(normal PO2 80-100 mmHg). Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan
pengiriman tepat dalam toleransi pasien.

3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.


Tujuan : setelah diberikan askep...x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang.

Kriteria evaluasi :

Intervensi :

1) Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk, selidiki perubahan


karakter atau lokasi atau intensitas nyeri.
Rasional : nyeri pneumonia mempunyai karakter nyeri dalam dan meningkat saat
inspirasi dan biasanya menetap. Nyeri dapat dirasakan pada bagian apeks atau
tengah dada, kalau pada dada bagian bawah nyeri kemungkinan timbul komplikasi
perikarditis.

2) Pantau tanda vital.


Rasional : nyeri akan meningkatkan mediator kimia serabut persarafan yang dapat
merangsang vasokonstriksi pembuluh darah sistemik, meningkatkan denyut
jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan (meningkatkan RR).

3) Berikan tindakan distraksi, misalnya mendengarkan musik anak, menonton film


tentang anak-anak.
30

Rasional : mengurangi fokus terhadap nyeri dada sehingga dapat mengurangi


ketegangan karena nyeri.

4) Berikan tindakan nyaman, misalnya pijatan punggung, perubahan posisi, musik


tenang, relaksasi, atau latihan napas.
Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan mempertahankan efek terapi analgesik.

4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan


kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan : Setelah diberikan askep ....x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria evaluasi :

Intervensi :

1) Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya sputum


banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri.
Rasional : sputum akan merangsang nervus vagus sehingga berakibat mual,
dispnea dapat merangsang pusat pengaturan makan di medula oblongata.

2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Berikan atau
bantu kebersihan mulut setelah muntah. Setelah tindakan aerosol dan drainase
postural, dan sebelum makan.
Rasional : menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan
dapat menurunkan mual.

3) Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.


Rasional : menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini.

4) Auskultasi bunyi usus. Observasi atau palpasi distensi abdomen.


Rasional : bunyi usus mungkin menurun/ tak ada bila proses infeksi berat atau
memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara atau
menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran GI.

5) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang,
krekers) dan atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali.

6) Evaluasi status nutrisi umum. Ukur berat badan dasar.


31

Rasional : adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau


keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi dan atau lambatnya respons terhadap terapi.

5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan :

Kriteria evaluasi :

Intervensi :

1) Kaji suhu tubuh dan nadi setiap 4 jam.


Rasional : untuk mengetahui tingkat perkembangan pasien.

2) Pantau warna kulit dan suhu.


Rasional : sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respons tubuh terhadap
demam.

3) Berikan dorongan untuk minum sesuai pesanan.


Rasional : peningkatan suhu tubuh meningkatkan peningkatan IWL, sehingga
banyak cairan tubuh yang keluar dan harus diimbangi pemasukan cairan.

4) Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan, misalnya kompres hangat.


Rasional : demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan menggangu oksigenasi seluler.

5) Kolaborasi pemberian antipiretik yang diresepkan sesuai kebutuhan.


Rasional : mempercepat penurunan suhu tubuh.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen.
Tujuan : setelah diberikan askep...x24 jam diharapkan

Kriteria evaluasi :

Intervensi :

1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan


kelemahan atau kelelahan
Rasional : menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
32

2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya


keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan
aktivitas dilanjutkan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan
perbaikan kegagalan pernapasan.

4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.

5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan


aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kenutuhan oksigen.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien.

E. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
33

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

Anda mungkin juga menyukai