Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Warnengsih (2720160032)
2. Zulia Desnita (27201600
3. Ulpah (2720160093)
4. Suci Rahmadayati (2720160093)
FIKES VII B
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM.AS-SYAFI’IYAH
2019
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang
telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengenalan Internet Secara Efektif Kepada
Masyarakat Desa” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian
makalah ini. Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya
selaku penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam
tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan
terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak
responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari
biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1
menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.
Anak merupakan makhluk yang unik, karena anak memilki karakteristik tersendiri sesuai tahapan
usia anak. Kejang demam pada anak diklasifikasikan berdasarkan usia anak. Kejang demam yang
biasa dialami anak ialah usia 6 bulan sampai 4 tahun. Jika kejang dialami oleh anak usia lebih dari 6
tahun lebih dikategorika. Di Indonesia khususnya didaerah tegal, jawa tengah tercatat 6 balita
meninggal akibat serangan demam kejang, dari 62 kasus penderita demam kejang (Kuncoro, 2009)
Selain itu penyakit demam kejang menjadi penyakit peringkat pertama yang ditangani dokter di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi selama Agustus-Desember 2010. Berdasarkan data Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi pasien yang dirawat inap sebanyak 155 pada bulan Agustus. Kemudian pada
bulan Desember berjumlah 177 pasien. ( Indragunawan, 2009 )
Sedangkan berdasarkan data survei awal peneliti pada tanggal 24 Februari 2010 di Rumah Sakit
terdapat kasus balita dengan demam kejang berjumlah 52 orang balita yang mengalami demam
kejang selama periode 2007 - 2010. Secara sederhana, demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas
normal, meskipun tidak semua kenaikan suhu tubuh termasuk demam. Dan kenaikan suhu tubuh
merupakan bagian dari reaksi biologis kompleks, yang diatur dan dikontrol oleh susunan syaraf
pusat. Demam merupakan gambaran karakteristik dari kenaikan suhu oleh karena berbagai penyakit
infeksi dan noninfeksi, sehingga perlu dibedakan dari kenaikan suhu oleh karena stres demam dan
penyakit demam. Sebagai manifestasi klinis, maka demam terjadi pada sebagian besar penyakit
infeksi yang ringan dan serius. (Maulana,2009).
Tetapi tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seorang anak. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejadian kejang terjadi
pada suhu 38 0 C sedangkan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40
0C atau lebih. (Maulana, 2009)
Demam kejang sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal atau ganguan kepandaian.
Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari juga sangat kecil, sekitar 2% hingga 3%. Risiko
terbanyak adalah berulang demam kejang, yang dapat terjadi pada 30 sampai 50% anak. Risiko-
risiko tersebut lebih besar pada demam kejang kompleks. (Sabrina, 2008).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti merumuskan pertanyaan masalah pada penelitian
ini adalah bagaimana “ Karakteristik Balita Dengan Kejang di Rumah Sakit Periode 2007–2010”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien dengan gangguan sistem saraf
yaitu kejang demam
2. Tujuan khususa.
Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus
menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam kehidupan. Secara keilmuan
perawatan kritis fokus pada penyakit yang kritis atau pasien yang tidak stabil. Untuk pasien yang
kritis, pernyataan penting yang harus dipahami perawat ialah “waktu adalah vital”. Sedangkan
Istilah kritis memiliki arti yang luas penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap
suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan keluar.
2 KONSEP PICU
DEFINISI :
Pediatric Intensif Care Unit adalah suatu unit perawatan yang merawat penderita anak ( umur 29 hari
s.d 14 tahun ),dalam keadaan gawat atau sakit berat yang Sewaktu-waktu dapat meninggal dan
masih mempunyai harapan untuk sembuh apabila dirawat secara intensif.
TUJUAN :
Untuk memberikan pelayanan / perawatan yang optimum untuk bayi dan anak dimana keadaan
sewaktu-waktu dapat meninggal ( Critically ill ).
SDM :
1. Dokter : Dokter Konsulen Spesialis Anak, Dokter PPDS yang sedang mengambil Spesialis
Anak,
2. Perawat yang mempunyai keterampilan khusus / telah pelatihan Intensive Care Unit
2. Ideal ruangan Pediatric Intensif Care dekat dengan R.Resusitasi ( EMG Anak ), kamar operasi
dan Recovery Room.
6. Setiap TT dilengkapi dengan out let O2, Vacum Compressed air dan soket-soket listrik untuk
monitoring dan Radiologi
7. Personil yang bertugas dan pengunjung pasien harus memakai sandal khusus dan baju khusus
B.PERALATAN KHUSUS :
1. Ventilator (Servo 900, Servo 300, Servo I, Baby Log / Baby bear )
2. Monitoring : EKG, Nadi, RR,TD,Suhu badan,Sat O2
3. Defibrilator
4. O2 Analyzer
1. Penderita dengan penyakit akut, dalam keadaan gawat yang sewaktu-waktu dapat meninggal
( Critically ill ) dan mempunyai harapan untuk disembuhkan/ dikembalikan pada keadaan semula
tanpa gejala sisa yang bearti ( Recoverable ) :
- Gagal sirkulasi
- Electrolit imbalance
- GGA
• enderita post operasi besar dengan kecenderungan gagal nafas atau gagal jantung
3.Pertimbangan Khusus
3. OK
4. Recovery Room
2. EMOTIONAL SUPPORT
3. FAMILLY SUPPORT
1. Memonitor : - Cardiac
- Respiratory
- Blood Pressure
3. Suctioning Endotracheal
5. Perawatan Tracheostomy
6. Manajemen Ventilator
7. Monitoring CVP
8. Monitoring Intra Cranial Pressure
b. Respiratory Manajemen
Note : Remember !
1. Clinical Assesment
2. Hemodynamic Monitoring
3. Physiologi
4. Pathophysiologi
5. Pharmacology
9. Normal Growth & Development and Psychosocial Support of the Child and Familly
b. Knowing that the skill of the nurse and the nurse Observations
c. Knowledge
( R. Holbrook Peter. 1993. texbook of Pediatric Critical care.WB Saunders Company : Philadelphia
)
1. Family Advocate
à Memberi informasi
3. Health Teaching
4. Support / counseling
5. Therapeutic Role
6. Coordinasi / Collaborasi
STANDAR URAIAN
STANDAR I
Nurse membantu anak & keluarga untuk mencapai dan mempertahankan tingkat kesehatan secara
optimal.
STANDAR II
Nurse membantu keluarga untuk dapat mencapai dan mempertahankan keseimbangan antara
kebutuhan pertumbuhan personal anggota dari keluarga & fungsi optimal keluarga
STANDAR III
Nurse melakukan intervensi pada anak & keluarga yg mempunyai resiko tinggi
STANDAR IV
Nurse berupaya untuk meningkatkan kondisi lingkungan agar terbebas dari Bahaya-bahaya sehingga
dapat tumbuh ,berkembang, wellness dan sembuh dari penyakit.
STANDAR V
STANDAR VI
Nurse memberikan intervensi & pengobatan yang sesuai untuk tetap mampu melangsungkan
hidupnya dan sembuh dari penyakit.
STANDAR VII
Nurse membantu klien & klg agar dapat memahami ,mengatasi situasi traumatik yang dialami
selama sakit.
STANDAR VIII
Nurse secara aktif meneruskan strategi untuk tetap menggunakan pelayanan kesehatan secara
adequate
STANDAR IX
Nurse harus memperbaiki praktek keperawatan anak melalui Evaluasi, Pendidikan dan penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI KEPERAWATAN KRITIS PADA ANAK
1) Konsep Dasar Pelayanan Keperawatan Kritis
Keperawatan kritikal adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang
berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis waktu adalah vital .Proses
keperawatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana perawat keperawatan kritis
dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat.
Kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi
krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu
spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah
yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis adalah perawat profesional yang bertanggung jawab
untuk menjamin pasien yang kritis dan akut beserta keluarganya mendapatkan pelayanan
keperawatan yang optimal.
TUJUAN :
Untuk memberikan pelayanan / perawatan yang optimum untuk bayi dan anak dimana keadaan
sewaktu-waktu dapat meninggal ( Critically ill ).
SDM :
1. Dokter : Dokter Konsulen Spesialis Anak, Dokter PPDS yang sedang mengambil Spesialis
Anak,
2. Perawat yang mempunyai keterampilan khusus / telah pelatihan Intensive Care Unit
B.PERALATAN KHUSUS :
1. Ventilator (Servo 900, Servo 300, Servo I, Baby Log / Baby bear )
2. Monitoring : EKG, Nadi, RR,TD,Suhu badan,Sat O2
3. Defibrilator
4. O2 Analyzer
5. Infus pump, Syringe pump
6. Alat EKG, Ro. Foto portable
7. CVP Set , alat Vena sectie, Intra oseus
8. Alat ganti balutan
9. Emergency Trolley : berisi obat-obatan dan alat resusitasi
10. Tracheostomy set
11. Lemari es untuk menyimpan obat-obatan
12. Lemari obat-obatan
13. Lemari untuk alat tenun
Note : Remember !
@ Physician à Nurse Interaction in the Pediatric Intensif Care Unit
@ Physician – Nurse à Are Both Colleagues
( Holbrook P.1993. Texbook of Pediatric Critical Care. WB Saunders Company, Philadelphia )
STANDAR URAIAN
STANDAR I
Nurse membantu anak & keluarga untuk mencapai dan mempertahankan tingkat kesehatan secara
optimal.
STANDAR II
Nurse membantu keluarga untuk dapat mencapai dan mempertahankan keseimbangan antara
kebutuhan pertumbuhan personal anggota dari keluarga & fungsi optimal keluarga
STANDAR III
Nurse melakukan intervensi pada anak & keluarga yg mempunyai resiko tinggi
STANDAR IV
Nurse berupaya untuk meningkatkan kondisi lingkungan agar terbebas dari Bahaya-bahaya sehingga
dapat tumbuh ,berkembang, wellness dan sembuh dari penyakit.
STANDAR V
Nurse menanggulangi perubahan-perubahan dalam status kesehatan & terjadi pergeseran-
pergeseran dari perkembangan yang optimal
STANDAR VI
Nurse memberikan intervensi & pengobatan yang sesuai untuk tetap mampu melangsungkan
hidupnya dan sembuh dari penyakit.
STANDAR VII
Nurse membantu klien & klg agar dapat memahami ,mengatasi situasi traumatik yang dialami
selama sakit.
STANDAR VIII
Nurse secara aktif meneruskan strategi untuk tetap menggunakan pelayanan kesehatan secara
adequate
STANDAR IX
Nurse harus memperbaiki praktek keperawatan anak melalui Evaluasi, Pendidikan dan penelitian
2.3 JENIS-JENIS KASUS
2.3.1 Kejang Demam
Konsep kejang demam
Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC. Yang
disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C).
kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi
pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA
NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak.
Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam
terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur di
bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-
laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi
serebral yang lebih cepat dibandingkan laki- laki (Judha & Rahil, 2011).
Etiologi
Peranan infeksi pada ebagian besar kejang demam tidak spesifik dan timbulnya serangan
terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi(Lumbantobing, 2007).Bangkitan kejang
pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan
oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha &
Rahil, 2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin,
2009).
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan penyebab organik seperti
proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter yang
paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Infeksi
saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling
sering (Jessica 2011).
Patofisiologi
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion
klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-
K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh
mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan
pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya
pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain
seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot,
kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan
prostaglandin. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion
kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat
menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan cepat itulah
yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun
bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan
jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price)
PATHWAY
Penatalaksanaan
1. Primary Survey :
Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut seperti lendir
dan dengarkan bunyi nafas.
Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status mental
lainnya
a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat
kejang
b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.
c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :
Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara
finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan menahan bila
sedang dalam keadaan kejang)
g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit)
Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam penanggulangan kejang demam ada 4
faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang
anak datang dalam keadaan kejang, maka :
b. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat dibuka,
posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar
jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus
dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
c. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari pertama,
kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut.
2.3.2 Asfixia
Konsep Asfiksia Neonatorum
2.1.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor
yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo,
Sarwono, 2009).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa
bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang
mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor
perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.
2.1.3 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin
dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam
paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus
menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2
dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian
tidak dimulai segera.
2.1.4 Patway
Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan faktor lain : anestesi,
ASFIKSIA
Pola nafas
Nafas cepat
tak efektif
Kerusakan otak
hipotermia
Gg.meta
Bolisme &
perubahan
Terhadap rangsangan
Gangguan
Nafsu makan pemenuhan
kebutuhan
tidak adekuat oksigen
1 Konsep Diare
A. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari
biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat
disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer
lebih dari 3 x sehari.
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) (Depkes
RI Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare
akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare adalah buang air
besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau lendir
saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.
Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi
sedang, diare dengan dehidrasi ringan
Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare persiten
dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.
B. Etiologi
C. . Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran
air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya
timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
4. Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup
ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul
jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50%
pada anak-anak.
4) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:
Pathways
KH,Lemak,Protein
Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
usus
menyerap makanan
DIARE
perubahan gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Gangg. Tumbang
D. Penatalaksanaan
Medis
1) Pemberian cairan.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare
akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar
natrium 50-60 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan
gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas
adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk
mencegah dehidrasi lebih lanjut.
b. Cairan parenteral.
b) Dehidrasi ringan
c) Dehidrasi sedang
d) Dehidrasi berat
3) Obat-obatan.
B. ETIOLOGI
Virus Influenza
Virus Synsitical respiratorik
Adenovirus
Rhinovirus
Rubeola
Varisella
Micoplasma (pada anak yang
relatif besar)
Pneumococcus
Streptococcus
Staphilococcus
C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel
infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel
bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel
tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme
imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki
antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari
pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Akumulasi sputum
di jalan napas
Suplai O2 menurun
Mk: Bersihan jalan Tertelan di labung
napas tidak efektif
dan pola napas tidak Mk: Toleransi
teratur Keseimbangan asam
Aktivitas
basa terganggu
Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38– 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
Batuk, mula-mula kering (non produktif) sampai produktif.
Nafas : sesak, pernafasan cepat dangkal,
Penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta, cuping hidung kadang-
kadang terdapat nasal discharge (ingus).
Suara nafas : lemah, mendengkur, Rales (ronki), Wheezing.
Frekuensi napas :
Umur 1 - 5 tahun 40 x/mnt atau lebih.
Umur 2 bln-1 tahun 50 x/mnt atau lebih.
Umur < 2 bulan 60 x/mnt.
Nadi cepat dan bersambung.
Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas dan batuk.
Kadang-kadang terasa nyeri kepala dan abdomen.
Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia dan perut kembung.
Mulut, hidung dan kuku biasanya sianosis.
Malaise, gelisah, cepat lelah.
D. PENATALAKSANAAN
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya :
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut
1. Riwayat Kesehatan :
2. Pengkajian fisik
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls- inpuls radang
dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu
tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam
yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara
berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi
persyarafan-persyarafan pada anggota gerak tubuh. wajah yang membiru,
lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali selama beberapa waktu.
Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat yang
ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak balita. Akibat
langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan
mulut dan lidah
tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat
saluran pernapasan.
Evaluasi :
B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya
lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan
O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya
terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Evaluasi :
Evaluasi :
c. Akibat hospitalisasi
4. Pengetahuan keluarga
a. Fungsi lumbal
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
dengan kejang demam :
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn potensial
jatuh dalam setiap keadaan
NOC : Themoregulation
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing
NIC : Temperatur regulation
d. monitor GCS
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
D. EVALUASI
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola
pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak
menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun non verbal,
kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan
sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria
hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana
asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil belum tercapai, perawat
mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan keperawatan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh
proses keperawatan.
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental,
sosial dan lingkungan. Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi
pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan masalah. Ada beberapa
pengkajian yang harus dilakukan yaitu :
1. Sirkulasi
a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
b. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di
kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
d. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
a. Berat badan : 2500-4000 gram
b. Panjang badan : 44 - 45 cm
c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas
4
5
B. ANALISA DATA
1. Data Subyekti : Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan.
Data subyektif terdiri dari
Biodata atau identitas pasien : Bayi meliputi nama tempat tanggal lahir jenis
kelamin
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan,
pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat
1) Riwayat kesehatan
a. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus
asfiksia berat yaitu :
6
a) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok
ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit seperti diabetes mellitus,
kardiovaskuler dan paru.
b) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran multipel,
inkompetensia serviks, hidramnion, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm.
c) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur
dan periksa kehamilan tidak pada petugas kesehatan.
d) Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
e) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan
postdate atau preterm).
b. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu dikaji :
a) Kala I : ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio
plasenta maupun plasenta previa.
b) Kala II : persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan
dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep ektraksi). Adanya trauma lahir yang
dapat mengganggu sistem pernafasan. Persalinan dengan tindakan bedah caesar,
karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat
pernafasan.
c. Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
a) Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia
berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.
b) Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-4000 gram).
Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm 2500 gram lingkar kepala kurang
atau lebih dari normal (34-36 cm).
c) Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.
2) Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat gangguan absorbsi gastrointentinal,
muntah aspirasi, kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau
7
personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori
dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk
pemberian obat intravena.
Kebutuhan parenteral
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/hari
3) Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau
pantang makanan tertentu.
8
5) Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi
bayi memungkinkan. Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang
dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya
dengan asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif
2. Data obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan
menggunakan standart yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)
a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan
membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus
dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan
sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi
neonatus yang baik.
b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan
cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan
beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara
36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60
kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur.
c. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau
kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.
1) Darah
a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena
O2 dalam darah sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm
imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
9
Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering
terjadi hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena
terjadi hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
2) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual
atau potensial.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien asfiksia antara lain:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek menghisap lemah.
3. hipotermia
4. Resiko infeksi
11
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
1 Gangguan pemenuhan Tujuan: 1. Letakkan bayi terlentang 1. Memberi rasa nyaman dan mengantisipasi
kebutuhan O2 sehubungan dengan alas yang data, flexi leher yang dapat mengurangi
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
dengan post asfiksia berat kepala lurus, dan leher kelancaran jalan nafas.
Kriteria:
sedikit tengadah/ekstensi 2. Jalan nafas harus tetap dipertahankan bebas
- Pernafasan normal 40-60 dengan meletakkan bantal dari lendir untuk menjamin pertukaran gas
kali permenit. atau selimut diatas bahu yang sempurna.
2. Resiko terjadinya Tujuan 1. Letakkan bayi terlentang 1. Mengurangi kehilangan panas pada
hipotermi sehubungan diatas pemancar panas suhu lingkungan sehingga
Tidak terjadi hipotermia
dengan adanya roses (infant warmer) meletakkan bayi menjadi hangat
persalinan yang lama Kriteria
2. Singkirkan kain yang sudah 2. Mencegah kehilangan tubuh
dengan ditandai akral Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C dipakai untuk melalui konduksi.
dingin suhu tubuh
mengeringkan tubuh,
dibawah 36° C Akral hangat 3. Perubahan suhu tubuh bayi dapat
letakkan bayi diatas handuk
Warna seluruh tubuh kemerahan menentukan tingkat hipotermia
/ kain yang kering dan
hangat. 4. Mencegah terjadinya hipoglikemia
3. Gangguan pemenuhan Tujuan 1. Lakukan observasi BAB 1. Deteksi adanya kelainan pada
kebutuhan nutrisi dan BAK jumlah dan eliminasi bayi dan segera
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
sehubungan dengan reflek frekuensi serta konsistensi. mendapat tindakan / perawatan
menghisap lemah. Kriteria yang tepat.
2. Monitor turgor dan mukosa
- Bayi dapat minum pespeen / mulut. 2. Menentukan derajat dehidrasi dari
personde dengan baik. turgor dan mukosa mulut.
3. Monitor intake dan out
- Berat badan tidak turun lebih 3. Mengetahui keseimbangan cairan
put.
dari 10%. tubuh (balance)
4. Beri ASI sesuai
- Retensi tidak ada. 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara
kebutuhan.
adekuat.
5. Lakukan kontrol berat
5. Penambahan dan penurunan berat
badan setiap hari.
badan dapat di monito
14
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi
4. Resiko terjadinya infeksi Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik dan 1. Pada bayi baru lahir daya tahan
antiseptik dalam tubuhnya kurang / rendah.
Selama perawatan tidak terjadi
memberikan asuhan
komplikasi (infeksi) 2. Mencegah penyebaran infeksi
keperawatan
nosokomial.
Kriteria
- Tidak ada tanda-tanda infeksi. 2. Cuci tangan sebelum dan 3. Mencegah masuknya bakteri dari
sesudah melakukan baju petugas ke bayi
- Tidak ada gangguan fungsi
tindakan.
tubuh. 4. Mencegah terjadinya infeksi dan
3. Pakai baju khusus/ short memper-cepat pengeringan tali
waktu masuk ruang isolasi pusat karena mengan-dung anti
(kamar bayi) biotik, anti jamur, desinfektan.
antibiotik.
9. Siapkan pemeriksaan 9. Sebagai pemeriksaan
laboratorat sesuai advis penunjang.
dokter yaitu pemeriksaan
DL, CRP.
16
Tahap Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan
yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai
atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi
dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
petugas kesehatan yang lain. Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan
asuhan keperawatan pada bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan
dengan kriteria evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan
dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai
dengan kriteria evaluasi.
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu
seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri
anak.
Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2. hitungan (GK)
3. Meniru membuat garis lurus (GH)
4. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5. Melepas pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau
tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa
minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat >
375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2
detik, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
19
1) Laboratorium :
feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat, PCO2 meningkat,
HCO3 menurun )
Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output
berlebihan dan intake yang kurang
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi sekunder terhadap
diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang pengetahuan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
3) Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada
kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
7) Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental setiap 4 jam atau sesuai
indikasi
R/ Untuk mengkaji hidrasi
8) Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan gelatin
R/ Karena cairan ini biasanya tinggi karbohidrat, rendah elektrolit, dan mempunyai
osmolaritas yang tinggi
9) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan masukkan dan
keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk menjamin hasil optimum dan memperbaiki kepatuhan terhadap aturan
terapeutik
21
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan
air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung
dan saluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak
sekunder dari diare
22
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan irirtasi .
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama di rumah sakit, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
23
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
2. FOKUS PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji :
a. Riwayat penyakit
Demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah, riwayat penyakit
pernapasan, pengobatan yang dilakukan di rumah dan penyakit yang menyertai.
b. Tanda fisik
Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan tambahan, faring
hiperemis, pembesaran tonsil, sakit menelan.
e. Integumen
Kulit
i. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang.
j. Sistem Genitourinaria
Subyektif : mual, kadang muntah.
k. Sistem Digestif
Subyektif : -
b. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah.
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Studi Laboratorik :
Hb : menurun/normal
Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon
darah meningkat/normal
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
C. RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler
alveolus.
3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru.
4. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Rencana Keperawatan
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama ..x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas
efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara
28
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
2) Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku, dan jaringan sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi. Sedangkan sianosis daun
telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut (membran hangat)
menunjukkan hipoksemia sistemik.
29
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin. Berikan atau
bantu kebersihan mulut setelah muntah. Setelah tindakan aerosol dan drainase
postural, dan sebelum makan.
Rasional : menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan
dapat menurunkan mual.
5) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang,
krekers) dan atau makanan yang menarik untuk pasien.
Rasional : tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat.
Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien.
E. EVALUASI
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
33
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN