Sesak
B. ANAMNESIS TERPIMPIN
Keluhan dialami sejak ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit secara tiba-tiba sebelum.
Sesak tidak dipengaruhi oleh posisi. Keluhan disertai batuk disertai dahak berwarna hijau
yang dialami sejak 3 minggu terakhir. Tidak ada bercak darah pada dahak. Riwayat
demam ada dirasakan sejak 2 minggu terakhir, demam naik turun. Tidak ada keluhan
keringat di malam hari. Tidak ada penurunan berat badan.
2
Riwayat kesehatan/penyakit
Riwayat didiagnosis TB dan konsumsi obat anti tuberkulosis selama 6 bulan pada tahun
2009
Riwayat konsumsi obat anti tuberkulosis selama 8 bulan dengan obat suntikan pada tahun
2017
Riwayat merokok tidak ada
Riwayat kontak dengan orang yang mempunyai riwayat batuk lama tidak jelas
Riwayat keluarga
Riwayat keluhan atau penyakit yang sama pada keluarga tidak ada
Lain-lain
Tidak ada
Daftar Pustaka
A. SUBJEKTIF
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang dengan keluhan sesak dialami sejak ± 2 jam
sebelum masuk rumah sakit secara tiba-tiba sebelum. Sesak tidak dipengaruhi oleh posisi.
Keluhan disertai batuk disertai dahak berwarna hijau yang dialami sejak 3 minggu
terakhir. Tidak ada bercak darah pada dahak. Riwayat demam ada dirasakan sejak 2
minggu terakhir, demam naik turun. Tidak ada keluhan keringat di malam hari. Tidak ada
penurunan berat badan. Riwayat didiagnosis tuberkulosis dan konsumsi obat anti
tuberkulosis selama 6 bulan pada tahun 2009. Riwayat konsumsi obat anti tuberkulosis
disertai obat suntikan selama 8 bulan pada tahun 2017. Riwayat merokok tidak ada.
Riwayat kontak dengan orang yang memiliki riwayat batuk lama tidak jelas.
B. OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, hepar dan lien tidak
teraba
C. ASSESSMENT
Berdasarkan anamnesis, didapatkan gejala klinis bermakna berupa sesak yang dirasakan
secara tiba-tiba sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak dipengaruhi posisi,
trauma, dan stres. Batuk ada dialami sejak 3 minggu terakhir, disertai dahak berwarna
kehijauan. Riwayat terdiagnosis tuberkuloasis dan konsumsi OAT kategori 1 pada tahun 2009
dan kategori 2 pada tahun 2017. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan gerakan dada tidak
simetris, dada kiri tertinggal saat ekspirasi, tactile fremitus menurun pada dada kiri, dada kiri
terkesan lebih sonor dibandingkan dada kanan, suara napas pada dada kiri menurun, dan
vocal fremitus pada dada kiri menurun.
• Inform Consent
• IVFD RL 28 tpm
• Inj. Cefoperazone 1 gr/12 jam/IV
• Inj. Metamizole 1 gr/8 jam/IV
• Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
• Inj. Dexamethason 5 mg/8 jam/IV
• Asetil sistein 200 mg 3 x 1
• Konsultasi ke Dokter Spesialis Bedah > Pemasangan chest tube
E. FOLLOW UP
F. TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara dalam cavum pleura, ruang antara
paru dan dinding dada. Pada kondisi normal, cavum pleura tidak terisi udara sehingga
paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks dapat terjadi
spontan atau traumatik. Pneumotoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder.
Sedangkan pneumotoraks traumatik dibagi dua yaitu iatrogenik dan non iatrogenik.(1)
Pneumotoraks spontan adalah pneumotoraks yang terjadi tanpa didahului trauma toraks.
Pneumotoraks spontan primer terjadi ketika tidak terdapat penyakit paru yang
mendasarinya. Pneumotoraks spontan sekunder terjadi ketika terdapat penyakit paru yang
8
Secara global diperkirakan insiden TB resisten obat adalah 3,7% kasus baru dan 20%
kasus dengan riwayat pengobatan. Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB)
merupakan infeksi tuberculosis yang disebabkan oleh organisme dengan resisten terhadap
rifampisin dan isoniazid, dengan atau tanpa resisten terhadap obat anti-TB lainnya yang
disebabkan akibat kesalahan petugas medis maupun kelalaian penderita untuk berobat
dengan benar. Penegakan diagnosis terhadap MDR-TB membutuhkan kultur
Mycobacterium tuberculosis positif dan tes kepekaan terhadap obat. Pemeriksaan genetik
yang mendeteksi resistensi terhadap rifampisin menunjukkan >95% merupakan kasus
MDR-TB, <10% kasus resisten terhadap rifampisin merupakan monoresisten, sehingga
resisten terhadap rifampisin merupakan marker suatu MDR-TB pada >90% kasus.(7)
1. Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT, misalnya resistan isoniazid (H)
2. Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid (H) dan
rifampisin (R), misalnya resistan isoniazid dan ethambutol (HE), rifampicin ethambutol
(RE), isoniazid ethambutol dan streptomisin (HES), rifampicin ethambutol dan
streptomisin (RES).
3. Multi Drug Resistan (MDR): resistan terhadap isoniazid dan rifampisin, dengan atau
tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya resistan HR, HRE, HRES.
4. Ekstensif Drug Resistan (XDR): TB MDR disertai resistansi terhadap salah salah satu
obat golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin,
9
kanamisin, dan amikasin).
5. Total Drug Resistan (Total DR). Resistansi terhadap semua OAT (lini pertama dan lini
kedua) yang sudah dipakai saat ini.
Terjadinya resistansi terhadap OAT terdiri dari resistensi primer, resistensi inisial dan
resistensi sekunder. Resistensi primer adalah apabila pasien sebelumnya tidak pernah
mendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan.
Resistensi inisial adalah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah ada riwayat
pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah. Resistensi sekunder adalah apabila
pasien telah mempunyai riwayat pengobatan OAT minimal 1 bulan.(6)
Etiologi
Pneumotoraks spontan sekunder terjadi akibat penyakit paru yang mendasari. Penyakit
paru yang paling sering menyebabkan pneumotoraks spontan sekunder adalah PPOK
dengan emfisema, fibrosis kistik, tuberkulosis, kanker paru, pneumonitis interstisial, dan
pneumonia Pneumocystis carinii pada pasien dengan infeksi HIV.(8)
Patofisiologi
Pada orang sehat, tekanan dalam kavum pleura dipertahankan tetap negatif sesuai dengan
tekanan atmosfir selama siklus respiratorik. Perbedaan tekanan antara alveolus dan
kavum pleura disebut tekanan transpulmoner, dan tekanan ini menyebabkan rekoil elastis
paru. Pada pneumotoraks, alveolus atau jalan napas berhubungan dengan kavum pleura,
dan udara berpindah dari alveolus ke dalam kavum pleura hingga tekanan antara
keduanya menjadi seimbang. Begitupun ketika dinding dada dan kavum pleura
terhubung, udara akan berpindah ke dalam kavum pleura dari lingkungan hingga tidak
ada perbedaan tekanan atau hingga hubungan tersebut tertutup. Ketika udara dalam
kavum pleura cukup untuk meningkatkan tekanan pleura dari -5 cmH2O menjadi -2.5
cmH2O, tekanan transpulmoner akan berkurang dari 5 cmH 2O menjadi 2.5 cmH2O, dan
kapasitas vital paru akan berkurang sebanyak 33%. Udara yang mengisi kavum pleura
akan menekan paru dan mengurangi kapasitas vital paru sebanyak 25%. Selain itu,
perubahan tekanan dalam kavum pleura akan meningkatkan tekanan toraks dan
mengganggu proses pengembangan dinding dada, dan sekitar 8% dari kapasitas vital paru
akan berkurang. Ketika tekanan dalam kavum pleura meningkat, mediastinum akan
berpindah ke arah sebaliknya, memperluas toraks pada sisi yang sama, dan menekan
diafragma.(10)
Perubahan utama pada pneumotoraks adalah berkurangan tekanan oksigen arteri akibat
berkurangnya kapasitas vital paru. Pada pasien pneumotoraks sekunder dengan penyakit
paru, berkurangnya kapasitas vital paru dapat menyebabkan hipoventilasi alveolus dan
gagal napas. Berkurangnya tekanan oksigen dapat disebabkan oleh shunt anatomi, dan
hipoventilasi alveolus pada daerah pneumotoraks disebabkan oleh berkurangnya rasio
ventilasi-perfusi dalam alveolus paru.(10)
11
Gejala Klinis
Sebagian besar pasien dengan pneumotoraks mengeluhkan nyeri dada akut dan tiba-tiba
disertai dengan sesak napas. Nyeri pada pasien tersebut biasanya lebih berat saat inhalasi
dan terlokalisir pada daerah dengan pneumotoraks. Beratnya gejala sepeerti dispnea
sesuai dengan ukuran pneumotoraks, tetapi 5% pasien biasanya asimptomatik; pasien
tersebut biasanya memiliki kondisi sistemik yang buruk. Pneumotoraks spontan biasanya
terjadi saat istirahat, yang berarti terjadinya pneumotoraks tidak dipengaruhi oleh trauma
dan stres. Pasien dengan pneumotoraks spontan primer, nyeri dan dispnea biasanya
membaik dalam 24 jam, tetapi pasien dengan pneumotoraks spontan sekunder biasanya
mengalami gejala yang lebih berat. Udara dalam jumlah kecil di kavum pleura dapat
menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia.(10)
Pada pemeriksaan fisis, dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan nafas,
tertinggal pada sisi yang sakit. Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau
melebar, iktus jantung terdorong ke sisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah atau
menghilang. Pada perkusi, suara ketok hipersonor sampai timpani dan tidak bergetar,
batas jantung terdorong ke thoraks yang sehat, apabila tekanannya tinggi. Pada periksa
dengar, didapatkan suara napas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik apabila
ada fistel yang cukup besar.(11)
Pasien pada kasus ini memiliki gejala batuk berdahak selama 1 bulan terakhir dan riwayat
konsumsi obat anti tuberkulosis kategori 1 dan katergori 2 dan dinyatakan tuntas. Pasien
terduga TB resistan obat adalah semua orang yan mempunyai gejala TB dengan satu atau
lebih kriteria yang tercantum dibawah ini yaitu:(6)
7. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat atau default)
8. Terduga TB yan mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB resistan obat
9. Pasien koinfeksi TB HIV yang tidak respon secara klinis maipun bakteriologis
terhadap pemberian OAT.
Diagnosis Klinis
Manajemen Pneumotoraks
Menentukan ukuran pneumotoraks berdasarkan BTS tahun 2003, yaitu perbandingan
antara diameter paru dan diameter hemitoraks. Pneumotoraks dengan ukuran 1 cm pada
hasil radiologi menunjukan volume pneumotoraks sekitar 27%, sedangkan ukuran 2 cm
menunjukan volume pneumotoraks sekitar 49%. Perumpamaan diameter paru 9 cm dan
14
diameter hemitoraks 10 cm, (103-93)/103 = 27%. Ukuran pneumotoraks kurang dari 1 cm
tidak dianjurkan untuk dilakukan aspirasi. Jika ukuran pneumotoraks 2 cm dengan
perkiraan volume 50%, maka diindikasikan untuk dilakukan aspirasi.(1)
Pada pengobatan TB MDR, ada beberapa kondisi khusus yang harus diperhatikan
sebelum memulai pengobatan misalnya pasien dengan penyakit penyerta yang berat
seperti kelainan fungsi ginjal, kelainan fungsi hati, epilepsi, psikosis, dan ibu hamil.
Oleh karena itu, sebelum memulai pengobatan harus dilakukan persiapan awal seperti
anamnesis ulang, pemeriksaan berat badan, fungsi penglihatan dan pendengaran, kondisi
kejiwaan, hingga pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap, kimia
darah, Thyroid Stimulating Hormon (TSH), tes kehamilan, tes HIV, pemeriksaan EKG
dan foto thorax.(13)
Pengobatan pasien TB MDR menggunakan paduan OAT yang terdiri dari OAT lini
pertama dan lini kedua, yang dibagi dalam 5 kelompok berdasar potensi dan efikasinya.
(13)
17
Peserta
Pendamping