Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator yang mencerminkan


status kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan
persalinan. Indonesia sebagai salah satu negara dengan AKI tertinggi di Asia,
tertinggi ke-3 di kawasan ASEAN. Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyebutkan bahwa AKI di Indonesia sebesar 359
per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami peningkatan dari SDKI tahun
2007, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan, target Millenium
Development Goals (MDGs) 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
Penyebab kematian ibu di Indonesia masih didominasi oleh perdarahan (32%) dan
hipertensi dalam kehamilan (25%), diikuti oleh infeksi (5%), partus lama (5%),
dan abortus (1%).Selain penyebab obstetrik, kematian ibu juga disebabkan oleh
penyebab lain-lain (non obstetrik) tumor medula spinalis sebesar 32%.1

Di Indonesia jumlah kehamilan dengan tumor medula spinalis belum


diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat
mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat
dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30
hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di
segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.2.3

Kehamilan dengan tumor medula spinalis merupakan salah satu penyebab


mortalitas maternal yang disebabkan oleh gangguan non obstetrik terutama di
negara berkembang. Penyakit ini memiliki tingkat mortalitas kurang lebih 10%
pada negara berkembang.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tumor Medula Spinalis adalah massa dari pertumbuhan jaringan yang
abnormal di dalam medula spinalis, bisa bersifat jinak (benigna) atau ganas
(maligna)1
Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor
sekunder. Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu
sendiri sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor
di bagian tubuh lainnya. Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset
biasanya gradual) dan dua pertiga pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset
gejala. Gejala pertama dari tumor medula spinocerebellar penting diketahui
karena dengan tindakan operasi sedini mungkin, dapat mencegah kecacatan.

B. Anatomi
Medula spinalis merupakan struktur yang paling penting antara tubuh dan
otak. Medula spinalis memanjang dari foramen magnum hingga vertebra
lumbalis pertama atau kedua. Ini penghubung penting antara otak dan tubuh, dan
dari tubuh ke otak. Panjang medula spinlais adalah 40 sampai 50 cm dan
diameternya 1 cm sampai 1,5 cm. Dua baris berturut-turut akar saraf muncul di
masing-masing sisinya. Akar-akar saraf bergabung distal untuk membentuk 31
pasang saraf tulang belakang.Medula spinalis dibagi menjadi empat wilayah:
serviks (C), toraks (T), lumbal (L) dan sakral (S), yang masing-masing terdiri dari
beberapa segmen. Saraf tulang belakang mengandung serabut saraf sensorik
motorik dan ke dan dari seluruh bagian tubuh. Setiap segmen sumsum tulang
belakang mempersarafi suatu dermatom.

Jalur ini terorganisir. Ada 31 segmen, yang didefinisikan oleh 31 pasang saraf
keluar jalurnya. Saraf ini dibagi menjadi 8 serviks, 12 toraks, 5 lumbal, 5 sacral,
dan 1 saraf coccygeal (Gambar 3.2). Akar dorsal dan ventral masuk dan

2
meninggalkan vertebra masing-masing melalui foramen intervertebralis di segmen
tulang belakang yang sesuai dengan segmen tulang belakang.

Vertebra terdiri dari tulang individu (vertebrae) ditumpuk satu di atas yang
lain dalam kolom. Setiap vertebra memiliki tubuh yang silindris, yang
berpartisipasi dalam bantalan berat dan lengkungan tulang (lamina dan proses
spinosus) yang melindungi medulla spinalis dan penutup nya. Lengkungan tulang
terhubung ke tubuh dengan dua kolom kecil tulang (pedikel). Kanal melingkar
antara tubuh, lengkungan, dan pedikel medulla spinalis dan disebut kanalis
medulla spinalis. Medula spinalis terkandung dalam kanal dan ditutupi oleh
lapisan jaringan ikat, dura mater. Tumor yang terletak di luar dura disebut
extradural. Ini biasanya tumor metastasis dan paling sering timbul pada tulang
belakang itu sendiri. Tumor yang timbul di dalam dura, tetapi di luar substansi
sebenarnya dari medulla spinalis yang disebut intradural-extramedullary. Ini
biasanya tumor selubung saraf atau meningioma. Tumor yang timbul dalam

3
substansi dari sumsum tulang belakang itu sendiri disebut tumor intramedulla. Ini
biasanya astrocytomas atau ependymomas. Berbagai jenis tumor sering
berperilaku berbeda dan memerlukan perawatan yang berbeda.

C. Epidemiologi
Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara
pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari
total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan
insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita
pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun.
Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan
20% terletak di segmen lumbosakral.2,3
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,
astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada
orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia
anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga
dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.6
Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat
tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi
yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor
spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari
tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada
remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal

4
dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal,
lumbosakral atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor
vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua
tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun
pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada
dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan
perempuan 1,8 : 1.4,5
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan
insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan
tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada
kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira
25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada
segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada
foramen magnum.4,5

D. Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi
menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak
maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan
metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,
payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer
yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma,
sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.1
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu
sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam
tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1.

5
Gambar 2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-
ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural
Sumber: http://www.draryan.com/Portals/0/spinal%20cord%20tumors.jpg

Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya


Intradural
Ekstra dural Intradural ekstramedular
intramedular
Chondroblastoma Ependymoma, tipe Astrocytoma
Chondroma myxopapillary Ependymoma
Hemangioma Epidermoid Ganglioglioma
Lipoma Lipoma Hemangioblastoma
Lymphoma Meningioma Hemangioma
Meningioma Neurofibroma Lipoma
Metastasis Paraganglioma Medulloblastoma
Neuroblastoma Schwanoma Neuroblastoma
Neurofibroma Neurofibroma
Osteoblastoma Oligodendroglioma
Osteochondroma Teratoma
Osteosarcoma
Sarcoma
Vertebral
hemangioma

6
E. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam
tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang
bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-
sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang
kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula
spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut.7
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan
muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik
kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota
keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan
neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan
neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan
pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien
dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas
dari kromosom 3.6

F. Manifestasi Klinis
Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam
tiga tahapan3, yaitu:
1. Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama
2. Sindroma Brown Sequard
3. Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral

Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler,
nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler
merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis
dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat

7
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24%
nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas3. Nyeri radikuler dicurigai
disebabkan oleh tumor medula spinalis bila:
1. Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktus
piramidalis
2. Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP
seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1

Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah


tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks.3
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali
dengan gejala TIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah,
papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor
neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor,
yang dapat menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,
dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian
hidrosefalus sebagai gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.5 Gejala
umum akibat adanya kompresi, antara lain:

• Nyeri
Kompresi dari suatu tumor dapat merangsang jaras-jaras saraf yang
terdapat dalam medula spinalis dan menimbulkan nyeri yang seakan-akan berasal
dari berbagai bagian tubuh (nyeri difus). Nyeri ini biasanya menetap, kadang
bertambah berat dan terasa seperti terbakar.

• Perubahan sensori
Kebanyakan pasien dengan tumor medula spinalis mengalami kehilangan
sensasi. Biasanya mati rasa dan hilangnya sensitivitas kulit terhadap suhu.

8
• Problem Motorik
Gejala awalnya dapat berupa kelemahan otot, spastisitas, dan
ketidakmampuan untuk menahan kencing atau buang air besar. Jika tidak diterapi
gejala dapat memburuk termasuk diantaranya atrofi otot dan kelumpuhan.
Bahkan, pada beberapa orang dapat berkembang menjadi ataksia.

Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor


di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh
yang selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada
tumor di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri
yang menyebar ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat
batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical
dapat menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan
tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri
punggung atau nyeri pada tungkai.7
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat
dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis


Lokasi Tanda dan Gejala
Foramen Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat
Magnum sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering
adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia
dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas
yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat
barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan
adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien
yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing.
Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya
sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing,

9
disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan
muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup
hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX
hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.
Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi
radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga
menyerang tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian
atas (misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai
darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada
umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan.
Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat
menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps,
brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang
tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6,
melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7
menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.
Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada
ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia.
Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan
pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri
akibat gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal
bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor
(umbilikus menonjol apabila penderita pada posisi telentang
mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang.
Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak
segmen lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf
desendens dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi.
Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas tidak

10
mempengaruhi refleks perut, namun menghilangkan refleks
kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan fleksi panggul
dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut
dan refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri
umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan
lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas
menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan
kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi
daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus
dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai
daerah sakral bagian bawah.
Kauda Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-
Ekuina tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau
perineum, yang kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis
flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan
terkadang asimetris.

1. Tumor Ekstradural
Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi
pada medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat
merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari,
minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks,
yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin
menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat
gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini
dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae,
nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.

11
Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural5
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis
keganasan terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon,
tiroid, melanoma, limfoma, atau sarkoma.
2. Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi
metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks,
sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah
lumbosakral.
3. Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level
torakal, karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1
cm).
4. Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang
tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada
penekanan atau palpasi.

2. Tumor Intradural-Ekstramedular3
Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik
progresif. Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak
adalah neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita.
a. Neurinoma (Schwannoma)
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berasal dari radiks dorsalis
2. Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular
3. 2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada satu
sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan gejala
lanjut terdapat tanda traktus piramidalis
4. 39% lokasinya disegmen thorakal

12
b. Meningioma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. ± 80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia pertengahan
2. Pertumbuhan lambat
3. Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan gejala
traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler biasanya bilateral
dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek

3. Tumor Intradural-Intramedular3,6
Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa
terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan
seperti electric shock like pain (Lhermitte sign).
a. Ependimoma
Memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun
2. Wanita lebih dominan
3. Nyeri terlokalisir di tulang belakang
4. Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun
5. Nyeri disestetik (nyeri terbakar)
6. Menunjukkan gejala kronis
7. Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan

b. Astrositoma
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Prevalensi pria sama dengan wanita
2. Nyeri terlokalisir pada tulang belakang
3. Nyeri bertambah saat malam hari
4. Parestesia (sensasi abnormal)

13
c. Hemangioblastoma
Memiliki karakter sebagai berikut:
1. Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun
2. Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada
1/3 dari jumlah pasien keseluruhan.
3. Penurunan sensasi kolumna posterior
4. Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

G. Diagnosis7
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula
spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di
bawah ini.
a. Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan
xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam
mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor
medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah
menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang
komplit.
b. Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal.
Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung
hantu” pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur
kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan
osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya
Ca payudara).

14
c. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor,
bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor.
Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema,
perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat
membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas
tumor.

d. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan
yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan
gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas
dibandingkan dengan CT-scan.

15
H. Diagnosis Banding6
1. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
2. Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders
3. Mechanical Back Pain
4. Brown-Sequard Syndrome
5. Infeksi Medula Spinalis
6. Cauda Equina Syndrome

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis
secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi
secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post
operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif
secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi
dengan terapi radiasi post operasi.1
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
a. Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin
juga menghasilkan perbaikan neurologis).
b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
 Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan
sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik
untuk nyeri.
 Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-4000
cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di
bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan
komplikasi yang lebih sedikit.
c. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat
blok dan kecepatan deteriorasi

16
 bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat:
penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi,
teruskan deksamethason keesokan harinya dengan 24 mg IV setiap 6
jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama radiasi, selama
2 minggu.
 bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan
deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama
perawatan sesuai toleransi.

d. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang
tidak dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.

e. Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya
dengan teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop
digunakan pada pembedahan tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan:
 Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi
bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat
terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan
sebagai metastase.
 Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).
 Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam,
kecuali signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya
terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal
atau melanoma.
 Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.

17
J. Komplikasi6
Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:
 Paraplegia
 Quadriplegi
 Infeksi saluran kemih
 Kerusakan jaringan lunak
 Komplikasi pernapasan

Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah:


 Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada
anak-anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang
tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis.
 Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi
obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus.

K. Prognosis8
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan
pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya
pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah
pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin
buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).

18
PEMBAHASAN

Pada Kasus ini, datang seorang perempuan G1P0A0 hamil 35-36 minggu
berusia 24 tahun mengalami susp.Tumor medulla spinalis. Untuk dapat
menegakkan diagnosis dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis diketahui pasien datang dengan Nyeri
Punggung sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. keluhan ini juga disertai rasa
kebas dan kelemahan pada bagian tungkai bawah. Pemeriksaan didapatkan
gangguan khas pada lesi UMN, yaitu didapatkan reflex cenderung meningkat dan
Klonus (+).
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi
pada daerah cervical pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor. Pertama,
kelompok ini dibagi dari hubungannya dengan selaput menings spinal,
diklasifikasikan menjadi tumor intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya,
tumor intradural sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang
tumbuh pada substansi dari medula spinalis itu sendiri (tumor intramedular) serta
tumor yang tumbuh pada ruang subarachnoid (ekstramedular).
Kepustakaan menjelaskan bahwa gejala dari tumor medulla spinalis adalah
nyeri pinggang, gangguan neurologis, baik gangguan sensorik, motoric dan
otonom. Gejala-gejala tersebut ditemukan pada pasein dan saat pemeriksaan fisik
ditemukan kelemahan anggota tubuh bagian bawah (+). Pemeriksaan laboratorium
didapatkan tidak adanya kelainan. Sedangkan hasil MRI menunjukkan kesan
adanya massa solid Isointens pada T1 dan T2 setinggi Thorakal 8 dan 9.
Cairan spinal, Computed Tomographic (CT) myelography, dan MRI
spinalis merupakan tes yang paling sering digunakan dalam mengevaluasi pasien
dengan lesi pada medula spinalis. MRI merupakan modalitas pencitraan primer
untuk penyebaran ke medula, reduksi ruang CSF disekitar tumor.
Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien yaitu riwayat inap di ruangan
dengan maintenance cairan dan simptomatik Berdasarkan kepustakaan yang
dibahas sebelumnya, terapi diberikan pada pasien ini sudah tepat. Hal ini

19
dibuktikan dengan repon perbaikan kondisi pasien saat kunjungan selanjutnya
yang berangsur membaik. Namun diperlukan intervensi selanjutnya
(Pembedahan) sebagai terapi utama untuk kasus ini.
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis
secara maksimal.
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan
pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya
pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah
pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin
buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).

20
BAB III
PENYAJIAN KASUS

1.1 Identitas
Nama : Ny.Feronika Saputri
Jenis Kelamin : perempuan
Usia : 24 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pulau Tiga,TG KUMBIK
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No MR : 06-53-xx
Tanggal Lahir : 6 Oktober 1995
Tanggal rawat inap : 21 agustus 2019

1.2 Anamnesis (Anamnesis dilakukan pada tanggal 12 september 2019)


1.2.1 Keluhan Utama
Kehamilan dengan lemah anggota gerak bawah

1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang perempuan G1P0A0 hamil 35-36 minggu berusia 24 tahun
datang diantar oleh keluarga pasien ke IGD RSUD NATUNA dengan
nyeri pinggang disertai ketidak mampuan berkemih sejak 2 jam SMRS.
Nyeri pertama dirasakan di pinggang sebelah kiri, nyeri yang dirasakan
menjalar ke dada sebelah kiri. Nyeri yang dirasakan makin hebat saat
bergerak atau merubah posisi. Nyeri disertai kebas yang menjalar
awalnya dari tungkai sebelah kiri kemudian kebas sebelah kanan. Nyeri
juga disertai kelemahan awalnya pada pada tungkai sebelah kiri dan
kemudian tungkai sebelah kanan. akhirnya pasien sulit untuk berjalan.
BAB(+)N dan BAK sulit 1 minggu terakhir. Riwayat Hipertensi (-),

21
DM (-), penyakit jantung (-), stroke (-) dan penyakit ginjal (-). Riwayat
penyakit paru (-). Riwayat jatuh terduduk (-)
1.2.3 Riwayat Perkawinan
kawin 1 kali, pertama kali kawin umur 20 tahun dengan suami sekarang
sudah 4 tahun.
1.2.4 Riwayat haid
a. Menarche umur : 14 tahun
b. Siklus : 29 hari
c. Teratur / tidak : teratur
d. Lamanya : 3-5 hari
e. Banyaknya : ± 2-3 kali ganti pembalut/hari
f. Dysmenorrhea : tidak
g. HPHT : 04-01-2019
h. Taksiran Partus : 11-09-2019
1.2.5 Riwayat keluarga berencana
a. Jenis : suntik 1 bulan
b. Lama : 5 bulan
c. Masalah : tidak ada

1.2.6. Riwayat kesehatan

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat asma (-)


 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat diabetes mellitus (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat penyakit ginjal (-)
 Riwayat menjalani operasi (-)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

 Riwayat asma (-)


 Riwayat hipertensi (-)

22
 Riwayat diabetes mellitus (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat penyakit ginjal (-)

1.2.7. Riwayat Kehamilan Sekarang


a. Mulai periksa sejak kehamilan : 11 minggu
b. Frekuensi periksa
1) Trimester I : 2 kali
2) Trimester II : 3 kali
3) Trimester III : 2 kali
4) Imunisasi TT : Lengkap

1.3 Pemeriksaan Fisik (12 september 2019)


1.3.2 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
1.3.3 Kesadaran : Compos Mentis
1.3.4 Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 110/80 mmHG
b. Nadi : 120 x/menit, irama reguler, isi cukup, kuat
angkat.
c. Respirasi : 40 x/menit, abdominotorakal
d. SpO2 : 81% dengan NRBM 10 lpm jadi 97%
e. Suhu : 36,2o C
f. Skala nyeri VAS :7
g. Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-),
turgor normal, kelembaban normal, pucat
h. Berat badan : 64 kg
i. Tinggi badan : 150 cm

23
Status Generalis
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor
diameter 3 mm/3 mm, reflex cahaya langsung dan tak
langsung (+/+)
Telinga : Sekret (-), aurikula hiperemis (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-),mukosa bibir kering (-), atrofi papil lidah
(-)
Hidung : Sekret (-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-/-), tonsil T1/T1 hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), hepatojugular reflex (-), JVP 5+2
cmH2O
Paru
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri baik statis maupun dinamis,
retraksi (-)
Palpasi : Fremitus taktil paru kanan dan kiri sama, massa (-), nyeri
tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler (+/+), rhonki basah kasar di
basal (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis ICS VI linea axilaris anterior, trhill (-)
Perkusi : Batas pinggang jantung pada ICS III linea parasternalis
sinistra, batas jantung kanan pada ICS III linea
parasternalis dextra, batas jantung kiri pada ICS V linea
midklavikula sinistra
Auskultasi : SI/SII regular, murmur (-), S3 gallop (-), ekstrasistol (-)

Abdomen

24
Inspeksi : Cembung, sikatrik (-)
Auskultasi : Bising usus normal, 10 kali per menit
Palpasi : Soepel, massa (-), nyeri tekan (+) a/r epigastrium, hepar
dan limpa tidak teraba
Perkusi : Timpani
Ekstremitas : Hangat, edema piting peritibial -/-, CRT <2 detik

PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Status Lokalis Abdomen
TFU : 30 cm diatas symphisis pubis
Leopold 1 : Pertengahan antara pusat dan prosesus xifoideus, teraba bulat,
lunak dan tidak melenting (bokong)
Leopold 2 : Bagian kiri perut ibu teraba keras, memanjang seperti papan
(pu-ki) dan bagian kanan perut ibu teraba bagian-bagian kecil
janin (ekstremitas).
Leopold 3 : Bagian terbawah janin teraba bulat, keras dan tidak melenting
(preskep)
Leopold 4 : Bagian terbawah janin masuk PAP (divergen)

TBJ : (TFU-12)×155=2945 gram


Auskultasi : DJJ (+), terdengar jelas dengan frekuensi 145 kali/menit

Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher)


Puncak kepala, teraba UUB yang paling rendah pada pemeriksaan dalam dan
UUB sudah berputar ke depan.portio terbuka sedikit.

1.4 Laboratorium (12 september 2019)


Hematologi
Hemoglobin : 10,9 g/dl (Normal: 13.0 – 16.0)
Eritrosit : 4,88 x 106/µl (Normal: 5.0 – 5.7)

25
Leukosit : 11,2/µl (Normal: 5.0 – 10.0)
Hematokrit : 30,5% (Normal: 40.0 – 48.0)
Trombosit : 214.000/µl (Normal: 150 – 450)
MCV : 81 fl (Normal: 82.0 – 92.0)
MCH : 28,9 pg (Normal: 27.0 – 31.0)
MCHC : 35,7 g/dl (Normal: 32.0 – 36.0)
Basofil : 0,0% (Normal: 0,0 – 1,5)
Eosinofil : 0,0% (Normal:0,0 – 0,5)
Limfosit : 94,8% (Normal:21,0 - 40,0)
Monosit : 0,3% (Normal: 3,0 - 7,0)
Neotrofil : 4.9% (Normal: 40 - 75.0)

Lain –lainnya
RAPID TEST NON REAKTIF
Golongan darah
Golongan darah ABO A
Anti-Rhesus (+)
Diabetes
Glukosa sewaktu 84 mg/dl (Normal : 70-200 )

Hepatitis Marker
HbsAg Rapid Test NON REAKTIF
URINALISA
Warna kuning
Kejernihan agak keruh jernih
Berat jenis 1.010 1.005-1.030
PH 7,5 5,0-8,5
Leukosit Esteras +1 Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif

26
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Leukosit 2-3/lpm 0-5
Eritrosit 0-1/lpm 0-1
Epitel +2
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Positif Negatif
Ragi Negatif Negatif

1.4.1. USG

Kesan : JPKTH,DJJ (+),intrauterina,plasenta di fundus,jk perempuan, TBJ 2503


gram dengan usia kehamilan 35-36 minggu

27
1.5. Daftar Masalah

1. Kehamilan dengan kelemahan anggota gerak bawah


2. Sesak napas
3. Inkontinensia urin
4. Parestesia
5. Nyeri tulang belakang

1.6. Diagnosis

Diagnosa klinis : G1P0A0 hamil-35-36 minggu + JPKTH +

Parapharese inferior tipe LMN e.c Susp. Tumor

medula spinalis

1.7. Tatalaksana

Rencana Diagnostik.

a. Observasi tanda vital,keadaan umum dan jumlah urin


b. Kirim ke VK untuk tatalaksana lanjutan
c. Tirah baring
d. Oksigen 10 lpm dengan NRBM
e. IVFD RL 24 tpm
f. Pasang kateter urin
g. Pemeriksaan Penunjang
- CTG
- USG
- Laboratorium:DPL,UL,PT,APTT,GDS
h. Pro operasi SC Cito

28
Hasil lab pro operasi SC

1.8. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fuctionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia

1.9 Follow Up Harian

12 september 2019
2 jam post SC
Subjektif : lemas (-), sesak (-), perdarahan pervaginam (-), pusing (-)
Objektif :
KU : Baik
TD : 110/70 mmHg RR : 19x/menit
HR : 85x/menit T : 36 ºC
Mata : Anemis (+)
Abdomen : soepel, BU (+) normal, nyeri tekan (-),luka post operasi
tertutup kassa

29
Ekstremitas : akral hangat, crt < 2’’, edem (-)

Status Obstetri:
Payudara : bengkak (-), nyeri tekan (-), ASI (-)
Abdomen : datar, striae gravidarum (+), soepel, nyeri tekan (-), TFU 3
jari dibawah pusat, kontraksi (+) baik,luka post operasi
tertutup kassa.
Genitalia : edem (-), luka (-), perdarahan aktif (-)
Assesment : p2a0 post SC dengan pharaparese inferior tipe LMN e.c
susp tumor medula spinalis+ Inkontinensia urin
Planning :
 Infus RL 20 tpm
 Diet MB TKTP
 Inj. Ceftriaxon 2x1gr IV
 Drip metronidazol 3x500 mg IV
 Asam mefenamat 3x500 mg PO
 Metergin 3x1 tab PO
 Cek DL post transfusi
 Pindah rawat inap kebidanan
 Observasi keluhan, vital sign, kontraksi uterus.

30
Pemeriksaan penunjang:

Kesan : Leukosit 17.26 10^3/uL (nilai normal 3.6 – 11)


Planning
 Loading RL 500 cc TD: 110/70 mmHg
 Inj. Ceftriaxon 2x1gr IV
 asam traneksamat 3x0,5 mg IV
 Inj. ketorolac 3x30 mg IV
 Observasi TTV, kontraksi uterus, monitor urin output.

13 september 2019

Subjektif : keluhan : lemah anggota gerak bawah, tidak bisa menahan rasa
ingin buang air kecil, nyeri pinggang (+)

Objektif :

KU : Baik

TD : 120/70 mmHg RR : 20x/menit

HR : 81x/menit T : 36,5 ºC

31
Mata : Anemis (-)

Abdomen : soepel, BU (+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, crt < 2’’, edem (-)

Status Obstetri :

Payudara : bengkak (+), nyeri tekan (-), ASI (+)

Abdomen : datar, striae gravidarum (+), soepel, nyeri tekan (-), TFU 3

jari dibawah pusat, kontraksi (+) baik, luka bekas operasi

yang ditutupin kassa.

Genitalia : edem (-), luka (-), perdarahan aktif (-)

Assesment : p2a0 post SC dengan pharaparese inferior tipe LMN e.c

susp tumor medula spinalis+ Inkontinensia urin

Planning : konsul dr.sari Sp.S

saran : MRI vertebra.

32
14 september 2019

Subjektif : keluhan : lemah anggota gerak bawah, tidak bisa menahan

rasa ingin buang air kecil, nyeri pinggang (+)

Objektif :

KU : Baik

TD : 110/80 mmHg RR : 22x/menit

HR : 71x/menit T : 36,3 ºC

Mata : Anemis (-)

Abdomen : soepel, BU (+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, crt < 2’’, edem (-)

Status Obstetri :

Payudara : bengkak (+), nyeri tekan (-), ASI (+)

Abdomen : datar, striae gravidarum (+), soepel, nyeri tekan (-), TFU 3

jari dibawah pusat, kontraksi (+) baik, luka bekas operasi

yang ditutupin kassa.

Genitalia : edem (-), luka (-), perdarahan aktif (-)

Assesment : p2a0 post SC dengan pharaparese inferior tipe LMN e.c

susp tumor medula spinalis+ Inkontinensia urin

Planning :

Rujuk RS awal Bros Batam dengan terencana.

33
18 september 2019

Kesan :

Massa perdarahan(BT)= dalam batas normal

Massa pembekuan(CT)=dalam batas normal

Golongan darah (ABO) + rhesus= A positif

SGOT,SGPT = dalam batas normal

HbsAg rapid non reaktif

Anti HIV rapid non reaktif

34
Pemeriksaan Hematologi : dalam batas normal

HASIL MRI

KESAN : adanya massa oval intradural extra-medullalokasinya pada level

corpus TH5-TH7 sisi posterior disertai dengan batas tumor yang

reguler serta perdesakan/kompresi medula spinalis dari posterior

dengan tanda-tanda Myelopati.

35
Indikasi rawat inap : pro operasi laminektomi removal tumor

Hasil operasi laminektomi tumor medulla spinalis pada

pasien Ny.Feronika Saputri, perempuan, 24 tahun,.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan


Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
2. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [2 Juli 2019].
3. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. [serial online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-
iskandar%20japardi43.pdf. [2 Juli 2019].
4. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults.
[serial online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/
webcontent/003088-pdf. [2 Juli 2019].
5. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New
York: Thieme. Page 146-147.
6. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of
Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [2 Juli 2019].
7. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and
Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online].
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainands
pinaltumors.htm. [1 April 2011].

37
8. Neil R Malhotra, Deb Bhowmik, Douglas Hardesty, Peter Whitfield. 2010.
Neurosurgery Article, Intramedullary Spinal Cord Tumors : Diagnosis,
Treatments, and Outcomes.

38

Anda mungkin juga menyukai