PENDAHULUAN
Miastenia gravis adalah penyakit yang menyerang hubungan antara sistem saraf (nervus)
dan sistem otot (muskulus). Penyakit miastenis gravis ditandai dengan kelemahan dan kelelahan
pada beberapa atau seluruh otot, dimana kelemahan tersebut diperburuk dengan aktivitas terus
menerus atau berulang-ulang. Miastenia gravis adalah penyakit autoimun yang menyerang
neuromuskular juction ditandai oleh suatu kelemahan otot dan cepat lelah akibat adanya antibodi
terhadap reseptor asetilkolin (AchR) sehingga jumlah AchR di neuromuskular juction berkurang
(1, 2)
.
Myasthenia Gravis jarang ditemui. Angka kejadian Myasthenia Gravis adalah 1 dari
20.000 orang. Biasanya penyakit ini menyerang orang berusia 20-50 tahun. Wanita lebih sering
menderita penyakit ini. Rasio perbandingan pria dan wanita adalah 6:4 (2).
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan mengenai modalitas
Adapun isi dari referat ini adalah definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, gejala klinis,
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Miastenia gravis adalah penyakit yang menyerang hubungan antara sistem saraf
(nervus) dan sistem otot (muskulus). Penyakit miastenis gravis ditandai dengan kelemahan
dan kelelahan pada beberapa atau seluruh otot, dimana kelemahan tersebut diperburuk
dengan aktivitas terus menerus atau berulang-ulang. Miastenia gravis adalah penyakit
autoimun yang menyerang neuromuskular juction ditandai oleh suatu kelemahan otot dan
cepat lelah akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AchR) sehingga jumlah
2.2 Epidemiologi
dari 20.000 orang. Biasanya penyakit ini menyerang orang berusia 20-50 tahun. Wanita
lebih sering menderita penyakit ini. Rasio perbandingan pria dan wanita adalah 6:4. Pada
wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda yaitu sekitar 28 tahun; sedangkan
pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 42 tahun. Insiden miastenia gravis pada
anak-anak 0,9 – 2,0 kasus per 1 juta anak tiap tahun pada populasi pediatrik usia 0 – 17
tahun di Kanada dari tahun 2010 hingga 2011. Angka yang lebih tinggi didapatkan di
Amerika Utara, yaitu 9,1 per 1 juta penduduk. Sebanyak 4,2% terjadi pada usia 0 – 9 tahun
dan 9,5% pada usia 9 – 19 tahun. Miastenia gravis tipe okuler lebih banyak pada ras Asia,
sedangkan tipe generalisata lebih banyak pada ras Eropa dan Amerika (2).
2.3 Etiologi
bagian imunologis (epitop) di dalam maupun sekitar AChR nicotinik pada postsynaptic
imun dari AChR dan membran postsinaptik. Hilangnya AchRs fungsional dalam jumlah
besar dapat menyebabkan berkurangnya jumlah serat otot yang berdepolarisasi selama
aktivasi terminal nervus motorik, mengakibatkan panurunan aksi potensial otot dan
kontraksi serat otot yang penting. Adanya hambatan pada tranmisi neuromuskular dapat
menyebabkan kelemahan secara klinis apabila jumlah serat yang rusak besar(1).
antibodi terhadap MuSK (Muscle-Specific Kinase). Biopsi otot pada pasien ini
bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering ditemukan pada pasien positif MG
positif MG okulobulbar(1).
Sejumlah temuan telah dikaitkan dengan MG, seperti perempuan dan orang
HLA-DRw3, dan HLA-DQw2 (meskipun ini belum terbukti berhubungan dengan bentuk
terhadap antigen asing yang memiliki reaktivitas silang dengan reseptor AcH nikotinat
telah diusulkan sebagai penyebab miastenia gravis, tetapi antigen pemicu belum
diidentifikasi(1).
Berbagai obat dapat menyebabkan atau memperburuk gejala MG, termasuk yang
dan ampisilin); Penisilamin - Ini dapat menyebabkan miastenia sejati, dengan tingginya
titer antibodi anti-ACHR terlihat pada 90% kasus, namun, kelemahan ringan dan
pemulihan penuh dicapai seminggu sampai sebulan setelah penghentian obat; Beta-
lengkap (1).
2.4 Patofisiologi
Observasi klinik yang mendukung hal ini mencakup timbulnya kelainan autoimun
yang terkait dengan pasien yang menderita miastenia gravis, misalnya autoimun tiroiditis,
imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis.
Hal inilah yang memegang peranan penting pada melemahnya otot penderita
dengan miatenia gravis. Sejak tahun 1960, telah didemonstrasikan bagaimana autoantibodi
pada serum penderita miastenia gravis secara langsung melawan konstituen pada otot.
Tidak diragukan lagi, bahwa antibodi pada reseptor nikotinik asetilkolin merupakan
penyebab utama kelemahan otot pasien dengan miastenia gravis. Autoantibodi terhadap
asetilkolin reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien yang menderita
Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai “penyakit terkait sel B”, dimana antibodi
yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor asetilkolin. Peranan sel T pada
patogenesis miastenia gravis mulai semakin menonjol. Walaupun mekanisme pasti tentang
gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Timus merupakan organ sentral terhadap
imunitas yang terkait dengan sel T, dimana abnormalitas pada timus seperti hiperplasia
timus atau timoma, biasanya muncul lebih awal pada pasien dengan gejala miastenik.
Subunit alfa juga merupakan binding site dari asetilkolin. Sehingga pada pasien miastenia
gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai subklas yang berbeda, dimana satu
antibodi secara langsung melawan area imunogenik utama pada subunit alfa.Ikatan antibodi
neuromuskular melalui beberapa cara, antara lain: ikatan silang reseptor asetilkolin
post sinaptik, sehingga mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi
Kelemahan otot terjadi seiring dengan penggunaan otot secara berulang, dan semakin berat
dirasakan di akhir hari. Gejala ini akan menghilang atau membaik dengan istirahat.
Kelompok otot-otot yang melemah pada penyakit miastenis gravis memiliki pola yang
khas. Pada awal terjadinya Miastenia gravis, otot kelopak mata dan gerakan bola mata
terserang lebih dahulu. Akibat dari kelumpuhan otot-otot tersebur, muncul gejala berupa
penglihatan ganda (melihat benda menjadi ada dua atau disebut diplopia) dan turunnya
menggeram saat berusaha tersenyum serta penampilan yang seperti tanpa ekspresi.
Penderita juga akan merasakan kelemahan dalam mengunyah dan menelan makanan
sehingga berisiko timbulnya regurgitasi dan aspirasi. Selain itu, terjadi gejala gangguan
dalam berbicara, yang disebabkan kelemahan dari langit-langit mulut dan lidah. Sebagian
besar penderita Miastenia gravis akan mengalami kelemahan otot di seluruh tubuh,
termasuk tangan dan kaki. Kelemahan pada anggota gerak ini akan dirasakan asimetris.
Bila seorang penderita Miastenia gravis hanya mengalami kelemahan di daerah mata
selama 3 tahun, maka kemungkinan kecil penyakit tersebut akan menyerang seluruh tubuh.
Penderita dengan hanya kelemahan di sekitar mata disebut Miastenia gravis okular.
Penyakit Miastenia gravis dapat menjadi berat dan membahayakan jiwa. Miastenia gravis
yang berat menyerang otot-otot pernafasan sehingga menimbuilkan gejala sesak nafas. Bila
sampai diperlukan bantuan alat pernafasan, maka penyakit Miastenia gravis tersebut
dikenal sebagai krisis Miastenia gravis atau krisis miastenik. Umumnya krisis miastenik
3. Pemulihan dalam beberapa menit atau kurang dari satu jam, dengan istirahat
5. Otot mata sering terkena pertama (ptosis, diplopia), atau otot faring lainnya
Kelas I: adanya keluhan otot-otot ocular, kelemahan pada saat menutup mata dan
Kelas II: terdapat kelemahan otot ocular yang semakin parah, serta adanya
Kelas III : terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot ocular, sedangkan otot-otot
ringan
derajat ringan
Kelas IV: otot-otot selain otot-otot ocular mengalami kelemahan dalam derajat yang
ringan
keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-
otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan.
dan diplopia. Sangat ringan dan tidak ada kasus kematian (15-20 %)
lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernafasan tidak
terkena, respon terhadap terapi obat baik angka kematian rendah (30 %)
rangka dan bulbar. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas
otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot
kelompok ini, persentase thymoma paling tinggi. Respon terhadap obat buruk dan
progress gejala-gejala kelompok I atau II. Respon terhadap obat dan prognosis
2.7 Diagnosis
pemeriksaan fisik yang khas, tes antikolinesterase, EMG, serologi untuk antibodi AchR dan
setelah aktivitas dan membaik setelah istirahat. Tersering menyerang otot-otot mata
(dengan manifestasi: diplopi atau ptosis), dapat disertai kelumpuhan anggota badan
oleh nervi cranialis, dpat pula mengenai otot pernafasan yang menyebabkan penderita bisa
sesak.
Pemeriksaan fisik yang cermat harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis suatu
miastenia gravis. Kelemahan otot dapat muncul menghinggapi bagian proksimal dari tubuh
serta simetris di kedua anggota gerak kanan dan kiri. Walaupun dalam berbagai derajat
yang berbeda, biasanya refleks tendon masih ada dalam batas normal. Kelemahan otot
wajah bilateral akan menyebabkan timbulnya myasthenic sneer dengan adanya ptosis dan
senyum yang horizontal dan miastenia gravis biasanya selalu disertai dengan adanya
suara penderita seperti berada di hidung (nasal twang to the voice) serta regurgitasi
makanan terutama yang bersifat cair ke hidung penderita. Selain itu, penderita miastenia
gravis akan mengalami kesulitan dalam mengunyah serta menelan makanan, sehingga
dapat terjadi aspirasi cairan yang menyebabkan penderita batuk dan tersedak saat minum.
Kelemahan otot bulbar juga sering terjadi pada penderita dengan miastenia gravis. Ditandai
dengan kelemahan otot-otot rahang pada miastenia gravis yang menyebakan penderita sulit
untuk menutup mulutnya, sehingga dagu penderita harus terus ditopang dengan tangan.
Otot-otot leher juga mengalami kelemahan, sehingga terjadi gangguan pada saat fleksi serta
Otot-otot anggota tubuh atas lebih sering mengalami kelemahan dibandingkan otot-
otot anggota tubuh bawah. Musculus deltoid serta fungsi ekstensi dari otot-otot pergelangan
tangan serta jari-jari tangan sering kali mengalami kelemahan. Otot trisep lebih sering
terpengaruh dibandingkan otot bisep.Pada ekstremitas bawah, sering kali terjadi kelemahan
Hal yang paling membahayakan adalah kelemahan otot-otot pernapasan yang dapat
menyebabkan gagal napas akut, dimana hal ini merupakan suatu keadaan gawat darurat dan
tindakan intubasi cepat sangat diperlukan. Kelemahan otot-otot faring dapat menyebabkan
kolapsnya saluran napas atas dan kelemahan otot-otot interkostal serta diafragma dapat
menyebabkan retensi karbondioksida sehingga akan berakibat terjadinya hipoventilasi.
Sehinggga pengawasan yang ketat terhadap fungsi respirasi pada pasien miastenia gravis
Kelemahan sering kali mempengaruhi lebih dari satu otot ekstraokular, dan tidak
hanya terbatas pada otot yang diinervasi oleh satu nervus kranialis. Serta biasanya
kelemahan otot-otot ekstraokular terjadi secara asimetris. Hal ini merupakan tanda yang
sangat penting untuk mendiagnosis suatu miastenia gravis. Kelemahan pada muskulus
ophthalmoplegia, yang ditandai dengan terbatasnya kemampuan adduksi salah satu mata
cara penderita ditugaskan untuk menghitung dengan suara yang keras. Lama kelamaan
akan terdengar bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi kurang terang. Penderita
menjadi anartris dan afonis. Setelah itu, penderita ditugaskan untuk mengedipkan matanya
secara terus-menerus dan lama kelamaan akan timbul ptosis. Setelah suara penderita
menjadi parau atau tampak ada ptosis, maka penderita disuruh beristirahat.. Kemudian
tampak bahwa suaranya akan kembali baik dan ptosis juga tidak tampak lagi. Untuk
memastikan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan beberapa tes antara lain:
a). Tes watenberg/simpson test : memandang objek di atas bidang antara kedua bola mata >
b). Tes pita suara : penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara akan menghilang
Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena, bila tidak terdapat reaksi
maka disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara intravena. Segera setelah tensilon
disuntikkan kita harus memperhatikan otot-otot yang lemah seperti misalnya kelopak mata
yang memperlihatkan adanya ptosis. Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia
gravis, maka ptosis itu akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus
Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin methylsulfat secara intramuskular
(bila perlu, diberikan pula atropin ¼ atau ½ mg). Bila kelemahan itu benar disebabkan oleh
miastenia gravis maka gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus atau kelemahan lain
4. Elektrodiagnostik
melalui 2 teknik :
SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan
titer dan fiber density yang normal. Karena menggunakan jarum single-fiber, yang
memiliki permukaan kecil untuk merekam serat otot penderita, sehingga SFEMG dapat
mendeteksi suatu titer (variabilitas pada interval interpotensial diantara 2 atau lebih serat
otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatu fiber density (jumlah potensial aksi dari
Pada penderita Miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga
5. Laboratorium
Tes ini menunjukkan hasil positif pada sekitar 84% pasien yang menderita timoma
dalam usia kurang dari 40 tahun. Sehingga merupakan salah satu tes yang penting pada
penderita miastenia gravis. Pada pasien tanpa timoma anti-SM Antibodi dapat
menunjukkan hasil positif pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun.
negatif (miastenia gravis seronegarif), menunjukkan hasil yang positif untuk anti-MuSK
Ab.
c) Antistriational antibodies
Antibodi ini bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine
(RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien timoma dengan miastenia gravis pada
usia muda. Terdeteksinya titin/RyR antibody merupakan suatu kecurigaaan yang kuat akan
adanya timoma pada pasien muda dengan miastenia gravis.Hal ini disebabkan dalam serum
beberapa pasien dengan miastenia gravis menunjukkan adanya antibodi yang berikatan
dalam pola cross-striational pada otot rangka dan otot jantung penderita.
d) Anti-asetilkolin reseptor antibodi
Hasil dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis suatu miastenia
gravis, dimana terdapat hasil yang postitif pada 74% pasien. 80% dari penderita miastenia
gravis generalisata dan 50% dari penderita dengan miastenia okular murni menunjukkan
hasil tes anti-asetilkolin reseptor antibodi yang positif. Pada pasien timoma tanpa miastenia
6. Gambaran Radiologi
Dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen thorak,
thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum. Hasil
roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma ukuran kecil,
sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk mengidentifikasi thymoma pada
semua kasus Miastenia gravis, terutama pada penderita dengan usia tua. MRI pada otak dan
orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat digunakan apabila
diagnosis Miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya
adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III pada beberapa
penyakit selain miastenia gravis, antara lain : Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika),
Paralisis pasca difteri, Pseudoptosis pada trachoma, Apabila terdapat suatu diplopia yang
transient maka kemungkinan adanya suatu sklerosis multipleks, Sindrom Eaton-Lambert
2.9 Penatalaksanaan(3)
1. Terapi Medikamentosa
Meskipun tidak ada penelitian tentang obat yang telah dilaporkan dan tidak ada
konsensus yang jelas pada strategi pengobatan, myasthenia gravis (MG) adalah salah satu
gangguan neurologis yang paling dapat diobati. Beberapa faktor (misalnya, tingkat
terapi dimulai atau diubah. Terapi Farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen
2. Rehabilitasi Medik
Stimulasi elektrikal
energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. TENS dapat
berfungsi untuk menghasilkan kontraksi otot dengan frekuensi 30Hz dengan lama
pemberian 15 menit, diberikan 2 kali seminggu selama 6 kali terapi dan dievaluasi.
Massage
ROM Exercise
Diagnosis MG
Antikolinesterase
MRI kepala (pyridostigmine) Intensive care unit
(+)→reasses
Jika tidak
Resiko bagus Resiko jelek Plasmaparesis atau
memuaskan
FVC bagus FVC jelek IVIg
Imunosupresan
2.10 Prognosis (3)
Dalam myasthenia gravis (MG) okuler, lebih dari 50% kasus berkembang ke
myasthenia gravis (MG) umum dalam waktu satu tahun, remisi spontan <10%. Sekitar 15-
17% pasien akan tetap mengalami gejala okular selama masa tindak lanjut rata-rata hingga
(MG). Sebuah studi dari 37 pasien myastheniagravis (MG) menunjukkan bahwa kehadiran
Miastenia gravis adalah penyakit yang menyerang hubungan antara sistem saraf (nervus)
dan sistem otot (muskulus). Penyakit miastenis gravis ditandai dengan kelemahan dan kelelahan
pada beberapa atau seluruh otot, dimana kelemahan tersebut diperburuk dengan aktivitas terus
menerus atau berulang-ulang. Miastenia gravis adalah penyakit autoimun yang menyerang
neuromuskular junction.
Myasthenia Gravis jarang ditemui. Angka kejadian Myasthenia Gravis adalah 1 dari
20.000 orang. Biasanya penyakit ini menyerang orang berusia 20-50 tahun. Wanita lebih sering
menderita penyakit ini. Rasio perbandingan pria dan wanita adalah 6:4.
Penyakit Miastenia gravis ditandai dengan adanya kelemahan dan kelelahan. Kelemahan
otot terjadi seiring dengan penggunaan otot secara berulang, dan semakin berat dirasakan di
akhir hari. Gejala ini akan menghilang atau membaik dengan istirahat.
pemeriksaan penunjang. Tatalaksana yang diberikan dapat berupa terapi medikamentosa dan
rehabilitasi medik yaitu stimulasi elektrikal (TENS) dan ROM exercise. Prognosis Myasthenia
Gravis tanpa pengobatan, angka kematian adalah 25-31%, sedangkan yang mendapat