Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Keputihan

Keputihan atau Fluor albus merupakan suatu gejala gangguan alat kelamin

yang dialami oleh wanita, berupa keluarnya cairan putih kekuningan atau putih

kelabu dari vagina. Secara normal, wanita dapat mengalami keputihan. Namun perlu

diwaspadai bahwa keputihan juga dapat terjadi karena infeksi yang disebabkan oleh

bakteri, virus dan jamur (Tjitraresmi, 2010). Keputihan dapat dialami oleh setiap

wanita. Keputihan yang keluar berupa cairan putih ini biasanya berbau tidak sedap

dan menimbulkan rasa gatal di sekitar vagina.

Keputihan merupakan masalah kesehatan reproduksi wanita yang sering

dialami. Keputihan yang normal tidak berwarna atau bening, tidak berbau, tidak

berlebihan dan tidak menimbulkan keluhan. Pada keadaan ini, sekret meningkat

utamanya masa menjelang ovulasi, stress emosional dan saat terangsang secara

seksual. Keputihan yang harus diwaspadai adalah jika sekret berwarna kuning atau

hijau keabu-abuan, berbau tidak enak, jumlah banyak dan menimbulkan keluhan

seperti gatal dan rasa terbakar pada daerah intim, kadang-kadang terasa panas dan

nyeri sesudah buang air kecil dan pada saat bersetubuh. Hal ini disebabkan oleh

infeksi jamur Candida albicans (Widarti, 2010).

Organ reproduksi merupakan salah satu organ tubuh yang sensitif dan

memerlukan perawatan khusus. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan

faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi. Salah satu terjadinya

88
kelainan atau penyakit pada organ reproduksi adalah keputihan (Ayuningtyas, 2011).

Keputihan salah satu permasalahan yang meresahkan kaum wanita, karena jamur ini

merupakan flora normal pada vagina, yang pada kondisi kekebalan tidak baik dapat

menyebabkan pathogen. Jamur penyebab keputihan adalah Candida albicans dan

merupakan spesies Candida yang paling pathogen (Dewi, 2010).

Akibat keputihan ini sangat fatal bila lambat ditangani. Tidak hanya bisa

mengakibatkan kemandulan dan hamil di luar kandungan dikarenakan penyumbatan

pada saluran tuba, keputihan juga bisa merupakan gejala awal dari kanker leher rahim

yang merupakan pembunuh nomor satu bagi wanita dengan angka insiden kanker

serviks diperkirakan mencapai 100 per 100.000 penduduk per tahun yang bisa

berujung pada kematian (Iskandar, 2002).

2.2 Penyebab Keputihan

Keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah sekitar vagina,

karena keputihan bisa terjadi akibat pH vagina tidak seimbang. Sementara kadar

keasaman vagina disebabkan oleh dua hal, faktor intern dan ekstern. Faktor intern

antara lain dipicu oleh pil kontrasepsi yang mengandung estrogen, IUD yang bisa

menyebabkan bakteri, trauma akibat dari pembedahan, terlalu lama menggunakan

antibiotik, kortikostiroid dan imunosupresan pada penderita asma, kanker atau HIV

positif. Sedangkan faktor ekstern antara lain kurangnya personal hygiene, pakaian

dalam yang ketat, seks dengan pria yang membawa bakteri Neisseria gonorrhea,

menggunakan WC umum yang tercemar bakteri Clamydia (Zubier, 2002).

9
Jamur dan bakteri banyak tumbuh dalam kondisi tidak bersih dan lembab.

Organ reproduksi merupakan daerah tertutup dan berlipat, sehingga lebih mudah

untuk berkeringat, lembab dan kotor. Perilaku buruk dalam menjaga organ genitalia,

seperti mencucinya dengan air kotor, memakai pembilas secara berlebihan,

menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam,

tak sering mengganti pembalut dapat menjadi pencetus timbulnya infeksi yang

menyebabkan keputihan tersebut. Jadi, pengertian dan perilaku dalam menjaga

kebersihan genitalia eksterna merupakan faktor penting dalam pencegahan keputihan

(Ayuningtyas, 2010).

Penyebab utama keputihan adalah jamur Candida albicans . Jamur ini mudah

tumbuh pada media saboroud membentuk koloni dengan sifat-sifat yang khas yakni

menonjol pada permukaan medium, koloni halus, licin dan berwarna kekuningan.

Candida albicans dapat tumbuh pada tubuh manusia sebagai saprofit atau parasit di

dalam pencernaan, pernapasan atau vagina orang sehat. Pada keadaan tertentu sifat

jamur ini dapat berubah menjadi pathogen menyebabkan keputihan (Ganda, 2010).

Banyak faktor yang mempermudah terjadinya infeksi C. albicans yaitu, faktor

endogen meliputi perubahan fisiologis tubuh seperti kehamilan, obesitas, umur dan

gangguan imunologis. Faktor eksogen meliputi iklim panas, kelembaban yang tinggi,

pekerjaan, kebersihan dan kontak dengan penderita yang telah terinfeksi (Siregar,

2005).

Pada saat Candida albicans menembus kulit atau selaput lendir secara

eksogen maupun endogen pada vagina akan mengubah keasaman vagina sehingga

10
meningkatkan fluor albus yang abnormal, maka tubuh akan mengerahkan keempat

komponen system imun untuk menghancurkan yaitu antibody, fagosit komplemen

dan sel-sel system imun (Widarti, 2010). Menurut Zubier (2002), perubahan

keasaman daerah vagina berkaitan dengan keputihan dapat mengakibatkan pH dalam

vagina tidak seimbang. Ketidakseimbangan pH dalam vagina akan mengakibatkan

tumbuhnya jamur dan kuman sehingga dapat terjadi infeksi yang akhirnya

mengakibatkan keputihan.

2.3 Morfologi dan Anatomi Candida albicans

2.3.1 Morfologi Candida albicans

Gambar 2.1 Candida albicans (Simatupang, 2009).

Kingdom Fungi

Phylum Ascomycota

Class Saccharomycetes

Order Saccharomycetales

Family Saccharomycetaceae

Genus Candida

Species Candida albicans (Alexopoulus, 1996).

11
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk

tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berbeda

yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan akan

menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini

tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi blastospora

berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µ × 3-6 µ hingga

2-5,5 µ × 5-28 µ. Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas

yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Hifa semu terbentuk dengan

banyak kelompok blastospora berbentuk bulat atau lonjong di sekitar septum. Pada

beberapa strain blastospora berukuran besar berbentuk bulat atau seperti botol dalam

jumlah sedikit. Morfologi koloni Candida albicans seperti khamir lonjong yang

membiak dengan bertunas. Akan tetapi mungkin juga terlihat pada daerah yang

terinfeksi hifa berbentuk benang dan pseudohifa ( yang terdiri atas sel-sel khamir

yang memanjang yang tetap menempel satu sama lain). Jamur ini mudah

ditumbuhkan pada suhu 250 sampai 370 C pada agar glukosa saboroud, jika

klamidospora berdinding tebal yang khas (Wheleer, 1989).

Jamur merupakan organisme uniseluler yang membentuk hifa yang dikenal

dengan sebutan miselium. Miselium adalah kumpulan hifa yang menyerupai tube

(Subandi, 2010). Pertumbuhan hifa berlangsung terus-menerus dibagian septa,

sehingga panjangnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Diameter hifa umumnya

tetap yaitu berkisar 3-30 µm. Spesies-spesies yang berbeda memiliki diameter yang

berbeda pula, dan ukuran diameter tersebut dapat juga dipengaruhi oleh keadaan

12
lingkungan. Hifa yang tua mempunyai tebal yang berkisar antara 100-150 µm,

sedangkan tebalnya pada bagian apeks kurang lebih 50 µm (Carlile, 1994).

Dinding sel memberikan bentuk kepada sel dan melindungi isi sel dari

lingkungan. Meskipun kokoh dinding sel tetap bersifat permeabel untuk nutrien-

nutrien yang diperlukan jamur bagi kehidupan. Komponen penting dalam dinding sel

sebagian besar jamur adalah kitin, suatu polisakarida yang juga merupakan komponen

utama dari kerangka luar serangga dan artropoda lainnya (Gandjar, 2006).

Pertambahan volume sel jamur adalah kontans artinya tidak dapat kembali ke

volume semula. Pada umumnya suatu koloni digunakan sebagai terjadinya

pertumbuhan, karena massa sel tersebut berasal dari satu sel. Jadi sesuatu yang

semula tidak terlihat, yaitu suatu spora atau konidia jamur, menjadi miselium atau

koloni yang dapat dilihat. Bila suatu konidia atau spora jamur ditanam di atas agar

dalam cawan petri, maka setelah satu atau dua hari baru terlihat sesuatu pada

permukaan agar yang dapat berupa tetesan kental apabila suatu jamur atau berupa

benang-benang. Pertumbuhan jamur hingga tampak sebagai suatu koloni disebabkan

oleh pembagian sel-sel jamur menjadi sejumlah anak sel. Koloni tersebut terbentuk

karena pertambahan populasi dan sebenarnya merupakan suatu proses reproduksi

(Atagana, 2004).

Jamur mengekskresi enzim ekstraseluler ke lingkungan untuk mengurai

substrat yang kompleks supaya memperoleh nutrien-nutrien yang diperlukan.

Trnsportasi nutrient ke dalam sel jamur dapat berlangsung dengan beberapa cara,

antara lain melalui transportasi aktif. Adanya pertumbuhan oleh jamur pada suatu

13
substrat dapat juga diketahui karena selain ada penambahan massa sel, proses ini

menyebabkan perubahan pada substrat menjadi lunak, basah-basah, timbul bau yang

semula tidak tercium, timbulnya perubahan warna atau kekeruhan pada suatu substrat

cair (Gandjar, 2006). Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi jamur. Nutrien-

nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah jamur mengekskresi enzim-enzim

ekstraseluler yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut

menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Jamur yang tidak dapat

mengahasilkan enzim sesuai komposisi substrat dengan sendirinya tidak dapat

memanfaatkan nutrien-nutrien dalam substrat tersebut (Santoso, 1998).

Jamur memiliki beberapa tipe reproduksi aseksual umumnya dikenal sebagai

pertunasan (budding), atau juga dikenal dengan konidiogenesis. Reproduksi aseksual

pada jamur adalah dengan pertunasan, pembelahan (fission), atau reproduksi konidia

pada tangkai pendek (sterigmata). Sel tunas dapat berasal dari sel-sel jamur atau dari

sel-sel hifa. Pertunasan diawali dengan pembentukan evaginasi kecil pada beberapa

titik pada permukaan sel. Ukuran sel induk tetap sedangkan sel anak bertambah besar,

sampai pada suatu saat dilepaskan dari sel induk (Gandjar, 2006).

14
2.3.2 Anatomi Jamur Candida albicans

Gambar 2.2 Struktur Dinding Sel (Simatupang, 2009).

Candida albicans adalah anggota flora normal, terutama saluran pernafasan,

vagina, uretra, kulit dan di bawah jari-jari kuku tangan dan kaki. Di tempat-tempat ini

jamur menjadi dominan dan menyebabkan keadaan-keadaan patologis ketika daya

tahan tubuh menurun baik secara lokal maupun sistemik. Candida albicans

membentuk pseudohifa ketika tunas-tunas terus tumbuh tetapi gagal melepaskan diri,

menghasilkan rantai sel-sel yang memanjang yang terjepit atau tertarik pada septasi-

septasi diantara sel. Candida albicans bersifat dimorfik (Simatupang, 2009). Spesies

anaerobic fakultatif yang dijumpai di usus termasuk jamur Candida albicans. pH

dalam vagina terpelihara yaitu berkisar 4,4-4,6. Mikroorganisme yang mampu

berkembang biak pada pH rendah ini dijumpai dalam vagina yaitu jenis jamur

Candida albicans dan sejumlah besar bakteri anaerobic (Pelczar, 2009).

Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 370C dalam kondisi aerob atau

anaerob. Pada kondisi anaerob Candida albicans mempunyai waktu generasi yang

lebih panjang yaitu 248 menit dibandingkan dengan kondisi aerob yang hanya 98

15
menit. Walaupun Candida albicans tumbuh baik pada media padat tetapi kecepatan

pertumbuhan lebih tinggi pada media cair dengan digoyang pada suhu 370C.

pertumbuhan juga lebih cepat pada kondisi asam dibandingkan dengan pH normal

(Biswas, 2005).

Sel Candida albicans terdiri dari enam lapisan dari luar ke dalam adalah

fiblillar layer, mannoprotein, β-glucan, β-glucan-chityn dan membran plasma

(Cooter, 2000). Dinding sel Candida albicans berfungsi memberi bentuk dan juga

sebagai target dari beberapa antimikotik. Dinding sel berperan pula dalam proses

penempelan dan kolonisasi. Fungsi utama dinding sel tersebut adalah memberi

bentuk pada sel dan melindungi sel ragi dari lingkunganya (Hanson, 2008).

Membran sel C. albicans seperti sel eukariotik lainnya terdiri dari lapisan

fosfolipid ganda. Membran protein ini memiliki aktifitas enzim seperti manan sintase,

khitin sintase, glukan sintase, ATPase dan protein yang mentransport fosfat.

Terdapatnya sterol pada dinding sel memegang peranan penting sebagai target

antimikotik dan kemungkinan merupakan tempat bekerjanya enzim-enzim yang

berperan dalam sintesis dinding sel. Mitokondria pada C. albicans merupakan

pembangkit daya sel. Dengan menggunakan energi yang diperoleh dari

penggabungan oksigen dengan molekul-molekul makanan, organel ini memproduksi

ATP (Segal, 2007). Membran protein memiliki aktivitas enzim seperti mannan

sintase, khitin sintase, glukan sintase, ATP-ase dan protein yang mentransport fosfat

(Simatupang, 2009).

16
Terdapatnya membran sterol pada dinding sel memegang peranan penting

sebagai target antimikotik dan kemungkinan merupakan tempat bekerjanya enzim-

enzim yang berperan dalam sintesis dinding sel. Mitokondria pada Candida albicans

merupakan pembangkit daya sel dengan menggunakan energi yang diperoleh dari

penggabungan oksigen dengan molekul-molekul makanan, organel ini memproduksi

ATP. Nucleus Candida albicans merupakan organel paling menonjol dalam sel.

Organ ini dipisahkan dari sitoplasma yang terdiri dari dua lapisan. Semua DNA

kromosom disimpan dalam nucleus terkemas dalam serat-serat kromatin. Isi nucleus

behubungan dengan sitosol melalui pori-pori nucleus.Vakuola berperan dalam system

pencernaan sel, sebagai tempat penyimpanan lipid dan granula polifosfat. Mikrotubul

dan mikrofilamen berada dalam sitoplasma. Pada Candida albicans berperan penting

dalam terbentuknya perpanjangan hifa. Candida albicans memiliki genom diploid

(Hanson, 2008).

Kandungan DNA yang berasal dari sel ragi pada fase stasioner ditemukan

mencapai 3,55µg/108sel. Ukuran kromosom Candida albicans sampai 10

diperkirakan berkisar antara 0,95-5,7 Mbp. Beberapa metode menggunakan

alternating field gel electrophoresis telah digunakan untuk membedakan srain

Candida albicans (Anonymous, 2006).

Perbedaan strain ini dapat dilihat pada pola pita yang dihasilkan dan metode

yang digunakan. Strain yang sama memilki pola pita kromosom yang sama

berdasarkan jumlah dan ukurannya. Dengan metode elektroforesis ada 17 isolat

Candida albicans dikelompokkan menjadi 6 tipe. Adanya variasi jumlah kromosom

17
dalam jumlah kromosom kemungkinan besar adalah hasil dari chromosome

rearrangement yang dapat terjadi akibat delesi, adisi atau variasi pasangan yang

homolog. Peristiwa ini merupakan hal yang sering terjadi dan merupakan dari daur

hidup normal berbagai organisme lain (Anonymous, 2006).

Hal ini juga seringkali menjadi dasar perubahan sifat fisiologis, serologis

maupun virulensi. Pada Candida albicans frekuensi terjadinya variasi morfologi

koloni dilaporkan sekitar 102-4 dalam koloni abnormal. Frekuensi meningkat oleh

mutagenesis akibat penyinaran UV dosis rendah yang dapat membunuh populasi

kurang dari 10%. Terjadinya mutasi dapat dikaitkan dengan perubahan fenotip,

berupa perubahan morfologi koloni menjadi putih smoth, gelap smoth, berbentuk

bintang, lingkaran, berkerut, tidak beraturan, berbentuk seperti topi, berbulu, seperti

roda, berkerut dan bertekstur lunak (Anonymous, 2006).

Pada kandidiasis akut biasanya hanya terdapat blastospora, sedang pada yang

menahun didapatkan misellium. Kandidiasis di permukaan organ dalam biasanya

hanya mengandung blastospora yang bejumlah besar, namun pada stadium lanjut

terdapat hifa. Hal ini dapat dipergunakan hasil pemeriksaan bahan klinik misalnya

dahak, urin untuk menunjukkan suatu penyakit (Anonymous, 2006).

Candida albicans mampu menggunakan monosakarida seperti glukosa dan

juga mampu menggunakan senyawa karbon lain seperti etanol dan asam lemak

sebagai sumber energinya. Candida albicans mendegradasi asam lemak melalui

beta-oksidasi peroksisomal yang dikatalisasi melalui multi enzim, MFE2. Proses

degradasi asam lemak melalui mekanisme yang berbeda. Seperti, alpha-oxidation

18
yang memulai pembentukan CO2, beta-oxidation di mitokondria dan peroksisomal

dan omega-oxidation diangkut oleh sitokrom P450. Dua mekanisme terakhir tadi

memulai pembentukan dari asam lemak hidroksilat. Beta-oxidation adalah siklus dari

asam lemak yang menggunakan 4 enzim yang berbeda, yaitu: acyl-CoA

dehydrogenase, enoyl CoA hidratase, beta-hydroxiacyl CoA dehidrogenase dan acyl-

CoA acetyl transferase. Pada Candida albicans tidak ditemukan asam lemak tinggi

seperti asam arakidonat. Namun karbon utama untuk tubuh Candida albicans

memerlukan asam arakidonat. Proses beta-oxidation tak lengkap ini berlangsung di

mitokondria yang menyebabkan 3R-hydroxilation dari asam arakidonat membentuk

3-HETE sebagai asam lemak tinggi. 3-HETE sebagai bahan tumbuh dari jamur yang

juga menyebabkan perubahan biologi dari sel penjamu dan memulai siklus invasi

(Hanson, 2008).

Candida albicans memproduksi keratinase untuk mencerna keratin, di kulit,

rambut dan kuku. Tubuh akan merespon dengan mengeluarkan makrofag untuk

memfagositosis namun tidak menghancurkannya. Faktor yang mempengaruhi

penempelannya yaitu hidrofobisitas permukaan sel jamur, fenotip dari Candida

albicans, pH, suhu, kadar gula dalam darah (Hanson, 2008).

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur Candida

albicans, antara lain (Jawets, 2001) :

1. Faktor kimia

a) Nutrien

19
Mikroba akan membutuhkan karbon dalam jumlah reaksi biosintesis dan

menghasilkan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Candida

albicans membutuhkan senyawa organik sebagai sumber karbon untuk

pertumbuhan dan proses metabolismenya. Candida albicans dapat dibedakan

dari spesies lain berdasarkan kemampuannya melakukan proses fermentasi

dan asimilasi. Pada kedua proses ini dibutuhakan karbohidrat sebagai sumber

karbon. Pada proses fermentasi, jamur ini menunjukkan hasil terbentuknya

gas dan asam pada glukosa, terbentuknya asam pada sukrosa dan tidak

terbentuknya asam dan gas pada laktosa. Pada proses asimilasi menunjukkan

adanya perrtumbuhan pada glukosa, dan sukrosa namun tidak menunjukkan

pertumbuhan pada laktosa.

b) Aerasi

Berbagai organisme, secara khusus membutuhkan oksigen sebagai penerima

hydrogen, beberapa adalah fakultatif mampu hidup secara aerob atau secara

anaerob, membutuhkan substansi selain oksigen sebagai penerima hydrogen

dan menjadi peka terhadap penghambatan oksigen. Jamur ini merupakan

anaerob fakultatif yang mampu melakukan metabolisme sel, baik secara

anaerob maupun aerob. Proses peragian (fermentasi) pada Candida albicans

dilakukan secara aerob dan anaerob. Karbohidrat yang tersedia dalam larutan

dapat dimanfaatkan untuk mengubah karbohidrat menjadi CO2 dan H2O dalam

suasana aerob. Sedangkan dalam suasana anaerob hasil fermentasi berupa

asam laktat atau etanol dan CO2. Proses akhir fermentasi anaerob

20
menghasilkan persediaan bahan bakar yang diperlukan untuk proses oksidasi

dan pernapasan. Pada proses asimilasi karbohidrat dipakai oleh Candida

albicans sebagai sumber karbon maupun sumber energy untuk melakukan

pertumbuhan sel.

2. Faktor Fisik

a) Konsentrasi Ion Hidrogen (pH)

Kebanyakan mikroorganisme memiliki kisaran Ph optimal yang sempit

mendekati pH netral antara 6,5-7,5. Candida albicans dapat tumbuh pada

variasi Ph yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada pH antara

4,5-6,5.

b) Temperatur

Spesies mikroba yang berbeda sangat beragam kisaran suhu optimalnya untuk

tumbuh, berbentuk psychrophilic (mikroba yang menyukai suhu dingin)

tumbuh terbaik pada temperature rendah 15-200C bentuk meshophilic

(mikroba yang menyukai suhu sedang) tumbuh terbaik pada suhu 30-370C dan

kebanyakan bentuk termophilic (mikroba yang menyukai suhu hangat)

tumbuh terbaik pada suhu 50-600C.

Salah satu penanda invasi Candida albicans adalah perubahan jamur ke dalam

bentuk hifa. Perubahan jamur ke hifa sangat dipengaruhi oleh lingkungan mikrosel

inang yang terdeteksi oleh Candida albicans selama proses invasi (Brown, 1999).

Kemampuan untuk berubah morfologi merupakan faktor penting dalam menentukan

21
infeksi dan penyebaran Candida albicans pada jaringan inang. Mutan Candida

albicans yang tidak pathogen tidak dapat membentuk hifa dan menginvasi sel

endothelium sementara Candida albicans yang pathogen dapat membentuk hifa dan

menginvasi sel endothelium, sementara Candida albicans yang pathogen dapat

membentuk germ tube dan hifa intraseluler (Jong, 2001). Bentuk jamur membuat

Candida albicans lebih mudah melakukan penyebaran daripada bentuk hifa

sementara, bentuk hifa memudahkan Candida albicans melakukan penetrasi ke tubuh

inang (Sherwood, 1992 ).

Bentuk hifa terdiri dari bagian-bagian yang dipisahkan oleh septa. Hifa

Candida albicans mempunyai kepekaan untuk menyentuh sehingga akan tumbuh

sepanjang lekukan atau lubang yang ada disekitarnya (sifat thigmotropisme). Sifat ini

yang mungkin membantu proses infiltrasi pada permukaan epitel selama invasi

jaringan. Hifa juga bersifat aerotropik dan dapat membentuk helix apabila mengenai

permukaan yang keras. Kemampuan pembentukan hifa juga berhubungan dengan

resistensi. Isolat yang resisten tetap dapat membentuk hifa dalam lingkungan yang

mengandung antifungi, sementara mikroorganisme yang rentan tidak mampu

membentuk hifa (Ha, 1999). Pembentukan pseudohifa pada Candida albicans

melibatkan pembelahan sel induk yang seimbang, sebaliknya selama penbentukan

germ tube Candida albicans sitoplasma terbagi tidak merata selama sitokenesis.

Septin juga tidak berada dekat nucleus mitotic seperti pembelahan sel pada umumnya

tetapi pada plasma yang kemudian membentuk struktur filament yang panjang

(Martin, 2005). Septin adalah protein yang merupakan elemen sikoskeletal yang

22
mengatur dalam morfogenesis Candida albicans. Septin mutan pada studi in vitro

menunjukkan sedikit gangguan pada pembentukan hifa dan hifa yang terbentuk tidak

mampu menembus agar (Warenda, 2003).

Menurut Hosteter (1994), ada tiga macam interaksi yang mungkin terjadi

antara sel Candida albicans dan sel epitel inang yaitu (i) interaksi protein-protein (ii)

interaksi lectin-like dan (iii) interaksi yang belum diketahui. Interaksi protein-protein

terjadi ketika protein pada Candida albicans mengenali ligand protein pada sel

epithelium atau endothelium. Interaksi lectin-like adalah interaksi ketika protein pada

permukaan Candida albicans mengenali karbohidrat pada sel ephitelium atau

endhotelium. Interaksi yang ketiga adalah ketika komponen Candida albicans

menyerang ligand permukaan epithelium atau endothelium tetapi komponen dan

mekanismenya belum diketahui secara pasti. Mekanisme perlekatan sendiri sangat

dipengaruhi oleh keadaan sel tempat dinding sel Candida albicans melekat (misalnya

sel epithelium), mekanisme invasi ke dalam mukosa dan sel epithelium serta reaksi

adhesi tertentu yang mempengaruhi kolonisasi dan patogenitas Candida albicans.

1.3.4 Jenis Antifungi dan Mekanisme Antifungi Terhadap Candida albicans

Menurut Brunton (2006), jenis antifungi dibagi menjadi dua, yaitu:

1.Fungistatik

Bahan antifungi memilki kemampuan untuk mengahambat perkembangbiakan

fungi. Jika bahan antifungi dihilangkan, perkembangbiakan fungi berjalan kembali.

2.Fungisidal

23
Bahan antifungi memiliki kemampuan untuk membunuh fungi.Jka bahan

fungi dihilangkan, perkembangbiakan tidak berjalan kembali.

Menurut Brunton (2006), mekanisme antifungi dapat dibagi menjadi enam

yaitu:

1.Kerusakan Pada dinding sel

Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya

atau mengubahnya setelah terbentuk.

2.Perubahan Permeabilitas Membran Sel

Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta

mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan tertentu di dalam sel lain. Membran

sel memelihara integritas komponen-komponen seluler. Kerusakan pada sel ini akan

mengkibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel.

3.Perubahan Molekul Protein dan Asam Nukleat

Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein

dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Kondisi atau substansi yang mengubah

keadaan ini yaitu mendenaturasikan protein dan asam nukleat dapat merusak sel tanpa

dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi zat beberapa zat kimia dapat

mengakibatkan koagulasi (denaturasi) irreversible (tak dapat kembali) komponen-

komponen seluler yang vital ini.

4.Penghambat Kerja Enzim

Setiap enzim dari beratus -ratus enzim bebeda-beda yang ada di dalam sel

merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat. Banyak zat kimia

24
telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia. Penghambatan ini dapat

mengakibatkan terganggunya mekanisme atau matinya sel.

5.Penghambatan Sintesis Asam Nukleat dan Protein

DNA, RNA dan protein memegang peranan amat penting di dalam proses

kehidupan normal sel. Hai itu berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada

pembentukan atau fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada

sel.

6.Penghambatan Transporter Ion

Transportasi ion pada sel sangatlah penting, karena ion yang masuk ke dalam

sel akan digunakan dalam proses pembentukan ATP. Jika proses transportasi ion

terganggu maka akan berakibat dengan menurunnya ATP dari energy sel. Maka dari

itu akan terjadi penghambatan penggunaan glukosa yang akan berakibat terjadinya

glikolisis.

Menurut Brannen (1993), aktivitas antimikroba juga dipengaruhi oleh

polaritas senyawa antimikrob (sifat fisik antimikrob) yaitu sifat hidrofilik lipofilik

yang dapat mempengaruhi keseimbangan hidrofobik dinding sel mikrob sehingga

aktivitasnya lebih maksimum. Pada umumnya tumbuh-tumbuhan obat diduga

memberikan efek yang baik terhadap kesehatan mempunyai aktivitas antimikrob yang

sangat baik setelah diekstrak.

Menurut Cowan (1999), senyawa metabolit sekunder tanaman terdiri dari

alkaloid, flavonoid dan tannin. Ketiga senyawa terebut memiliki aktivitas

antimikroba dengan mekanisme yang berbeda pula. Mekanisme antimikroba alkaloid

25
yaitu dengan mengganggu sintesis DNA dan dinding sel. Flavonoid dengan cara

mengikat adhesi kompleks pada dinding sel dan senyawa tannin memiliki

kemampuan mengahambat sintesis chitin.

2.4 Kunyit Putih (Curcuma mangga Val.)

Gambar 2.3 Kunyit putih

Kingdom Plantae

Subkingdom Tracheobionta

Super Division Spermatophyta

Division Magnoliophyta

Class Liliopsida

Subclass Commelinidae

Order Zingiberales

Family Zingiberaceae

Genus Curcuma

Species Curcuma mangga Val. (Said,2007).

Berdasarkan hasil penelitian Yellia dalam Kusmiyati (2003), kunyit putih

telah terbukti memilki efek farmakologis yaitu memilki sifat sebagai hemostatis

26
(menghentikan pendarahan), menambah nafsu makan, antitoksik serta bermanfaat

untuk menyembuhkan luka akibat kanker dan tumor. Kurkumin yang terkandung

dalam rimpang kunyit putih bermanfaat sebagai antitumor dan anti-inflamasi (anti-

radang). Sementara itu saponin berkhasiat sebagai antineoplastik (antikaker) dan

polifenol berfungsi sebagai antioksidan.

Kunyit putih (Curcuma mangga Val.) termasuk salah satu tanaman rempah

dan obat, habitat asli tanaman ini meliputi wilayah asia khususnya Asia Tenggara.

Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia,

Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia

umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini baik sebagai pelengkap bumbu

masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Kunyit memiliki

beberapa nama lokal yaitu, kunyit (Indonesia), kunir (Jawa), koneng (Sunda), konyet

(Madura). Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang

merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau

kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat

telur (lanset) memenjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip

dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk

batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm,

berwarna putih kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata.

Kulit luar rimpang yang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga

kekuning-kuningan (Putri, 2011).

27
Tanaman kunyit putih (Curcuma mangga Val.) merupakan salah satu dari

sekian banyak tanaman obat tradisional di Indonesia. Rimpang kunyit putih dapat

digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, menguatkan syahwat, penangkal

racun, penurun panas tubuh karena demam, pencahar, mengobati gatal-gatal, asma,

hingga radang yang disebabkan oleh luka. Di India, rimpang kunyit putih digunakan

untuk obat masuk angina atau kembung, penguat lambung, pembangkit nafsu makan,

memperbaiki pencernaan, dan penurun panas tubuh yang disebabkan oleh demam.

Selain itu, rimpang kunyit putih juga digunakan untuk mengobati penyakit kulit,

berupa bintik-bintik merah yang sangat gatal, dengan cara dibalurkan pada bagian

kulit yang gatal tersebut (Fauziah, 1999).

Kandungan utama kunyit adalah minyak atsiri dan kurkuminoid (Rukmana,

1994). Menurut Egon (1985), kunyit mengandung minyak atsiri keton sesquiterpena

yaitu turmeron dan artumeron. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam kunyit

memiliki aktifitas biologis sebagai antibakteri, antioksidan dan anti hepatotoksik

(Rukmana, 1994). Senyawa antifungi yang terkandung di dalam ekstrak kunyit

diduga berasal dari komponen minyak atsiri rhizoma kunyit yang mengandung

senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke dalam golongan seskuiterpen.

Senyawa turunan dari minyak atsiri rhizoma kunyit yang termasuk ke dalam

golongan seskuiterpen yaitu: turmerone, turmerol, ar-turmeron, curlon,ar-kurkumin

dan senyawa turunan minyak atsiri lainnya diduga mempunyai sifat antifungi

(Stangarlin, 2006).

28
Menurut Said (2007), komponen kimia yang terdapat dalam rimpang kunyit

diantaranya minyak atsiri, pati, zat pahit, resin, selulosa dan berbagai mineral.

Kandungan minyak atsiri kunyit sekitar 3-5%. Minyak atsiri kunyit ini terdiri dari d-

alfa-pelandren (1%), d-sabinen (0,56%), cineol (1%), borneol (0,5%), zingiberen

(25%), tirmeron (58%), seskuiterpen (5,8%). Sementara itu komponen utama pati

berkisar 40-50% dari berat kering rimpang.

2.5 Pengertian Senyawa Aktif

Tumbuhan umumnya mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit

sekunder seperti, alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid dan lain-

lain. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya

mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari

gangguan hama penyakit untuk tanaman itu sendiri atau lingkungannya (Lenny,

2006).

Alkaloid merupakan golongan senyawa aktif terbesar. Satu-satunya sifat

alkaloid yang terpenting adalah kebasaanya. Alkaloid mengandung atom nitrogen

yang sering kali terdapat dalam cincin heterosiklik. Penggolongan alkaloid dilakukan

berdasarkan cincinnya, misalnya piridina, piperidina, indol, isokuinolina dan tropana.

Senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai senyawa

organik (Robinson, 1995).Struktur kimia dari senyawa alkaloid

29
Gambar 2.4 Strutur kimia alkaloid

Flavonoid merupakan senyawa senyawa polifenol tersebar luas di alam, sesuai

struktur kimia yang termasuk flavonoid yaitu flavono, flavol, flavonon, katekin,

antosianidin dan kalkon (Harbone, 1984). Golongan flavonoid dapat digambarkan

sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya kerangka karbonya terdiri atas dua gugus

C6 (cincin benzene tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon.

Pengelompokan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik oksigen

tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan pada

C3(Robinson, 1993). Struktur kimia senyawa flavonoid dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.5 Struktur Kimia Senyawa Flavonoid

Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol yang

mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Secara kimia

30
tanin dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi atau tanin katekin dan

tanin terhidrolisis (Robinson, 1995). Tanin terkondensasi terdapat pada paku-pakuan

terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas

pada tumbuhan berkeping dua (Harbone, 1984). Strktur kimia senyawa tanin dapat

dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.6 Struktur Kimia Senyawa Tanin

2.6 Tanaman Obat Perspektif Islam

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 190-191

              

             

    

31
Artinya:190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,191. (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka (Qs. Al-Imran/3: 190-191).
Dari firman Allah ini, terdapat perintah Allah SWT kepada manusia yang

telah diberi kelebihan akal untuk meneliti dan mengkaji segala sesuatu yang ada di

langit dan bumi karena tidak ada hasil ciptaan Allah SWT yang sia-sia. Semua yang

Allah ciptaan Allah memiliki manfaat dan harus dimanfaatkan. Allah menciptakan

manusia dan memuliakan sebagai makhluk yang paling istimewa oleh karena itu

dengan akal dan pikiran diharapkan manusia dapat hidup seimbang duni dan akhirat,

sehat jasmani dan rohani dengan cara memanfaatkan apa yang ada (bahan alam) dan

mencari rahasia yang terkandung di dalamnya.

Menurut pengertian umum obat dapat didefinisikan sebagai bahan yang

menyebabkan perubahan fungsi biologis melalui proses kimia (Katzung, 1990).

Dalam perkembangannya obat kimia terdapat obat kimia (sintetis) berawal dari obat

alami. Dari obat alam dilakukan isolasi untuk mengetahui senyawa aktif yang

terkandung di dalamnya, kemudian dilakukan sintetis dengan menggunakan bahan

kimia untuk menghasilkan senyawa yang sama dalam jumlah yang lebih besar

sehingga lebihmenguntungkan dari segi ekonomi. Akan tetapi obat kimia ini kadang

menghasilkan dampak negative bagi kesehatan (Hayati, 2007).

Dalam perkembangan ilmu perkembangan seperti saat ini, ternyata memang

banyak tumbuhan yang terbukti secara ilmiah bisa mengobati berbagai penyakit.

Dalam kisah Nabi Yunus AS, juga dikisahkan bahwasannya Nabi Yunus pada waktu

32
keadaan sakit (setalah ditelan ikan) diperintahkan oleh Allah untuk memulihkan

kondisi tubuhnya dengan memakan dari jenis tumbuhan labu. Kisah ini terdapat pada

surat As-Shaaffat ayat 145-146 yang berbunyi:

           

Artinya: kemudian Kami lemparkan Dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam
Keadaan sakit. dan Kami tumbuhkan untuk Dia sebatang pohon dari jenis labu
(Qs.As-Shaafaat/37: 145-146).
Dari ayat tersebut manusia bisa mengambil pelajaran di dalam suatu

tumbuhan selain mengandung sifat estetika juga terdapat manfaat tertentu. Selain itu

antara tumbuhan yang satu dengan tumbuhan yang lainnya tidaklah mempunyai

manfaat yang sama (Jauhari, 1984). Hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang

terdapat dalam surat Az-Zumar ayat 18 yang berbunyi:

‫اَّل ِذ يَن و َن ْس َن ِذ ُع وَن و ْسا َن ْس َن و َن َن َّل ِذ ُع وَن و َن ْس َن َن ُعو ُع اَن ِذ َن و اَّل ِذ يَن و َن َن ُع ُع و َّل ُعو َن ُع اَن ِذ َن و ُع ْس و ُع اُع و ْس‬
‫اا َنو‬

Artinya: yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik
diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan
mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.
Menurut Shihab (2002), sebagai insan ulul albab harus mampu

mengejewantahkan semua yang diperoleh dibangku pendidikan dalam kehidupan

sehari-hari, mau berfikir dan memikirkan bahwa semua yang diciptakan Allah SWT

tidak akan sia-sia. Berkaitan hal tersebut muncul kebutuhan melakukan penelitian

tentang manfaat suatu tanaman untuk digunakan sebagai alternatif alami pengobatan

suatu penyakit. Dalam Al-qur’an telah dijelaskan tumbuhan yang sangat bermanfaat:

33
            

                  

   

Artinya: dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun
dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan (Qs. Al-An’am/6: 141).
Ayat di atas menjelaskan bahwa banyak sekali tanaman di bumi ini yang

berkhasiat obat mulai dari tanaman yang berjunjung maupun yang tidak berjunjung.

Selain itu terdapat bermacam-macam buah yang digunakan oleh manusia sebagai

alternative pengobatan. Dalam mengkonsumsi buah-buahan ataupun dalam bentuk

rimpang yang telah diolah harus sesuai ukuran karena apabila berlebihan juga akan

berakibat yang tidak baik bagi yang mengkonsumsi.

Seiring dengan perkembangan zaman, obat-obatan alami ini mengalami

kemunduran dan diganti dengan obat-obatan kimia. Akan tetapi seruan untuk back to

nature kembali bergaung guna mengurangi dampak negatif yang disebabkan oleh

obat-obatan kimia. Supriadi (2001), menyatakan pemanfaatan tumbuhan dan hewan

sebagai alternative pengobatan alami dewasa ini berkembang cukup pesat. Sekitar 25

34
obat-obatan yang diresepkan Negara industri maju mengandung bahan senyawa aktif

hasil ekstraksi tanaman obat.

Kunyit putih (Curcuma mangga Val.) adalah salah satu bahan alam yang

sangat banyak sekali manfaatnya dan sebagai bahan alternatif alami sebagai

antimikroba. Dengan terungkapnya rahasia-rahasia alam melalui hasil penelitian,

selain mempertebal keyakinan akan kebesaran Allah sebagai pencipta-Nya, juga

menambah khasanah pengetahuan tentang alam untuk dimanfaatkan bagi

kesejahteraan umat manusia.

2.7 Ekstraksi Rimpang Kunyit Putih (Curcuma mangga Val.)

Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula

berada dalam sel ditarik oleh pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam pelarut

tersebut. Pada umumnya ekstraksi akan bertambah baik bila permukaan serbuk

simplisia yang bersentuhan dengan pelarut makin luas. Dengan demikian, makin luas

serbuk simplisia, seharusnya makin baik ekstraksinya. Tetapi dalam pelaksanaannya

tidak selalu demikian karena ekstraksi masih tergantung juga pada sifat fisik dan

kimia simplisia yang bersangkutan (Ahmad, 2006). Simplisia adalah bahan alami

yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami perubahan, biasanya bahan yang

dikeringkan (Wientarsih dan Prasetyo, 2006). Ekstraksi ada beberapa jenis:

1. Ekstrak: sediaan kering, kental atau cair dari sampel nabati atau hewan.

2. Tingtur: sediaan air

3. Infus: sediaan cair dari simplisia nabati (900C selama 15 menit)

35
4. Dekok: sediaan cair dari simplisia nabati (900C selama 30 menit).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam ekstraksi yaitu jumlah simplisia, penambahan

air ekstrak, derajat kehalusan, cara pemanasan, cara penyaringan dan perhitungan

dosis pemakaian.

Pada dasarnya metode ekstraksi ada beberapa macam diantaranya yaitu

meserasi (perendaman), perkolasi, digesti, infusi dan dekoksi (Wientarsih dan

Prasetyo, 2006). Meserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan jamu

yang dihaluskan sesuai farmakope Indonesia (umumnya terpotong-potong atau

diserbuk kasarkan) disatukan dengan bahan ekstraksi. Deposisi tersebut disimpan

terlindungi dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya ataupun

perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu meserasi adalah berbeda-beda, setiap

farmakope mencantumkan 4-10 hari dengan dilakukan pengocokan secara berulang

(kira-kira 3 kali sehari). Melalui usaha ini dijamin suatu keseimbangan konsentrasi

bahan ekstraktif yang lebih cepat ke dalam cairan. Keadaan diam selama meserasi

menyebabkan turunya perpindahan bahan aktif. Semakin besar perbandingan

simplisia terhadap cairan ekstraksi, akan semakin baik hasil yang diperoleh (Voight,

1994).

36

Anda mungkin juga menyukai