Anda di halaman 1dari 20

PENINGKATAN PENGETAHUAN MENU GIZI SEIMBANG DAN

PERILAKU IBU MENYIAPKAN MAKANAN MELALUI METODE


PENDAMPINGAN PMBA PADA BALITA UMUR 12-24 BULAN DI DESA
PAOH DAN DESA NANGA TIKAN KECAMATAN KAYAN HILIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)


PMBA merupakan kepanjangan dari Pemberian Makanan pada Bayi
dan Anak. Dalam praktik PMBA, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu:
1) Usia anak
2) Frekuensi pemberian makanan dalam sehari
3) Jumlah pemberian makanan atau porsi untuk sekali makan
4) Tekstur makanan
5) Variasi makanan
6) Selalu menjaga kebersihan
7) Memberikan makanan secara aktif kepada anak
Pemberian makanan pada bayi dan anak adalah proses berawal ketika
ASI saja tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan oleh karena
itu, cairan dan makanan lain diperlukan, seiring dengan ASI. Rentang
sasaran pemberian makanan pendamping ASI biasanya diambil angka 6-24
bulan. Mengapa PMBA penting? BBLR, inisiasi menyusu dini, ASI
Eksklusif, pengenalan makanan lumat, makanan semi padat dan makanan
padat (usia 6-24bulan), stunting (balita pendek), wasting (balita kurus) dan
berat badan kurang (Anung Sugihantoro, 2014 : 16-17). Inisiasi menyusu
dini (IMD) adalah memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk menyusu
sendiri pada ibu dalam satu jam pertama kelahirannya. ASI eksklusif adalah
pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu
formula, jeruk, madu, air the, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan
padat, seperti pisang, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan nasi tim, kecuali
vitamin dan mineral dan obat. MP-ASI adalah makanan tambahan yang
diberikan kepada bayi atau anak disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan
gizinya. MP-ASI diberikan mulai umur 6-24 bulan, dan merupakan
makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga.
Masalah gizi yang menjadi perhatian utama dunia saat ini adalah anak
balita pendek (stunting). Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 prevalensi
balita stunting sebesar 37,4% artinya 3-4 diantara 10 balita di Indonesia
mengalami stunting. Anak balita stunting tidak disebabkan oleh keturunan
tetapi umumnya oleh kekurangan gizi dan atau mengalami sakit dalam
waktu yang relatif lama, terutama pada usia seribu hari pertama kehidupan.
Secara umum stunting terutama pada seribu hari pertama kehidupan dapat
menyebabkan daya tahan tubuh rendah, kecerdasan rendah, dan
produktivitas rendah ketika dewasa.
Untuk mengatasi stunting perlu dilakukan perbaikan gizi sejak janin
dalam kandungan, pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan, dan
pemberian MP-ASI yang tepat mulai usia 6 bulan.Upaya peningkatan status
gizi masyarakat tidak hanya cukup dengan meningkatkan peluasan
jangkauan pelayanan saja, tetapi perlu dibarengi dengan peningkatan
pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Salah satu upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam membantu
penanggulangan masalah gizi melalui tenaga kesehatan untuk memberikan
pengertian atau panduan tentang Pemberian Makanan Bayi dan Anak
(PMBA), agar mampu mengatasi secara mandiri dalam menangani
masalahnya.

B. Tujuan Pemberian Makan Bayi dan Anak


Menurut World Health Organization (WHO)/United Nations
Children’s Fund (UNICEF), lebih dari 50 % kematian anak balita terkait
dengan keadaan kurang gizi, dan dua pertiga diantara kematian tersebut
terkait dengan praktik pemberian makan yang kurang tepat pada bayi dan
anak, seperti tidak dilakukan inisiasi menyusu dini dalam satu jam pertama
setelah lahir dan pemberian MP-ASI yang terlalu cepat atau terlambat
diberikan.Keadaan ini akan membuat daya tahan tubuh lemah, sering sakit
dan gagal tumbuh. Oleh karena itu upaya mengatasi masalah kekurangan
gizi pada bayi dan anak balita melalui pemberian makanan bayi dan anak
yang baik dan benar, menjadi agenda penting demi menyelamatkan generasi
masa depan(depkes.go.id). Tujuan dari PMBA ini adalah sebagai panduan
untuk Ibu tentang bagaimana mengatasi hal-hal yang terkait dengan resiko
yang ditimbulkan jika dalam praktik pemberian makan bayi dan anak
kurang tepat.
Di Negara-negara dimana prevalensi balita pendek atau stunting masih
tinggi dan kerawanan pangan cukup tinggi. Pendek (stunting) adalah anak
dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya. Stunting terjadi
akibat kekurangan gizi berulang dalam waktu yang lama, pada saat janin
hingga anak usia 2 tahun.Pola pemberian makan tersebut mendukung
pertumbuhan optimal bagi anak. Pada usia 0-5 tahun terjadi pertumbuhan
otak hingga mencapai 75%, masa ini disebut periode emas atau golden
periode. Pemberian makan yang optimal pada usia 0-2 tahun memberikan
kontribusi bermakna pada pertumbuhan otak anak. Pemebrian ASI saja
sejak bayi lahir hingga usia 6 bulan (ASI eksklusif enam bulan) dapat
memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi, serta melindungi bayi dari berbagai
penyakit seperti diare dan infeksi saluran pernafasan akut yang merupakan
penyebab utama kematian balita di
Indonesia(http://www.ndrynakochi.com).

C. Manfaat Pemberian Makan Bayi dan Anak


Anak merupakan potensi dan penerus untuk mewujudkan kualitas dan
keberlangsunganbangsa. Sebagai manusia anak berhak untuk mendapatkan
pemenuhan, perlindungan serta penghargaan akan hak asasinya. Sebagai
generasi penerus bangsa, anak harus dipersiapkan sejak dini dengan upaya
yang tepat,terencana, intensif dan berkesinambungan agar tercapai kualitas
tumbuh kembang fisik, mental, sosial, dan spiritual tertinggi. Salah satu
upaya mendasar untuk menjamin pencapaian tertinggi kualitas tumbuh
kembangnya sekaligus memenuhi hak anak adalah pemberian makan yang
terbaik sejak lahir hingga usia dua tahun.Makanan yang tepat bagi bayi dan
anak usia dini (0 – 24 bulan) adalah Air Susu Ibu (ASI) eksklusif yakni
pemberian ASI saja segera setelah lahir sampai usia 6 bulan yang diberikan
sesering mungkin. Setelah usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi makanan
pendamping ASI (MPASI). Selanjutnya pada usia 1 tahun anak sudah diberi
makanan keluarga dan ASI masih tetap diberikan sampai anak usia 2 tahun
atau lebih.
Pola pemberian makan tersebut mendukung pertumbuhan optimal bagi
anak. Pada usia 0 – 6 tahun terjadi pertumbuhan otak hingga mencapai
sekitar 75%, masa ini disebut periode emas atau golden periode. Pemberian
makan yang optimal pada usia 0 – 2 tahun memberikan kontribusi bermakna
pada pertumbuhan otak anak. Pemberian ASI saja sejak bayi lahir hingga
usia 6 bulan (ASI eksklusif enam bulan) dapat memenuhi seluruh kebutuhan
gizi bayi, serta melindungi bayi dari berbagai penyakit seperti diare dan
infeksi saluran pernafasan akut yang merupakan penyebab utama kematian
balita di Indonesia. Kajian global telah membuktikan bahwa pemberian ASI
eksklusif merupakan intervensi kesehatan yang memiliki dampak terbesar
terhadap keselamatan balita, yakni 13% kematian balita dapat dicegah
dengan pemberian ASI eksklusif 6 bulan. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
dapat mencegah 22% kematian neonatal (neonatus adalah bayi usia 0
sampai 28 hari).
ASI yang tepat waktu dan berkualitas juga dapat menurunkan angka
kematian balita sebesar 6 %.Pemberian makan yang tidak tepat
mengakibatkan masih cukup banyak anak yang menderita kurang gizi.
Fenomena “gagal tumbuh” atau growth faltering pada anak Indonesia mulai
terjadi pada usia 4-6 bulan ketika bayi diberi makanan tambahan dan terus
memburuk hingga usia 18-24 bulan. Kekurangan gizi memberi kontribusi
2/3 kematian balita. Dua pertiga kematian tersebut terkait dengan praktek
pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak usia dini.
(WHO/UNICEF 2003).
Praktek pemberian makan yang tepat pada bayi dan anak juga dapat
mempengaruhi ekonomi keluarga. Pemberian ASI ekslusif akan mengurangi
beban keluarga untuk membeli susu formula dan perawatan bayi sakit yang
saat ini cukup mahal. Dana untuk membeli susu formula 4-5 kali lebih besar
dari pada dana untuk membeli suplemen makanan untuk ibu menyusui.
Apabila 4,5 juta bayi yang lahir di Indonesia mendapat ASI eksklusif
sampai 6 bulan, dapat menghemat devisa negara minimal Rp. 7,92 trilyun.

1. Resiko Tidak Menyusui; Catatan: Semakin muda usia bayi,


semakin besar risiko/bahaya yang dihadapinya.

a) Bagi Bayi
1) Risiko kematian yang lebih besar (bayi yang tidak diberi ASI
14 kali lebih besar kemungkinannya meninggal dibandingkan
bayi yang disusui secara eksklusif pada enam bulan pertama).
2) Susu Formula tidak memiliki antibodi untuk melindungi bayi
dari sakit: badan ibu membuat ASI dengan antibodi yang
melindungi bayi dari penyakit tertentu dalam lingkungan ibu/
anak.
3) Tidak menerima zat antibodi pertama mereka dari kolostrum.
4) Susu Formula sulit diserap usus bayi- susu formula sama sekali
bukan makanan sempurna bagi bayi.
5) Sering mengalami diare, lebih sering sakit, dan lebih parah
sakitnya. (anak usia kurang dari enam bulan yang diberi
makanan campuran- mendapatkan makanan, susu formula dan
air terkontaminasi, berisiko lebih tinggi terkena diare).
6) Infeksi saluran pernafasan yang lebih sering.
7) Risiko kekurangan gizi yang lebih besar, khususnya bagi bayi
usia muda;
8) Lebih besar kemungkinan mengalami kurang gizi:
9) Tumbuh kembang tidak optimum: gangguan pertumbuhan,
berat badan kurang, tubuh pendek (stunting), kurus (wasting)
karena penyakit menular seperti diare atau pnumonia
10) Keterikatan yang kurang kuat antara ibu dan bayi; tidak merasa
aman;
11) Lebih besar kemungkinan kelebihan berat badan
12) Lebih besar risiko terkena penyakit jantung, diabetes, kanker,
asma, gigi keropos, dll pada usia lanjut.
b) Bagi Ibu:
1) Ibu menjadi berisiko lebih mudah hamil
2) Meningkatnya risiko anemia bila pemberian ASI tidak dimulai
sejak dini (lebih banyak pendarahan setelah persalinan)
3) Mengganggu ikatan/bonding dengan bayinya
4) Meningkatnya depresi paska persalinan
5) Kejadian kanker rahim dan kanker payudara lebih rendah pada
ibu menyusui.

D. Cara Pemberian Makan Bayi dan Anak


Cara pemberian makan bayi dan anak pada Modul Konseling
Pemberian Makan Pada Bayi dan Anak tahun 2011 adalah sebagai berikut:
1. Usia 12-24 bulan
Pada usia ini, bayi sudah bisa menyantap nasi lunak dengan lauk
yang mirip seperti makanan untuk balita. Sayuran dan buah-buahan yang
boleh disantap menjadi lebih variatif. Telur sudah boleh diberikan, kecuali
bila dimasak setengah matang, karena telur yang direbus setengah matang
akan mudah tercemar bakteri salmonella.Sebisa mungkin, bayi jangan
diberikan makanan dari daging olahan, seperti bakso, sosis, dan nugget,
kecuali bila dibuat sendiri. Makanan olahan tersebut banyak menggunakan
sodium sebagai pengawet dan MSG sebagai penguat rasa yang
memberikan efek kurang baik untuk pertumbuhan anak (Hidayati,2010).

a) Frekuensi (per hari)


3-4 kali makan ditambah ASI dan bisa ditambah makanan selingan 1-
2 kali berupa snack bisa diberikan.

b) Berapa banyak setiap kali makan


¾ dari mangkuk ukuran 250 ml. dan jjenis makanan yang diberikan
makanan yang diiris-iris makanan keluarga.

E. Gizi Pada Balita


Menurut Djoko Pekik Irianto (2006: 165) Masa kanak-kanak merupakan
fase pertumbuhan, dan untuk menunjang kondisi tersebut perlu diperhatikan
asupan makanan untuk menunjang kondisi tersebut dengan memperhatikan
berbagai hal antara lain:
1) Cukup kalori.
2) Cukup lauk nabati (tahu,tempe) maupun hewani (daging, ikan, dan telur)
3) Tersedia sayuran hijau.
4) Sayuran dimasak dengan minyak (tumis) yang akan mempermudah
penyerapan vitamin A, D, E, dan K.
5) Komposisi sumber makanan protein adalah hewani dibanding nabati
adalah 1:1, sedangkan protein hewani sebaiknya 5 gram/hari berasal dari
hewan dan 10 gram/hari berupa ikan.
6) Apabila anak sulit mengkonsumsi susu, dapat diganti produk olahan susu
seperti keju, es krim dll.
Menurut Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti (2004: 124) dalam
menyusun menu hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Kombinasi rasa yaitu asin, manis, asam, pahit, pedas jika disukai.
2) Kombinasi warna hidangan yaitu warna merah,hijau, cokelat, kuning dan
sebagainya.
3) Variasi bentuk potongan yaitu persegi, panjang, tipis, bulat, dan
sebagainya
4) Variasi kering atau berkuah karena ada jenis hidangan berkuah banyak
seperti sup, sayur asam maupun yang sedikit kuah seperti tumis sayur,
sambal goring serta yang kering seperti ikan goreng, kering tempe.
5) Variasi teknik pengolahan yaitu ada hidangan yang diolah dengan teknik
pengolahan digoreng, direbus, disetup, dan lainnya sehingga memberikan
penampilan, tekstur, dan rasa berbeda pada hidangan tersebut. Sebaiknya
dihindari adanya pengulangan warna, rasa, bentuk, teknik pengolahan
dalam satu menu.
Menurut Marsetyo dan Karta Sapoetra (2005: 3) “Kadar zat makanan
pada setiap bahan makanan tidak sama, ada yang rendah ada pula yang tinggi,
karena itu dengan memperhatikan 4 sehat 5 sempurna yang dianjurkan
pemerintah, setiap bahan makanan akan saling melengkapi zat
makanan/gizinya yang selalu dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin
pertumbuhan dan perkembangan fisik, serta energi yang cukup guna
melaksanakan kegiatan-kegiatannya”.
Zat-zat gizi sangat diperlukan oleh tubuh karena mempunyai manfaat
yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Djoko
Pekik I. (2006: 9-22) menyatakan manfaat dari zat-zat gizi tersebut yaitu:
1. Karbohidrat
Dalam tubuh manusia bermanfaat untuk keperluan tubuh, antara lain:
1) Sumber energi utama yang diperlukan untuk gerak, 1 gram karbohidrat
setara dengan 4 kilo kalori/kcal.
2) Pembentuk cadangan sumber energi, kelebihan karbohidrat dalam tubuh
akan disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan sumber energi
yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan.
3) Memberi rasa senang, karena karbohidrat mempunyai volume yang
besar dengan adannya selullosa akan memberikan perasaan kenyang.
2. Lemak
Didalam tubuh lemak bermanfaat sebagai sumber energi(1 gram
lemak setara dengan 9 kalori), melarutkan vitamin sehingga dapat diserap
oleh usus, dan memperlama rasa kenyang.
3. Protein
Tubuh manusia memerlukan protein untuk berbagai fungsi antara lain:
1) Membangun sel tubuh, makin bertambah usia seorang bayi semakin
bertambah berat badannya. Betambahnya berat disebabkan oleh
terbentuknya jaringan baru seperti tulang dan otot.
2) Mengganti sel tubuh, atau jaringan tubuh manusia yang mengalami
kerusakan misalnya akibat cedera dalam melakukan kegiatan fisik
misalnya: fraktur, sprain, strain dan lain-lain, sehingga perlu protein
sebagai pengganti sel-sel yang rusak.
3) Membuat air susu, enzim dan hormon, air susu ibu tersusun atas protein
demikian juga untuk membentuk enzim maupun hormon diperlukan
protein.
4) Membuat protein darah, untuk mempertahankan stabilitas tekanan
osmose struktur darah memerlukan protein disamping itu hemoglobin
tersusun atas ferum dan protein.
5) Menjaga keseimbangan asam basa cairan tubuh. Protein diperlukan
untuk mengikat kelebihan asam atau basa dalam cairan tubuh sehingga
reaksi netral dari cairan tubuh dapat dipertahankan.
6) Pemberi kalori protein dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk
aktivitas, terutama dalam keadaan memaksa, misalnya kelaparan 1 gram
protein setara dengan 4 kcal.
4. Vitamin
Setiap vitamin mempunyai fungsi khusus, beberapa vitamin dapat
berperan secara bersama-sama dalam fungsi tubuh, misalnya memacu dan
memelihara pertumbuhan, reproduksi, kesehatan dan kekuatan tubuh,
stabilitas sistem saraf, selera makan yang normal, pencernaan dan
penggunaan zat-zat makanan.
5. Mineral
Secara umum fungsi mineral bagi tubuh adalah sebagai berikut:
1) Menyediakan bahan sebagai bahan komponen penyusun tulang dan gigi.
2) Membantu fungsional organ: memelihara irama jantung, kontraksi otot,
konduksi syaraf dan keseimbangan asam basa.
3) Memelihara keteraturan metabolisme seluler.
6. Air dan Serat Makanan
Air merupakan komponen terbesar dari struktur tubuh manusia kurang
lebih 60-70 berat badan orang dewasa berupa air, sehingga air sangat
diperlukan oleh tubuh. Dalam tubuh air berfungsi untuk:
1) Sebagai media transportasi zat-zat gizi membuang sisa-sisa metabolisme,
hormon dan sebagainya ke jaringan sasaran (target organ).
2) Mengatur temperatur tubuh terutama selama melakukan aktivitas jasmani.
3) Mempertahankan keseimbangan volume darah.
4) Serat makanan termasuk karbohidrat kompleks yang tak dapat dicerna,
berperan untuk memelihara fungsi normal saluran cerna.
Sedangkan menurut Sunita almatsier (2009: 4) fungsi utama zat gizi
adalah untuk menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan,
serta mengatur proses-proses kehidupan.
Menurut Savitri Sayogo (2002: 10), agar memenuhi syarat, makanan
mereka haruslah cukup energi dan semua zat gizi. Susunan hidangan
disesuaikan dengan pola menu seimbang, ketersediaan bahan makanan,
kebiasaan makan dan selera makan. Bentuk dan porsinya sesuai dengan daya
terima teleransi dan keadaan faal anak. Yang terakhir kebersihan makanan.

F. Pengetahuan
1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dari manusia, baik dari


pengalaman sendiri maupun orang lain dan pengetahuan juga terjadi
setelah manusia melakukan pengindraan terhadap suatu obyek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni :
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour)
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan (knowledge) adalah kesan dalam
pikiran manusia sebagai hasil dari penginderaan yang sangat berbeda
dengan takhayul (superstitions, informas-informasi yang keliru (mis-
informations) dan kepercayaan-kepercayaan (beliefs) (Sukanto,
2002).
2. Proses terjadinya pengetahuan

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum


seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
Disini sikap subjek adalah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden
sudah lebih baik lagi.

4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai


dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Untuk mengubah pengetahuan diperlukan kondisi belajar
tertentu (Notoatmodjo, 1989), antara lain :
1. Peserta didik harus disajikan data atau fakta atau informasi
dengan sedemikian rupa sehingga mereka mengerti.
2. Peserta didik mampu menyimpan data, fakta atau informasi
dalam ingatannya, sehingga jika diperlukan mampu diingatnya
kembali.
3. Peserta didik mampu menyajikan informasi yang disajikan
sehingga mampu menggunakan informasi tersebut untuk
melaksanakan tugas atau pemecahan masalah di lapangan
nantinya.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman, orang tua, guru,
teman, media massa dan buku. Pengetahuan ini akan dapat
membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku
sesuai dengan keyakinannya tersebut (World Health
Organization, 1993).
3. Tingkatan pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif


mempunyai 6 tingkat, yakni:
1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah


dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain:
menyatakan, menguraikan, menyebutkan, mendefinisikan dan
sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan


secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan


materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi
penggunaan rumus, metode, hukum-hukum, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya :
dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil
penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi


atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih
dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan


atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan
sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusan- rumusan yang
telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan


justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian- penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada. Misalnya : dapat membandingkan antara anak-anak yang
cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat
menanggapi terjadinya wabah diare disuatu tempat, dapat
menafsirkan sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan lain
sebagainya.
4. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara


atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur
dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang
ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-
tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Ali Khomsan (2000), kategori tingkat pengetahuan ada 3,
yaitu : Pengetahuan baik jika skor jawaban : > 80 %
Pengetahuan cukup jika skor jawaban : 60 - 80 %
Pengetahuan kurang jika skor jawaban : < 60 % Dengan rumus
perhitungan sebagai berikut :
Skor jawaban responden
Perhitungan skor jawaban =------------------------------------ x 100
% Jumlah total skor
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah:

a) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang
lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat
dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula
mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan seseorang
terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan
(Wahit, 2007: 30). Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah menerima informasi. Pengetahuan seseorang bukan hanya
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, karena pengetahuan tidak hanya
didapat dari bangku sekolah, namun pengetahuan lebih banyak diperoleh
dari pengalaman hidup. Orang yang berpendidikan lebih tinggi punya
kesempatan yang luas untuk terpapar berbagai informasi dan akan menjadi
lebih berpengetahuan baik dibandingkan dengan meraka yang tidak
berpendidikan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin tinggi pula intelektualnya. Maka dapat disimpulkan, Ibu yang
berpendidikan lebih tinggi lebih banyak mendapat informasi seperti
tentang PMBA dibandingkan dengan Ibu yang berpendidikan rendah.
dikarenakan lingkungan pendidikan dan tingkat pendidikannya berbeda
dari ibu yang berpendidikan lebih rendah. Ibu yang memiliki pendidikan
lebih tinggi mempunyai kesadaran yang tinggi pula akan kesehatan
khususnya di lingkungan keluarga. Serta informasi yang didapat lebih
cepat diserap/dipahami dan lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan
penyuluhan kesehatan dibandingkan dengan Ibu yang berpendidikan
rendah. Kriteria pendidikan yaitu:
1) Sekolah Dasar (SD)
2) Sekolah Menengah Pertama (SMP)
3) Sekolah Menengah Atas (SMA)
4) Akademi/Perguruan Tinggi (PT)

b) Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak
langsung (Wahit, 2007: 30). Ibu yang sehari-harinya hanya sebagai IRT
cenderung memiliki rendahnya pengetahuan terutama tentang PMBA,
sedangkan ibu yang bekerja diluar misalnya bekerja dikantor akan
memiliki pengetahuan yang lebih tinggi yang bisa didapatkan dari
lingkungan sekitar tempat bekerja. Adapun contoh beberapa pekerjaan,
yaitu:
1) Pegawai Negeri Sipil
2) Swasta
3) Ibu Rumah Tangga (IRT) (Ariani, 2014: 25).

c) Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada
aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis
besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua,
perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya
ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek
psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan
dewasa (Wahit, 2007:30). Umur ibu sangat menetukan kesehatan maternal
karena berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan, dan nifas, serta
cara mengasuh juga menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20
tahun masih belum matang dan belum siap secara jasmani dan sosial
dalam menghadapi kehamilan, persalinan, serta dalam membina bayi
setelah dilahirkan (Arini H, 2012) sedangkan ibu yang berumur 20-35
tahun, menurut (Arini H, 2012) disebut sebagai “masa dewasa” dan
disebut juga masa reproduksi, dimana pada masa ini diharapkan orang
telah mampu untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan
tenang secara emosional, terutama dalam menghadapi kehamilan,
persalinan, nifas, dan merawat bayinya nanti. Adapun berbagai jenis
pembagian golongan umur, yaitu:
1) < 20 Tahun
2) 20-35 Tahun
3) > 35 Tahun

d) Sumber Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru
(Wahit, 2007:30). Adapun berbagai sumber informasi, yaitu:
1) Petugas kesehatan
2) Koran, majalah
3) Keluarga
4) Televisi, radio

G. Konsep Perilaku
1. Definisi Perilaku

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan


atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.
Menurut terjemahannya dari bahasa Inggris “Behavior” dan sering
digunakan dalam bahasa sehari-hari. Definisi perilaku adalah respon atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan luar), yang terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap oragnisme dan kemudian organisme
tersebut merespon (Skiner dalam Notoatmodjo, 2007).
Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan
antara kekuatan didalam diri sesorang (Maulana, 2009). Perilaku yaitu suatu
kegiatan atau aktivitas yang dilakukan makhluk hidup, sehingga semua
makhluk hidup dari tumbuhan, binatang sampai manusia itu berperilaku
karena mempunyai kegiatan masing-masing, Menurut Notoatmodjo (2007)
dari segi biologis.
2. Faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut Green Kreuter (Notoatmodjo, 2010), menganalisis bahwa faktor


perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama:

a) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor yang melatarbelakangi perubahan perilaku
yang menyediakan pemikiran rasional atau motivasi terhadap suatu perilaku. Faktor
ini meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai, dan sebagainya.

b) Faktor pendukung
Faktor pendukung adalah faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi. Perilaku indicidu atau organisasi termasuk tindakan/ketrampilan.
Faktor ini meliputi ketersediaan, keterjangkuan sumber daya pelayanan kesehatan,
prioritas dan komitmen masyarakat dan peerintah dan tindakan yang berkaitan
dengan kesehatan.

c) Faktor pendorong
Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku. Faktor ini memberikan penghargaan/insentif untuk ketekunan
atau pengulangan perilaku. Faktor penguat ini terdiri dari tokoh masyarakat,
petugas kesehatan, guru, keluarga dan sebagainya.

3. Domain perilaku

Bloom (1908) seorang ahli psikologis pendidikan membagi perilaku dalam


tiga domain yaitu terdiri dari domain kognitif, domain afektif dan domain
psikomotor. Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan dan untuk
pengukuran hasil maka ketiga domain ini diukur dari pengetahuan, sikap dan
tindakan (dikutip dari Notoatmodjo, 2007).
H. KERANGKA TEORI

Pelatihan PMBA

Pengetahuan Pengetahuan
Gizi Seimbang

Informasi dari teman, dan Perilaku Ibu


Menyiapkan
keluarga, media massa,
lingkungan Makanan pada
Balita 12-24
Sikap Bulan

Pengalaman

Penyegaran dan
pelatihan lain

sebelumnya

Gambar 2. Kerangka Teori

Sumber: Modifikasi Lawrence W. Green dalam Notoatmodjo, 2012


BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep
Tingkat Pengetahuan
Ibu tntang Gizi
Seimbang
Pendapingan
PMBA

Perilaku Ibu dalam


Menyiapkan Makanan

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

HIPOTESIS
Ada perbedaan tingkat pengetahuan kader dalam pemantauan
pertumbuhan bayi dan baduta, antara sebelum dan sesudah pelatihan
konseling PMBA di puskesmas Kluwut
Ada perbedaan tingkat ketrampilan kader dalam pemantauan
pertumbuhan bayi dan baduta, antara sebelum dan sesudah pelatihan
konseling PMBA di puskesmas Kluwut

18
PENINGKATAN PENGETAHUAN MENU GIZI SEIMBANG DAN

PERILAKU IBU MENYIAPKAN MAKANAN MELALUI METODE

PENDAMPINGAN PMBA PADA BALITA UMUR 12-24 BULAN DI DESA

PAOH DAN DESA NANGA TIKAN KECAMATAN KAYAN HILIR

B. Hipotesis
Ada Pengaruh Media Lingkaran Status Gizi Sebagai Alat Bantu untuk
Meningkatkan Keterampilan Kader Posyandu dalam Menentukan Status Gizi
Balita Umur 12-24 Bulan di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Singkawang
Tengah.
C. Definisi Operasional
1. Media Lingkaran Status Gizi
Alat dari modifikasi cakram gizi untuk meningkatkan keterampilan kader
menentukan status gizi balita umur 12-24 bulan.

2. Keterampilan Kader
Kemampuan yang dimiliki kader dalam menentukan status gizi balita
umur 12-24 bulan dengan alat lingkaran status gizi, diukur dengan kuisioner, skala
rasio dengan hasil ukur numerik.

19

Anda mungkin juga menyukai