Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETIC FOOT

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Penyakit
Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada penderita diabetes
bagian kaki. (Misnadiarly, 1997). Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita
diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf,
pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.(Thoha,
Wibowo.EW)

2. Etiologi
Etiologi ulkus diabetik temasuk neuropati, penyakit pembuluh darah (vaskulopati), tekanan
dan deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki
diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi menjadi :
Faktor Predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti kelainan
makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan neuropati otonom.
2. Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati motorik,
neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang lain (seperti mata
kabur).
3. Neuropati sensorik pada kaki bisa menyebabkan terjadinya trauma yang tidak
disadari. Neuropati motorik juga menyebabkan otot intrinsik lemah ntuk menampung
berat badan seseorang dan seterusnya terjadilah trauma.
Faktor Presipitasi
1. Perlukaan di kulit (jamur).
2. Trauma.
3. Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka
1. Derajat luka.
2. Perawatan luka.
3. Pengendalian kadar gula darah.

3. Patofisiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Diabetes
seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam
kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan
sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut
berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi
yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan
faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai
dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga
terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan
penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran
pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah
terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan
untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat
berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat
adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes
lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih ‘memakan’
dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%.
Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama
bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik
mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat.
Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh
dan kuman anaerob berkembang biak.
Terjadinya masalah kaki diawali dengan status hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan neuropati dan vaskulopati. Neuropati, baik neuropati sensorik, motorik dan otonom
akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah menyebar
menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah
rumitnya pengelolaan kaki diabetes.

A. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan permukaan lapisan
dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang meningkatkan resiko
terbentuknya trombus. Pada stadium lanjut, seluruh lumen arteri akan tersumbat dan
menyebabkan aliran kolateral tidak cukup, dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan gangren yang
luas. Manifestasi vaskulopati pada penderita DM antara lain berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer yang sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita
muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami vaskulopati adalah arteri tibialis. Kelainan
arteri akibat diabetes juga sering mengenai bagian distal arteri femoralis profunda, arteri poplitea,
arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan di bagian distal menjadi kurang
baik dan timbul ulkus yang dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren. Kondisi ini sering sangat
sulit ditangani dan memerlukan amputasi.
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis serta
penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet-aggregating agent) akan memacu
terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan
timbulnya iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.

B. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan patogenesis
kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang serabut saraf terutama di bagian
perifer dari tungkai. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, suatu teori yang menyatakan
bahwa semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan
ekstremitas atas, ekstremitas bawah akan lebih dulu mengalami neuropati.
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan
mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak
cukup dan menyebabkan iskemia, bahkan gangren.
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa à sorbitol à fruktosa)
akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta
penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia pada jaringan saraf
akan mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan kerusakan akson.
Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya
timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, serta gangguan motorik
yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat
menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem
saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan
pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan impotensi.

a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang menimbulkan
kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis
hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi
menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus
yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah
terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik dengan 4
tahap perkembangan: 3
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.
Jika kaki Charcot diabaikan, ulserasi dapat terjadi pada titik-titik tekanan, khususnya aspek
medial tulang navikular dan aspek inferior dari tulang kuboid. Ulserasi akan berkembang lebih
dalam dan masuk ke tulang. Perubahan Charcot juga dapat mempengaruhi pergelangan kaki,
menyebabkan perubahan atau pergeseran tempat pada pergelangan kaki dan ulserasi, yang
meningkatkan kebutuhan diamputasi.

b) Neuropati sensorik
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena
gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya trauma kecil
namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya
baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat
membahayakan keselamatan pasien.
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM, seperti:
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena lama
berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki)
.
c) Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat
kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah,
produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai yang
menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga
memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati
otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan nutrisi
jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga
daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus.

C. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit celah jari kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki
maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput
metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal
dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis
sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial
yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini disebabkan
karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon
pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan
kadar gula darah juga menyebabkan kegagalan fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi.
Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis, sel PMN membutuhkan energi dari
glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat
pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan
berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin.
Selain faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh dalam terbentuknya
kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor pendidikan, sosio ekonomi dan gizi juga punya
andil cukup besar. Pendidikan dan sosio ekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang
kurang mengenai Diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya, kemampuan finansial akan
mempengaruhi pengelolaan Diabetes mellitus yang dideritanya dan status gizi yang rendah punya
keterkaitan dengan rendahnya respon imun hingga mempermudah terjadinya infeksi.

4. Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi
Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool, sampai klasifikasi Wagner
yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks
tetapi lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetik. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh
International Working Group on Diabetic Foot yaitu klasifikasi PEDIS. Dengan klasifikasi PEDIS
akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropati, sehingga
arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangren dengan
critical limb ischemia tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki
keadaan vaskularnya terlebih dahulu. Sebaliknya, kalau faktor infeksi menonjol, tentu pemberian
antibiotik harus adekuat.
Klasifikasi Wagner
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki

5. Manifestasi klinis
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya :
1. Pengeluaran urin (Poliuria) Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24
jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar
gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan
berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering
terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011).
2. Timbul rasa haus (Polidipsia) Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena
kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan
cairan (Subekti, 2009).
3. Timbul rasa lapar (Polifagia) Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut
disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam
darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).
4. Peyusutan berat badan Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh
terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2009).
Berikut gejala diabetic foot
Gangren diabetik di sebut juga gangren panas. Karena walaupun nekrosis, daerah akral
tampak merah dan terasa hangat akibat peradangan. Biasanya pulsasi arteri di bagian distal
masih tetap teraba. Pada iskhemik ringan, akan terlihat gejala klaudikasio intermiten sewaktu
berjalan atau apabila di bagian distal dari kelainan vaskuler tersebut luka maka proses
penyembuhannya berlangsung lama.Secara praktis gambaran klinik kaki diabetik dapat
digolongkan sebagai berikut :

Kaki neuropati
Pada keadaan ini terjadi kerusakan saraf somatik, baik sensorik maupun motorik serta
saraf otonom, tetapi sirkulasi masih utuh. Neuropati menghambat impuls rangsangan dan
memutus jaringan komunikasi dalam tubuh. Neuropati sensorik memberikan gejala berupa keluhan
kaki kesemutan dan kurang rasa terutama di daerah ujung kaki. Neuropati motorik ditandai dengan
kelemahan otot, atropi otot, mudah lelah, deformitas ibu jari dan sulit mengatur keseimbangan
tubuh. Pada kaki neuropati kaki masih teraba hangat, denyut nadi teraba, reflek fisiologi menurun
dan kulit jadi kering. Bila terjadi luka, sembuhnya lama.

Kaki iskemia
Ditandai dengan berkurangnya suplai darah. Namun pada keadaan ini sudah ada kelainan
neuropati pada berbagai stadium. Pasien mengeluh nyeri tungkai bila berdiri, berjalan atau saat
melaksanakan aktivitas fisik lain. Kesakitan juga dapat terjadi pada arkus pedis saat istirahat atau
malam hari. Pada pemeriksaan terlihat perubahan warna kulit jadi pucat, tipis dan mengkilap atau
warna kebiruan. Kaki teraba dingin dan nadi poplitea atau tibialis posterior sulit diraba. Dapat
ditemukan ulkus akibat tekanan lokal. Ulkusnya sukar sembuh dan akhirnya menjadi gangren.
.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah
1. Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
2. Pemeriksaan glukosa darah.
3. Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi luka
segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
4. Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan sentuhan
ringan, kepekaan terhadap suhu.

7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Levin(1988), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan pengobatan yang
agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
a. Debridement local radikal pada jaringan sehat.
b. Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas antibiotic,
contohnya :
 Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin, ofloxacin),
sulfonamides.
 Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams cefloxitin.
 Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans yang paling
umum digunakan adalah quinolon G.
Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah insulin,
neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan oksoferin solution.
c. Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.
d. Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris.
Adapun usaha pengelolaan kaki diabetik guna menyelamatkan dari amputasi secara umum:
1. Memperbaiki kelainan vaskular yanga ada.
2. Memperbaiki sirkulasi.
3. Pengamatan kaki teratur.
4. Pengelolaan pada masalah yang timbul(pengobatan vaskularisasi, infeksi, dan
pengendalian gula darah).
5. Sepatu khusus.
6. Kerjasama tim yang baik
7. Penyuluhan pasien.
Pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan
terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada
kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan atau deformitas (pencegahan sekunder dan
pengelolaan ulkus/gangrene diabetik yang sudah terjadi).
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus,
bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga merupakan
suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun
penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan risiko
besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya
masalah (Frykberg) yaitu:
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a. Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b. Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak,
disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan
tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait
terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki
perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada
deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran
tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan
benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Merobah gaya hidup, menghindari rokok, memeriksa
kaki sendiri dan merawatnya setiap hari serta pemeriksaan gula darah secara teratur perlu
dilakukan. Bila perilaku yang positif telah dilaksanakan maka dampaknya adalah gula darah
terkendali. Juga perlu diberikan motivasi kepada pasien yang telah cacat agar dia tidak kehilangan
gairah hidup.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Penyuluhan diberikan secara
komprehensif agar penderita dapat memahami dan menyadari bahwa seorang penderita diabetes
dapat mengalami neuropati dan kelainan pada pembuluh darah dengan akibat penderita diabetes
lebih mudah mengalami luka dibandingkan orang normal. Untuk itu perlu pengenalan diabetes dan
komplikasinya agar pasien dapat membantu diri sendiri hingga komplikasi yang mungkin timbul
dapat dikurangi.
B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal
yang harus ditangani dengan baik untuk memperoleh hasil maksimal dapat digolongkan sebagai
berikut:
· Pengendalian Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah diusahakan
agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat
menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula
darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu
kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin
serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. Semua faktor tersebut tentu
akan menghmbat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki.
· Pengendalian Vaskuler
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai
langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya
kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan
suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri
femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif
dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2,
serta pemeriksaan echo Doppler dan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk
kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa:
Modifikasi Faktor Risiko
· Stop merokok
· Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis, hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia
· Walking program – latihan kaki merupakan terapi utama yang diberikan oleh ahli rehabilitasi
medik atau fisioterapis
· Terapi Farmakologik
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat
aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang
jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM,
tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat
secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM.
Pengobatan kaki diabetik meliputi pengendalian gula darah, penanganan kelainan kaki,
neuropati diabetik, sirkulasi darah dan penanganan infeksi serta rehabilitasi. Pengendalian gula
darah harus disertai upaya perbaikan keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai.
Untuk memperbaiki neuropati diabetik kita dapat memilih untuk memakai secara bersama
obat yang melancarakan aliran darah dan yang memperbaiki metabolisme. Dalam memperbaiki
aliran darah kita harus memperbaiki struktur vaskuler yang telah mengalami kerusakan.
Sebagai mana yang telah kita ketahui gangguan endotel, gangguan trombosit, dan
dislipidemia menjadi penyebab utama terjadinya angiopati. Jadi selain pengendalian gula darah,
yang mutlak harus dilakukan adalah pemberian anti agregasi dan vasodilator perifer. Pemberian
obat anti agregasi diharapkan dapat memperbaiki vaskularisasi jaringan atau organ yang
terserang. Ada beberapa pilihan obat yang dapat dipakai, yaitu asetosal, pentoksifilin dan
cilostazol.
Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Oleh karena itu bila ditemukan infeksi sebaiknya
dilakukan pemeriksaan kultur. Tidak jarang penderita datang dengan sepsis sehingga pemberian
antibiotik tidak perlu menunggu hasil kultur. Pada keadaan ini pilihan antibiotiknya adalah antibiotik
spektrum luas atau dikombinasi dengan golongan kloksasilin untuk terapi vaskulitis dan golongan
yang aktif terhadap kuman anaerob seperti metronidazol dan klindamisin.
· Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang
hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan
pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang
pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular (PTCA). Pada oklusi akut dapat pula dilakukan
tromboarterektomi.
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki,
sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, dan kesembuhan luka tinggal bergantung
pada berbagai faktor lain yang turut berperan.
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi
dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian,
masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum
kaki diabetik.
· Pengendalian Luka
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan
dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi PEDIS
dilakukan setelah debridement yang adekuat. Dressing (pembalut) dapat digunakan sesuai dengan
keadaan luka dan juga letak luka tersebut. Dressing mengandung komponen zat penyerap seperti
carbonated dressing, alginate dressing atau silver impregnated dressing yang bermanfaat untuk
luka produktif dan terinfeksi. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu
mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat
mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren.
Untuk ulkus dan ganggren dapat dilakukan bedah minor seperti insisi, drainase abses,
debrideman, dan nekrotomi dengan tujuan mengeluarkan semua jaringan nekrosis untuk eliminasi
infeksi, hingga mempercepat penyembuhan luka. Sebelumnya perlu diketahui batas yang tegas
antara jaringan sehat dan jaringan nekrotik hingga nekrotomi atau amputasi dapat direncanakan
dengan seksama. Pada peradangan yang berat/luas disertai penyebaran yang sangat cepat,
amputasi harus dipertimbangkan dengan segera. Bila ditunda, tidak jarang dapat mengakibatkan
septikemia.
Selama proses inflamasi masih ada, tidak akan terjadi proses granulasi dan epitelisasi.
Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka,dapat pula dipakai kasa yang dibasahi
dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik.
· Pengendalian Metabolik dan Infeksi
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang
berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo,
umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif
serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif
(misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman
anaerob (misalnya metronidazol).
· Pengendalian Mekanik dan Tekanan
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar
pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap
timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain
dengan removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches,
wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles.
Berbagai metode pembedahan juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka,
seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi
untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial
calcanectomy).
· Pengendalian Edukasional
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan penyuluhan
yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan
dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang
optimal.
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk
pengelolaan kaki diabetik. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan kemudian
segera setelah perawatan, keterlibatan ahli rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk mengurangi
kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk
mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
a. Pengumpulan data
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya
luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.

b. Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum:
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda
– tanda vital.
- Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
- Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan
shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
tekstur rambut dan kuku.
- Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
- Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
- Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
- Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
- Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
- Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua
jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau
( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan yang kurang.
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
7. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

3. Perencanaan
1) Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di
belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok
dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula
darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin
dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.
2) Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
- pus dan jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka
dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan
larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan
nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan
kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
3) Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
- Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
- Pergerakan penderita bertambah luas.
- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80
x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi
ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam
melakukan tindakan.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus
sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

4) Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
- Pergerakan paien bertambah luas
- Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk, berdiri,
berjalan).
- Rasa nyeri berkurang.
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah
dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam
tindakan keperawatan.
3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga
fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih
pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

5) Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
- Berat badan dan tinggi badan ideal.
- Pasien mematuhi dietnya.
- Kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga
dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan
salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4. Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan
sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat
penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

6) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu


anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar
positif.
Kriteria Hasil : Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa
malu dan rendah diri. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan
keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan
orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan
masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.

7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil :
- Pasien mudah tidur dalam waktu 30 – 40 menit.
- Pasien tenang dan wajah segar.
- Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien
ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-
obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan
dirasakan pasien.
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik
relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat
gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan
yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA

- Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia


- Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC
- Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4), Jakarta: EGC
- Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
- Alexiadou, K., & Doupis, J. (2012). Management of diabetic foot ulcers. Diabetes Therapy,
3(1), 4.
- Arisanty, Irma P. (2014). Manajemen Perawatan Luka: Konsep Dasar. Jakarta: EGC.
- A, Sharp, & J, Clark. (2011). Diabetes and Its Effects on Wound Healing. Nursing Standard.
25, 45, 41-47.
- Hardiman, H., Sutedjo, I, dan Salim. 2013. Tumbuh: Diabetes dan Komplikasi. Surakarta:
Pustaka Pelajar. Universitas Sumatera Utara
- Hendra. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI
- InfoDATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2014). Situasi dan Analisis
Diabetes.

Anda mungkin juga menyukai