Anda di halaman 1dari 3

Tabel 1.

Hasil absorpsi asam salisilat dalam keadaan asam pada lambung tikus

% Absorpsi Ct0- Waktu


Kelompok Ct0 (mg%) Ct1 (mg%) Ct1
Ct0

I 20 5 75 30 menit
II 20 5 75 30 menit
III 40 5 87,5 30 menit

Total 237.5

Rata-rata 79.1

(a) (b)
Gambar 1. (a) asam salisilat keadaan asam saat pengambilan awal (b) pengambilan setelah 30
menit

Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan, asam salisilat dalam asam memiliki rata-rata absorbsi dalam
lambung sebesar 79,1% selama 30 menit. Absobsi pada asam salisilat dalam asam lebih besar
dibandingkan absorbsi asam salisilat dalam basa karena lambung mempunyai pH asam kuat.
Obat yang bersifat asam lemah hanya sedikit sekali terurai menjadi ion dalam lingkungan asam
kuat di lambung, sehingga absorbsinya baik sekali di dalam lambung. Sebaliknya, obat yang
bersifat basa lemah terionisasi baik pada pH lambung yang bersifat asam kuat, jadi hanya sedikit
yang diabsorbsi di lambung. Absorpsi obat tergantung sifat fisika dan kimia obat yang berbeda-
beda tiap senyawa, dan tempat absorpsi obat yang menentukan pH lingkungan absorpsi
(lambung memiliki pH rendah=asam, usus pH tinggi=basa). Oleh karena itu, kita bisa
memperkirakan di mana tempat absorpsi obat tergantung pH obat. Obat bersifat asam pasti akan
mengalami absorpsi di lambung bukan di usus karena di dalam lambung yang bersuasana asam
obat-obat asam akan mengalami bentuk molekul yang lebih banyak dibandingkan bentuk ionnya
(bentuk ion larut air mudah diekskresikan, bukan diabsorpsi). Selama proses absorpsi, obat
mengalami penurunan jumlah karena tak semua obat diabsorpsi. Selain itu selama proses
absorpsi, jika obat diberikan secara oral maka akan mengalami siklus enterohepatik (perjalanan
dari pembuluh darah di usus ke portal hepar di mana terdapat enzim beta-glikosidase yang
mengolah sebagian obat sebelum sampai di reseptornya) (Schanker 2002).
Asam asetil salisilat diabsorbsi dengan mekanisme difusi pasif dalam bentuk molekul tak
terionkan melewati membran gastrointestinal dan dipengaruhi oleh pH larutan (Syarif 2007).
Asam salisilat cepat diabsorbsi dari lambung dan usus halus bagian atas, serta kadar puncak
dalam plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam. Suasana asam di dalam lambung menyebabkan
sebagian besar dari salisilat terdapat dalam bentuk non ionisasi, sehingga memudahkan absorpsi.
Suasana asam di dalam lambung menyebabkan sebagian besar dari asam salisilat terdapat dalam
bentuk non ionisasi sehingga memudahkan absorpsi (Scott1962).
Sifat asli dari asam salisilat yang merupakan asam jika diberikan penambahan zat kimia
yang bersifat basa maka proses penyatuan atau homogenisasi larutan akan membutuhkan waktu
yang lama. Selain itu juga, larutan tersebut tidak mudah untuk larut dalam lemak sehingga susah
untuk diabsorpsi di mana komponen sel sebagian besar oleh fosfolopid pada membran. Larutan
basa yang memiliki pH yang tinggi juga menghasilkan pengaruh pada transportasi aktif,
sehingga larutan cenderung susah diabsorpsi (Nordstorm & Rasmuson 2006). Berdasarkan Scoot
(1962) menyebutkan bahwa, obat atau senyawa kimia bersifat asam akan lebih mudah
berdisosiasi dalam suasana basa menjadi bentuk ion dan anion atau sebaliknya.
Dari data setiap kelompok baik pada perlakuan dengan menggunakan asam salisilat dalam
basa maupun dalam asam memiliki % absorbsi yang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan
faktor biologis dari hewan coba (tikus) yang digunakan seperti variasi keasaman (pH) saluran
cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, luas permukaan saluran cerna, waktu
pengosongan lambung, waktu transit dalam usus, serta banyaknya pembuluh darah pada tempat
absorbsi yang berbeda-beda pada setiap hewan coba yang digunakan (Schanker 2002).

Scott, T. S. 1962. Carcinogenic and Chronic Toxic Hazards of Aromatic Amine.


Amsterdam:Elsevier.
Syarif A.2007. Farmakologi dan Terapi . Jakarta(ID): Gaya Baru.
Nordstorm Fl, Rasmuson AC. 2006. Solubility and melting propoerties of salicylic acid. J.
Chem. Eng. Data. 51(5): 1668-1671.
Schanker LS. 2002. On the mechanism of absorption of drugs from the gastrointestinal tract.
J.Med Chem. 2(4) : 343-359.

Anda mungkin juga menyukai