Anda di halaman 1dari 3

Adhitya Fachri Budiman

2016230043
TUGAS POLITIK GLOBAL CHINA

RESUME TENTANG HUKUM EKSTRADISI HONGKONG – CHINA

Pada bulan Juni, kita dikejutkan dengan terjadinya demonstrasi yang menentang
rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi ke Daratan Cina. Protes masa ini termasuk yang
terbesar dalam sejarah Hongkong dan merupakan tanda ketakutan dan kemarahan akan terjadinya
erupsi kebebasan sipil yang sudah berlangsung dari awal bahwa Hongkong merupakan negara
semiotonom dan memiliki kebebasan yang relatif lebih luas jika dibandingkan dengan Daratan
Cina.

Hubungan antara Hongkong dengan pemerintahan pusat di Beijing memang rumit, pada
dasarnya Hongkong merupakan negara bagian dari Daratan Cina. Hongkong sebagai negara bekas
jajahan Inggris dikembalikan ke Daratan Cina pada tahun 1997 dibawah kebijakan “one country,
two systems”. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Perdana Menteri Deng Xiaoping yang merupakan
penganut marxisme pada awal tahun 1980 sebagai jalan tengah untuk negara bagian komunis
yang memiliki sistem ekonomi kapitalis seperti Taiwan, Hongkong dan Makau. Kebijakan ini
banyak menyokong hak-hak sipil di Hongkong seperti pengadilan independen, kebebasan pers
dan demokrasi, internet terbuka, dan keistimewaan lain yang membedakan Hongkong dari
Daratan Cina.

Otonomi tersebut telah dijamin dibawah konstitusi mini yang disebut basic law akan
berakhir pada 2047 namun, jauh sebelum itu basic law ini mulai melemah karena besarnya
pertumbuhan partai komunis di Cina dan melanggar batas-batas hingga ke Hongkong.

Intervensi Beijing di Hongkong ini bukan tanpa alasan, intervensi ini merupakan suatu
bentuk pengetatan kontrol yang lebih luas di seluruh Cina dibawah kekuasaan Xin Jinping yang
banyak menuai kritik. Hongkong merupakan target sasaran utama karena memiliki komunitas
aktivis dan anggota parlemen pro demokrasi. Namun basic law Hongkong menjamin bahwa
otoritas Cina tidak bisa mengintervensi demokrasi dan perbedaan pendapat yang terjadi di
Hongkong, tidak seperti yang mereka lakukan di Daratan Cina lain seperti Tibet dan Xinjiang.
Jadi Beijing melepaskan indepensi dari institusi Hongkong dengan cara lain, yaitu dengan
melakukan RUU ekstradisi.
Terdapat suatu konsensus dalam hukum internasional, ekstradisi merupakan sebuah
perjanjian hukum umumnya bilateral. Dalam traktat tersebut, suatu negara memiliki hukum yang
sah untuk mengembalikan tersangka/terpidana ke negara asal mereka. Jika kedua negara tidak
memiliki perjanjian ekstradisi, maka pengembalian tersangka ke negara asal atau negara dimana
ia melakukan tindak pidana didasarkan pada asas sukarela dengan tujuan pelaku tindak pidana
tidak terlepas dari hukum. Beberapa contoh tindak kejahatan yang mungkin diekstradisi yaitu
pembunuhan berencana maupun tidak berencana, penyerangan, human trafficking termasuk
penjualan wanita dan bisnis sex, penculikan anak, penyanderaan, penganiayaan, pemerasan,
sumpah palsu, pembakaran rumah, dan lainnya.

Kemudian, RUU ekstradisi di Hongkong ini bertujuan untuk menahan dan memindahkan
buronan di negara yang tidak memiliki hukum ekstradisi resmi seperti Taiwan dan Daratan Cina.
Carrie Lam yang menjabat sebagai ketua eksekutif di Hongkong berpendapat bahwa RUU ini
sangat dibutuhkan untuk mengadili dan menuntut seorang pria tersangka pembunuhan pacarnya
yang sedang bersembunyi di Taiwan. Namun para aktivis pro demokrat berpendapat lain, bahwa
RUU ini akan memungkinkan siapa saja untuk dijemput dan ditahan di Daratan Cina, yang mana
di kawasan tersebut para hakim harus mengikuti perintah partai komunis. Kekhawatiran ini sangat
beralasan, karena bisa saja ditargetkan tidak hanya untuk mengekstradisi penjahat dan buronan
namun juga bisa digunakan terhadap aktivis politik.

RUU ekstradisi ini mencakup 37 bentuk kejahatan, hal berbau politik sebenarnya tidak
termasuk. Namun, ada satu bentuk kekhawatiran bahwa RUU tersebut bisa menjadi sebuah jalur
untuk melegalkan penculikan ke Daratan Cina seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini.

Dibawah hukum, Ketua eksekutif perlu menyetujui permintaan ekstradisi sebelum surat
perintah penangkapan dikeluarkan. Pengadilan Hongkong juga akan diberdayakan untuk
memeriksa bahwa ada kasus dasar terhadap tersangka.

Namun status Hong Kong sebagai bawahan dan bagian dari Daratan Cina akan
menyulitkan bagi seorang pemimpin lokal untuk menolak permintaan ekstradisi dari atasannya.
Dan banyak pihak di Hongkong, di mana pemerintah telah mengkudeta anggota parlemen oposisi
dan menolak tuntutan untuk pemilihan yang demokratis, melihat RUU ekstradisi ini sebagai akhir
dari perjuangan panjang untuk melumpuhkan oposisi di kawasan mereka.
Sumber :

Hong Kong protesters storm the legislative council. (2019). Retrieved


from https://www.economist.com/asia/2019/07/01/hong-kong-protesters-storm-the-legislative-
council

Li, J. (2019). Hong Kong-China extradition plans explained. Retrieved


from https://www.bbc.com/news/world-asia-china-47810723

What is China’s “one country, two systems” policy?. (2019). Retrieved


from https://www.economist.com/the-economist-explains/2019/06/30/what-is-chinas-one-
country-two-systems-policy

Protes di Hong-KongBerawal dari Pembunuhan, Berujung pada Unjuk Rasa Besar


https://medium.com/hipotesa-indonesia/protest-di-hongkong-dc14e789fbe0

Memahami RUU Ekstradisi Hongkong 2019 https://medium.com/@bittergourdie/memahami-ruu-


ekstradisi-hongkong-2019-e12236a428de

Anda mungkin juga menyukai