Anda di halaman 1dari 3

Sistem perkawinan sedarah dan persilangan

Seperti yang telah kita ketahui, peternakan dapat mengubah susunan genetik suatu populasi
dengan jalannya seleksi.seleksi itu terutama mencangkup variasi kegenotipean. alel-alel yang baik
dipilih dan frekuensi dari genotip homozigot yang baik bertambah besar. Akhirnya populasi
mencapai, sebagai akibat dari seleksi yang berkepanjangan, suatu ketinggian, yang kita tidak dapat
lagi berbuat atasnya variasi nilai bibit umum telah berakhir. Dalam hal itu mungkin populasi telah
menjadi homozigot seluruhnya untuk alel alel, yang mempengaruhi ciri yang bersangkutan. Jika
demikian halnya, maka nilai ketinggian karena berhentinya seleksi, menjadi tetap dan seleksi balik
tidak mungkin dilakukan. Akan tetapi kadang-kadang dengan percobaan-percobaan seleksi kita
mencapai ketinggian, yang di antaranya seleksi balik ternyata memungkinkan, bahkan dengan
berhentinya orang melakukan seleksi pun rata-rata populasi sudah mundur. Maka populasi itu
tidaklah menjadi sepenuhnya homozigot terhadap alel alel yang mempengaruhi ciri nya, kendatipun
ketinggian sudah tercapai. Keterangan untuk ini ialah, masih berwujud variasi genotip bukan
tambahan. Lebih-lebih dominasi berkelebihan (homozigot nya lebih baik dari pada kedua homozigot)
memainkan peranan yang penting pada gejala ini ( ,172).

Masih ada lagicara lain yang dapat dipergunakan peternak untuk memperbaiki susunan genetik
hewan-hewannya, yaitu sistem perkawinan. Inilah cara mengawinkan hewan-hewan atau
mengkombinasikannya. Dasar bagi kebanyakan pandangan teori yang lalu ialah perkawinan
kebetulan. Disamping itu dapat dibedakan pembibitan sederhana dan persilangan. Akan kita
bicarakan sistem-sistem perkawinan ini lebih jauh dan kita selidiki nilainya bagi usaha peternakan (
,172).

Pembibitan sederhana mengantarkan kita kepada penambahan kehomozigotan, seperti sudah


kita lihat dalam bagian 19, dan biasanya ia bersama dengan degenerasi per sederhanaan atau
depresi persedarahan, yaitu kemunduran daya hidup.dengan daya hidup dimaksudkan semua yang
berhubungan dengan kesuburan dan daya tahan ( , 173).

Lawan dari pembibitan sedarah ialah persilangan. Jadi, sistem ini ialah bersanggama an antara
individu, yang kurang rapat hubungannya dari rata-rata kekerabatan dalam populasi.Persilangan
biasanya diikuti oleh peningkatan daya hidup. produk-produk persilangan atau hibrida hibrida
mempunyai kesuburan, daya tumbuh dan daya tahan yang lebih tinggi. Gejala ini disebut heterosis
atau keunggulan bastra. heterosis adalah hasil persilangan dari garis keturunan sedarah yang lebih
atau kurang kuat nya pada berbagai varietas tumbuhan atau bangsa hewan. Iya banyak diterapkan
dalam pemuliaan tanaman tanaman (jagung), tetapi pada ayam pun orang telah membukukan hasil
yang memuaskan ( , 173).

Kemunduran akibat perkawinan sedarah dan heterosista adalah dua gejala yang bertentangan,
yang mempunyai sebab-sebab genetik yang sama. Hal ini sangat erat berhubungan dengan variasi ke
genotipe bukan tambahan lebih-lebih dengan variasi sebagai akibat dari ke dominan. Yang berkaitan
dengan hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Apabila kita terapkan perkawinan sedarah dalam
suatu populasi, maka turunannya akan terpecah menjadi sejumlah besar turunan dalam garis
sedarah. Kalau kita tidak melakukan seleksi, maka frekuensi gen tidak akan berubah, akan tetapi
frekuensi genotip akan berbeda. Dalam bagian 19 telah kita lihat bahwa dengan perkawinan sedarah
akan bertambah frekuensi ke homozigot an dan frekuensi ke heterozigot an akan berkurang.
Disamping itu,kita lihat pada kebanyakan ciri timbulnya yang disebut depresi persedarahan. Rata-
rata populasi menurun, menurutnya rata-rata populasi ini haruslah berhubungan dengan
berkurangnya jumlah individu heterozigot dan hanyalah dapat diterangkan jika ada kemungkinan
bagi kedominanan. Kalau kita perhatikan satu pasangan alel, maka ada kemungkinan 3 genotip: AA,
Ada dan as. Dengan AA dimaksudkan genotip homozigot yang menguntungkan. Jika tidak ada ke
dominanan, maka Ada letaknya persis sama antara AA dan aa. Jika ada ke dominanan, maka Aa
letaknya di atas pertengahan ini, memang pada ke dominanan positif, artinya ke dominanan
menurut arah genotip homozigot yang menguntungkan. Pada pembibitan sedarah ini kawinkan
antara individu dalam satu keluarga. Dalam bentuknya yang paling keras,berarti ini bahwa kita
mengawinkan genotip genotip yang sama. Dari perkawinan AA × AA hanya terjadi genotip genotip
AA, dari perkawinan aa × aa hanya genotip genotip aa. Lagi akan tetapi dari perkawinan Aa × Aa kita
peroleh penguraian dalam ¼ AA, ½ Aa, ¼ aa. Jadi, jumlah heterozigot di paruh dan yang separuh lagi
diganti dengan genotip AA dan aa sama banyak. Jika tidak ada dominasi, maka ia pun tidak
berpengaruh terhadap rata-rata populasi. Akan tetapi jika ada dominasi, maka akan menurun lah
rata-rata populasi, yakni ke arah genotip yang resesif. Jadi depresi persedarahan adalah akibat dari
aksi alel-alel yang dominan ( ,173-174).

akan jelaslah bahwa rata-rata populasi lebih menurun lagi jika ke dominanan semakin keras.
Dengan teori pun dapat disimpulkan bahwa depresi persedarahan berbanding lurus dengan tingkat
ke dominana. Jadi, iya akan menjadi paling besar bila dominasi berkelebihan. Makasih heterozigot
adalah lebih baik dari pada kedua homozigot. Lagipula depresi persedarahan tergantung pada
frekuensi gen. Ia adalah paling besar apabila frekuensi gen itu terletak dekat ½. Hal ini masuk akal,
karena ketika itu hasil perkalian pq adalah paling besar (p= frekuensi alel A dan q= frekuensi alel a)
dan jadinya juga frekuensi dari para heterozigot. Ia adalah sebenarnya 2 pq dalam populasi
kebetulan. Kalau p= q= ½, maka frekuensi dari heterozigot heterozigot ialah 50%. Semakin besar
frekuensi heterozigot itu,semakin banyak peluang untuk mengurangi frekuensi ini dengan jalan
pembibitan sedarah dan akan semakin besarlah depresi persedarahan jadinya ( ,174).

Sebaliknya suatu ciri kaimat ditentukan oleh pasangan alel yang banyak dan pada beberapa
lokasi kedominanan bekerja ke arah yang satu, pada lokasi yang lain ke arah yang bertentangan. jadi
ia dapat mengimbangi aksi sesamanya. Karena itu depresi persedarahan hanyalah akan kentara,
kalau kedominanannya terarah, artinya berat ke satu arah ( ,174).

Selanjutnya ternyata depresi persedarahan itu dapat dikatakan berbanding lurus dengan
koefisien persedarahan F. Jadi semakin jauh populasi itu di persedarahankan, semakin besar pula
depresi persedarahannya. Hal ini seringkali terbukti dalam berbagai uji coba. Akan tetapi kita pun
mendapati pula bahwa depresi persedarahan itu pada umumnya lebih kecil adanya apabila
berlangsungnya pembibitan sedarah itu makin lambat. Sebenarnya seleksi alamiah lebih banyak
beroleh kesempatan untuk beraksi. Seleksi alamiah ini akan menguntungkan hewan-hewan yang
paling sedikit homozigot, jadi yang paling kuat dan hewan-hewan yang paling tinggi
persedarahannya akan disingkirkannya ( ,174-175).

Heterosis yang kita jumpai pada persilangan antara garis keturunan sedarah, adalah akibat
yang berlawanan dengan depresi persedarahan. Apabila kita bertolak dari suatu populasi dan kita
lakukan pembibitan sedarah, maka ia akan terurai atas garis sedarah yang banyak. Hal ini biasanya
bersamaan dengan depresi persedarahan. apabila tidak dilakukan seleksi dan garis-garis sedarah itu
dipersilangkan antara sesamanya secara sembarangan, maka hasil hasil persilangan itu akan
memperlihatkan heterosis. Heterosis terbanyak justru kita dapati pada sifat-sifat yang paling banyak
mundur ketika dipersedarahkan.Namun rata-rata dari populasi persilangan kembali = rata-rata dari
populasi asal sebelum pembibitan sedarah. Apa yang hilang dengan persedarahan, kita peroleh
kembali dengan persilangan.dengan demikian tampaknya kita tidak akan mencapai apapun dengan
pembibitan sedarah dan persilangan. Akan tetapi dalam praktek sehari-hari memang ada
berlangsung seleksi. Banyak turunan garis darah yang disingkirkan, baik oleh seleksi alamiah maupun
oleh manusia. Peternak atau pembibitan aman hanya akan melanjutkan dengan jumlah garis yang
terbatas dan mempersilangkan nya. Sementara itu, perhatiannya tercurah pada tingkat heterosis,
yang diperlihatkan oleh hasil persilangan dari dua garis sedarah. Tingkatan heterosis biasanya
dinyatakan dengan tingkat, berapa jauhnya hasil hasil persilangan (yang disebut juga generasi F1)
letaknya di atas rata-rata dari kedua garis hewan tua (induk dan bapak) tidak peduli ada tidaknya
garis-garis hewan tua ini hasil persedarahan ( ,175).

tingkat heterosis ini ternyata berbanding lurus dengan tingkat ke dominanan dari alelnya.
Disamping itu heterosis bertambah besar,semakin banyak berbedanya frekuensi frekuensi gen dari
kedua garis hewan, jadi dengan bertolak dari 1 pasang alel, A/a dapatlah diperkirakan heterosis
tertinggi, jika hewan tua yang 1 semata-mata mengandung individu AA dan garis yang satu lagi
semata-mata individu aa. Maka generasi F1 seluruhnya terdiri dari individu Aa yang heterozigot.
Generasi F1 ini memperlihatkan heterosis, terkecuali jika tidak ada kedominanan ( ,175).

Akan tetapi garis-garis hewan tua (induk dan bapak) homozigot yang diperlukan,hanya dapat
kita peroleh dengan pembibitan sedarah. Semakin akrab dipersedarahkan,semakin banyak heterosis
diperlihatkan oleh generasi persilangan,asal saja garis-garis hewan tua itu sangat berbeda frekuensi
gen nya.namun yang akhir ini biasanya tidak kentara pada penampilannya ( ,176).

Apabila hewan-hewan F1, yang terjadi dari persilangan antara dua garis hewan tua yang telah
dipersedarahkan, kita per bibit kan lebih lanjut, maka generasi berikutnya (yang dinyatakan juga
sebagai generasi F2) biasanya memperlihatkan kemunduran.menurut teori dapat disimpulkan
bahwa F2 haruslah persis letaknya antara F1 dan rata-rata dari garis-garis hewan tua, dengan
perkawinan sembarangan dari hewan-hewan F1, sekiranya interaksi bukan alel tidak memainkan
peranan. Generasi berikutnya akan tetap sama dengan F2, jadi populasi itu tetap dalam keadaan
seimbang.akan tetapi dalam praktek sehari-hari kerap kali kita lihat bahwa kemunduran dari F1 ke
F2 adalah agak lebih kecil, dan bahwa generasi berikutnya masih akan menurun sedikit. Jadi nilai
imbang lebih lambat tercapai.ini adalah akibat dari pengikatan antara pasangan pasangan alel dan
dari interaksi-interaksi bukan alel ( ,176).

Pada hewan-hewan, khususnya hewan-hewan yang menyusui pengaruh induk menyela ke


dalam keadaan ini. pengaruh induk ialah akibat-akibat dari lingkungan yang dikendalikan oleh induk.
Beberapa ciri sangat dipengaruhi oleh induk, seperti banyaknya anak se perindukan, aduh berat
lahir, kematian selama masa menyusui.keadaan keadaan dalam rahim dan selama masa menyusui
mempunyai pengaruh yang besar di sini. Sifat-sifat induk yang baik akan mempunyai pengaruh yang
baik terhadap ciri-ciri ini pada turunan turunannya. Telah terbukti, bahwa justru sifat-sifat induk
inilah yang amat mudah terkena depresi persedarahan dan sebaliknya memperlihatkan heterosis
yang kuat dengan persilangan ( ,176).

Apabila umpamanya kita mempersilangkan dua suku babi yang sedarah, maka
sesungguhnyalah anak-anak dari hasil persilangan itu, memperlihatkan heterosis. Akan tetapi
heterosis ini untuk sebagian besar dilenyapkan oleh induk-induk yang seperdarahan dan karena itu
memiliki sifat sifat induk yang buruk.kalau kita ber bibit kan hasil hasil persilangan ini
selanjutnyamaka menurut teori generasi F2 memperlihatkan suatu penurunan dari rata-rata
populasi. Akan tetapi sebaliknya kerap kali kita melihat suatu kenaikan,karena hewan-hewan ini
telah memanfaatkan sifat sifat induk yang baik dari babi babi betina persilangan. Jadi heterosis pada
sifat-sifat ini harus terbukti satu generasi lebih! ( ,176-177).

Anda mungkin juga menyukai