Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH TEKNIK PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT

KOMODITI KAKAO

Oleh:
Kelompok 3 / THP-B

Alvia Nur Cahyani (171710101041)


Astrie Oktavia S (171710101042)
Ali Ahmad Akbar (171710101043)
Dewi Racma Suryayana (171710101044)
Wahid Hazim (171710101049)
Dyah Kusuma Wati (171710101050)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi kakao sebagai produk
unggulan pertanian setelah sawit dan karet dengan produksi 13,7% dari total produksi
kakao di dunia. Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu tanaman
perkebunan yang dikembang luaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa
negara dari sektor non migas (Mulato, 2005).
Nilai ekonomi dari tanaman buah kakao sangat tinggi dan produk-produk yang
dibuat dari biji kakao sangat terkenal. Buah kakao merupakan salah satu komoditi
yang cukup banyak dimanfaatkan pada dunia industri. Pemanfaatan buah kakao tidak
lepas dari berbagai tahap pengolahan yang dilakukan yaitu dengan cara pengolahan
primer dan dilanjutkan dengan pengolahan sekunder. Salah satu tahapan dari proses
pengolahan kakao primer yaitu pengupasan buah. Proses pengupasan merupakan
proses yang bertujuan untuk memisahkan antara daging buah dengan kulit ari buah
kakao. Seiring berjalannya jaman, teknologi semakin maju sehingga limbah kulit ari
biji kakao yang dihasilkan dalam proses produksi dapat digunakan sebagai bahan
kosmetik perawatan kulit. Tekstur kasar yang dimiliki kulit ari biji kakao dapat
dimanfaatkan untuk mengangkat selsel kulit mati sehingga berpotensi dijadikan
bahan pembuatan lulur. Lulur merupakan jenis kosmetik berbahan dasar rempah yang
berguna untuk mengangkat sel-sel kulit mati sehingga memperbaiki sel-sel yang
rusak, menetralkan kulit yang teriritasi sekaligus memberi nutrisi pada kulit dan
menjaga kelembapan kulit (Panggabean, 2011).
Adanya kandungan senyawa katekin yang tinggi dapat berfungsi sebagai
antibakteri dan antioksidan pada kulit (Matsumoto et al., 2005). Antioksidan dapat
dimanfaatkan untuk memperbaiki sel-sel kulit yang rusak akibat radikal bebas dan
menangkal radikal bebas. Antioksidan dalam bahan kosmetik dapat memberikan efek
melembabkan dan mencerahkan kulit sehingga kulit tidak hanya terjaga
kelembapannya namun terlihat lebih bercahaya (Fauzi dan Nurmalina, 2012). Selain
itu, salah satu tahapan dari proses pengolahan kakao sekunder yaitu pengempaan.
Proses pengempaan merupakan proses yang bertujuan untuk mengeluarkan lemak
kakao dari pasta kakao. Lemak kakao yang dihasilkan dapat digunakan berbagai
macam produk salah satunya yaitu lulur.

1.2 Pengolahan Kakao Sekunder Menjadi Bubuk Kakao


Kakao merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon yang dikenal di
Indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditas yang penting sejak tahun
1951. Tanaman tropis tahunan ini berasal dari Amerika Selatan. Penduduk Maya dan
Aztec di Amerika Selatan dipercaya sebagai perintis pengguna kakao dalam makanan
dan minuman. Sampai pertengahan abad ke XVI, selain bangsa di Amerika Selatan,
hanya bangsa Spanyol yang mengenal tanaman kakao. Dari Amerika Selatan tanaman
ini menyebar ke Amerika Utara,Afrika dan Asia. Berikut adalah proses pengolahan
biji kakao menjadi bubuk cokelat dan pasta cokelat :
1.2.1 Pembersihan Biji Kakao
Biji kakao dibersihkan dari kotoran yang tidak diinginkan. Pembersihan biji
kakao umumnya dilakukan secara mekanis. Namun di tingkat petani di Indonesia,
pembersihan biji umumnya dilakukan secara manual. Mekanisme pembersihan secara
mekanis memanfaatkan perbedaan sifat fisik (ukuran) dan sifat magnet (logam dan
nonlogam) antara biji kakao dan kontaminan-kontaminannya sebagai dasar proses
pembersihan. Kontaminan padat dari bahan anorganik akan menyebabkan
pencemaran produk (sulit dicerna), kesulitan proses lanjut, dan kerusakan mesin
(keausan). Beberapa peralatan dasar untuk pembersihan biji secara mekanis adalah
pengayak bertingkat,pengisap debu (siklon), dan perangkap logam dengan sistem
magnet (Taringan, 2013).
1.2.2 Penyangraian
Penyangraian bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa khas cokelat
dari biji kakao serta untuk memudahkan mengeluarkan lemak dari dalam biji. Melalui
proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, biji kakao akan mengandung cukup
banyak senyawa calon pembentuk cita rasa dan aroma khas cokelat, antara lain asam
amino dan gula reduksi. Selama penyangraian, kedua senyawa tersebut akan bereaksi
membentuk senyawa Maillard. Senyawa gula nonreduksi (sukrosa) akan terhidrolisis
oleh air membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan melanjutkan reaksi
Maillard. Selain ditentukan oleh keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan
cita rasa, kesempurnaan reaksi sangrai juga dipengaruhi oleh panas, waktu, dan kadar
air. Selama proses penyangraian, air akan menguap dari biji, kulit yang menempel
dipermukaan inti biji terlepas, inti biji menjadi cokelat, dan beberapa senyawa
menguap, antara lain asam, aldehid, furan, pirazin, alcohol, dan ester (Cruz, et al.
2013).
Sumber panas untuk proses penyangraian umumnya diperoleh dari
pembakaran minyak dari sebuah tungku. Energi panas disalurkan melalui dinding
silinder bagian luar secara konduksi. Dengan demikian, kontaminasi asap hasil
pembakaran minyak kedalam silinder dapat dicegah. Uap air dari inti biji akan
terperangkap didalam silinder, sebaliknya udara dari lingkungan luar silinder tidak
dapat masuk kedalam silinder. Proses pemindahan panas dan massa uap air didalam
silinder berlangsung secara seimbang sehingga lingkungan didalam silinder
dipertahankan sangat lembap dan panas. Suhu dan kelembapan udara didalam silinder
yang terkontrol akan menghasilkan distribusi suhu yang beragam untuk semua jenis
ukuran pecahan biji sehingga penyangraian lebih terkendali. Biji gosong pada ukuran
biji kecil, seperti umumnya terjadi pada penyangraian konvensional, tidak terjadi.
Uap air yang terbentuk didalam silinder berfungsi sekaligus sebagai media
sterilisasi mikroba yang tersisa didalam biji. Untuk lebih mengefektifkan fungsi
sterilisasi, uap air bersuhu tinggi secara berkala disemprotkan kedalam silinder
terutama pada akhir proses sangrai. Dengan cara ini, tekan uap air didalam silinder
meningkat sehingga daya basmi terhadap bakteri tahan panas semakin tinggi, karena
uap air mampu mendifusi ke dalam pori-pori biji dengan sempurna.
Penyangraian biji kakao umumnya dilakukan pada suhu 110–2200 C selama
30 - 35 menit sesuai tipe biji. Biji kakao Ghana memerlukan perlakuan suhu yang
relatif tinggi, yaitu antara 148 – 184 0 C, sedangkan biji kakao Caracas dan
Maracaibos memerlukan suhu sangrai yang lebih rendah, yaitu 131–146 0C
(Meursing, 1983). Menurut Minifie, 1982, penyangraian biji kakao dilakukan pada
suhu 140 º C selama 35-40 menit untuk pengolahan kakao bubuk. Suhu penyangraian
diatas 100 ºC menyebabkan kehilangan flavanol 10 %. Semakin tinggi suhu dan dan
semakin lama waktu penyangraian menyebabkan kehilangan polifenol yang lebih
besar (Cruz et al., 2013).
1.2.3 Pemecahan dan Pemisahan Kulit
Biji kakao yang telah disangrai kemudian dipecah untuk memisahkan kulit
dengan inti biji. Karena inti biji bersifat elastis, pecahan biji mempunyai ukuran yang
relatif besar dan seragam. Sebaliknya, kulit biji karena sifatnya yang rapuh
mempunyai ukuran yang lebih halus. Dengan perbedaan ukuran fisik yang mencolok,
keduanya mudah dipisahkan menggunakan hembusan kipas. Pecahan inti biji yang
lebih berat akan tertampung dibawah, sedang pecahan kulit yang halus dan
1.2.4 Pengempaan
Lemak kakao dikeluarkan dari inti biji dengan cara dikempa. Inti biji kakao
yang masih panas dimasukkan kedalam alat kempa hidrolis dengan dinding silinder
diberi lubang-lubang sebagai penyaring. Cairan lemak akan keluar melewati lubang-
lubang tersebut, sedangkan bungkil inti biji akan tertahan didalam silinder. Rendemen
lemak yang di peroleh dari pengempaan antara lain dipengaruhi oleh suhu inti biji,
kadar air, ukuran partikel inti biji, kadar protein inti biji, tekanan kempa, dan waktu
pengempaan. Lemak kakao merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat
unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya. Oleh karenaitu, pabrik
makanan cokelat menggunakan teknik tempering khusus dengan mengubah struktur
kristal lemak kakao sedemikian rupa sehingga lemak kakao tetap padat meskipun
sudah mencapai titik lelehnya, 34-35 C.
Lemak kakao mempunyai warna putih-kekuningan dan mempunyai bau khas
cokelat. Lemak ini mempunyai sifat rapuh (britlle) pada suhu 25 C dan tidak larut
dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin. Lemak kakao larut sempurna dalam
alcohol murni panas dan sangat mudah larut dalam chloroform, bensen, dan
petroleum eter. Lemak kakao mempunyai tingkat kekerasan (pada suhu kamar) yang
berbeda, bergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Lemak kakao dari
Indonesia, khususnya dari Sulawesi, mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi
dibandingkan lemak kakao asal Afrika Barat. Sifat ini sangat disukai oleh pabrik
makanan cokelat karena produknya tidak mudah meleleh saat didistribusikan ke
konsumen.
1.2.5 Bubuk Cokelat
Bungkil inti biji hasil pengempaan dihaluskan dengan alat penghalus
(breaker). Untuk memperoleh ukuran fraksi yang seragam, setelah penghalusan
dilakukan pengayakan. Biji kakao relative sulit dihaluskan dibandingkan biji-bijian
dari produk pertanian lainnya karena pengaruh kadar lemak. Lemak yang tersisa di
dalam bubuk akan meleleh saat dihaluskan karena gesekan, dan menyebabkan
komponen peralatan penghalus tidak dapat bekerja secara optimal. Jika suhu
penghalusan di bawah 34 C, fraksi gliserida di dalam lemak kakao menjadi tidak
stabil dan menyebabkan bubuk menggumpal kembali membentuk bongkahan (lump).
Untuk itu, selama proses penghalusan suhu operasi harus dikontrol agar diperoleh
bentuk bubuk yang stabil, baik warnanya maupun sifat-sifatnya (Misnawi, 2005).
BAB 2. SENYAWA KATEKIN

2.1 Deskripsi Katekin


Biji kakao segar yang belum diolah mempunyai kandungan senyawa polifenol
sekitar 12-18% (Ackar et al.,2013), yang terdiri dari gugus polifenol utama yaitu
flavan-3-ol/flavanol, anthocyanidin dan proanthocyanidin .Menurut Meng et al.,
(2009) kandungan senyawa polifenol pada biji kakaoakan bervariasi tergantung
kepada tingkat kematangan buah, varietas/kultivar, lingkungantempat tumbuh dan
pengolahan.Kandungan senyawa polifenol biji kakao yaitu katekin 33 – 42 %,
leukosianidin 23 – 25 % dan antosianin 5 %.Polifenol yang juga dikenal dengan nama
soluble tanin, merupakan metabolit sekunder yang terdapat dalam daun, biji dan buah
dari tumbuhan tingkat tinggi. Keberadaannya dalam bidang pangan menjadi penting
setelah ia dijadikan bagian diet manusia dan menyumbang terhadap citarasa makanan
Polifenol dalam produk cokelat bertanggung jawab atas pembentukan rasa sepat
melalui mekanisme pengendapan protein-protein yang kaya prolin dalam air ludah
dan menyumbang rasa pahit khas cokelat bersama alkaloid, beberapa amino, peptida
dan pirazin. Polifenol dalam kakao dibagi menjadi tiga kelompok yaitu katekin
(flavan-3-ol) 37 %, antosianin 4 %, dan proantosianidin 58 %. (Chin et al., 2013)
Katekin merupakan subkelas dari polifenol. Polifenol (polyphenol) merupakan
senyawa kimia yang terkandung di dalam tumbuhan dan bersifat antioksidan kuat.
Polifenol umumnya banyak terkandung dalam kulit buah. Polifenol ini berperan
melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dengan cara mengikat
radikal bebas sehingga mencegah proses inflamasi dan peradangan pada sel tubuh
(Mitrowihardjo, 2012). Polifenol juga bermanfaat menurunkan risiko penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung, alzheimer, dan kanker. Katekin bersifat asam
lemah (pKa1 = 7,72 dan pKa2 = 10.22) , sukar larut dalam air dan sangat tidak stabil
di udara terbuka. Bersifat mudah teroksidasi pada pH mendekati netral (pH 6,9) dan
lebih stabil pada pH lebih rendah (2,8 dan 4,9). Katekin juga mudah terurai oleh
cahaya dengan laju reaksi lebih besar pada pH rendah (3,45) dibandingkan pH 4,9.
Katekin dalam kakao berasal dari golongan flavonoid, dimana merupakan salah satu
antioksidan terkuat dan dalam dark chocolate mengandung 53,5 mg/100 g, yaitu 4
kali lebih banyak dari yang terdapat dalam teh (Beckett, 2008). Aktifitas Bakteri yang
terapat pada kakao dapat membunuh bakteri pada jerawat. Aktivitas katekin sebagai
antioksidan dan antibakteri telah dimanfaatkan dalam industri kosmetik, telah
dilakukan uji diantaranya anti jerawat .
Salah satu jenis mikroorganisme golongan bakteri yang dapat menimbulkan
infeksi adalah Staphylococcus aureus.Bakteri Stapylococcus aureus merupakan flora
normal yang terdapat di kulit, hidung, dan saluran pernafasan.Staphylococcus aureus
dapat berubah dari flora normal menjadi bakteri patogen pada manusia jika manusia
itu sendiri mengalami penurunan sistem imun.Staphylococcus aureus merupakan
salah satu bakteri penyebab penyakit seperti jerawat, bisul, borok luka, dan
pneumonia (Madigan et al., 2002).Salah satu zat aktif Anti Bakteri yang terkandung
dalam tanaman adalah senyawa katekin yang terdapat pada kakao.Berikut merupakan
struktur kimia katekin

Gambar 1. Struktur senyawa katekin (Ackar,2013).


2.2 Sifat Kimia, Fisik, dan Fungsional Katekin
Tabel1. Sifat Kimia, Fisik dan Fungsional Senyawa Katekin
Sifat Fisik Sifat Kimia Sifat Fungsional
Berwarna merah Sensitif terhadap oksigen Sebagai antioksidan
Melting point 104- Sensitif terhadap cahaya (dapat Sebagai antibakteri
106ºC mengalami perubahan warna
apabila mengalami kontak
langsung dengan udara
terbuka)
Boiling point 254ºC Substansi yang dihindari unsur
oksidasi, asam klorida, asam
anhidrida, basa, dan asam nitrit

Tekanan uap 1 mm Hg Larut dalam air hangat


pada 75ºC
Densitas uap 3,8 g/m3 Stabil dalam kondisi agak asam
atau netral (pH optimum 4-8)

Flash point 137ºC


Eksplosion limit 1,79%

Sumber: (Alamsyah, 2006).

2.3 Reaksi-Reaksi Metabolisme dalam Katekin

Biosintesis katekin dimulai dengan unit starter CoA 4-hydroxycinnamoyl


yang mengalami perluasan rantai dengan penambahan tiga malonyl-CoA melalui jalur
PKSIII. Chalcone synthase kemudian mengkatalisasi kondensasi 4-hydroxycinnamoyl
CoA dan tiga molekul malonyl-CoA untuk membentuk kalkon. Kalkon kemudian
diisomerkan menjadi naringenin oleh chalcone isomerase yang dioksidasi menjadi
eriodictyol oleh flavonoid 3'- hydroxylase dan selanjutnya dioksidasi menjadi
taxifolin oleh flavanone 3-hydroxylase. Taxifolin kemudian dikurangi dengan
dihydroflavanol 4-reductase dan leucoanthocyanidin reductase untuk menghasilkan
katekin(Higdon dan Frei, 2003). Biosintesis katekin dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Biosintesis Katekin (Higdon dan Frei, 2003)

2.4 Peran Katekin Pada Lulur Kakao


Bubuk kakao non fermentasi mengandung komponen senyawa fenolik
kelompok polifenol yaitu katekin, epikatekin, proantosianidin, asam fenolat, tannin
dan flavonoid lainnya yang berfungsi sebagai antioksidan pada kulit. Fungsi polifenol
yaitu sebagai penangkap radikal bebas dari rusaknya ion-ion logam. Biji kakao yang
tidak difermentasi mengandung polifenol sebanyak 12-18% (Supriyanto dkk., 2006).
Polifenol dalam kakao dapat memperlambat penuaan dini danmelancarkan
peredaran darah. Selain itu biji kakao mengandung vitamin A dan E yang sangat
berguna untuk mengangkat sel kulit mati. Menurut Osakabe, dkk., (2004)
mengatakan bahwa cokelat cair merupakan unsur dari cokelat dan kakao banyak
mengandug polifenol, seperti katekin dan oligomer yang berhubungan melalui ikatan
C4, C8 sebagai proantosianidin tipe B. Polifenol ini memiliki aktifitas antioksidan
yang berpotensi secara in vitro. Menurut Supriyanto dkk., (2006) mengatakan bahwa
komponen khusus antara lain polifenol atau flavonoid (antocyanin, leucoantocyanin
3%, catechol/catechin 3 dan polifenol kompleks) yang berguna sebagai antioksidan
baik pada makanan kesehatan maupun pada perawatan kulit.dan juga berperan
sebagai anti bakteri agar tidak terjadi jerawat pada kulit akibat dari bakteri
Staphylococcus aureus (Madigan,2002).
BAB 3. PEMBUATAN LULUR

3.1 Lulur
Lulur merupakan salah satu kosmetik perawatan kulit yang berfungsi
membersihkan pori-pori serta mengangkat sel-sel kulit mati, sehingga akan
membantu mengeluarkan toksin dari dalam tubuh dan membantu memudahkan
masuknya bahan yang mengandung gizi kedalam tubuh Ciri-cirilulur adalah dapat
dioleskan pada kulit, memiliki scrub atau tekstur kasar yang berguna utuk membantu
pengelupasan sel-sel kulit mati serta terdapat unsur zat yang bermanfaat untuk kulit
(Suparni dan Wulandari,2015). Lulur krim bubuk kakao merupakan lulur yang
terbuat dari bubuk kakao berbentuk krim dimana dapat larut pada zat tertentu (Medan
dan Sitti, 2015).

3.2 Manfaat
Luluran adalah aktivitas menghilangkan kotoran, minyak atau sel kulit
matiyang dilakukan dengan pijatan diseluruh badan. Hasilnya dapat langsung terlihat,
kulit lebih halus, kencang, harum, dan sehat bercahaya(Fauzi dan Nurmalina, 2012).
Berikut beberapa manfaat luluran untuk tubuh :
a. Membuang sel kulit mati lebih maksimal
Setiap hari kulit mengalami regenerasi. Mandi adalah usaha membersihkan kulit
dan membuang sel kulit mati. Namun mandi saja tak cukup membersihkan
semua sel kulit mati, yang akhirnya menumpuk dan menyebabkan kulit kusam.
Lulurmembantu pengelupasan kulit dengan lebih sempurna.
b. Menyehatkan kulit
Dengan membersihkan lapisan sel kulit mati, berarti kulit menjadi lebih sehat.
Kulit yang bersih akan merangsang tumbuhnya sel kulit baru, yang akan
menampilkan kulit yang lebih halus dan bersih.
c. Menghaluskan kulit
Lulurbekerja seperti mengampelas kulit, sehingga kulit kasar akan hilang.
Sesudah memakai lulur, kulit tubuh akan terasa lebih licin dan halus. Manjakan
kulit dengan melakukan luluran minimal 2 minggu sekali, dan hal ini bisa
dilakukan sendiri tanpa harus memboroskan uang untuk datang ke salon.
d. Menghilangkan penyakit kulit
Bahan-bahan lulur yang didominasi oleh rempah-rempah memiliki khasiat untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit. Luluran merupakan salah satu
alternatif selain obat kimia untuk terapi penyembuhan. Biasanya lulur seperti ini
mengandung jenis bahan seperti daun sirih dan kunyit.
e. Menghilangkan bau badan
Dapat mengatasi bau badan dengan membalurkan lulur di daerah sekitar ketiak
dan payudara. Selain itu anda dapat membalurkan lulur di daerah paha dan
selangkangan. Hal tersebut dapat membantu anda mengurangi produksi
keringatdan menghilangkan aroma tidak sedap pada tubuh. Pilih jenis lulur yang
mengandung daun sirih atau daun pandan untuk menghilangkan bau badan.
f. Mengencangkan kulit
Lulur juga memiliki manfaat untuk mengencangkan kulit. Kandungan protein
dan kolagen alami dalam bahan-bahan lulur dapat meningkatkan elastisitas
dan melindungi kulit dari pengaruh buruk radiasi di luar. Kebanyakan wanita
yang rutin melakukan perawatan luluran akan tampak lebih segar dan awet muda.

3.3 Metodologi
3.3.1 Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lulur kopi antara lain ampas
kopi, minyak esensial, gula, air, cetyl alcohol, propilem glikol, tritanolamin, asam
stearat, gliserin dan nipaginin. Alat-alat yang digunakan untuk membuat lulur antara
lain gelas ukuran 500 ml, pengaduk, mortar, pipet, sudip, waterbath, timbangan
digital, cetakan, pisau, termometer, dan pH meter.
3.3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

Fase minyak (cetyl


alcohol dan asam stearat)

propil paraben Pemanasan hingga suhu 70°C

Novemmer 1,9% Pendinginan suhu 60°C

Fase air (propilen


glikol dan metil
paraben)

Pemanasan hingga suhu 70°C

Homogenisasi

Tepung, susu bubuk,


madu dan bubuk Lulur krim
kakao

Gambar 1. Proses Pembuatan Lulur Krim Bubuk Kakao (Medan dan SItti, 2015).

Pertama yang dilakukan adalah membuat fase minyak yang terdiri dari cetyl
alcohol dan asam stearat kemudian dilakukan pemanasan hingga suhu70°C kemudian
dilakukan penambahan propil paraben. Setelah dilakukan penambahan proses
selanjutnya adalah pendinginan hingga suhu 60°C 70°C dan ditambahakan novemmer
1,9%. Fase kedua yaitu fase air yang terdiri dari propilen glikol dan metil paraben
yang kemudian dipanaskan hingga suhu 70°C kemudian dicampurkan dengan fase
minyak yangs ebelumnya sudah dibuat dan dihomogenisasi agar kedua fase
tercampur merata. Setelah dilakukan homogenisasi akan terbentuk lulur krim, namun
sebelum menjadi lulur krim sempurna ditambahkan bahan-bahan yang terdiri dari
tepung, susu bubuk, madu dan bubuk kakao dimana dapat membentuk karakteristik
lulur krim.
DAFTAR PUSTAKA

Ackar, D., K.V. Landic, M. Valek, D. Subaric, B. Milicevic, J. Babic and H.


Nedic.2013. Cocoa polyphenols : can we consider cocoa and chocolate as
potential functional food. Journal ofChemistry 13 : 289-296.

Alamsyah, A. 2006. Takulkan Penyakit dengan Teh Hijau. Jakarta: Agro Media
Pustaka.

Beckett, S.T. 2008. The Science of Chocolate. 2nd Edition. The Royal Society of
Chemistry, Thomas Graham House,Science Park, Milton Road. Cambridge
CB4 OWF, United Kingdom. 240p.

Chin, E., K.B. Miller, M.J. Payne, W.J. Hurst and D.A. Stuart. 2013. Comparison of
antioxidant activity and flavanol content of cocoa beans processed by modern
and traditional Mesoamerican methods. Heritage Science 1 : 1-7.

Cruz, J.F.M., Leite, P.B., Soares, S.E. Dan Bispo, E.S. 2013. Assessment Of The
Fermentative Process From Different Cocoa Cultivars Produced In Southern
Bahia, Brazil. African Journal Of Biotechnology 12(33): 5218-5225.

Fauzi, Aceng Ridwan dan Nurmalina, Rina. 2012. Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.

Higdon, J. V., & Frei, B. 2003. Tea Catechins and Polyphenols: Health Effects,
Metabolism, and Antioxidant Functions. Critical Reviews in Food Science and
Nutrition, 43(1), 89–143.

Madigan, MT., Martinkon, JM., Parker, J. 2000. Brock Biology of Microorganisms.


Ninth Edition. Prentice Hall. USA.

Matsumoto K, Akao Y, Ohguchi K et al. 2005. Xanthones induce cell-cycle arrest


and apoptosis in human colon cancer DLD-1 cells. Bioorg Med Chem 13:
6064–9.

Medan, Y., & Sitti, R. Mamang. 2015. Formulasi Lulur Krim Dari Bubuk Kakao Non
Fermentasi Dan Efek Terhadap Kulit. Jurnal Biopropal Industri, 6(2), 63-72.
Meng, C.C., A.M.M. Jalil and A. Ismail. 2009. Phenolic and theobromine contents
of commercial dark, milk and white chocolates on the Malaysian
market.Molecules 14 : 200-209.

Meursing, E.H. 1983. Cocoa Powder For Industrial Processing 3 Edition. Cacao
Fabriek Dezaan B.V.

Minifie, B.W. 1982. Chocolate, Cocoa And Confectionery. Avi Publ. Co. Inc.,
Wesport, Conecticut.

Misnawi. 2005. Peranan Pengolahan Terhadap Pembentukan Citarasa Cokelat.


Warta Pusat Penelitian Kopi Dan Kakao Indonesia, 21, 136-144. Pusat
Penelitian Kopi Dan Kakao Indonesia. Jember.

Mitrowihardjo, S. 2012. Kandungan Katekin dan Hasil Pucuk Beberapa Klon Teh
(Camelia Sinensis L) Unggulan pada Ketinggian Yang Berbeda di Kebun
Pagilaran. Disertasi Program Studi Pemuliaan Tanaman. Yogyakarta: Fakultas
Pertanian UGM.\

Panggabean, Edy. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta Selatan: PT Agro Media Pustaka
hlm 124-132

Rosniati Dan Kalsum. 2018. Pengolahan Kakao Bubuk Dari Biji Kakao Fermentasi
Dan Tanpa Fermentasi Sebagai Sediaan Bahan Pangan Fungsional. Jurnal
Industri Hasil Perkebunan. Vol 13. No 2. Makasar.

Suparni Dan Wulandari, Ari. 2015. 45 Lulur Alami Murah, Mudah, Sehat Dan
Cantik.Yogyakarta :Penerbit ANDI.

Supriyanto, Haryadi, Budi, R. & Djagal, W.M. 2006. Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Polifenol Kasar Dari Kakao Hasil Penyangraian Menggunakan Energi
Gelombang Mikro. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 17(3).

Tarigan, H. G. 2013. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:


Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai