TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Vitamin C
Vitamin C, dikenal pula dengan asam askorbat, merupakan vitamin yang larut air dan
diperlukan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan dalam tubuh. Nama kimia dari
vitamin C adalah asam L-askorbat, asam L-xyloaskorbat, 3-oxo-Lglufuranolakton,
asam L-3-ketotreoheksuronat lakton (Florey, 1982). Rumus molekul C6H8O6 dengan berat
molekul 176.13(FI IV,1995).
Vitamin C stabil dalam keadaan kering tetapi dalam bentuk larutan mudah teroksidasi
menjadi asam dehidroaskorbat terutama oleh pengaruh oksigen, cahaya, dan pH (larutan
vitamin C paling stabil pada pH dibawah 4). Penyimpanan vitamin C dalam wadah
tertutup rapat dan terlindung dari cahaya. Proses oksidasi berlangsung cepat dengan
adanya pembukaan cincin lakton.
Vitamin C tidak tersatukan dengan alkali, ion logam berat terutama besi(III) dan
tembaga(II), senyawa pengoksidasi, metenamin, fenilefrin hidroklorida, pirilamin maleat,
salisilamid, natrium nitrit, natrium salisilat, dan teobromin salisilat (Wade,2003). Vitamin
C memiliki rentang pH 2.1-2.6 dan konstanta ionisasi pKa1 4,17 dan pKa2 11,57.
2
Vitamin C berperan penting dalam proses metabolisme melalui reaksi oksidasi dan
reduksi. Asam askorbat memiliki isomer optik yaitu asam L-askorbat dan asam D-
askorbat. Enantiomer D dari asam askorbat tidak memiliki efek farmakologi.
Tubuh manusia mengabsorpsi 500 mg asam askorbat dalam satu hari, sisanya dieksresikan
ke ginjal. Efek samping yang terjadi bila jumlah yang dikonsumsi terlalu besar adalah
diare, gangguan saluran pencernaan.
3
Kadarnya tinggi dalam sel darah putih terutama limfosit tetapi sangat cepat habis saat
terjadi infeksi. Vitamin C juga berguna untuk pembentukan kolagen, membantu proses
penyembuhan luka, menjaga kesehatan gusi, menjaga daya tahan tubuh melawan infeksi.
Fungsi lain dari vitamin C adalah sebagai antioksidan, mempercepat penyembuhan luka,
proses hidroksilasi hormon korteks adrenal, pembentukan kolagen, dan menurunkan kadar
kolesterol di dalam darah (Combc,1996). Vitamin C juga dapat mengurangi resiko kanker
dengan mengurangi kerusakan akibat radikal bebas yang dapat memicu kanker.
Vitamin C pada dosis tinggi dapat melukai lambung, menimbulkan diare. Vitamin C
merupakan salah satu vitamin yang memiliki potensial toksisitas rendah. Faktor-faktor
yang mempengaruhi toksisitas vitamin C adalah rute pemberian, dosis, keadaan pemakai.
4
1. 2 Metilen Biru
Metilen biru merupakan suatu senyawa aromatik heterosiklik dan memiliki kegunaan
secara biologi dan kimia. Secara biologi metilen biru digunakan sebagai antiseptik dan
antidot keracunan sianidin. Sedangkan secara kimia metilen biru banyak digunakan
sebagai indikator dan reagen. Nama kimia dari metilen biru adalah 3,7-bis (dimetilamino)-
phenazathionium klorida dan tetrametiltionin klorida (FI IV,1995). Rumus molekul
C16H18N3ClS dengan berat molekul 319.85.
5
leukometilen biru yang tidak berwarna. Reaksi antara metilen biru dengan vitamin C
digunakan sebagai dasar percobaan dalam penentuan kadar vitamin C secara fluorometri.
6
PF adalah kekuatan radiasi fluoresensi, ΦF adalah efisiensi fluoresensi, Po adalah
kekuatan radiasi yang mengenai fluorofor, dan P adalah kekuatan radiasi yang diemisikan
olef fluorofor.
Dari persamaan tersebut, Po-P merupakan kekuatan radiasi yang diabsorpsi oleh fluorofor.
Hubungan kekuatan fluoresensi dapat dihubungkan dengan konsentrasi menggunakan
Hukum Lambert-Beer :
PF= ΦF Po (1-eεbc) .........................(2)
Untuk larutan yang sangat encer atau memiliki konsentrasi yang sangat kecil, sinar yang
diabsorpsi sangat sedikit. Sehingga persamaan menjadi :
PF= ΦF Po εbc .........................(4)
7
Gambar 1.4 Skema Spektrofluorometer
Keterangan:
1. sumber radiasi
2. monokromator eksitasi
3. sel fluoresensi
4. monokromator emisi
5. detektor
6. rangkaian elektronik atau mikroprosessor
7. rekorder
a. Sumber Radiasi
Sumber radiasi merupakan suatu lampu emisi yang memiliki intensitas tinggi misalnya
lampu raksa atau xenon. Kedua sumber radiasi tersebut dapat mengemisikan radiasi
ultraviolet dan sinar tampak, tetapi sinar raksa tidak memberikan spektrum kontinu. Xenon
memberikan spektrum yang kontinu pada daerah 300 sampai dengan 1300nm.
Intensitas yang tinggi menyebabkan lampu cepat panas sehingga memerlukan pendingin
yang dapat mendinginkan ruangan. Air atau kipas yang dapat mengalirkan udara biasanya
digunakan sebagai pendingin agar suhu lampu tetap.
b. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk mengisolasi panjang gelombang yang digunakan untuk
eksitasi dan panjang gelombang emisi yang diukur intensitasnya. Monokromator emisi dan
eksitasi dapat memisahkan panjang gelombang 200 sampai 700nm. Alat pendispersi dalam
monokromator yang digunakan adalah prisma atau kisi-kisi pantul sehingga dapat
mengkarakterisasi emisi dan eksitasi.
8
c. Sel fluoresensi
Sel fluresensi merupakan sel absorpsi yang terbuat dari kuarsa atau bahan lain yang tidak
mengabsorpsi radiasi ultraviolet. Empat bagian dinding sel fluoresensi harus memiliki sifat
yang sama, tidak kotor, tidak ada goresan karena dapat menyebabkan radiasi terabsorpsi
atau dipantulkan ke daerah lain.
d. Detektor
Detektor merupakan bagian yang peka terhadap radiasi. Detektor menyerap radiasi yang
diteruskan oleh monokromator emisi. Radiasi elektromagnetik dikonversikan menjadi
signal listrik yang kemudian dapat diamplifikasi oleh mikroprosesor.
f. Rekorder
Rekorder merupakan alat untuk mencatat isyarat signal listrik yang dikuatkan.
b. Suhu
Intensitas fluoresensi akan meningkat apabila suhu diturunkan. Tetapi pada suhu yang
terlalu rendah intensitas fluoresensi akan melemah dan pada suhu tertentu dapat
9
menghilang. Sedangkan pada suhu yang terlalu tinggi gerakan molekul lebih cepat
sehingga benturan lebih sensitif dan energi yang terkandung dalam molekul menjadi lebih
kecil.
c. pH
Senyawa berfluoresensi banyak yang merupakan senyawa terionisasi, dan bentuk ionnya
dapat mempunyai intensitas fluoresensi yang berlainan dengan bentuk non-ionnya. Ionisasi
dapat menguatkan atau melemahkan fluoresensi.
d. Pelarut
Pelarut dapat mempengaruhi kekuatan fluoresensi yang ditransmisikan oleh fluorofor.
Transisi n-π* akan meningkat pada pelarut polar, sedangkan transisi π- π* akan menurun
pada pelarut polar. Jika kepolaran pelarut terus meningkat maka akan tercapai suatu titik
dimana terjadi pertukaran tingkatan energi yaitu energi keadaan tereksitasi singlet π-π*
menjadi lebih rendah dari keadaan tereksitasi singlet n- π*.
e. Konsentrasi sampel yang digunakan harus kecil atau berupa larutan yang sangat encer
sehingga terdapat hubungan linear antara konsentrasi dengan intensitas fluoresensi.
Apabila konsentrasi meningkat atau terdapat senyawa pengganggu maka semua cahaya
akan diabsorpsi pada bagian depan sampel.
1.5.1 Kelinearan
Kelinearan adalah kemampuan metode analisis untuk menunjukkan respon berbanding
lurus terhadap konsentrasi analit pada rentang tertentu. Kelinearan diuji dengan
menentukan koefisien korelasi dan koefisien fungsi regresi. (Ibrahim,2005).
10
Koefisien korelasi (r) diperoleh dari persamaan garis regresi linier antara intensitas
fluoresensi dengan konsentrasi.
y = a + bx .........................(6)
Keterangan :
y = respon instrumen
b = kemiringan garis
a = tetapan empirik
S y/x =
∑ ( yi − yi' ) 2
.........................(7)
n−2
Keterangan :
S y/x = simpangan baku
yi = semua titik pada garis regresi yang berpadanan dengan xi (i = 1,2,3,..... )
yil = hasil perhitungan dari persamaan y = a + bx
Selanjutnya digunakan rumus :
S xo = S y/x / b .........................(8)
V xo = [ S xo / x ] . 100 % .........................(9)
x adalah nilai rata-rata.
Kelinearan cukup apabila nilai V xo kecil. Nilai V xo ≤ 2% digunakan untuk kurva baku
penetapan kadar obat dalam sediaan atau bahan baku. Sedangkan V xo ≤ 5% digunakan
untuk analisis obat dalam metabolit dan bahan biologis (Ibrahim,2005).
1.5.2 Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran kedekatan antara hasil uji terhadap nilai sebenarnya.
Kecermatan ditandai dengan % perolehan kembali dengan rumus :
% Perolehan Kembali = [ Xr / Xa ] . 100 % .....................(10)
Keterangan :
Xr = kadar yang diperoleh dari pengukuran
Xa = kadar teoritis
Rentang perolehan kembali yang dapat diterima berada dalam rentang 80-110, nilai %
perolehan kembali disesuaikan dengan % analit dalam matriks sampel.
11
1.5.3 Keseksamaan
Keseksamaan merupakan derajat kesesuaian dari hasil penentuan yang berulang terhadap
sampel yang homogen dalam kondisi normalnya. Keseksamaan ditentukan secara statistik
dengan menggunakan nilai koefisien variasi dengan rumus:
S
KV = x100% ......................(11)
X
Keterangan :
S = Simpangan baku
X = nilai rata-rata
S=
∑ ( xi − x) 2
......................(12)
n −1
Keterangan :
xi = hasil pengukuran (x1, x2, x3, x4,...........xn)
x = rata-rata pengukuran
n = jumlah pengukuran
12
[ 3,3 S y/x ]
Batas deteksi = .........................(11)
b
[ 10 S y/x ]
Batas kuantisasi = .........................(12)
b
13