PENDAHULUAN
1
dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa
setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban
turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah
bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan.
Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan
menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan,
diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang
melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai
swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan
jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan
Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih
terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit
terkendali.
Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan
bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial
Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari
2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan
Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101
Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI), Peraturan Presiden No. 12
Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan
Kesehatan Nasional).
2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Jaminan Kesehatan Nasional dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial?
2. Apa manfaat dari Jaminan Kesehatan Nasional?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan Kementerian Kesehatan pada program
JKN terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami Jaminan Kesehatan Nasional dan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. Untuk mengetahui manfaat dari Jaminan Kesehatan Nasional.
3. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan Kementerian Kesehatan pada
program JKN terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
BAB II
ISI
3
2.1 Jaminan Kesehatan Nasional dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme
asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan
Isedangkan BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang bertanggung jawab
kepada Presiden dan berfungsi menyeleggarakan program jaminan tua, jaminan
pensiun, jaminan kematian dan jaminan kecelakaan kerja bagi seluruh pekerja
Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia.
2.1.1 Prinsip Jaminan Sosial Nasional
Prinsip-prinsip Jaminan Sosial Nasional yang terkandung dalam Undang-
undang Nomor 40 tahun 2004 berupa :
1. Prinsip kegotong-royongan. Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme
gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang
mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang
berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat
membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini, jaminan
sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Prinsip nirlaba. Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan untuk mencari
laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, akan tetapi tujuan
utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-
besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan
4
surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan
peserta.
6. Prinsip dana amanat. Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan
titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya
dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
5
2.1.2 Dasar Hukum Jaminan Kesehatan Nasional
6
11. Kesepakatan dalam WHO report tahun 2000 untuk terwujudnya Fairness
in Financing (Keadilan dalam Pembiayaan Kesehatan).
13. Deklarasi HAM PBB atau Universal Declaration of Human Rights tahun
1948 dan konvensi ILO No.102 tahun 1952.
7
dan skrining kesehatan. Kemudian, pemeriksaan penunjang diagnostik
laboratorium tingkat pertama dan pelayanan rawat inap tingkat pertama
sesuai dengan keluhan penyakit.
5. Menjamin pelayanan kesehatan sebanyak lima anggota keluarga, termasuk
pembayar iuran.
8
pengobatannya dikarenakan Rumah Sakit menyiasatinya agar tidak merugi dari
sisi pembiayaan.
Sistem INA CBG’s "memaksa" rumah sakit meningkatkan efisiensi
pelayanan. Pasien yang datang berobat harus sembuh dalam waktu sesingkat
mungkin sehingga rumah sakit tidak perlu mengeluarkan klaim terlalu besar.
Sistem ini mengharuskan rumah sakit melakukan kendali mutu dan kendali biaya.
Selain itu, pengaruh lain akibat program JKN ini adalah dalam
pelayanannya, Rumah Sakit tidak lagi menangani permasalahan-permasalahan
kesehatan tingkat lanjutan tetapi juga permasalahan kesehatan ditingkat primer
sehingga tenaga kerja kesehatan mengeluhkan lonjakan pasien. Sebagaimana
berita berikut ini:
9
"Memang beda sekarang. Bayangin, pagi-pagi jam 7 aja pasien bisa sampe 350
orang. Apalagi jam 11 atau 12 siang, 800 orang ada setiap hari, kecuali Sabtu
Minggu normal, karena loket BPJS tutup," ujar Irwansyah.
Menurutnya, pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB, sudah banyak pasien yang antre
di depan loket BPJS. Sebagian besar adalah pasien berumur, dan juga anak-anak.
Memasuki pukul 15.00 WIB, jumlah pasien berkurang karena loket ditutup.
Irwansyah juga mengatakan, banyak puskesmas yang merujuk pasien di
Dharmais. Padahal, pasien tersebut belum tentu layak dirujuk ke rumah sakit.
"Dari puskesmas ketemu benjolan dikit aja langsung dirujuk ke Dharmais, padahal
kan tidak semua benjolan dikategorikan kanker. Jadi selain kanker, kita tidak
terima," ungkap Irwan.
Pihak Dharmais, katanya, telah memberikan penyuluhan terkait kanker ke warga.
Sejumlah personel disebar ke berbagai puskesmas di wilayah Jakarta Barat dan
Jakarta Utara.
Fenomena lonjakan pasien terus terjadi kendati pemerintah telah menciptakan
sistem rujukan bagi peserta JKN. Sakit apa pun, kecuali dalam keadaan darurat,
harus berobat ke fasilitas kesehatan primer, tidak boleh langsung ke rumah sakit
atau dokter spesialis. Jika ini dilanggar, peserta harus bayar sendiri.
”BPJS Kesehatan tetap mengontrak sejumlah fasilitas kesehatan primer dan
rujukan yang selama ini bekerja sama dengan penyelenggara asuransi kesehatan
sebelumnya,” kata Kepala Grup Manajemen Manfaat BPJS Kesehatan Andi Afdal
di Jakarta
Di sisi lain, ada dorongan agar BPJS Kesehatan membentuk layanan pengaduan
untuk memperbaiki pelayanan peserta jaminan kesehatan nasional. Kementerian
Kesehatan juga harus rela mendelegasikan sebagian kewenangan kepada BPJS
Kesehatan agar kualitas layanan bisa segera ditingkatkan.
BPJS Kesehatan merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 40/2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yakni tata cara penyelenggaraan program
jaminan sosial yang bertujuan menjamin seluruh rakyat dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya dengan layak.
Keberadaan SJSN diharapkan akan melindungi masyarakat dari risiko ekonomi
10
ketika sakit, mengalami kecelakaan kerja, pada hari tua dan pensiun, serta
kematian.
Pemerintah telah menganggarkan anggaran sebesar Rp 19,93 triliun yang
dialokasikan untuk pemberlakukan BPJS sudah siap dalam APBN 2014. Anggaran
ini digunakan untuk membayarkan 86,4 juta warga yang tergolong sangat miskin,
miskin, dan rentan miskin. Tiga golongan inilah yang akan menjadi prioritas
pemerintah mendapatkan bantuan kesehatan.
Pada saat peluncuran, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, dirinya
tak mau mendengar bahwa ada pasien yang ditolak rumah sakit lantaran tidak
memiliki uang.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian makalah diatas, maka dapat disimpulkan:
1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN
sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan
hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
2. Secara garis besar, ada 2 (dua) manfaat Jaminan Kesehatan Nasional yang
akan diterima oleh setiap peserta BPJS Kesehatan, yakni manfaat medis
(berupa pelayanan kesehatan) dan manfaat non medis.
3. Kebijakan Kementerian Kesehatan pada program JKN memiliki pengaruh
terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Hal ini terutama pada
pengaturan tarif dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 69
tahun 2013 yang mengakibatkan Rumah Sakit merasa dirugikan karena tarif
yang dibayarkan pemerintah dan BPJS sangat murah. Sehingga Rumah Sakit
mencoba untuk meyiasati agar tidak merugi dengan pembatasan pelayanan
dan efisiensi waktu pengobatan terhadap pasien BPJS.
3.2 Saran
Sebaiknya pemerintah melalui Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
mengevaluasi program Jaminan Kesehatan Nasional dan mencari solusi yang
terbaik untuk menyesuaikan tarif yang dibayarkan kepada Rumah Sakit agar
pelayanan kesehatan dapat secara maksimal diberikan.
12