Anda di halaman 1dari 16

A.

Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh factor alam dan atau non alam maupun
factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya koraban jiwa manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, dan dampak psikolog ( UU 24/2007)
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan karena volume air yang meningkat. Banjir
merupakan suatu kejadian alam yang dapat terjadi karena disebabkan oleh alam sendiri atau
disebabkan oleh ulah manusia. Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap
saat dan dapat mengakibatkan kerugian jiwa, harta dan benda. Kejadian banjir tidak dapat di cegah
tetapi dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang diakibatkannya.

Mitigasi bencana banjir adalah merupakan suatu upaya untuk mengurangi resiko akibat bencana
banjir.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud
Maksud dari mitigasi bencana banjir adalah suatu kegiatan yang biasanya dilakukan untuk
mengurangi kerugian akibat dari bencana banjir seperti kerugian jiwa, harta dan benda.
Tujuan
- Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang perlu dilakukan dalam upaya mitigasi Bencana banjir
- Untuk mengetahui hal-hal penting apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi akibat dari Bencana
banjir
- Untuk mengetahui perang seorang Geologi dalam upaya mitigasi bencana
C. Perumusan Masalah
Penyebab terjadinya bencana banjir, elemen yang paling beresiko, strategi mitigasi dan teknik
pemetaan banjir ?
D. Batasan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah pada Mitigasi Bencana Banjir yang terdiri
dari :
- Tujuan mitigasi, strategi mitigasi, pengkajian bahaya dan teknik pemetaan serta partisipasi
masyarakat dalam upaya mitigasi bencana banjir.

BAB II
DASAR TEORI
A. Definisi Banjir
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh
aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu
kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus
hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi
kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan ditentukan oleh
tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)
Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut
dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di mulai di daerah yang tertinggi di suatu
kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran
air masuk ke laut.

B. Ciri – Ciri Umum Banjir


Analisa terhadap banjir dan pengukuran banjir dapat dilakukan dengan : kedalaman air, pondasi
bangunan memiliki derajat toleransi terhadap penggenangan air yang berlainan dengan
derajat 3 toleransi akar tumbuh-tumbuhan, lamanya penggenangan air, kerusakan atau derajat
kerusakan bangunan, infrastruktur dan tumbuh-tumbuhan sering berkaitan dengan jangka waktu
berlangsungnya penggenangan air. Arus air yang sangat kencang akan berbahaya, mengakibatkan
daya pengikisnya sangat besar serta peningkatan tekanan dinamika air sehingga pondasi bangunan
dan infrastruktur melemah. Ini bisa terjadi dilembah bantaran sungai, pantai yang rendah dan
daerah jalur induk sungai. Perkiraan tentang tingkat kenaikan permukaan air sungai penting
sebagai dasar peringatan bahaya banjir, rencana pengungsian dan pengaturan tata ruang daerah.
Dampak -dampak komulatif dan kekerapan terjadi banjir yang diukur dalam jangka waktu cukup
panjang akan menentukan corak pembangunan apa dan kegiatan pertanian apa yang boleh
berlangsung di bantaran sungai atau daerah-daerah rawan banjir lainnya. Peramalan banjir yang
berasal dari luapan air sungai melibatkan perkiraan-perkiraan tentang: tinggi permukaan air
sungai, debit air sungai, waktu kejadian, lamanya kejadian, debit air tertinggi di titik-titik tertentu
sepanjang jalur sungai (induk maupun anak sungai). Ramalan yang dikeluarkan untuk
disebarluaskan kepada masyarakat dihasilkan dari pemantauan rutin ketinggian permukaanair
sungai serta pemantauan curah hujan setempat. Peringatan akan terjadi banjir kilat hanya bias
bergantung pada ramalan-ramalan cuaca (meteorologis) serta pengetahuan tentang kondisikondisi
geografis setempat, tidak bisa disusun ramalan tersendiri berdasarkan data-data lapangan.
Mengingat singkatnya waktu antara tahap pendahuluan dengan tahap kejadian, banjir kilat tak
memungkinkan pemantuan tingkat ketinggian air sungai di lapangan.
Dalam bencana apapun, data sejarah suatu kawasan rawan atau sumber bencana harus selalu ada,
dipelajari dan diperbaharui terus menerus tiap kali ada kejadian baru. Untuk kajian perbandingan
dengan peristiwa-peristiwa banjir terdahulu dan sebagi dasar informasi peringatanyang akan
disampaikan kepada masyarakat yang beresiko terlanda banjir harus diingat unsur - unsur sebagai
berikut :
- Analisis kekerapan banjir.
- Pemetaan tinggi rendah permukaan tanah (topografi).
- Pemetaan bentangan daerah seputar sungai (kontur sekitar sungai) lengkap dengan perkiraan
kemampuan sungai itu untuk menampung lebihan air.
- Catatan pemantauan lelehan salju / es dan kelongsoran tebing / daerah hulu.
- Catatan pasang surut gelombang laut (untuk kawasan pantai/pesisir).
- Geografi pesisir / pantai.
- Cara efektif untuk memantau jalur banjir adalah lewat teknik-teknik penginderaan jauh, misalnya
Landsat.
Ciri-ciri bencana banjir berdasarkan akibatnya sebagai berikut :
- Banjir biasanya terjadi saat hujan deras yang turun terus menerus sepanjang hari.
- Air menggenangi tempat-tempat tertentu dengan ketinggian tertentu.
- Banjir dapat mengakibatkan hanyutnya rumah-rumah, tanaman, hewan, dan manusia.
- Banjir mengikis permukaan tanah sehingga terjadi endapan tanah di tempat-tempat yang rendah.
- Banjir dapat mendangkalkan sungai, kolam, atau danau.
- Sesudah banjir, lingkungan menjadi kotor oleh endapan tanah dan sampah.
- Banjir dapat menyebabkan korban jiwa, luka berat, luka ringan, atau hilangnya orang.
- Banjir dapat menyebabkan kerugian yg besar baik secara moril maupun materiil.

C. Jenis – Jenis Banjir


Secara umum, banjir dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut ;
1. Banjir Kilat atau Banjir Bandang.
Banjir jenis ini terjadi hanya dalam waktu sekitar 6 jam sesudah hujan lebat turun. Banjir ini sangat
cepat datangnya sehingga sulit memberikan peringatan bahaya kepada penduduk dengan cepat.
Penyebab banjir kilat, yaitu: Hujan deras, Bantaran sungai rapuh, Bendungan jebol, Perubahan
lahan di hulu sungai, Es yang mencair (di daerah dingin).
Banjir kilat lebih sering terjadi di daerah yang berlereng curam, sungainya dangkal, dan volume
air hujan meningkat tajam.
2. Banjir Luapan Sungai
Banjir ini terjadi melalui proses yang lama sehingga datangnya kadang lolos dari pengamatan.
Banjir terjadi bersifat musiman atau tahunan dan berlangsung sampai berhari-hari pada wilayah
yang luas. Penyebab banjir luapan sungai, yaitu: Longsor tanah yang mengurangi daya tampung
sungai, Salju mencair.
Banjir yang berasal dari luapan anak sungai menuju sungai utama biasa disebut banjir kiriman.
Besarnya banjir dipengaruhi kondisi tanah seperti kelembapan, vegetasi yang tumbuh di atas
tanah, serta keadaan permukaan tanah, misalnya tanah terbuka atau tanah diperkeras.

3. Banjir Pantai
Banjir yang dikaitkan dengan terjadinya badai tropis (angin puyuh). Bencana ini makin parah
bila angin kencang bertiup di sepanjang pantai. Penyebab banjir pantai, yaitu: Badai, Gelombang
pasang, Tsunami. Banjir pantai mengakibatkan air laut menggenangi dataran pantai ke arah
pedalaman.
Dilihat dari aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikanmenjadi 4 jenis,
yaitu:
a. Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah (hujan siklonik atau
frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas penyimpanan air yang dimiliki oleh masing-
masing Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang akhirnya terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan
menjadi limpasan yang selanjutnya akan mengalir secara cepat ke sungai-sungai terdekat, dan
meluap menggenangi areal dataran rendah di kiri-kanan sungai.
b. Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan salju dan kenaikan suhu
udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran salju ini akan mengalir dengan cepat bila disertai
dengan hujan. Jenis banjir ini hanya terjadi di daerah yang bersalju.
c. Banjir Bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan intensitas yang
tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan topografi yang curam di bagian hulu sungai. Aliran
air banjir dengan kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya
bila disertai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap yang dilaluinya.
d. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada muara sungai atau pada
pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan menimbulkan dampak besar, bila secara bersamaan terjadi
hujan besar di daerah hulu sungai yang mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian hilirnya,
serta disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai.
D. Penyebab Banjir
Berdasarkan pengamatan, bahwa banjir disebabkan oleh dua katagori yaitu banjir akibat alami dan
banjir akibat aktivitas manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi,erosi
dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir
akibat aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan perubahan-
perubahan lingkungan seperti : perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan
pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir,
rusaknya hutan(vegetasi alami), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak tepat.

1. Penyebab Banjir Secara Alami


a. Pengaruh Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah
aliran sungai (DAS), kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar,
kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dan hal-hal yang
mempengaruhi terjadinya banjir.
b. Erosi dan Sedimentasi. Erosi di DAS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas
penampang sungai. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran sehingga timbul
genangan dan banjir di sungai. MenurutRahim (2000), erosi tanah longsor (land-slide) dan erosi
pinggir sungai (stream bank erosion) memberikan sumbangan sangat besar terhadap sedimentasi
di sungai-sungai, bendungan dan akhirnya ke laut.
d . K a p a s i t a s S u n g a i . Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh
pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan. Sedimentasi sungai
terjadi karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat,
sedimentasi ini menyebabkan terjadinya agradasi dan pendangkalan pada sungai, hal ini dapat
menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan sungai,
e. Kapasitas Drainasi yang tidak memadai. Sebagian besar kota-kota di Indonesia
mempunyai drainasi daerah genanga yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering
menjadi langganan banjir di musim hujan.
f . P e n g a r u h a i r p a s a n g Air pasang laut memperlambat aliran sungaike laut. Pada waktu
banjir bersamaan denganair pasang yang tinggi maka tinggi genanganatau banjir menjadi besar
karena terjadialiran balik (backwater ). Fenomena genangan air pasang (Rob) juga rentan terjadi
di daerah pesisir sepanjang tahun baik di musim hujan dan maupun di musim kemarau.
2. Penyebab Banjir Akibat Aktifitas Manusia
a. Perubahan kondisi DAS. Perubahan kondisi DAS seperti penggundulan hutan, usaha
pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tataguna lainnya dapat
memperburuk masalah banjir karena meningkatnya aliran banjir. Dari persamaan-persamaan yang
ada, perubahan tata guna lahan berkontribusi besar terhadap naiknya kuantitas dan kualitas banjir.
b. Kawasan kumuh dan Sampah. Perumahan kumuh disepanjang bantaran sungai dapat
menjadi penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh ini menjadi faktor penting terjadinya banjir
di daerah perkotaan. Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang ditentukan
masih kurang baik dan banyak melanggar dengan membuang sampah langsung ke alur sungai, hal
ini biasa dijumpai di kota-kota besar sehingga dapat meninggikan muka air banjir disebabkan
karena aliran air terhalang.
c . D r a i n a s i l a h a n . Drainasi perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantaran
banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.
d. Kerusakan bangunan pengendali air. Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan
pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat
meningkatkan kuantitas banjir.
e. Perencanaan sistim pengendalian banjir tidak tepat. Beberapa sistim pengendalian banjir
memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat
menambah kerusakan selama banjir anjir yang besar. Semisal, bangunantanggul sungai yang
tinggi. Limpasan pada tanggul ketika terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat
menyebabkan keruntuhan tanggul. Hal ini mengakibat kankecepatan aliran yang sangat besar
melalui tanggul yang bobol sehingga menibulkan banjir yang besar.
f. Rusaknya hutan (hilangnya vegetasi alami). Penebangan pohon dan tanaman oleh
masyarakat secara liar (Illegal logging), tani berpindah-pindah dan permainan rebiosasi hutan
untuk bisnis dan sebagainya menjadi salah satu sumber penyebab terganggunya siklus hidrologi
dan terjadinya banjir.
E. Mekanisme Kerusakan
Pada umumnya banjir bersifat merusak. Aliran arus air yang cepat dan bergolak (turbulent)
meskipun tidak terlalu dalam dapat menghanyutkan manusia, hewan dan harta benda. Aliran air
yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material yang lebih berat
sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi. Air banjir yang pekat ini akan mampu merusakan
pondasi bangunan, pondasi jembatan dan lainnya yang dilewati sehingga menyebabkan kerusakan
yang parah pada bangunan‐bangunan tersebut, bahkan mampu merobohkan bangunan dan
menghanyutkannya. Pada saat air banjir telah surut, material yang terbawa banjir akan diendapkan
dan dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman, perumahan serta timbulnya wabah penyakit.

F. Parameter Kedasyatan
Parameter atau tolak ukur ancaman/bahaya dapat ditentukan berdasarkan :
- Luas genangan (km², hektar)
- Kedalaman atau ketinggian air banjir (meter)
- Kecepatan aliran (meter/detik, km/jam)
- Material yang dihanyutkan aliran banjir (batu, bongkahan, pohon, dan benda keras lainnya)
- Tingkat kepekatan air atau tebal endapan lumpur (meter, centimeter)
- Lamanya waktu genangan (jam, hari, bulan).

G. Serangan dan Peringatan


Datangnya banjir diawali dengan gejala‐gejala sebagai berikut :
1. Curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama merupakan peringatan akan datangnya bencana
banjir di daerah rawan bencana banjir.
2. Tingginya pasang laut yang disertai badai mengidikasikan akan datangnya bencana banjir
beberapa jam kemudian terutama untuk derah yang dipengaruhi pasang surut.
3. Evakuasi dapat dimulai dengan telah disamai atau dilampauinya ketinggian muka banjir tertentu
yang disebut muka banjir/air “siaga”. Upaya evakuasi akan efektif jika dilengkapi dengan sistem
monitoring dan peringatan yang memadai. Sistem peringatan dini dengan mengunakan sistem
telementri pada umunya kurang berhasil, karena keterbatasan dana untuk pemeliharaan alat dan
tidak mencukupinya jumlah tenaga dan kemampuannya. Namun peringatan dini dapat
dilaksanakan dengan cara yang sederhana yaitu dengan pembacaan papan duga muka air secara
manual yang harus dilaksanakan pada segala kondisi cuaca (termasuk ditengah hujan lebat), dan
mengkomunikasikan perkembangan pembacaan peningkatan muka air melalui radio atau alat
komunikasi yang ada. Kelemahan dari sistem peringatan dini yang ada sekarang ini adalah
penyebaran luasan berita peringatan dini kepada masyarakat yang dapat terkena banjir pada tingkat
desa. Biasanya staf dari instasi yang bertanggung jawab menerima berita dengan tepat waktu,
namun masyarakat yang terkena dampak menerima peringatan hanya pada saat‐saat terakhir.
Penyiapan dan distribusi peta rawan banjir akan membuat masyarakat menyadari bahwa mereka
hidup di daerah rawan banjir. Ramalan banjir dan sistem peringatan dini yang dipadukan dengan
peta rawan banjir dan rencana evakuasi hendaknya dikomunikasikan kepada masyarakat yang
berisiko terkena banjir sebagai upaya kewaspadaan /siaga, namun informasi yang aktual
hendaknya disebarkan secara cepat melalui stasiun‐stasiun radio setempat, telpon dan pesan
singkat (SMS).

H. Elemen Yang Paling Beresiko


Bencana banjir mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, dapat juga
melumpuhkan kegiatan sosial‐ekonomi penduduk.
Uraian rinci tentang korban manusia, kerusakan harta benda dan prasarana umum antara lain:
1. Manusia
Jumlah penduduk yang meninggal dunia, hilang, luka-luka, jumlah penduduk yang mengungsi
2. Harta Benda
Rumah tinggal yang tergenang, rusak dan hanyut‐ Harta benda (aset) diantaranya modal barang
produksi dan perdagangan, mobil, perabotan rumah tangga, dan lainnya yang tergenang, rusak dan
hilang. Sarana pertanian‐peternakan‐perikanan : peternakan unggas, peternak hean berkaki empat,
dan ternaknya yang mati dan hilang. Perahu, dermaga dan sarana perikanan yang rusak dan hilang.
3. Prasarana Umum
‐ Prasarana trasportasi yang tergenang, rusak dan hanyut, diantaranya : jalan, jembatan dan
bangunan lainnya; jalan KA, terminal bus, jalan akses dan kompleks pelabuhan.
‐ Fasilitas sosial uamh tergenang, rusak dan hanyut diantaranya : sekolah, rumah ibabadah, pasar,
gedung pertemuan, Puskemas, Rumah Sakit, Kantor Pos. Fasilitas pemerintahan, industri‐jasa, dan
fasilitas strategis lainnya: kantor instansipemerintah, komplek industri, komplek perdangangan,
instansi listrik, pembangkit listrik, jaringan distribusi gas, instansi telekomunikasi yang tergenang,
rusak dan hanyut serta dampaknya, misal berapa lama fasilitas‐fasilitas terganggu sehingga tidak
dapat memberikan layanannya.
‐ Prasarana pertanian dan perikanan: sawah beririgasi dan sawah tadah hujan yang tergenang dan
puso (penurunan atau kehilangan produksi), tambak, perkebunan, ladang, gudang pangan dan
peralatan pertanian dan perikanan yang tergenang (tergenang lebih dari tiga hari dikategorikan
rusak) dan rusak (terjadi penurunan atau kehilangan produksi) karena banjir.
‐ Prasarana pengairan: bendungan, bendung, tanggul, jaringan irigasi, jaringan drainase, pintu air,
stasion pompa, dan sebagainya.

I. KAWASAN RAWAN BANJIR


Daerah Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada satu wilayah untuk
jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, merendam, mencapai kesiapan,
dan mengurangi kemampuan untuk mengagapi dampak buruk bahaya tertentu.
Menurut Isnugroho (2006), kawasan rawan banjir merupakan kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana banjir sesuai karakteristik penyebab banjir, kawasan
tersebut dapat dikategorikan menjadi empat tipologi sebagai berikut :
a. Daerah Pantai
Daerah pantai merupakan daerah yang rawan banjir karena daerah tersebut merupakan dataran
rendah yang elevasi permukaan tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang
rata-rata (mean sea level) dan tempat bermuaranya sungai yang biasanya mempunyai
permasalahan penyumbatan muara.

Grb.1.Banjir daerah pantai (isnugroho 2006)


b. Daerah Dataran Banjir
Daerah dataran banjir (Floodplain Area) adalah daerah di kanan-kiri sungai yang muka tanahnya
sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat yang
mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena
hujan local. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur yang sangat subur sehingga
merupakan daerah pengembangan (pembudidayaan) seperti perkotaan, pertanian, permukiman dan
pusat kegiatan perekonomian, perdagangan, industri, dll.
c. Daerah Sempadan Sungai
Daerah ini merupakan kawasan rawan banjir, akan tetapi, di daerah perkotaan yang padat
penduduk, daerah sempadan sungai sering dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat hunian dan
kegiatan usaha sehingga apabila terjadi banjir akan menimbulkan dampak bencana yang
membahayakan jiwa dan harta benda.
Gbr.2. Banjir daerah dataran banjir dan daerah sempadan sungai (isnugroho 2006)
d. Daerah Cekungan
Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di dataran rendah maupun di
dataran tinggi. Apabila penatan kawasan tidak terkendali dan system drainase yang kurang
memadai, dapat menjadi daerah rawan banjir.
Klindao (1983) dalam Yusuf (2005) menyatakan bahwa kerentanan banjir adalah memperkirakan
daerah-daerah yang mungkin menjadi sasaran banjir. Wilayah-wilayah yang rentan banjir biasanya
terletak pada daerah datar, dekat dengan sungai, berada di daerah cekungan dan di daerah pasang
surut air laut. Sedangkan bentuklahan bentukan banjir pada umumnya terdapat pada daerah rendah
sebagai akibat banjir yang terjadi berulang-ulang, biasanya daerah ini memiliki tingkat
kelembaban tanah yang tinggi dibanding daerah-daerah lain yang jarang terlanda banjir. Kondisi
kelembaban tanah yang tinggi ini disebabkan karena bentuklahan tersebut terdiri dari material
halus yang diendapkan dari proses banjir dan kondisi drainase yang buruk sehingga daerah tersebut
mudah terjadi penggenangan air.
Gbr.3.Banjir daerah cekungan (isnugroho 2006)

BAB III
MITIGASI BENCANA BANJIR
A. Definisi Mitigasi
Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama
dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan
korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum
terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/ peredaman atau dikenal dengan istilah
Mitigasi. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang
termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan
manusia (man-made disaster).
Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan
terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh
pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau srategi mitigasi yang
tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko.
Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan berkelanjutan
(sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode
jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu
yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan
semula.

B. Tujuan Mitigasi
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut :
- Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti
korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.
- Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
- Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi
dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).
C. Jenis – Jenis Mitigasi
Secara umum, dalam prakteknya mitigasi dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural dan
mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan
konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan
disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law
enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu pula, kebijakan nasional harus lebih memberikan
keleluasan secara substansial kepada daerah-daerah untuk mengembangkan sistem mitigasi
bencana yang dianggap paling tepat dan paling efektif-efisien untuk daerahnya.

1. Mitigasi Struktural
Mitigsasi struktural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang dilakukan melalui
pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi, seperti
pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi,
bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunakan untuk
memprediksi terjadinya gelombang tsunami.
Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana
dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan
dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu bertahan
atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang bersangkutan terjadi.
2. Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain dari upaya tersebut di
atas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-
Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di bidang kebijakan dari
mitigasi ini. Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi.
Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari
risiko yang tidak perlu dan merusak. tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih
dahulu. Penilaian risiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan
terjadinya bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkannya.
Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat non struktural harus saling
mendukung antara satu dengan yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi,
mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan
penciptaan dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata
ruang yang sesuai. Teknologi yang digunakan untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi
risiko terjadinya suatu bencana pun harus diusahakan agar tidak mengganggu keseimbangan
lingkungan di masa depan.

D. Strategi Mitigasi
Strategi mitigasi bencana banjir secara umum dapat dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu upaya
mitigasi non struktural, struktural serta peningkatan peran serta masyarakat.

1. Upaya Mitigasi Non Struktural


- Pembentukan “Kelompok Kerja” (POKJA) yang beranggotakan dinas instansi terkait (diketuai
Dinas Pengairan/Sumber Daya Air) di tingkat kabupaten/kota sebagai dari Satuan Pelaksana
(SATLAK) untuk melaksanakan dan menetapkan pembagian peran dan kerja atas upaya‐upaya
nonfisik penanganan mitigasi bencana banjir diantara anggota POKJA dan SATLAK, diantaranya
inspkesi, pengamatan dan penelusuran atas prasarana dan sarana pengendalian banjir yang ada dan
langkah yang akan diuraikan pada uraian selanjutnya.
- Merekomendasikan upaya perbaikan atas prasarana dan sarana pengendalian banjir sehingga
dapat berfungsi sebagaimana direncanakan.
- Memonitor dan mengevaluasi data curah hujan, banjir, daerah genangan dan informasi lain yang
diperlukan untuk meramalkan kejadian banjir, daerah yang diidentifikasi terkena banjir serta
daerah yang rawan banjir.
- Menyiapkan peta daerah rawan banjir dilengkapi dengan plotting rute pengungsian, lokasi
pengungsian sementara, lokasi POSKO, dan lokasi pos pengamat debit banjir/ ketinggian muka
air banjir di sungai penyebab banjir.
- Mengecek dan menguji sarana sistem peringatan dini yang ada dan mengambil langkah‐langkah
untuk memeliharanya dan membentuknya jika belum tersedia dengan sarana yang paling
sederhana sekalipun.
- Melaksanakan perencanaan logistik dan penyediaan dana, peralatan dan material yang diperlukan
untuk kegiatan/upaya tanggap darurat, diantaranya dana persediaan tanggap darurat; persediaan
bahan pangan dan air minum; peralatan penangulangan (misalnya movable pump, dumb truck,
dll); material penanggulangan (misalnya kantong pasir, terucuk kayu/bambu, dll); dan peralatan
penyelamatan (seperti perahu karet, pelampung, dll).
- Perencanaan dan penyiapan SOP (Standard Operation Procedure)/Prosedur Operasi Standar untuk
kegiatan/tahap tanggap darurat yang melibatkan semua anggota SATKORLAK, SATLAK dan
POSKO diantaranya identifikasi daerah rawan banjir, identifikasi rute evakuasi, penyediaan
peralatan evekuasi (alat transportasi, perahu,dll), identifikasi dan penyiapan tempat pengungsian
sementara seperti peralatan sanitasi mobile, penyediaan air minum, bahan pangan, peralatan daput
umum, obat‐obatan dan tenda darurat.
- Pelaksanaan Sistem Informasi Banjir, dengan diseminasi langsung kepada masyarakat dan
penerbitan press release/ penjelasan kepada press dan penyebar luasan informasi tentang banjir
melalui media masa cetak maupun elektronik yaitu station TV dan station radio.
- Melaksanakan pelatihan evakuasi untuk mengecek kesiapan masyarakat SATLAK dan peralatan
evakuasi, dan kesiapan tempat pengungsian sementara beserta perlengkapannya.
- Mengadakan rapat‐rapat koordinasi di tingkat BAKORNAS, SATKORLAK, SATLAK, dan
POKJA Antar Dinas/instansi untuk menentukan beberapa tingkat dari resiko bencana banjir
berikut konsekuensinya dan pembagian peran diantara instansi yang terkait, serta pengenalan/
diseminasi kepada seluruh anggota SATKORLAK, SATLAK, dan POSKO atas SOP dalam
kondisi darurat dan untuk menyepakati format dan prosedur arus informasi/laporan.
- Membentuk jaringan lintas instansi/sektor dan LSM yang bergerak dibidang kepedulian terhadap
bencana serta dengan media masa baik cetak maupun elektronik (stasion TV dan radio) untuk
mengadakan kempanye peduli bencana kepada masyarakat termasuk penyaluran informasi tentang
bencana banjir
- Melaksanakan pendidikan masyarakat atas pemetaan ancaman banjir dan resiko yang terkait serta
pengunaan material bangunan yang tahan air/banjir.
2. Upaya Mitigasi Struktural
- Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai
yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir pada
tingkat debit banjir yang direncanakan.
- Pengaturan kecepatan aliran dan debit air permukaan dari daerah hulu sangat membantu
mengurangi terjadinya bencana banjir. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatur
kecepatan air dan debit aliran air masuk kedalam sistem pengaliran diantaranya adalah dengan
reboisasi dan pembangunan sistem peresapan serta pembangunan bendungan/waduk.
- Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun tertutup atau
terowongan dapat membantu mengurangi terjadinya banjir.
3. Peranserta Masyarakat
Masyarakat baik sebagai individu maupun masyarakat secara keseluruhan dapat berperan secara
signifikan dalam manajemen bencana banjir yang bertujuan untuk memitigasi dampak dari
bencana banjir. Peranan dan tangungjawab masyarakat dapat dikategorikan dalam dua aspek yaitu
aspek yaitu aspek penyebab dan aspek partisipasipatif.

Aspek penyebab, jika beberapa peraturan yang sangat berpengaruh atas factor‐ faktor penyebab
banjir dilaksanakan atau dipatuhi akan secara signifikan akan mengurangi besaran dampak
bencana banjir, faktor‐faktor tersebut adalah :
- Tidak membuang sampah/limbah padat ke sungai, saluran dan sistem drainase,
- Tidak membangun jembatan dan atau bangunan yang menghalangi atau mempersempit palung
aliran sungai,
- Tidak tinggal dalam bantaran sungai
- Tidak menggunakan dataran retensi banjir untuk permukiman atau untuk hal‐hal lain diluar
rencana peruntukkannya.‐ Menghentikan penggundulan hutan di daerah tangkapan air,
- Menghentikan praktek pertanian dan penggunaan lahan yang bertentangan dengan kaidah‐kaidah
konservasi air dan tanah, dan ikut mengendalikan laju urbanisasi dan pertumbuhan penduduk.

Aspek partisipatif, dalam hal ini partisipasi atau kontribusi dari masyarakat dapat mengurangi
dampak bencana banjir yang akan diderita oleh masyarakat sendiri, partisipasi yang diharapkan
mencakup :
- Ikut serta dan aktif dalam latihan‐latihan (gladi) upaya mitigasi bencana banjir misalnya
kampanye peduli bencana, latihan kesiapan penanggulangan banjir dan evakuasi, latihan
peringatan dini banjir dan sebagainya.
- Ikut serta dan aktif dalam program desain & pembangunan rumah tahan banjir antara lain rumah
tingkat, penggunaan material yang tahan air dan gerusan air.
- Ikut serta dalam pendidikan publik yang terkait dengan upaya mitigasi bencana banjir.
- Ikut serta dalam setiap tahapan konsultasi publik yang terkait dengan pembangunan prasarana
pengendalian banjir dan upaya mitigasi bencana banjir.
- Melaksanakan pola dan waktu tanam yang mengadaptasi pola dan kondisi banjir setempat untuk
mengurangi kerugian usaha dan lahan pertanian dari banjir dan mengadakan gotong – royong
pembersihan saluran drainase yang ada dilingkungannya masing‐masing.
E. Pengkajian Bahaya Dan Teknik Pemetaan
1. Pengkajian Bahaya
Diperlukam kajian atas kejadian banjir yang telah terjadi sebagai data historis dan empiris yang
dapat dipakai untuk menentukan tingkat kerawanan dan upaya antisipasi banjir suatu daerah.
Kajian tersebut diantaranya mencakup :
- Rekaman atau catatan kejadian bencana yang telah terjadi memberikan indikasi awal akan
datangnya banjir dimasa yang akan datang atau dikenal dengan banjir periodik (tahunan, lima
tahunan, sepuluh tahunan, lima puluh tahunan atau seratus tahunan).
- Pemetaan topografi yang menunjukkan kontur ketinggian sekita daerah aliran/sungai yang
dilengkapi dengan estimasi kemampuan kapasitas system hidrologi dan luas daerah tangkapan
hujan (catchment area) serta “plotting” berbagai luas genangan yang pernah terjadi.
- .Data curah hujan sangat diperlukan untuk menghitung kemungkinan kelebihan beban atau
terlampauinya kapasitas penyaluran sistem pengaliran air baik system sungai maupun sistem
drainase.
2. Teknik Pemetaan Banjir
Untuk menyusun peta rawan banjir dan genangan, diperlukan kuantifikasi besaran (magnitude)
banjir dan genangan yang meliputi luas areal, tinggi, dan lamanya genangan, yang
direpresentasikan dalam bentuk peta. Pemantauan kemungkinan perubahan magnitude banjir dan
genangan akibat fluktuasi masukan (input) curah hujan dapat dikuantifikasi dan diprediksi
dampaknya bila:
- hubungan antara intensitas dan lama hujan atas magnitude banjir dan genangan (luas, tinggi,
dan lama genangan) dapat diformulasikan.
- perubahan magnitude banjir dan genangan (luas, tinggi, dan lama genangan) pada skenario tahun
La Niña normal dan El Niño dapat direpresentasikan.

Hubungan intensitas dan lama hujan terhadap perubahan magnitude banjir dan genangan
diperlukan untuk memprediksi fluktuasi wilayah yang rawan banjir dan genangan. Selanjutnya,
informasi itu dapat bermanfaat untuk menyampaikan system peringatan dini tentang banjir dan
genangan. Sedangkan prediksi perubahan luas areal, tinggi genangan, dan lama genangan
maksimum yang mungkin terjadi pada skenario tahun La Niña dan El Niño dapat digunakan
sebagai alat bantu pengambil keputusan (decision support system) dalam mengintegrasikan
penanggulangan banjir dan genangan dalam perencanaan jangka pendek, menengah, dan panjang
untuk mereduksi risiko banjir dan genangan. Terjadinya penurunan curah hujan tahunan dan
meningkatnya lama musim kemarau akan berakibat singkatnya musim hujan. Meskipun volume
air hujan mengalami penurunan, karena lama musim hujan yang singkat, maka intensitas hujannya
menjadi amat tinggi dengan durasi singkat. Akibatnya, kemampuan tanah dan tanaman untuk
menyerap air amat terbatas sehingga bahaya banjir dan genangan yang ditimbulkan akan amat luar
biasa, bahkan bisa melebihi tahun La Niña. Lebih jauh, pada tahun El Niño banyak tanaman dan
semak mati akibat kekeringan, sehingga kemampuan menahan laju aliran permukaan dan
mengintersepsi tajuk pada awal musim hujan sangat terbatas. Oleh karena itu, sebagian besar
volume air hujan akan menimbulkan banjir dan genangan di hilir.

Untuk keperluan pembuatan peta wilayah rawan banjir dan genangan, diperlukan rekaman data
citra satelit secara series. Dengan demikian, informasi menurut ruang dan waktu yang
dikumpulkan dapat dipantau secara utuh dan diinterpretasi dengan jujur (fair). Berdasarkan
pengalaman penggunaan citra satelit Landsat TM yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 meter
dengan periode rekaman gambar dua kali dalam satu bulan yang divalidasi di lapangan,
direkomendasikan dalam penyusunan peta wilayah rawan banjir dan genangan. Penggunaan citra
mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode klasik, karena dengan citra,
deliniasi awal wilayah banjir dan genangan akan mudah dilakukan sebelum divalidasi di lapangan.
Wilayah yang tergenang dan kebanjiran mempunyai respons spektral yang berbeda (umumnya
terlihat gelap) dibandingkan wilayah yang tak tergenang (terlihat terang/ merah). Peta wilayah
rawan banjir dan genangan ini akan lebih powerfull bila dapat ditumpangtepat (superimpose)
dengan peta jaringan hidrologi sungai (hydrological network), peta topografi, karena dengan
demikian dapat dipantau wilayah yang berpotensi mengalami genangan berikutnya bila debit
sungai atau curah hujan terus meningkat. Lebih jauh, wilayah penyumbang air utama dapat diturun
sehingga dapat dirancang strategi antisipasinya. Pendekatan ini selain akurat, juga akan
mengurangi pemborosan tenaga, waktu, dan biaya. Bahkan, dengan telah tersedianya citra dengan
resolusi tinggi (1 x 1 meter), maka tingkat ketelitian peta wilayah banjir dan genangan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang akan dicapai.
Pembuatan peta wilayah rawan banjir dan genangan ini akan lebih efisien bila dilakukan di tingkat
nasional, karena: seringkali antarwilayah ada dalam cakupan citra, sehingga pemanfaatan citra
dapat dilakukan bersama (multiple users). Citra yang sama dapat digunakan untuk berbagai
keperluan (multiple purposes), misalnya citra landsat dapat digunakan untuk pertanian (memantau
kekeringan), kebanjiran (Kimpraswil) dan kebakaran hutan (Kehutanan), bahkan untuk memantau
potensi sumberdaya alam.

Gbr.4.Peta bencana banjir Indonesia ( http://www.google.co .id/imglanding ?q=peta+banjir


&um=1&hl =id&client=firefoxa&rls=org.mozilla:en-)
BAB IV
KESIMPULAN

Dari hasil tulisan ini penulis dapat menarik kesimpulan bahwa :


- Banjir adalah Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan karena volume air yang
meningkat. Banjir merupakan suatu kejadian alam yang dapat terjadi karena disebabkan oleh alam
sendiri atau disebabkan oleh ulah manusia.
- Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama
dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan
korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum
terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/ peredaman atau dikenal dengan istilah
Mitigasi. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang
termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan
manusia (man-made disaster).

Jadi Mitigasi Bencana Banjir merupakan suatu upaya untuk mengurangi resiko akibat bencana
banjir dengan menginformasi segala sesautu yang berkaitan dengan banjir kepada semua pihak
yang berkepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat.
http://geoalways.blogspot.com/2012/03/tugas-geologi-struktur.html

http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2154828-jenis-jenis-banjir/

http://dearakhmania.blog.com/2010/10/08/ciri-ciri-banjir/

Anda mungkin juga menyukai