Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh factor alam dan atau non alam maupun
factor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya koraban jiwa manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, dan dampak psikolog ( UU 24/2007)
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan karena volume air yang meningkat. Banjir
merupakan suatu kejadian alam yang dapat terjadi karena disebabkan oleh alam sendiri atau
disebabkan oleh ulah manusia. Bencana banjir merupakan kejadian alam yang dapat terjadi setiap
saat dan dapat mengakibatkan kerugian jiwa, harta dan benda. Kejadian banjir tidak dapat di cegah
tetapi dapat dikendalikan dan dikurangi dampak kerugian yang diakibatkannya.
Mitigasi bencana banjir adalah merupakan suatu upaya untuk mengurangi resiko akibat bencana
banjir.
B. Maksud dan Tujuan
Maksud
Maksud dari mitigasi bencana banjir adalah suatu kegiatan yang biasanya dilakukan untuk
mengurangi kerugian akibat dari bencana banjir seperti kerugian jiwa, harta dan benda.
Tujuan
- Untuk mengetahui kegiatan apa saja yang perlu dilakukan dalam upaya mitigasi Bencana banjir
- Untuk mengetahui hal-hal penting apa yang perlu dilakukan untuk mengurangi akibat dari Bencana
banjir
- Untuk mengetahui perang seorang Geologi dalam upaya mitigasi bencana
C. Perumusan Masalah
Penyebab terjadinya bencana banjir, elemen yang paling beresiko, strategi mitigasi dan teknik
pemetaan banjir ?
D. Batasan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah pada Mitigasi Bencana Banjir yang terdiri
dari :
- Tujuan mitigasi, strategi mitigasi, pengkajian bahaya dan teknik pemetaan serta partisipasi
masyarakat dalam upaya mitigasi bencana banjir.
BAB II
DASAR TEORI
A. Definisi Banjir
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh
aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya air di suatu
kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.
Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir sebagai suatu bagian dari siklus
hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi
kita dapat melihat bahwa volume air yang mengalir di permukaan Bumi dominan ditentukan oleh
tingkat curah hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Aliran Permukaan = Curah Hujan – (Resapan ke dalam tanah + Penguapan ke udara)
Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi, bergerak menuju ke laut
dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di mulai di daerah yang tertinggi di suatu
kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran
air masuk ke laut.
3. Banjir Pantai
Banjir yang dikaitkan dengan terjadinya badai tropis (angin puyuh). Bencana ini makin parah
bila angin kencang bertiup di sepanjang pantai. Penyebab banjir pantai, yaitu: Badai, Gelombang
pasang, Tsunami. Banjir pantai mengakibatkan air laut menggenangi dataran pantai ke arah
pedalaman.
Dilihat dari aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikanmenjadi 4 jenis,
yaitu:
a. Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah (hujan siklonik atau
frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas penyimpanan air yang dimiliki oleh masing-
masing Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang akhirnya terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan
menjadi limpasan yang selanjutnya akan mengalir secara cepat ke sungai-sungai terdekat, dan
meluap menggenangi areal dataran rendah di kiri-kanan sungai.
b. Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan salju dan kenaikan suhu
udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran salju ini akan mengalir dengan cepat bila disertai
dengan hujan. Jenis banjir ini hanya terjadi di daerah yang bersalju.
c. Banjir Bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan intensitas yang
tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan topografi yang curam di bagian hulu sungai. Aliran
air banjir dengan kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya
bila disertai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap yang dilaluinya.
d. Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada muara sungai atau pada
pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan menimbulkan dampak besar, bila secara bersamaan terjadi
hujan besar di daerah hulu sungai yang mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian hilirnya,
serta disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai.
D. Penyebab Banjir
Berdasarkan pengamatan, bahwa banjir disebabkan oleh dua katagori yaitu banjir akibat alami dan
banjir akibat aktivitas manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi,erosi
dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir
akibat aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan perubahan-
perubahan lingkungan seperti : perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), kawasan
pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir,
rusaknya hutan(vegetasi alami), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak tepat.
F. Parameter Kedasyatan
Parameter atau tolak ukur ancaman/bahaya dapat ditentukan berdasarkan :
- Luas genangan (km², hektar)
- Kedalaman atau ketinggian air banjir (meter)
- Kecepatan aliran (meter/detik, km/jam)
- Material yang dihanyutkan aliran banjir (batu, bongkahan, pohon, dan benda keras lainnya)
- Tingkat kepekatan air atau tebal endapan lumpur (meter, centimeter)
- Lamanya waktu genangan (jam, hari, bulan).
BAB III
MITIGASI BENCANA BANJIR
A. Definisi Mitigasi
Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan sebagai suatu titik tolak utama
dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi dan/atau meniadakan
korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu diberikan pada tahap sebelum
terjadinya bencana, yaitu terutama kegiatan penjinakan/ peredaman atau dikenal dengan istilah
Mitigasi. Mitigasi pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana, baik yang
termasuk ke dalam bencana alam (natural disaster) maupun bencana sebagai akibat dari perbuatan
manusia (man-made disaster).
Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat kemungkinan
terjadinya bencana, baik itu korban jiwa dan/atau kerugian harta benda yang akan berpengaruh
pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk mendefenisikan rencana atau srategi mitigasi yang
tepat dan akurat, perlu dilakukan kajian resiko.
Kegiatan mitigasi bencana hendaknya merupakan kegiatan yang rutin dan berkelanjutan
(sustainable). Hal ini berarti bahwa kegiatan mitigasi seharusnya sudah dilakukan dalam periode
jauh-jauh hari sebelum kegiatan bencana, yang seringkali datang lebih cepat dari waktu-waktu
yang diperkirakan, dan bahkan memiliki intensitas yang lebih besar dari yang diperkirakan
semula.
B. Tujuan Mitigasi
Tujuan utama (ultimate goal) dari Mitigasi Bencana adalah sebagai berikut :
- Mengurangi resiko/dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi penduduk, seperti
korban jiwa (kematian), kerugian ekonomi (economy costs) dan kerusakan sumber daya alam.
- Sebagai landasan (pedoman) untuk perencanaan pembangunan.
- Meningkatkan pengetahuan masyarakat (public awareness) dalam menghadapi serta mengurangi
dampak/resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman (safe).
C. Jenis – Jenis Mitigasi
Secara umum, dalam prakteknya mitigasi dapat dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural dan
mitigasi non struktural. Mitigasi struktural berhubungan dengan usaha-usaha pembangunan
konstruksi fisik, sementara mitigasi non struktural antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan
disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya dan memberlakukan peraturan (law
enforcement) pembangunan. Dalam kaitan itu pula, kebijakan nasional harus lebih memberikan
keleluasan secara substansial kepada daerah-daerah untuk mengembangkan sistem mitigasi
bencana yang dianggap paling tepat dan paling efektif-efisien untuk daerahnya.
1. Mitigasi Struktural
Mitigsasi struktural merupakan upaya untuk meminimalkan bencana yang dilakukan melalui
pembangunan berbagai prasarana fisik dan menggunakan pendekatan teknologi, seperti
pembuatan kanal khusus untuk pencegahan banjir, alat pendeteksi aktivitas gunung berapi,
bangunan yang bersifat tahan gempa, ataupun Early Warning System yang digunakan untuk
memprediksi terjadinya gelombang tsunami.
Mitigasi struktural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana
dengan cara rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Bangunan tahan bencana adalah bangunan
dengan struktur yang direncanakan sedemikian rupa sehingga bangunan tersebut mampu bertahan
atau mengalami kerusakan yang tidak membahayakan apabila bencana yang bersangkutan terjadi.
2. Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non-struktural adalah upaya mengurangi dampak bencana selain dari upaya tersebut di
atas. Bisa dalam lingkup upaya pembuatan kebijakan seperti pembuatan suatu peraturan. Undang-
Undang Penanggulangan Bencana (UU PB) adalah upaya non-struktural di bidang kebijakan dari
mitigasi ini. Kebijakan non struktural meliputi legislasi, perencanaan wilayah, dan asuransi.
Kebijakan non struktural lebih berkaitan dengan kebijakan yang bertujuan untuk menghindari
risiko yang tidak perlu dan merusak. tentu, sebelum perlu dilakukan identifikasi risiko terlebih
dahulu. Penilaian risiko fisik meliputi proses identifikasi dan evaluasi tentang kemungkinan
terjadinya bencana dan dampak yang mungkin ditimbulkannya.
Kebijakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun yang bersifat non struktural harus saling
mendukung antara satu dengan yang lainnya. Pemanfaatan teknologi untuk memprediksi,
mengantisipasi dan mengurangi risiko terjadinya suatu bencana harus diimbangi dengan
penciptaan dan penegakan perangkat peraturan yang memadai yang didukung oleh rencana tata
ruang yang sesuai. Teknologi yang digunakan untuk memprediksi, mengantisipasi dan mengurangi
risiko terjadinya suatu bencana pun harus diusahakan agar tidak mengganggu keseimbangan
lingkungan di masa depan.
D. Strategi Mitigasi
Strategi mitigasi bencana banjir secara umum dapat dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu upaya
mitigasi non struktural, struktural serta peningkatan peran serta masyarakat.
Aspek penyebab, jika beberapa peraturan yang sangat berpengaruh atas factor‐ faktor penyebab
banjir dilaksanakan atau dipatuhi akan secara signifikan akan mengurangi besaran dampak
bencana banjir, faktor‐faktor tersebut adalah :
- Tidak membuang sampah/limbah padat ke sungai, saluran dan sistem drainase,
- Tidak membangun jembatan dan atau bangunan yang menghalangi atau mempersempit palung
aliran sungai,
- Tidak tinggal dalam bantaran sungai
- Tidak menggunakan dataran retensi banjir untuk permukiman atau untuk hal‐hal lain diluar
rencana peruntukkannya.‐ Menghentikan penggundulan hutan di daerah tangkapan air,
- Menghentikan praktek pertanian dan penggunaan lahan yang bertentangan dengan kaidah‐kaidah
konservasi air dan tanah, dan ikut mengendalikan laju urbanisasi dan pertumbuhan penduduk.
Aspek partisipatif, dalam hal ini partisipasi atau kontribusi dari masyarakat dapat mengurangi
dampak bencana banjir yang akan diderita oleh masyarakat sendiri, partisipasi yang diharapkan
mencakup :
- Ikut serta dan aktif dalam latihan‐latihan (gladi) upaya mitigasi bencana banjir misalnya
kampanye peduli bencana, latihan kesiapan penanggulangan banjir dan evakuasi, latihan
peringatan dini banjir dan sebagainya.
- Ikut serta dan aktif dalam program desain & pembangunan rumah tahan banjir antara lain rumah
tingkat, penggunaan material yang tahan air dan gerusan air.
- Ikut serta dalam pendidikan publik yang terkait dengan upaya mitigasi bencana banjir.
- Ikut serta dalam setiap tahapan konsultasi publik yang terkait dengan pembangunan prasarana
pengendalian banjir dan upaya mitigasi bencana banjir.
- Melaksanakan pola dan waktu tanam yang mengadaptasi pola dan kondisi banjir setempat untuk
mengurangi kerugian usaha dan lahan pertanian dari banjir dan mengadakan gotong – royong
pembersihan saluran drainase yang ada dilingkungannya masing‐masing.
E. Pengkajian Bahaya Dan Teknik Pemetaan
1. Pengkajian Bahaya
Diperlukam kajian atas kejadian banjir yang telah terjadi sebagai data historis dan empiris yang
dapat dipakai untuk menentukan tingkat kerawanan dan upaya antisipasi banjir suatu daerah.
Kajian tersebut diantaranya mencakup :
- Rekaman atau catatan kejadian bencana yang telah terjadi memberikan indikasi awal akan
datangnya banjir dimasa yang akan datang atau dikenal dengan banjir periodik (tahunan, lima
tahunan, sepuluh tahunan, lima puluh tahunan atau seratus tahunan).
- Pemetaan topografi yang menunjukkan kontur ketinggian sekita daerah aliran/sungai yang
dilengkapi dengan estimasi kemampuan kapasitas system hidrologi dan luas daerah tangkapan
hujan (catchment area) serta “plotting” berbagai luas genangan yang pernah terjadi.
- .Data curah hujan sangat diperlukan untuk menghitung kemungkinan kelebihan beban atau
terlampauinya kapasitas penyaluran sistem pengaliran air baik system sungai maupun sistem
drainase.
2. Teknik Pemetaan Banjir
Untuk menyusun peta rawan banjir dan genangan, diperlukan kuantifikasi besaran (magnitude)
banjir dan genangan yang meliputi luas areal, tinggi, dan lamanya genangan, yang
direpresentasikan dalam bentuk peta. Pemantauan kemungkinan perubahan magnitude banjir dan
genangan akibat fluktuasi masukan (input) curah hujan dapat dikuantifikasi dan diprediksi
dampaknya bila:
- hubungan antara intensitas dan lama hujan atas magnitude banjir dan genangan (luas, tinggi,
dan lama genangan) dapat diformulasikan.
- perubahan magnitude banjir dan genangan (luas, tinggi, dan lama genangan) pada skenario tahun
La Niña normal dan El Niño dapat direpresentasikan.
Hubungan intensitas dan lama hujan terhadap perubahan magnitude banjir dan genangan
diperlukan untuk memprediksi fluktuasi wilayah yang rawan banjir dan genangan. Selanjutnya,
informasi itu dapat bermanfaat untuk menyampaikan system peringatan dini tentang banjir dan
genangan. Sedangkan prediksi perubahan luas areal, tinggi genangan, dan lama genangan
maksimum yang mungkin terjadi pada skenario tahun La Niña dan El Niño dapat digunakan
sebagai alat bantu pengambil keputusan (decision support system) dalam mengintegrasikan
penanggulangan banjir dan genangan dalam perencanaan jangka pendek, menengah, dan panjang
untuk mereduksi risiko banjir dan genangan. Terjadinya penurunan curah hujan tahunan dan
meningkatnya lama musim kemarau akan berakibat singkatnya musim hujan. Meskipun volume
air hujan mengalami penurunan, karena lama musim hujan yang singkat, maka intensitas hujannya
menjadi amat tinggi dengan durasi singkat. Akibatnya, kemampuan tanah dan tanaman untuk
menyerap air amat terbatas sehingga bahaya banjir dan genangan yang ditimbulkan akan amat luar
biasa, bahkan bisa melebihi tahun La Niña. Lebih jauh, pada tahun El Niño banyak tanaman dan
semak mati akibat kekeringan, sehingga kemampuan menahan laju aliran permukaan dan
mengintersepsi tajuk pada awal musim hujan sangat terbatas. Oleh karena itu, sebagian besar
volume air hujan akan menimbulkan banjir dan genangan di hilir.
Untuk keperluan pembuatan peta wilayah rawan banjir dan genangan, diperlukan rekaman data
citra satelit secara series. Dengan demikian, informasi menurut ruang dan waktu yang
dikumpulkan dapat dipantau secara utuh dan diinterpretasi dengan jujur (fair). Berdasarkan
pengalaman penggunaan citra satelit Landsat TM yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 meter
dengan periode rekaman gambar dua kali dalam satu bulan yang divalidasi di lapangan,
direkomendasikan dalam penyusunan peta wilayah rawan banjir dan genangan. Penggunaan citra
mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan metode klasik, karena dengan citra,
deliniasi awal wilayah banjir dan genangan akan mudah dilakukan sebelum divalidasi di lapangan.
Wilayah yang tergenang dan kebanjiran mempunyai respons spektral yang berbeda (umumnya
terlihat gelap) dibandingkan wilayah yang tak tergenang (terlihat terang/ merah). Peta wilayah
rawan banjir dan genangan ini akan lebih powerfull bila dapat ditumpangtepat (superimpose)
dengan peta jaringan hidrologi sungai (hydrological network), peta topografi, karena dengan
demikian dapat dipantau wilayah yang berpotensi mengalami genangan berikutnya bila debit
sungai atau curah hujan terus meningkat. Lebih jauh, wilayah penyumbang air utama dapat diturun
sehingga dapat dirancang strategi antisipasinya. Pendekatan ini selain akurat, juga akan
mengurangi pemborosan tenaga, waktu, dan biaya. Bahkan, dengan telah tersedianya citra dengan
resolusi tinggi (1 x 1 meter), maka tingkat ketelitian peta wilayah banjir dan genangan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan yang akan dicapai.
Pembuatan peta wilayah rawan banjir dan genangan ini akan lebih efisien bila dilakukan di tingkat
nasional, karena: seringkali antarwilayah ada dalam cakupan citra, sehingga pemanfaatan citra
dapat dilakukan bersama (multiple users). Citra yang sama dapat digunakan untuk berbagai
keperluan (multiple purposes), misalnya citra landsat dapat digunakan untuk pertanian (memantau
kekeringan), kebanjiran (Kimpraswil) dan kebakaran hutan (Kehutanan), bahkan untuk memantau
potensi sumberdaya alam.
Jadi Mitigasi Bencana Banjir merupakan suatu upaya untuk mengurangi resiko akibat bencana
banjir dengan menginformasi segala sesautu yang berkaitan dengan banjir kepada semua pihak
yang berkepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat.
http://geoalways.blogspot.com/2012/03/tugas-geologi-struktur.html
http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/2154828-jenis-jenis-banjir/
http://dearakhmania.blog.com/2010/10/08/ciri-ciri-banjir/