Buku Prof - Dr.Jimly Asshiddiqie SH PDF
Buku Prof - Dr.Jimly Asshiddiqie SH PDF
NBI :1311700088
Dalam hal ini saya sependapat dengan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. Beliau
mengatakan “dalam sistem ketatanegaraan, konstitusi dikonstruksikan sebagai kesepakatan
tertinggi atau bahkan suatu kontrak sosial dari seluruh rakyat untuk dan dalam perjanjian
bernegara ataupun berorganisasi dalam pengertian yang lebih luas”
Saya setuju dengan pernyataan beliau, karena konstitusi negara atau juga dikenal dengan
undang-undang dasar atau hukum-hukum dasar merupakan sebuah norma sistem politik
dan hukum bentukan pada pemerintahan negara dan biasanya dikodifikasikan sebagai
dokumen tertulis dan juga tidak mengatur hal yang terperinci melainkan hanya
menjabarkan prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi peraturan lainnya.
Jika susuna negara berbentuk negara kesatuan maka konstitusi dari negara tersebut
harus mempenyai satu konstitusi contoh konstitusi di Indonesia yaitu Undang-Undang
Dasar 1945 yang dari saat Indonesia merdeka sampai dengan sekarang masih dipakai
sebagai pedoman rakyat Indonesia demi kesatuan dan keutuhan negara. Lalu ada juga
negara yang berbentuk federal yang terdiri atas negara bagian, maka dari setiap negara
bagian tersebut merupakan badan hukum secara sendiri-sendiri sehingga dalam sistem
hukumnya terdapat konstitusi sendiri disamping konstiusi negara federal yang berlaku
menyeluruh. Conotoh dari negara federal yaitu Amerika Serikat.
Dari semua pengertian tersebut, elemen terpenting yang perlu dipahami berkenaan
dengan pengertian konstitusi tidak lain adalah adnya kesepakatan bersama atau yang
disebut J.J. Rousseau sebagai kontrak sosial atau perjanjian bersama, konsensus untuk dan
dalam kehidupan bersama, ataupun konsensus kebangsaan yang menjadi dasar legalitas
dan legitimasi adanya dan daya ikat pada suatu naskah yang dinamakan konstitusi itu
kepada setiap warg negara dan subjek hukum dalam lalu lintas hukum pada negara yang
bersangkutan. Menurut saya konsensus adalah sebuah frasa untuk menghasilkan atau
menjadikan sebuah kesepakatan yang disetujui secara bersama-sama antar kelompok atau
individu setelah adanya perdebatan dan penelitian yang dilakukan dalam kolektif intelijen
untuk mendapatkan konsensus keputusan.
Sesuai dengan konteksnya, konstitusi tertulis selalu memuat kandungan nilai dan
norma yang mengatur peri kehidupan politik bernegara, dinamika kehidupan
bermasyarakat, dan bahkan mekanisme perekonomian. Saya setuju jika konstitusi harus
selalu mengandung nilai dan norma bernegara karena selain digunakan sebagai peraturan
tertulis konstitusi haruslah untuk ditaati dan juga dilakukan oleh seluruh masyarakat yang
ada di indonesia sebagaimana masyarakat mentaati dan juga mengamalkan nilai-nilai luhur
Pancasila.
Cita-cita sosial UUD 1945 sangat jelas tercermin dalam pembukaan UUD dan juga
dalam batang tubuhnya. Bahkan “Kesejahteraan Sosial” menjadi judul bab tersendiri yaitu
Bab XIV UUD 1945 lalu perubahan ke IV tahun 2002 judul bab ini diubah atau juga
dilengkapi menjdi “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial”. Sedangkan dalam
alinea IV Pembukaan UUD 1945 pengertian yang terkait dengan hal itu disebut dengan
perkataan “Kesejahteraan Umum” dan “Keadlan Sosial”.
Pada awalnya, ide konstitusi memang berawal dari kebutuhan untuk mengatur hal-
hal yang berkenaan dengan kegiatan bernegara saja, sehingga wajar jika konstitusi hanya
dipahami sebagai persoalan politik saja. Saya setuju memang pada awalnya konstitusi hanya
dijadikan sebagai aturan-aturan tertulis saja dam atuan tertulis tersebut selalu dikaitkan atau
berhubungan dengan yang namanya hukum atau juga berkaitan dengan politik saja.
Dalam buku yang ditulis oleh Kenneth Clinton Wheare dengan judul “Modern
Constitutions” (1966) juga mengandung pengertian “political constitutions”. Konstitusi
dalam pengertian politik inilah yanga banyak dijadikan rujukan oleh berbagai negara di
dunia yang mengikuti jejak bangsa Amerika menuliskan kesepakatan dasar dalam
menyelenggarakan sistem kekuasaan negara dalam satu dokumen yang disebut sebagai
undang-undang dasar sebagai naskah konstitusi tertulis. Dengan demikian menurut saya
pada masa ini hanya memberlakukan konstitusi tertulis dimana kebijakan seperti
perekonomian tidak dirumuskan dalam konstitusi karena dianggap cukup dibiarkan tumbuh
sendiri dalam dinamika ekonomi pasar sesuai dengan prinsip pandangan kapitalisme.
Cara pandang tentang konstitusi yang semata-mata bersifat politik ini menjadi
paradigma berpikir yang luas didunia., kecuali di lingkungan negara-negara yang menganut
paham sosialisme dan komunisme. Jadi disini menurut saya negara yang menganut paham
sosialisme dan komunisme tidak termasuk kedalamnya karena paham sosialisme dan
komunisme ini menganut sistem ekonomi yang telah dirancang oleh Karl Marx dan Friedrich
Engels. Dalam konteks ini komunisme bisa dikatakan sebagai bentuk kondisi masyarakat
anarkis, yang tidak lagi membutuhkan figur seorsng pemimpin, tidak membutuhkan negara
sebagai lembaga kewenangan verikal. Pada fase sosialisme para pekerja akan mengambil alih
kepemilikan alat-alat produksi yang kemudian akan digunakan oleh pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan sosial secara merata. Pada praktiknya, gagasan sosialisme Marxist
inilah yang menginspirasi pembentukan negara-negara yang kita kenal sebagai “negara
komunis” seperti RRC, Uni Soviet, Vietnam dll. Negara sosialis pertama yang menyusun
konstitusi tertulis dengan menuangkan ketentuan pasal-pasal kebijakan ekonomi didalamnya
adalah Jerman, yaitu dalam konstitusi Weimar pada tahun 1918. Sesudah Jerman, ide
pembuatan pasal-pasal kebijakan ekonomi dalam naskah undang-undang dasar ini terjadi
dengan konstitusi Uni Soviet pada tahun 1919. Sejak saat itu setiap negara komunis atau
pemerintahan komunis terbentuk, naskah konstitusinya pasti memuat tentang kebijakan-
kebijakan perekonomian negara.
Selama ini Undang-Undang Dasar dalam pengertian konstitusi tertulis bisa dipahami
dalam konstruksi hukum dan politik. Konstitusi dikonstruksikan sebagai kontrak sosial atau
kesepakatan tertinggi. Perkembangan pengertian tentang hukum tertinggi ini terkait erat
dengan perkembangan pemikiran tentang ide kedaulatan dalam filsafat hukum dan politik
di sepanjang sejarah. Saya setuju, mengapa undang-undang dasar dikatakan sebagai hukum
tertinggi, karena itu sebagai sebuah pedoman kehidupan yang harus kita taati dan kita
laksanakan sebagaimana mestinya. Konstitusi juga memiliki peran penting sebagaivhukum
tertulis agar dimengerti oleh masyarakat dan juga sebagai kontrak sosial bagi masyarakat.
Erkembangan pemikiran tentang hukum tertinggi ini terkait erat dengan perkembangn
pemikiran tentang ide kedaulatan dalam filsafat hukum dan poltik disepanjang sejarah.
Mulai dari awal mula munculnya gagasan nomokrasi dan juga demokrasi. Nomokrasi
berasal dari kata ‘nomos’ (norma) dan ‘kratien’ atau ‘kratos’ (kekuasaan0 yang berarti
kekuasaan oleh nilai atau norma versus demokrasi yang berasal dari kata ‘demos’ dan
‘kratien’ atau ‘kratos’ yang berarti kekuasaan oleh rakyat. Pada dasarnya pemerintahan
demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi
dianggap sistem yang tepat untuk Indonesia karena rakyat Indonesia menginginkan keadilan
yang merata , maka dari itu dibutuhkan seorang pemimpin yang berasal dari mereka sendiri
yaitu dari rakyat agar bisa mengerti apa yang mereka butuhkan dan apa yang tidak tanpa
adanya unsur ketimpangan atau penyelewengan pada diri seorang pemimpin tersebut. Maka
dari itu merekan ber demokrasi demi kemajuan bangsa dan negara yang pastinya tidak
melenceng dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sendiri yaitu Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang saat ini masih menjadi pedoman penting bagi seluruh rakyat
Indonesia. Hal ini harus selalu dipegang teguh oleh setiap rakyat Indonesia, karena ini sudah
menjadi ciri khas dan ideologi bangsa Indonesia.
Lalu kedua gagasan ini diperhadapkan dengan sistem kekuasaan yang dipraktikkan
disemua lingkungan peradaban yang hanya memutuskan pengertian tentang kekuasaan itu
pads diri raja dan ratu yang memperoleh kekuasaan secara turun temurun berdasarkan
prinsip pertalian darah saja. Praktik demikian inilah yang disebut dengan monarki. Dalam
sejarah, di hampir semua lingkungan peradaban, kekuasaan raja atau ratu ini sering kali
diintergrasikan dengan pengertian kemahakuasaan tuhan. Memang pemerintahan secara
monarki ini dipimpin oleh seorang raja atau ratu, tetapi harus sesama darah biru atau sesama
pada golongan yang biasa disebut dengan ‘ningrat’ atau juga harus berdasarkan darah yakni
harus dari anak raja atau anak dari ratu tersebut yang boleh menjadi pemimpin selanjutnya.
Sistem monarki ini saya rasa tidak cocok jika ada di Indonesia karena yang diinginkan rakyat
adalah keadilan. Jika raja yang memimpin akan terjadi yang namanya kesewenang-wenangan
dalam pemerintahan yang itu jelas tidak akan cocok bagi rakyat Indonesia yang
menginginkan keadilan yang merata disetiap kalangannya.
Adapula gagasan baru yang dilontarkan oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.
Sehubungan dengan semakin berkembangnya kesadaran mengenai lingkungan hidup di
dunia ini. Di samoing monarki, teokrasi, demokrasi dan nomokrasi kiya harus
mengembangkan konsep tentang ‘ecocracy’ atau kekuasaan tentang lingkungan alam
(ekologi). Yang dipahami sebagai pemegang kekuasaan tertimggi adalah alam semesta
sebagai lingkungan hidup dan kehidupan umat manusia. Saya setuju dengan pernyataan jika
alam sebagai kekuasaan tertinggi. Alam selalu menjadi bagian yang di nomor duakan oleh
manusia. Padahal mereka para manusialah yang tinggal diatas alam tersebut. Alam semesta
dipandang sebagai anugerah kehidupan yang dapat dieksploitasi dan dieksplorasi secara
bebas oleh manusia dengan menggunakan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi yang dari
waktu ke waktu terus berkembang pesat, menyebabkan manusia seakan-akan berada diatas
segalanya.
Indonesia merupakan negara mejemuk yang terdiri atas suku, agama, dan budaya
sehingga dalam mengembangkan praktik demokrasi modern kerap kali harus
menghadap fenomena pertentangn-pertentangan politik kepentingan yang bersifat
primordial sebagai akibat ketidaksamaan pemahaman mengenai landasan filosofi
bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945 dan tujuan utama dalam berbangsa dan
bernegara. Pancasila dan UUD negara republik indonesia 1945 sesungguhnya
merupakan karya intelektual anak bangsa (pendiri bangsa) yang sangat funsamental
dalam membangun konsensus politik bangsa yang diderah kemelut seputar
perbedaan-perbedaan pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar dalam etika
bernegara. Saya sangat setuju karena keberagaman suku agama dan budaya yang ada
di Indonesia ini haruslah ada suatu ideologi untuk setidaknya tidak membuat
keberagaman Indonesia ini menjadi terpecah belah. Kita patut berterima kasih kepada
seluruh anak bangsa atau juga pendiri bangsa kita tercinta ini karena merekalah yang
merumuskan Pancasila dan UUD 1945 sehingga tidak ada banyak ketimpangan yang
terjadi pada negri kita tercinta ini. Meskipun adanya sedikit konflik yang masih terjadi
pada negri kita ini sperti ketimpangan yaitu ketidaksamaan pandangan. Tetapi disini
Pancasila lah yang menyatukan dan meluruskan pandangan masyarakat Indonesia
untuk selalu menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan demi kesejahteraan
bersama dan juga demi bangsa dan negara.
Pada fase perkembangan terkini, krisis etika telah melanda di hampir semua
elemen bangsa. Kerusakan moral kontribusi secara negatif terhadap praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN) pada penyelenggara negara. Cita-cita yang tertanam
dalam Pancasila berupa adanya integrasi nasional dan transformasi dari nilai-nilai
agama yang ada di Indonesia tidak berjalan secara efektif sehingga kelenturan norma
agama, norma hukum, norma etika dan kerusakan moral semakin memperparah
sistem etika sosial yang ada. Kerusakan moral ini menurut saya karena kurangnya
pengetahuan akan Pancasila sebagai pedoman hidup bermasyarakat berbangsa dan
bernegara. Jika pancasila diterapkan secara baik maka saya rasa kerusakan moral
bangsa Indonesia ini sedikit dmi sedikit akan mengalami penurunan dan tentu saja
tidak hanya mengandalkan Pancasila semata teta[i juga dilandasi oleh pribadi masing-
masing. Korupsi di Indonesia semakin marak terjadi bahkan lebih parah dari yang
dibayangkan. Hukuman kurungan penjara saja mungkin tidak terlalu memberikan
efek jera bagi pelaku korupsi tetapi juga harus adanya penanaman kembali atau
perbaikan moral yang terjadi dengan Pancasila sebagai dasarnya.
Nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab, rasa kesatuan
dalam berbangsa, kesadaran akan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam
kebijaksanaan dan perwakilan, dan rasa keadilan sosial yang selalu merasa terganggu
akibat peradilan hukum kita yang lemah dikarenakan perilaku korup dari segelintir
elit yang menggunakan pangkat, jabatan, kekuasaan dan wewenang untuk
memperkaya diri. Nilai-nilai inilah yanga akan hilang apabila dia selalu
menggunakan pangkat jabatan dan wewenangnya untuk dengan seenaknya
menindas rakyat yang berada dibawahnya dengan cara mengambil yang bukan
seharusnya bukan milik mereka tetapi milik rakyat yaitu dengan cara
mengkorupsinya.
Kerusakan etika dan kekacauan moral sebenarnya sudah menjadi perhatian serius
sejak awal era pemerintahan reformasi. Karena itu Majelis Permusyawaratan Rakyat
era reformasi menyusun aturan resmi yang dituangkan dalam TAP MPR/VI/2001
tentang etika kehidupan berbangsa. Maksud dan tujuan dari TAP MPR/VI/2001
tentang etika kehidupan berbangsa yakni memberikan penyadaran kepada segenap
warga tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa.
Etika kehidupan berbangsa dirumuskan dengan tujuan menjdi acuan dasar untuk
meningkatkan kualitas manusi yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia serta
berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa.