Hubungan Filsafat Dan Pendidikan
Hubungan Filsafat Dan Pendidikan
Alhamdulillah puji dan syukur kepada Allah SWT, berkat Rahmat dan
Karunia- Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini. Salawat
beriring salam saya senandungkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW, penghulu segala Nabi, yang dengan perjuangan beliaulah kita dapat hidup di
alam yang berilmu pengetahuan.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen yang telah membimbing saya dalam
pembuatan makalah yang berjudul ”Hubungan filsafat dan Pendidikan” dan
juga kepada teman-teman yang telah membantu, baik dari segi materil maupun
moril sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Saya sadar, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
masukan, kritik, serta saran yang membangun sangat saya harapkan dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Selanjutnya, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai
bahan pembelajaran dan penambahan khazanah ilmu bagi kita dalam mencapai
kualitas pendidikan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .......................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang masalah
Fisafat sebagai “Mater-Scientiarum” (induk ilmu pengetahuan), perumusannya
sangat sulit dilaksanakan, sebab nilai filsafat itu hanyalah dapat dimanifestasikan oleh
seseorang sebagai filsuf yang otentik. Setiap orang yang ingin mengejar pengertian
hidup dan kehidupan itu, maka itu berarti bahwa ia masih di atas jalan menjadi
seorang filsuf, untuk lebih memanusiakan dirinya. Sebab berfilsafat tiada lain adalah
hidup berpikir dan pemikiran sedalam-dalamnya tentang hidup dan kehidupan itu.
Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran dalam perenungannya menemukan
tiga bentuk eksistensi kebenaran yaitu: ilmu pengetahuan, filsafat dan agama. Ibarat
satu garis lurus, maka kebenaran ilmu pengetahuan mengandung kenisbian
(elativitas), yang bermuara kepada filsafat sedangkan kebenaran ilmu pengetahuan
dan filsafat kenisbian yang bermuara kepada agama, sebagai kebenaran yang mutlak
(absolut) karena bersumber dari Yang Maha Mutlak dan Maha Benar.
Oleh karena itu, dalam perenungan kita tentang bentuk pengetahuan filsafat dan
eksistensinya dalam hidup dan kehidupan manusia di jagat raya ini tidak dapat
melepaskan diri dari pembahasan dan kaitannya kepada ilmu pengetahuan dan agama.
Filsafat disebutkan sebagai suatu ilmu pengetahuan yang bersifat eksistensial
artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan justru
filsafatlah yang jadi motor penggerak kehidupan kita sehari-hari baik sebagai manusia
pribadi maupun sebagai manusia kolektif dalam bentuk suatu masyarakat atau
bangsa.
4
b. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana realita hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan ?
2. Bagaimana hubungan filsafat dengan ilmu ?
3. Dimanakah titik temu filsafat dengan ilmu pengetahuan ?
4. Apa saja perbedaan prinsipil filsafat dengan ilmu pengetahuan ?
5. Bagaimana hubungan filsafat dan pendidikan ?
6. Bagaimana kedudukan filsafat pendidikan sebagai satu disiplin ilmu ?
c. Tujuan pembahasan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami realita hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan
2. Untuk mengetahui hubungan filsafat dengan ilmu
3. Untuk mengetahui titik temu filsafat dengan ilmu pengetahuan
4. Untuk mengetahui perbedan prinsipil filsafat dengan ilmu pengetahuan
5. Untuk mengetahui hubungan filsafat dan pendidikan
6. Untuk mengetahui kedudukan filsafat pendidikan sebagai satu disiplin
ilmu .
5
BAB II
HUBUNGAN FILSAFAT DAN PENDIDIKAN
6
4. Menggunakan metode eksperimen yang terkontrol sebagai cara kerja dan sifat
terpenting; menguji sesuatu dengan menggunakan penginderaan.
Filsafat
1. Induk ilmu.
2. Sinoptis, memandang dunia dan alam semesta sebagai keseluruhan, untuk
dapat menerangkannya, menafsirkannya dan memahaminya secara
keseluruhan.
3. Bukan saja menekankan keadaan sebenarnya dari objek, melaikan juga
bagaimana seharusnya objek itu. Manusia dan nilai merupakan faktor penting.
4. Menggunakan semua penemuan ilmu pengetahuan, menguji sesuatu
berdasarkan pengalaman dengan memakai pikiran.
7
Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya sangat penting serta saling melengkapi.
Tetapi harus pula saling menghormati dan mengakui batas-batas dan sifat-sifatnya
masing-masing. Ini sering dilupakan, lalu menimbulkan bermacam-macam kesukaran
dan persoalan yang seharusnya dapat dihindari asal saja orang insyaf akan perbedaan
antara kedua ilmu pengetahuan tersebut. Misalnya seorang dokter mengatakan:
“waktu saya mengoperasi seorang pasien belum pernah saya melihat jiwanya”, maka
ia menginjak lapangan lain, meloncat dari lapangannya sendiri ke dalam lapangan
filsafat, sehingga kesimpulannya itu tidak benar lagi.
8
2. Keinginan akan syntesis (akan pandangan yang meliputi keseluruhan)
Ilmu pengetahuan itu bermacam-macam, banyak, karena kenyataan memang
beranekaragam. Didorong oleh keinginan untuk mengerti dengan lengkap dan
mendalam, maka orang membagi-bagi lapangan ilmu pengetahuan menjadi berbagai
macam yang masing-masing mempelajari satu lapangan yang khusus. Dan dalam
penghkususan itu masih terus mengadakan spesialisasi lebih lanjut. Akan tetapi
spesialisasi dalam lapangan ilmu pengetahuan khusus itu orang merasakan bahwa
bagian-bagian hanya dapat dimengerti jika dipandang dalam keseluruhannya. Ilmu
pengetahuan itu bagi jiwa manusia masih terlalu terbatas adanya, terlalu terbagi-bagi
pula. Yang dikehendaki oleh akal budi manusia adalah kesatuan didalam
kebanyakragaam itu, pandangan yang meliputi seluruh lapangan ilmu pengetahuan.
Sedang dasarnya yang lebih dalam lagi ialah: bagi seluruh dunia, manusialah yang
menjadi pusat dan puncaknya. Sambil hidup didunia ini haruslah mencari tujuan
hidupnya, serta sesuai dengan harkat dan martabat manusia artinya dengan sadar
bebas merdeka dan harus menentukan jalannya. Ia harus menentukan sikap dan
kedudukannya terhadap sesama manusia , terhadap diri sendiri serta terhadap Tuhan
pula. Maka diatas hasil-hasil penyelidikan ilmu pengetahuan itu ia memerlukan suatu
pengetahuan lagi yang lebih luas, meliputi semua lapangan kehidupannya, dan
dengan mana ia dapat menempatkan dirinya sendiri didalam keseluruhannya itu.
Pengetahuan inilah yang disebut “filsafat”.
3. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari ilmu pengetahuan itu sendiri
Lain daripada itu ilmu pengetahuan itu tidak dapat menjawab semua pertanyaan-
pertanyaan yang timbul bagi seseorang manusia, malahan ilmu pengetahuan itu
sendiri menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu
pengetahuan itu sendiri. Seperti telah dikatakan tadi, ilmu hayat misalnya tanpa
pembuktian menerima adanya makhluk-makhluk hidup. Apabila seorang ahli alam
menyelidiki benda-benda mati,maka ia harus menerima adanya benda-benda hidup,
hal itu tidak menjadi persoalan bagi mereka dan berpangkalan pada pengertian dan
9
kejadian-kejadian yang oleh ilmu pengetahuan itu dianggap sudah pasti, tidak
memerlukan pembuktian ataupun penyelidikan lagi, begitu juga dengan ahli kimia
dan ahli sejarah. Ini semuanya tidaklah dipersoalkan atau perlu dibuktikan terlebih
dahulu. Ini diterima sebagai kenyataan. Akan tetapi sementara itu teranglah bahwa ini
tidak seterang seperti anggapan mereka. Bahwa mengenai hal ini ada persoalan-
persoalan juga. Seorang ahli kimia tidak bertanya: “apakah benda itu” dan mengapa
justru benda itu ada?. Ahli sejarah tidak bertanya mengenai: siapakah sebetulnya pada
hakikatnya manusia itu?, mengapaia hidup di dalam waktu?, dll.
Akan tetapi pertanyaan pertanyaan seperti ini akan timbul: “seorang dokter
menunjukkan hubungan sebab akibat antara dua gejala yang diperiksanya, misalnya
antara makan dan matinya seseorang pasien itu tadi.
Maka jelaslah bahwa kita sebagai manusia disamping ilmu-ilmu pengetahuan
khusus masih memerlukan suatu ilmu pengetahuan lain lagi, suatu ilmu yang khusus
mempelajari soal-soal seperti tersebut diatas. Dan ilmu pengetahuan itu tidak lain
adalah “filsafat”, filsafatlah yang bertugas dalam hal :
a. Memberikan kenyataan-kenyataan yang “terakhir”
b. Memberikan syntesis yang diinginkan
c. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari ilmu pengetahuan
Semua ilmu pengetahuan tentu berdasarkan anggapan bahwa barang-barang
yang dipandangnya sebagai objek itu tentu ada, akan tetapi ilmu-ilmu pengetahuan itu
tidak mengatakan sepatah kata pun tentang:
a. Apakah yang disebut “ada” itu?
b. Apakah hidup itu?
c. Apakah sebab itu?
d. Apakah pikiran itu?
e. Apakah mengerti itu?
Apabila ternyata bahwa “ada” itu ada tingkatannya, maka dipersoalkan apa
arti “ada” itu dalam setiap tingkatan itu dalam barang-barang mati, dalam tumbuh-
10
tumbuhan, dalam binatang-binatang dan dalam manusia. Dan apabila ternyata bahwa
manusia itu sendiri belumlah merupakan penjelasan yang terakhir dari kesemuanya
itu, maka diteruskanlah penyelidikannya hingga sampailah ia pada tuhan, sebab
pertama dan tujuannya terakhir dari dunia dan manusia. Maka jika misalnya ilmu
mendidik dibangun atas keyakinan bahwa manusia memang dapat dididik, filsafatlah
yang membicarakan apakah manusia itu sesungguhnya, apakah dan mengapakah ia
perlu atau mungkin dididik .
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Filsafat, dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara
pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan
problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikannya, disamping
menggunakan metode-metode ilmiah lainnya. Sementara itu dengan filsafat, sebagai
11
pandangan tertentu terhadap sesuatu objek, misalnya filsafat idealisme, realisme,
materialisme, dan sebagainya, akan mewarnai pula pandangan ahli pendidikan
tersebut dalam teori-teori pendidikan yang dikembangkannya. Aliran filsafat tertentu
akan mempengaruhi dan memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori
yang dikembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut. Dengan kata lain, teori-teori
dan pandangan –pandangan filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh seorang
filosof, tentu berdasarkan dan bercorak serta diwarnai oleh pandangan dan aliran
filsafat yang dianutnya.
2. Filsafat , juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah
dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan
lairan filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata, artinya
mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah
dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan
kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat
Di samping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan pendidikan
mempunyai hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali
Saifullah dalam bukunya: “ Antara Filsafat dan Pendidikan”, sebagai berikut:
“Filsafat pendidikan sebagai suatu lapangan studi mengarahkan pusat
perhatiannya dan memusatkan kegiatannya pada dua fungsi tugas normatif ilmiah,
yaitu:
a. Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan,
konsep tentang sifat hakiki manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi
pendidikan serta isi moral pendidikannya.
b. Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education)
yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi
pendidikan dan metodologi pendidikan dan pengajaran.
Definisi di atas merangkum dua cabang ilmu pendidikan, yaitu: filsafat
pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan hubungan antara keduanya adalah
12
yang satu suplemen terhadap yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru
sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu”.1
1 Ali saifullah h.A., Antara filsafat dan pendidikan , Usaha Nasional, Surabaya, 1983
13
Kemudian pembahasan tentang kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu
pengetahuan atau berpikir filosofis dan berpikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini
dengan Piaget tentang epostemologi genetis, yaitu fase-fase berpikir dan pikiran
manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai dari tahun pertama
usia anak hingga dewasa sebagaimana diuraikan oleh Halford sebagai berikut:
Jasa utama dari piaget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal
tingkah laku yang terdiri atas 4 fase, yaitu:
1. Fase Sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia dimana cara
berpkir anak masih sangat ditentukan oleh kemampuan pengalaman
sensorinya, sehingga saat sedikit terjadi peristiwa berpikir yang sebenarnya ,
dimana tangapan tidak berperan sama sekali dalam proses berpikir dan pikiran
anak.
2. Fase Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5-8 tahun, yang ditandai
adanya kegiatan berpikir dengan mulai menggunakan tanggapan(disebut logika
fungsional). Ia tidak menyebut dengan berpikir berdasar hubungan sebab
akibat, seperti pendapat para ahli psikologi perkembangan.
3. Fase operasional yang Kongkret, yaitu kegiatan berpikir untuk memecahkan
persoalan secara konkret dan terhadap benda-benda yang konkret pula.
4. Fase Operasional Formal, pada anak dimulai usia 11 tahun. Anak telah mulai
berpikir abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan
menggunakan hipotesa serta memprosesnya secara sistematis dalam rangka
menyelesaikan problema walaupun si anak belum mampu membayangkan
kemungkinan-kemungkinan bagaimana realisasinya.
Dari uraian dan contoh tadi dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu
menerima dasarnya dari filsafat, dengan rincian antara lain:
1. Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem
2. Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari
ilmu pengetahuan itu
14
3. Di samping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang
digunakan dalam taip-tiap ilmu pengetahuan
4. Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memperoleh sifat ilmu itu kalau menepati
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh filsafat. Artinya tidak mungkin tiap
ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan dengan meninggalkan
syarat yang telah ditentukan oleh filsafat
5. Filsafat juga memberikan metode atau cara kepada tiap ilmu pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Disamping ilmu-ilmu pengetahuan, maka dipergunakan suatu ilmu pengetahuan
lain lagi, yaitu filsafat.Dengan perkatan lain: filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan
yang mempunyai sifat-sifat ilmu pengetahuan. Akan tetapi jelaslah bahwa filsafat
tidak termasuk ruangan ilmu pengetahuan yang khusus. Filsafat boleh dikatakan suatu
ilmu pengetahuan, tetapi objeknya tidak terbatas, jadi mengatasi ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya, merupakan bentuk pengetahuan yang tersendiri. Tentang
hubungan antara filsafat dengan Ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, merupakan bentuk
pengetahuan yang tersendiri, tingkatan pengetahuan (level of thought) tersendiri.
Tentang hubungan antara filsafat dengan ilmu-ilmu pengetahuan itu telah
menimbulkan persoalan yang hangat. Pada waktu sekarang dengan tegas dibedakan
lapangannya masing-masing antara filsafat dan ilmu pengetahuan
Sifat khusus dari filsafat ialah bahwa filsafat hendak menunjukkan hubungan
antara gejala-gejala, yang bersifat keharusan, artinya bahwa gejala-gejala itu memang
seharusnya demikian adanya. Alat yang digunakan dalam penyelidikan itu ialah akal
budi, pikiran manusia sendiri (by natural light of the human intellect). Jadi filsafat
hanya menggunakan budi murni, untuk mencapai sebab-sebab yang terdalam itu,
15
tidak berdasarkan pertolongan istimewadari wahyu Allah atau syarat-syarat yang
melampoi kodrat budi murni kita, melainkan berdasarkan kekuatannya sendiri, hanya
dengan pertolongan pancaindera dan analisa-analisa lainnya.
Inilah yang membedakan filsafat dari “ilmu universal” yang lainnya ialah agama
dan theologi. Kedua ilmu universal ini mengenai keseluruhan yang ada, meliputi
seluruh hidup manusia. Tetapi agama atau theologi memberikan jawabannya
berpangkal pada tuhan. Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa: objek filsafat adalah
segala sesuatu yang ada, sudut pandangannya adalah sebab-sebab yang terdalam, sifat
filsafat adalah sifat-sifat ilmu pengetahuan dan jalannya filsafat dalam usaha mencari
jawaban-jawaban adalah dengan berdasarkan kekuatan pikiran manusia atau budi
murni dan tidak berdasarkan wahyu Allah atau pertolongan istimewa dari agama atau
Tuhan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan Pengantar ke Ilmu dan Filsafat, jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1991
Semiawan Conny R, dkk, Spirit Inovasi dalam Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Indeks,
2010
17