Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. TALI PUSAT
1. Definisi

Tali pusat (umbilical cord) adalah saluran kehidupan bagi janin selama
dalam kandungan dengan plasenta. Saluran ini biasanya terdiri dari tiga
pembuluh darah yaitu satu pembuluh darah vena dan dua pembuluh darah
arteri (Callahan, L dalam Mattson & Judi, 2004 : 63)

2. Fisiologi Tali Pusat Janin

Pembentukan tali pusat dimulai dari mesoderm connecting stalk yang


memiliki kemampuan angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi
pembuluh darah dan connecting stalk tersebut akan menjadi tali pusat. Pada
tahap awal perkembangan rongga perut masih terlalu kecil untuk usus yang
berkembang, sehingga sebagian usus terdesak kedalam rongga selon
ekstraembrional pada tali pusat. Pada sekitar akhir bulan ketiga, penonjolan
lengkung usus (intestional loop) ini masuk kembali kedalam rongga abdomen
janin yang telah membesar. Kandung kuning telur (yolk-sac) dan tangkai
kandung kuning telur (ductus vitellinus) yang terletak dalam rongga korion,
yang juga tercakup dalam connecting stalk, juga tertutup bersamaan dengan
proses semakin bersatunya amnion dengan korion. Setelah struktur lengkung
usus, kandung kuning telur dan duktus vitellinus menghilang, tali pusat
akhirnya hanya mengandung pembuluh darah umbilikal (2 arteri umbilikalis
dan 1 vena umbilikalis) yang menghubungkan sirkulasi janin dengan plasenta.
Pembuluh darah umbilikal ini diliputi oleh mukopolisakarida yang disebut
wharton’s jelly ( Cunningham, et all, 2005 : 129).

3. Fungsi Tali Pusat

Tali pusat berfungsi sebagai saluran yang menghubungkan antara plasenta


dan bagian tubuh janin sehingga janin mendapat asupan oksigen, makanan dan
antibody dari ibu yang sebelumnya diterima terlebih dahulu oleh plasenta
melalui vena umbilikalis. Selain itu tali pusat juga berfungsi sebagai saluran
pertukaran bahan-bahan kumuh seperti urea dan gas karbon dioksida yang
akan meresap keluar melalui arteri umbilikalis. ( Cunningham, et all, 2005 :
130).

4. Sirkulasi Darah Pada Tali Pusat

Sebelum janin lahir tali pusat merupakan saluran sirkulasi darah dari
plasenta ke janin. Darah arteri dari plasenta mengalir melalui vena umbilicus
dan dengan cepat mengalir kehati kemudian masuk ke vena kava inferior.
Darah mengalir ke foramen ovale dan masuk ke atrium kiri, tidak lama
kemudian, darah muncul di aorta dan arteri didaerah kepala. Sebagian darah
mengalir melalui jalan pintas dihati dan menuju ke duktus venosus. Sebagian
besar darah vena dari tungkai bawah dan kepala masuk ke atrium kanan,
ventrikel kanan, dan kemudian menuju arteri pulmoner desenden dan duktus
artriosus. Dengan demikian, foramen ovale dan duktus arteriosus berfungsi
sebagai bypass, yang memungkinkan sejumlah besar darah campuran yang
dikeluarkan jantung kembali ke plasenta tanpa melalui paruparu. Kira-kira 55
% darah campuran, yang keluar dari ventrikel, mengalir menuju plasenta, 35
% darah mengalir ke jaringan tubuh, dan 10 % sisanya mengalir ke paruparu.
Setelah lahir foramen ovale menutup, duktus arteriosus menutup dan menjadi
sebuah ligament, duktus venosum menutup dan menjadi sebuah ligament,
arteri dan vena umbilikalis menutup dan menjadi ligament. (Bobak, et al, 2004
: 363)

5. Kelainan Tali Pusat

Kelainan tali pusat terdiri dari, (a) Kelainan insersi tali pusat, yaitu insersi
tali pusat yang abnormal dimana tempat melekatnya tali pusat berada pada
selaput janin (insersi korda velamentosa). (b) Kelainan panjang tali pusat yaitu
kelainan tali pusat dimana panjang mencapai 300 m, tali pusat pendek, dan
tidak adanya tali pusat (achordia). Panjang tali pusat normalnya adalah 50-55
cm, (c) Tidak terbentuknya arteri umbilikalis artinya tali pusat hanya memiliki
satu arteri (arteri tunggal), (d) Torsi tali pusat yaitu terjadi akibat gerakan janin
sehingga tali pusat terpilin, (e) Striktur tali pusat yaitu terjadi pada tali pusat
yang sangat kekurangan jelly Wharton, (f) Hematoma tali pusat yaitu terjadi
akibat pecahnya satu variks, biasanya berasal dari vena umbilicalis dengan
efusi darah kedalam tali pusat, (g) Kista tali pusat yaitu kista yang terbentuk
dari sisa-sisa gelembung umbilical atau allantois. Ada murni dan palsu
bergantung pada asalnya, (h) Edema pada tali pusat, yaitu terjadi pada bayi
yang mengalami maserasi, (i) Omfalitis yaitu infeksi pada tali pusat yang
ditandai dengan tali pusat basah disertai bau yang tidak sedap, (j) Tetanus
Neonatorum yaitu Infeksi pada tali pusat yang disebabkan oleh clostridium
tetani yang masuk melalui tali pusat. (Sodikin, 2009 : )

6. Memotong Tali Pusat

Pemotongan tali pusat dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

a. Alat
1) klem desinfeksi tingkat tinggi (DTT) 2 buah
2) gunting tali pusat desinfeksi tingkat tinggi 1 buah.
3) Handscoen steril 1 buah.
b. Cara Memotong
1) Cuci tangan terlebih dahulu atau celup tangan dalam larutan klorin.
Kemudian gunakan handscoon steril.
2) Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi
kecuali tali pusat.
3) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari
umbilicus bayi. Kemudian melakukan urutan pada tali pusat kearah
ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama.
4) Memegang tali pusat diantara 2 klem menggunakan tangan kiri,
dengan perlindungan jari-jari tangan kiri, kemudian tangan yang
lain memotong tali pusat diantara 2 klem tersebut dengan gunting
tali pusat. (JNPK-KR, 2008 : 130).

7. Tujuan Perawatan Tali Pusat

Tujuan perawatan tali pusat adalah untuk mencegah infeksi dan


mempercepat pemisahan tali pusat dari perut. Tali pusat bisa menjadi jalan
masuk untuk terjadinya suatu proses infeksi, dimana proses infeksi bisa terjadi
sejak pemotongan tali pusat yang masih terhubung dengan plasenta ibu,
maupun setelah fisik bayi terlepas dari ibu. Sisa potongan tali pusat pada bayi
harus dirawat, jika tidak dirawat dengan baik maka dapat memperlambat
putusnya tali pusat dan menjadi tempat koloni bakteri yang berasal dari
lingkungan sekitar dan terjadilah infeksi. Transmisi infeksi ini dapat dicegah
dengan membiarkan tali pusat kering dan bersih, sehingga tali pusat cepat
kering dan putus (Simkin ,P. T, et all, 2007 : 339).

Pengetahuan tentang faktor yang menyebabkan terjadinya kolonisasi


bakteri pada tali pusat sampai saat ini belum diketahui pasti. Pemisahan yang
terjadi antara pusat dan tali pusat dapat disebabkan oleh keringnya tali pusat.
Perawatan tali pusat tersebut sebenarnya sederhana, yang penting pastikan tali
pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering. Selalu cuci tangan
dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat,
tidak boleh ditutup rapat karena akan membuatnya lembab. Pastikan tali pusat
terkena udara dengan leluasa. ( JNPKKR, 2008 : 130)

8. Faktor- faktor yang mempengaruhi waktu lepasnya tali pusat

Waktu lepasnya tali pusat pada bayi baru lahir dipengaruhi oleh beberapa
hal yaitu (a) cara perawatan tali pusat. (b) timbulnya infeksi pada tali pusat
menyebabkan pengeringan dan pelepasan tali pusat menjadi lambat. (c)
kelembaban tali pusat, dalam hal ini tali pusat tidak boleh ditutup rapat dengan
apapun karena dapat membuat tali pusat menjadi lembab sehingga
memperlambat putusnya tali pusat dan menimbulkan resiko infeksi. (d)
kondisi sanitasi lingkungan neonatus, karena tindakan atau perawatan yang
tidak memenuhi syarat termasuk alat-alat tenun bayi (WHO, 2003).

9. Waktu dan proses putusnya tali pusat

Proses putusnya tali pusat dimulai dari tali pusat yang kehilangan air dari
jeli Wharton yang menyebabkan mumifikasi tali pusat beberapa waktu setelah
lahir. Dalam dua puluh empat jam jaringan ini kehilangan warna putih
kebiruannya yang khas. Penampilan yang basah dan segera menjadi kering
dan hitam (gangrene) yang dibantu oleh mikroorganisme. Perlahan-lahan garis
pemisah timbul tepat diatas kulit abdomen, dan dalam beberapa hari itu
terlepas, meninggalkan luka granulasi kecil yang setelah sembuh membentuk
umbilicus (pusar) ( Cunningham, et all, 2005 : 444).

Tali pusat normalnya mengkerut dan mengering dalam beberapa hari


pertama dan kemudian lepas satu sampai dua minggu pertama. Adanya darah
dari dasar tali pusat ketika lepas secara bertahap adalah normal. Tanda infeksi
seperti bau menyengat, kemerahan pada kulit dasar tali pusat, kemerahan yang
menyebar ke abdomen, dan purulen harus dilaporkan (Walsh, 2007 : 377).

Penelitian yang dilakukan oleh Suryani, dkk (2006), yaitu membandingkan


waktu pelepasan tali pusat dengan metode perawatan kasa kering dan kasa
alkohol 70 % menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan signifikan antara kedua
kelompok perlakuan. Pada kelompok kasa alkohol 70 % mempunyai titik
waktu maksimal untuk pelepasan tali pusat bayi pada hari ke 13. Sedangkan
pada kelompok kasa kering terdapat kecenderungan yang cukup nyata pada
waktu lepasnya tali pusat menjadi lebih singkat yaitu kurang dari delapan hari.

10. Perawatan Tali Pusat


Perawatan yang tepat yang dilakukan pada bayi baru lahir dapat
menurunkan kematian dan kecatatan karena sebagian besar kematian
disebabkan oleh infeksi, hipotermia dan asfiksia yang dapat dicegah atau
diobati. Intervensi pencegahannya sebenarnya sederhana , tidak mahal, dan
mudah didapat. Masalah kritisnya adalah penekanan peran dan tanggung
jawab masyarakat dalam menjalani kehidupan masing-masing. Salah satu cara
untuk melakukannya adalah dengan melibatkan setiap wanita yang baru
melahirkan dalam perencanaan dan penatalaksanaan perawatan pada bayinya
(WHO, 2003 : 9). Perawatan tali pusat dimulai segera setelah seluruh badan
bayi lahir, yaitu mulai pada saat pemotongan tali pusat, dengan sterilisasi alat
yang baik. Untuk perawatan selanjutnya dianjurkan untuk cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan perawatan tali pusat untuk menghindari infeksi. Pada
perawatan harian perawatan tali pusat nasehat yang diberikan pada ibu dan
keluarganya adalah cukup dibersihkan dengan air DTT (desinfeksi tingkat
tinggi), jangan membungkus tali pusat atau mengoleskan /memberikan bahan
apapun, yang perlu dilakukan adalah menjaga tali pusat tetap kering (JNPK-
KR, 2008 :130).
Perawatan tali pusat dengan kassa kering merupakan perawatan dengan
membalut tali pusat dengan kassa hidrofil yaitu berupa tenunan longgar,
bermata besar, kain tenun yang dapat menyerap cairan dengan baik. Prosedur
Perawatan tali pusat dengan ditutup kasa kering :
a. Alat/bahan :
1) Kasa hidrofil
2) Air DTT (desinfeksi tingkat tinggi) dalam kom steril
b. Cara perawatan :
1) Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih
2) Membersihkan tali pusat dengan kassa hidrofil dan air DTT
(desinfeksi tingkat tinggi).
3) Mengeringkan tali pusat dengan kassa hidrofil sampai betul-betul
kering
4) Biarkan tali pusat 1-2 menit dalam keadaan terbuka agar terkena
udara.
5) Membungkus kembali tali pusat dengan kassa hidrofil dalam keadaan
longgar.
6) Melipat popok dibawah tali pusat.
7) Mencuci tangan kembali dengan sabun dan air bersih setelah
melakukan perawatan tali pusat (JNPK-KR, 2008 : 130)

11. Infeksi Tali Pusat


Infeksi pada tali pusat Infeksi pada tali pusat yang dikenal dengan
omphalitis adalah peradangan pada tali pusat yang disebabkan oleh
stafilokokus, streptokokus, atau bakteri gram negatif. Kondisi ini muncul jika
kurang benar dalam merawat tali pusat seperti kurang bersih dan kurang
kering. Infeksi ini ditandai oleh beberapa hal antara lain :
a. Bernanah yaitu keluarnya pus pada tali pusat
b. Tali pusat lengket dan berbau yaitu timbulnya bau yang tidak sedap
dari tali pusat bayi
c. kulit dan daerah sekitar tali pusat berwarna kemerahan.
Pada keadaan lanjut bila tidak ditangani setelah tanda-tanda infeksi dini
ditemukan, infeksi dapat menyebar kebagian dalam tubuh disepanjang vena
umbilicus dan akan mengakibatkan thrombosis vena porta, abses hepar dan
septikemia. Bila bayi mengalami sakit yang berat, bayi akan tampak kelabu
dan menderita demam yang tinggi. Pengobatan pada stadium dini biasanya
dimulai dengan pemberian antibiotik. Oleh sebab itu, penting dilakukan
perawatan tali pusat dengan rutin dan cermat, dan melaporkan sedini
mungkin bila dijumpai tanda-tanda infeksi pada tali pusat (Sodikin, 2009).

B. GRANULOMA UMBILIKALIS
1. Definisi
Granuloma umbilikalis merupakan kelainan umbilikal yang paling umum
ditemukan dalam praktik neonatal. Granuloma umbilikalis bukan suatu
kelainan kongenital sejati, tetapi menandakan suatu inflamasi dan
pembentukan jaringan granulasi yang sedang berlangsung dari umbilikus yang
belum mengalami epitelialisasi (Piparsaliya, et al., 2011; Pomeranz, 2004).
Setelah pemisahan tali pusat, sebuah massa kecil dari jaringan granulasi
dapat terbentuk pada dasar umbilikus. Granuloma ini terdiri dari jaringan
granulasi sejati dengan fibroblas dan kapiler (Cilley,). Secara klasik berupa
massa bundar, lembab, erythematous, bertangkai, dan biasanya berdiameter 3-
10 mm. kolonisasi bakteri dan infeksi memegang peranan dalam pathogenesis.
Penanganan yang paling umum dilakukan adalah kauterisasi dengan
menggunakan Silver Nitrate 75% (AgNO3) hingga area granuloma mengalami
epitelialisasi, biasanya diulangi dua hingga tiga kali. Jarang sekali granuloma
umbilikalis persisten membutuhkan tindakan operasi (Piparsaliya, et al.,
2011). Adapun penanganan secara operatif dilakukan dengan melakukan
excisi dan selanjutnya mengaplikasikan Silver Nitrate atau materi hemostatik
yang dapat diserap (absorbable) lainnya. Apabila pada suspek granuloma
umbilikalis tidak memberikan respon terhadap kauterisasi, alternatif diagnosis
perlu dipertimbangkan (Piparsaliya, et al., 2011; Pomeranz, 2004).

2. penyebab
Belum ada penyebab pasti terjadinya granuloma umbilikalis, Tapi yang
pasti, kesalahan perawatan kebersihan pusar berkontribusi besar dalam
munculnya granuloma umbilical. Kemungkinan lain yang mungkin menjadi
risiko yaitu lepasnya tali pusat lebih dari dua minggu.

3. Tanda dan gejala


Ada beberapa gejala yang dialami oleh bayi ketika mengalami infeksi
granuloma umbilikal, yakni:
a. Demam
b. Terdapat ruam merah atau bengkak di sekitar pusar
c. Bayi rewel atau menangis ketika pusarnya dipegang
d. mengeluarkan bau busuk
e. Pusar mengalami pendarahan atau bernanah

4. penatalaksanaan
a. Perawatan Silver Nitrate
Perawatan ini dapat menyebabkan granuloma mengering, menyusut,
dan menghilang. Ini mungkin memerlukan beberapa kunjungan terapi.
Silver nitrate adalah perawatan yang paling umum untuk masalah
pusar pada bayi baru lahir.

b. Penyemprotan nitrogen cair


Perawatan ini akan menyebabkan jaringan membeku dan terlepas.
c. Operasi kecil dengan memakai benang bedah
Dokter dapat mengikat pangkal granuloma dengan benang bedah. Ini
memotong suplai darah ke jaringan, dan pada akhirnya akan terlepas.
d. Pengangkatan dengan pembedahan
Dalam upaya terakhir, dokter dapat dengan operasi kecil untuk
mengangkat jaringan.

Terapi granuloma umbilikalis tidak menyebabkan bayi merasa


ketidaknyamanan atau rasa sakit. Pada kunjungan selanjutnya, dokter
akan menentukan apakah granuloma sudah sembuh dengan tepat atau
apakah diperlukan pengobatan tambahan.

C. HOSPITALISASI

1. Pengertian Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan

yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah


sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke

rumah. (Supartini, 2004).

Hospitalisasi adalah bentuk stresor individu yang berlangsung

selama individu tersebut dirawat di rumah sakit. (Muhaj, 2009).

Hospitalisasi pada anak-anak (Hospitalisme in children) adalah

suatu sindrom yang berkaitan erat dengan depresi (depresen) analitik,

terjadi pada di rumah sakit yang dirawat secara terpisah dari ibunya atau

pengganti peran ibu dalam kurun waktu yang lama. Kondisi ini ditandai

dengan tidak adanya kegairahan, tidak responsif, kurus, pucat, nafsu

makan buruk, tidur terganggu, episode demam, hilangnya kebiasaannya

menghisap dan nampak tidak bahagia. Gangguan ini dapat pulih kembali

dengan anak dalam waktu 2-3 minggu. (Bastman dkk, 2004).

2. Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi Anak

Menurut Supartini (2004), reaksi orang tua terhadap perawatan

anak di rumah sakit dan latar belakang yang menyebabkan dapat diuraikan

sebagai berikut :

a. Perasaan Cemas dan Takut

Perasaan yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan

adanya perasaan cemas dan takut ini adalah sering bertanya atau

bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada orang berbeda,

gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah.

b. Perasaan Sedih

Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi

terminal dan orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan
anaknya untuk sembuh. Bahkan, pada saat menghadapi anaknya yang

menjelang ajal, rasa sedih dan berduka akan dialami oleh orang tua.

Disatu sisi orang tua dituntut untuk berada disamping anaknya dan

memberi bimbingan spiritual pada anaknya, dan disisi lain mereka

menghadapi ketidakberdayaan karena perasaan terpukul dan lebih yang

amat sangat. Pada kondisi ini orang tua menunjukkan perilaku isolasi

atau tidak mau didekati orang lain bahkan tidak kooperatif terhadap

petugas kesehatan.

c. Perasaan Frustasi

Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan

dirasakan tidak mengalami perubahan serta tidak ada kuatnya

dukungan psikologi yang diterima orang tua baik dari keluarga

maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan

frustasi. Oleh karena itu, seringkali orang tua menunjukkan perilaku

tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan, bahkan menginginkan

pulang paksa.

Sedangkan menurut Nursalam (2005), reaksi keluarga terhadap

anak yang sakit dan dirawat di Rumah Sakit antara lain:

a. Reaksi orang tua

Reaksi orang tua terhadap anaknya yang sakit dan dirawat di

rumah sakit di pengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain :

1) Tingkat keseriusan penyakit anak


2) Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit

3) Prosedur pengobatan

4) Sistem pendukung yang tersedia

5) Kekuatan ego individu

6) Kemampuan dalam penggunaaan koping

7) Dukungan dari keluarga

8) Kebudayan dan kepercayaan

b. Reaksi saudara kandung (sibling)

Reaksi saudara sekandung terhadap anak yang sakit dan di rawat di

rumah sakit adalah kesepian, ketakutan, kekhawatiran, marah,

cemburu, benci, dan merasa bersalah. Orang tua sering kali

mencurahkan perhatian yang lebih besar terhadap anak yang sakit di

bandingkan dengan anak yang sehat. Hal ini akan menimbulkan

perasaan cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak.

c. Penurunan peran anggota keluarga.

Dampak dari perpisahan terhadap peran keluarga adalah

kehilangan peran orang tua, saudara, dan anak cucu. Perhatian orang

tua hanya tertuju pada anak yang sakit. Akibatnya saudara-saudaranya

yang lain menganggap bahwa hal tersebut tidak adil. Respon tersebut

biasanya tidak disadari dan tidak disengaja. Orang tua sering

menyalahkan perilaku saudara kandung tersebut sebagai perilaku anti

sosial. Sakit akan membuat anak kehilangan kebersamaan mereka

dengan anggota keluarga yang lain atau teman sekelompok

d. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan


1. Roming in

Roming in berarti orang tua dan anak tinggal bersama. Jika

tidak bisa, sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat

untuk mempertahankan kontak/komunikasi antara orang tua anak.

2. Partisipasi orang tua

Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat

anak yang sakit, terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan.

Perawat dapat memberikan kesempatan pada orang tua untuk

menyiapkan makanan anak dan memandikannya. Dalam hal ini,

perawat berperan sebagai pendidik kesehatan (health educator)

bagi keluarga.

3. Membuat ruangan perawatan seperti situasi di rumah dengan

mendekorasi dinding memakai poster/kartu bergambar sehingga

anak merasa aman jika diruang anak tersebut.


Mind Mapping Granuloma Umbilikalis

Kelainan umbilikal akibat dari inflamasi dan


pembentukan jaringan granulasi yang sedang
belum ada penyebab pasti berlangsung dari umbilikus yang belum
mengenai penyebab PERAWATAN SILVER
mengalami epitelialisasi.
terjadinya granuloma NITRAT
umbilikalis. Kemungkinan PENYEMPROTAN
penyebab resiko lepasnya NITROGEN CAIR
DEFINISI
tali pusat lebih dari 2
minggu PENYEBAB OPERASI KECIL DENGAN
MEMAKAI BENANG
PENATALAKSANAAN
BEDAH
Granuloma
PENGANGKATAN DENGAN
TANDA DAN
Umbilikalis PEMBEDAHAN
Berikut adalah tanda dan GEJALA
gejala setelah terjadinya
infeksi :

Demam

Ruam merah dan bengkak


di sekitar pusat 1. NYERI AKUT
2. KETAKUTAN
Bayi rewel bila pusatnya MASALAH
3. RESIKO INFEKSI
disentuh KEPERAWATAN 4. RESIKO JATUH
Pusar mengeluarkan bau
busuk

Pusat mengalami
perdarahan dan bernanah

Anda mungkin juga menyukai