Anda di halaman 1dari 6

PRO-ANALISIS TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Pendidikan Inklusi


Dosen Pengampu: Bapak Budi Wahyono, S. Pd., M. Pd.

Disusun Oleh:
Widya Candra Dewi
NIM. K7616070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
April 2018

1
Pro Analisis terhadap Pendidikan Inklusi

Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang sama untuk


memperoleh pengetahuan serta harus diberikan kesempatan untuk dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya, baik untuk anak penyandang cacat
maupun anak normal. Setiap anak memiliki karakteristik, potensi dan kebutuhan
belajar yang berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga sistem pendidikan dapat
dirancang dengan memperhatikan setiap karakteristik dari peserta didik.
Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang menempatkan anak berkebutuhan
khusus dan anak normal mendapatkan hak dan kewajiban pendidikan yang sama,
hal ini bertujuan untuk pemerataan pendidikan tanpa adanya pemisah atau dinding
antara anak berkebutuhan khusus dengan anak normal. Pendidikan inklusi
memiliki dasar hukum internasional berupa Deklarasi Salamanca. Didalam
deklarasi tersebut memuat penegasan terkait pendidikan untuk semua atau
Education for All dimana perlunya memberikan pendidikan kepada anak
penyandang kebutuhan khusus di dalam sistem pendidikan reguler tanpa
memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik dan lain
sebagainya. Sekolah reguler dengan menerapkan sistem pendidikan inklusi
didalamnya, merupakan alat yang paling efektif untuk menghindari adanya sikap
diskriminasi sehingga semua anak dapat mendapatkan pendidikan dengan tidak
mendeskriminasikan masalah etnis, agama, maupun kecacatan dan dapat
menciptakan masyarakat atau lingkungan yang ramah, nyaman serta dapat
mencapai pendidikan bagi semua golongan. Pendidikan inklusi perlu
dikembangankan karena beberapa hal, diantaranya adalah :

1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis pendidikan inklusi di Indonesia adalah Pancasila
dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai fondasi yang kuat untuk
mempersatukan bangsa dengan berbagai macam karakteristik yang ada.
Dilihat dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan
keberbakatan lainnya hanyalah salah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya
perbedaan suku, ras, bahasa, budaya, maupun agama. Masyarakat hendaknya
menganggap sama semua anak, tanpa terkecuali. Apabila masyarakat
menganggap anak yang normal (non ABK) berhak memperoleh pendidikan
2
yang layak, maka anak cacat atau ABK juga berhak memperoleh pendidikan
tersebut. Apabila anak normal berhak mengembangkan potensi mereka dalam
rangka meningkatkan prestasi belajar, maka ABK juga berhak
mengembangkan potensi tersebut sesuai dengan kebutuhan khusus mereka
masing-masing.

2. Landasan Yuridis
Landasan Yuridis Internasional
Pendidikan inklusi memiliki dasar hukum internasional berupa
Deklarasi Salamanca yang diadakan di Spanyol pada tanggal 7-10 Juni 1994.
Deklarasi tersebut memuat pernyataan dukungan terhadap diselenggarakannya
pendidikan inklusi.
Landasan Yuridis Nasional
Landasan yuridis nasional pendidikan inklusi berupa berbagai
peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, baik berupa UU maupun PP.
Sumber tertinggi peraturan tertulis di Indonesia adalah UUD 1945. Pasal yang
memuat landasan hukum mengenai pendidikan untuk semua adalah Pasal 31
Ayat 1 dan 2. Pasal 31 Ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan.” Sementara Pasal 31 Ayat (2) menyebutkan
bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.” Pasal tersebut menerangkan bahwa semua
warga negara Indonesia berhak dan wajib mendapatkan pendidikan yang
layak. Hal ini tidak terbatas pada kemampuan sosial dan ekonomi, tetapi juga
pada kemampuan intelektual. Artinya, bukan hanya anak normal yang berhak
memperoleh pendidikan, tetapi ABK juga berhak memperoleh pendidikan
yang layak.

3. Landasan Pedagogis
Pada Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk membentuk ABK
menjadi manusia yang demokratis dan memiliki kecakapan lainnya, mereka
3
harus dapat bersosialisasi dengan teman sebayanya yang bukan ABK atau
dengan orang normal dalam lingkungannya. Dengan demikian, mereka akan
terbiasa menyampaikan pendapat dan mendemonstrasikan kemampuan
mereka, sehingga mereka terlatih untuk percaya diri dan mandiri.

4. Landasan Empiris
International Journal of Disability, Development, and Education:
School-Based Interventions for Improving Disability Awareness and Attitudes
Towards Disability of Students Without Disabilities; A Meta-analysis (2018:
1) menjelaskan bahwa masing-masing individu perlu mengembangkan
kesadaran sosial terhadap ABK. Mereka harus memberikan penghargaan atau
penghormatan yang sama kepada ABK sebagai bekal bagi ABK untuk
menjalani kehidupan yang wajar. Salah satu bentuk bantuan dalam
mempercepat pertumbuhan kesadaran sosial terhadap ABK adalah dengan
menyelenggarakan pendidikan inklusi. Ketika anak normal bersekolah di
tempat yang sama dengan ABK, maka ketika ABK membutuhkan bantuan,
anak normal akan tergerak untuk membantu. Rasa iba tersebut akan muncul.
Rasa iba yang dibarengi dengan tindakan berupa bantuan akan semakin
mempercepat berkembangnya kesadaran sosial. Anak normal akan semakin
terbiasa dengan kehadiran ABK, dengan demikian, mereka akan menganggap
ABK sebagaimana anak normal lainnya di mana mereka membutuhkan
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pada
jurnal yang sama dijelaskan pula bahwa dalam mengembangkan keterampilan
dalam menyelesaikan masalah, peserta didik yang normal akan semakin
terasah kemampuannya apabila dilibatkan dalam kelompok yang di dalamnya
terdapat ABK. Ketika dalam kelompok tersebut terdiri dari anak normal secara
keseluruhan, mereka mungkin akan mendapatkan kemudahan tersebut, sebab
dalam menyampaikan pendapat dalam diskusi tidak terkendala hambatan fisik,
emosional, maupun intektual.
Dengan adanya pendidikan inklusi diharapkan anak berkebutuhan
khusus mampu untuk bersosialisasi dengan masyarakat umum tanpa
terkendala, mampu mengatur tingkat emosional yang mereka miliki,
menambah rasa empati terhadap orang lain. Penyelenggaraan pendidikan
inklusif bagi anak-anak berkebutuhan khusus juga dapat menciptakan
4
lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, sehingga siswa dapat belajar
dengan nyaman dan menyenangkan. Sedangkan bagi anak normal pendidikan
inklusi mampu menjadikan mereka lebih toleransi terhadap sesama serta
mampu memberikan dukungan secara moril terhadap anak berkebutuhan
khusus untuk mengembangkan diri. Jika dilihat dari sisi keidealan sekolah
inklusi merupakan sistem sekolah yang ideal dan baik bagi anak-anak yang
berkebutuhan khusus. Jenis lingkungan yang tercipta dari sekolah inklusi ini
sangat baik baik bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus dan anak-anak
yang tidak berkebutuhan khusus, karena dengan lingkungan sekolah inklusi ini
anak-anak yang berkebutuhan kusus dengan anak-anak yang tidak
berkebutuhan kusus tidak diberi sekatan sama sekali artinya mereka dapat
saling belajar serta saling memahami satu sama lain. Penyelenggaraan sekolah
inklusi merupakan salah satu yang terpenuhi untuk membangun “masyarakat
yang iklusi”, yaitu tatanan masyarakat yang saling menghormati dan
menjunjung tinggi nilai-nolai keberagaman sebagai realitas kehidupan.

5
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai