Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab terbesar kecacatan fisik dan penyebab utama


kematian di negara berkembang. Insidens stroke meningkat dengan bertambahnya
usia, duapertiga penderita stroke berusia diatas 65 tahun, dan lebih banyak muncul
pada laki-laki dibanding perempuan. Stroke dapat menyebabkan kehilangannya
fungsi neurologis secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke
otak.1,2
Sebagian besar penyakit stroke datang tanpa peringatan. Ini berarti bahwa
tata laksana stroke bertujuan untuk membatasi kerusakan pada otak,
mengoptimalkan pemulihan, dan mencegah kekambuhan. Strategi pencegahan
stroke sangatlah penting. Pencegahan difokuskan dengan mengobatu factor
predisposisi stroke seperti hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan merokok.1
Stroke dapat disebabkan oleh oklusi pada arteri yang menimbulkan iskemi
serebri atau infark serebri, dan dapat juga disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah arteri sehingga menimbulkan perdarahan intracranial.1,3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DAN ANATOMI


Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat ( dalam detik
atau menit). Gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian,
berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun
infeksi.4,5

Gambar 1.1 Vaskularisasi Otak


Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri
vertebralis.6 Arteri karotis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis
komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina,
akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media.7 Arteri
karotis interna memberikan vaskularisasi pada regio sentral dan lateral hemisfer.
Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada korteks frontalis, parietalis

2
bagian tengah, korpus kalosum dan nukleus kaudatus. Arteri serebri media
memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis dan temporalis.8
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolumna vertebralis servikalis, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli
inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri
basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat
mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri
posterior.7 Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada batang otak dan
medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri
serebri posterior memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis, oksipitalis,
sebagian kapsula interna, talamus, hipokampus, korpus genikulatum dan
mamilaria, pleksus koroid dan batang otak bagian atas. 7

2.2 EPIDEMOLOGI
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koronen dan kanker di megara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh
dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara yang sedang berkembang.
Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta
diantaranya meninggal dalam 12 bulan.9
Insiden stroke atau angka kejadian stroke di seluruh dunia adalah 180 per
100.000 penduduk per tahun, atau hampir 0,2%. Sedangkan prevalensinya
sekitar 500-600 per 100.000 penduduk, atau sekitar 0,5%.9
Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus stroke baik
dalam kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan usia
sebesar : 15,9% (usia 45 – 55 tahun), 26,8% usia 55 – 65 tahun, dan 23,5% usia
> 65 tahun. Sedangkan insiden stroke sebesar 51,6/ 100.000 penduduk dan
kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki lebih
banyak terserang stroke dibanding perempuan dengan profil usia < 45 tahun
sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2%, dan usia > 65 tahun sebesar

3
33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, sehingga dapat
menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di
kemudian hari.9,10
Sampai saat ini stroke masih merupakan penyebab gangguan fungsional
yang pertama, dan sebanyak 15 – 30 % penderita stroke mengalami kecacatan
yang permanen. Mayoritas stroke adalah infark serebral. Sekitar 85% dari semua
stroke disebabkan oleh stroke iskemik atau infark.9,10

2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


2.3.1 ETIOLOGI
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik
yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.11
1. Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau
cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering
timbul selama tidur dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap.
Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau intermiten
dalam beberapa jam atau hari.11
2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau
cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal,
seperti bifurkasio arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis
biasanya akibat perdarahan ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai
trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak
sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak, tanpa tanda-tanda
disertai nyeri kepala berdenyut.11

2.3.2 FAKTOR RESIKO


Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke
non hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan
yang dapat di modifikasi.12

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :


1. Usia

4
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 55 tahun dan
akan meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun
dan hampir 13% berumur di bawah 45 tahun.12
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak perempuan yang
meninggal krena stroke. Risiko stroke pria 1,25 kali lebih tinggi daripada
perempuan.12,
3. Heriditer
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh
darah, dan riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih
anggota keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke.13
4. Rasa atau etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit
putih. Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita
dari pada suku Jawa (khususnya Yogyakarta).12

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :


1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam
waktu lima tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak
35% sampai 42%.12
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat
sampai enam kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko
utama terjadinya stroke non hemoragik dan stroke hemoragik.
Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan
darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin
tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah,
sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.12,14

5
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot
jantung, paska oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling
sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan
terjadinya pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga
menyumbat pembuluh darah otak.12
4. (DM) Diabetes mellitus
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan
mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko
tersebut akan menurun. Namun, ada factor penyebab ain yang dapat
memperbesar risiko stroke karena sekitar 40% penderita diabetes pada
umumnya juga mengidap hipertensi.12
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak
dan singkat akibat iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan
kecepatan dan tingkat penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu
dari seratus orang dewasa di perkirakan akan mengalami paling sedikit
satu kali TIA seumur hidup mereka, jika diobati dengan benar, sekitar 1/10
dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah
serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun
setelah serangan pertama.15,16
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam
lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif
mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid
tidak larut dalam plasma sehingga lipid terikat dengan protein sebagai
mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini menghasilkan empat kelas
utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas sangat rendah
(VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas
tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar
kolesterolnya, VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein
tertinggi terdapat pada HDL. Hiperlipidemia menyatakan peningkatan
kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal, kondisi ini
secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko stroke, merusak

6
dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner.
Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl,
trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di
dalam pembuluh darah baik di jantung maupun di otak.12,16
7. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali
lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar.
Nikotin dan karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan
pada dinding pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi
komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah.12

2.4 KLASIFIKASI
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
2.4.1 Stroke non hemoragik, yang mencakup16 :
a.TIA (Transient Ischemic Attack)
b.Stroke in-evolution
c.Stroke trombotik
d.Stroke embolik
e.Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.
2.4.2 Berdasarkan subtipe penyebab :
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis
dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.

7
Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami
trombosis. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :

Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior

Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula
interna

Stroke sensorik murni akibat infark thalamus

Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan
yang canggung akibat infark pons basal.17
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, sat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan
dengan lesi aterosklerotik.17,18
Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi
secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah
dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.18
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic
dan evaluasi klinis yang ekstensif.

2.5 PATOFISIOLOGI

8
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu
pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal,
bekuan dapat terlepas, atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti
jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem aretri ke otak sebagai suatu
embolus.17,18
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab
stroke pada orang usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.
Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri karotis komunis bercabang menjadi
arteri karotis interna dan eksterna) merupakan tempat tersering terbentuknya
aterosklerosis.18
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka
respon vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan
araknoid dan piamater meninges.19

2.5.1 Stroke Trombotik


Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu
subtipe stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat
pasien relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini
sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri
karotis interna, atau, yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut
arteri vertebralis dan basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang
oklusi pembuluh darahnya cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis
pembuluh darah otak cenderung memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang
dalam beberapa hari. Pola ini menyebabkan timbulnya istilah “stroke-in-
evolution”.
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian
besar tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial
pada dasar otak ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak
akan memberikan gejala, seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita.

9
Sirkulasi pada bagian posterior tidak memiliki derajat perlindungan anastomosis
yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik dari arteri basilaris selalu
mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal. Penyumbatan arteri
vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.17,19
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis
parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah
jantung atau tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri,
aliran darah mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi.
Penurunan mendadak tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan
generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. Dengan demikian, hipertensi harus
diterapi secara hati-hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah
dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.17

2.5.2 Stroke Embolik


Stroke embolik diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat, atau asal
embolus. Asal stroke embolik dapat suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat
pasien beraktivitas. Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian pembuluh
darah yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik, yaitu jenis stroke embolik
tersering, didiagnosis apabila diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi
atrium atau apabila pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului
terjadinya sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolus berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau katup mitralis. Karena
biasanya adalah bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen embolus dari jantung
mencapai otak melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian, gejala
klinis yang ditimbulkannya bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang
tersumbat dan seberapa dalam bekuan berjalan di percabangan arteri sebelum
tersangkut.17
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah
sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah
hilir dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik

10
memiliki resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari,
saat terjadi perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang
mengalami infark beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama.
Penyebab perdarahn tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal
dari oklusi embolus melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan
demikian, pemulihan tekanan perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau
kapiler di pembuluh tersebut.17

2.5.3 Mekanisme Kerusakan Sel-Sel Saraf pada Stroke Iskemik


Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat
lesi (infark) tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel
tersebut biasanya tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila
CBF hanya 20% dari normal atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50ml/100g
jaringan otak / menit.

Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut:


1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80%
atau lebih (CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami
kerusakan ireversibel dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat
iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh daerah lain jaringan yang disebut
penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50% normal (10 sampai
25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini berada dalam
bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa waktu
untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24
jam.
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah
penumbra, cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:

Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan
untuk menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)

Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
berfungsi, sehingga neuron membengkak

Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah adalah proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan

11
neurotransmitter eksitatorik glutamat yang berlebihan. Glutamat yang
dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain
dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-metil-D-
aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim
nitrat oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat
oksida (NO). Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah
besar sehingga terjadi pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang
vital. Proses ini terjadi melalui perlemahan asam deoksiribnukleosida
(DNA) neuron.

NO dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan kerusakan dan
kematian neuron. Obat yang dapat menghambat NOS atau produksi NO
mungkin akan bermanfaat untuk mengurangi kerusakan otak akibat
stroke.

Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membran sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas
iskemik.17

2.6 MANIFESTASI KLINIK


Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit.9,10
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau
bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia
lebih dari 50 tahun. Sedangkan stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan
pada usia lebih muda, terjadi mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran
dapat menurun bila emboli cukup besar.9,10
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan
sistem vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut
akan memberikan gejala klinis tertentu.11

12
2.6.1 Gangguan pada sistem karotis
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat
terjadi gejala :
1) Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di
lengan dan tungkai sesisi.
2) Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada
lengan dan tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
3) Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau
sulit mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
4) Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh
lapangan pandang (hemianopsia)
5) Mata selalu melirik ke satu sisi
6) Kesadaran menurun
7) Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya

Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat
terjadi gejala:
1) Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
2) Ngompol (inkontinensia urin)
3) Penurunan kesadaran
4) Gangguan mengungkapkan maksud

Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior),


dapat memberikan gejala :
1) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan
pandang pada satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata.
Bila bilateral disebut cortical blindness.
2) Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh
sisi tubuh.
3) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika
meraba atau mendengar suaranya.

2.6.2 Gangguan pada sistem vertebrobasilaris


Gangguan pada sistem vertebrobasilaris dapat menyebabkan gangguan
penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital,
gangguan nervus kranialis bila mengenai batang otak, gangguan motorik,
gangguan koordinasi, drop attack, gangguan sensorik dan gangguan kesadaran.9,10

13
Selain itu juga dapat menyebabkan :

Gangguan gerak bola mata, hingga terjadi diplopia, sehingga jalan
sempoyongan

Kehilangan keseimbangan

Vertigo

Nistagmus.11

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik
kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai
kejang. Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan
tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba
pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai
hemiplegi, ini berarti terdapat lesi pada kapsula interna.9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-
tanda serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat
terjadi gangguan sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9

2.7 DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan
gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta
tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9-11

2.7.1 Anamnesis
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat,
onset, nyeri kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun,
serangan pertama atau berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor
resiko stroke. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis
kelamin, ras, dan genetik. Sementara faktor resiko yang dapat diubah adalah
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, riwayat TIA/ stroke sebelumnya,
merokok, kolesterol tinggi dalam darah, dan obesitas.10,12

2.7.2 Pemeriksaan fisiK


Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale), tanda vital.

14
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit
neurologis, tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-
tanda ransang meninges.10,12

Alat bantu skoring : Skor Hasanuddin


Penggunaan skor Hasanuddin turut dilakukan dalam membantu
mendiagnosa stroke pada sebelum atau tanpa adanya CT scan. Bagi stroke
iskemik skornya kurang atau sama dengan 15. 9

SKOR HASANUDDIN

Kesadaran Menurun
 Menit - 1 jam = 10
 1 jam - 24 jam = 7,5
 Sesaat tapi pulih kembali = 6
 ≥ 24 jam = 1
 Tidak beraktifitas = 1

Sakit Kepala
 Sangat hebat = 10
 Hebat = 7,5
 Ringan = 1
 Tidak ada = 0

Muntah Proyektil
 Menit - 1 jam = 10
 1 jam - 24 jam = 7,5
 > 24 jam = 1
 Tidak ada = 0

Tekanan Darah Saat Serangan


 > 220/110 = 7,5
 < 220/110 = 1

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan
etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi.

15
Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan
kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :
1. Gula darah
Tabel 7.1. Kadar glukosa darah.9
Kriteria diagnostik DM
Bukan DMBelum pasti DMDM (mg/dl)
(mg/dl) (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma Vena <110 110 – 199 >200
Darah kapiler <90 90 – 199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110 – 125 >126
Darah <90 90 – 109 >110

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat
hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai
30% dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh
darah otak yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit
diameter pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak
di samping itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap
terjadinya stroke.5

2. Profil lipid
Tabel 7.2. Kadar Lipid Serum Normal.20
Kolesterol Total (mg/dl)
Optimal < 200
Diinginkan 200 –239
Tinggi ≥240
LDL
Optimal < 100
Mendekati optimal 100 –129
Diinginkan 130 –159
Tinggi 160 –189
Sangat tinggi ≥190
HDL
Rendah < 40
Tinggi ≥ 60

16
Trigliserida
Optimal < 150
Diinginkan 150 –199
Tinggi 200 –449
Sangat tinggi ≥500

LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL


merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan
risiko aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang
sudah ada dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh
karena itu kadar HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara
inilah kolesterol dapat di turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan
faktor yang meningkatkan terjadinya aterosklerosis dan stroke.20
Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik
pencitraan diantaranya yaitu :
1. CT scan
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang
terjadi. Pada stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam
parenkim otak. Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area
hipointens.12

Gambar 7.1. CT scan stroke iskemik


2. MRI (magnetic resonance imaging)
Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non
hemoragik rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus.

17
Alat ini kurang peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan.15
3. Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan
gelombang suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya
bermanfaat untuk mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi
pembuluh darah otak.18
4. Angiografi otak
Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke
dalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat
memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.18

Menurut perjalanan penyakitnya, diagnosis dapat dibedakan menjadi :


1. Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam. Diagnosa T.I.A
berimplikasi bahwa lesi vascular yang terjadi bersifat reversible dan
disebabkan embolisasi.9,11
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. Ini menggambarkan gejala yang
beransur-ansur dan bertahap. RIND ini pula berimplikasi bahwa lesi
intravaskular yang sedang menyumbat arteri serebral berupa timbunan oleh
fibrin dan trombosit.9,11
3. Stroke In Evolution
Gejala klinis semakin lama semakin berat. Ini dikarenakan gangguan aliran
darah yang makin berat.11
4. Completed Stroke
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu.9,11

18
2.8 DIAGNOSIS BANDING
1) Stroke Hemoragik
2) Ensefalopati toksik/metabolik
3) Ensefalitis
4) Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural,
tumor otak)
5) Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6) Trauma kepala
7) Ensefalopati hipertensif
8) Migren hemiplegik
9) Abses otak
10) Sklerosis multipel.11,12

19
2.9 PENATALAKSANAAN

I. Nilai stroke menggunakan alat skrining yang divalidasi, seperti FAST,


Cincinnati Stroke Skala Prehospital, atau Los Angeles Prehospital Stroke
Screen³
II. Kontak Medis Pertama (Penyedia EMS) Menilai dan mengelola ABC
(jalan napas, pernapasan, sirkulasi)
 Periksa dan monitor tekanan darah, tetapi tidak mengobati

20
 Memulai pemantauan jantung
 Menyediakan oksigen tambahan untuk mempertahankan saturasi O2> 94%
 Menetapkan akses IV
 Menentukan glukosa darah dan merawatnya
 Menentukan waktu timbulnya gejala atau yang terakhir diketahui normal,
dan mendapatkan informasi kontak keluarga
 Melakukan triase dan membawa pasien dengan cepat ke rumah sakit
stroke terdekat yang paling sesuai
 Memberi tahu rumah sakit tentang kedatangan pasien stroke
 Skala keparahan stroke / penilaian oklusi kapal besar (RACE, LAMS, atau
CPSSS)
III. NIHSS di Departemen Gawat Darurat
IV. Diagnosis Langsung - Semua Pasien
 Nonkontras CT otak atau MRI otak (dalam 20 menit setelah kedatangan
ED)
 Kadar glukosa darah
 Saturasi oksigen
 Elektrolit serum / tes fungsi ginjal
 CBC, termasuk pengujian trombosit
 Penanda iskemia jantung
 Waktu prothrombin (PT) / INR
 Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (aPTT)
 ECG
V. Immediate diagnostic - Pilih Pasien
 Waktu trombin (TT) dan / atau pembekuan ekarin waktu (ECT) jika
dicurigai pasien menggunakan penghambat trombin langsung atau
penghambat faktor Xa langsung
 Tes fungsi hati
 Pemeriksaan toksikologi
 Tingkat alkohol dalam darah
 Tes kehamilan

21
 Tes gas darah arteri jika hipoksia dicurigai
 Radiografi dada jika penyakit paru-paru adalah dicurigai
 Pungsi lumbal jika diduga perdarahan subaraknoid dan CT scan negatif
untuk darah
 Elektroensefalogram jika kejang diduga iz CT-A (angiogram) dan / atau
CT-P (perfusi)
VI. kelayakan alteplase
Indikasi (Kelas I)
 Jika dalam waktu 3 jam sejak onset
o ≥ 18 tahun
o Stroke parah
o Stroke ringan tetapi melumpuhkan
 Jika 3-4,5 jam dari onset, 18-80 tahun, tanpa
o Riwayat baik diabetes mellitus dan stroke sebelumnya
o Skor NIHSS ≤25
o Mengambil OAC apa pun
o Pencitraan bukti cedera iskemik yang melibatkan lebih dari
sepertiga wilayah MCA
 Jika blood presuare dapat diturunkan dengan aman dan dipertahankan
<185/110 mm Hg
 Dengan Glukosa Darah> 50 mg / dL
 Dengan perubahan iskemik dini ringan hingga sedang pada NCCT
 Dengan monoterapi obat antiplatelet atau terapi kombinasi
 Dengan penyakit ginjal stadium akhir dengan aPTTC

kontraindikasi normal (Kelas III)


 Waktu tidak jelas dan / atau gejala onset tanpa gejala dan pada siapa waktu
terakhir kali diketahui berada pada keadaan awal adalah> 3 atau 4,5 jam
 Terbangun dengan stroke dengan waktu yang terakhir diketahui berada
pada keadaan awal> 3 atau 4,5 jam
 CT mengungkapkan perdarahan intrakranial akut

22
 Pencitraan otak CT menunjukkan daerah luas hipoattenuasi jelas
 Stroke iskemik sebelumnya dalam 3 bulan
 Trauma kepala parah baru-baru ini dalam 3 bulan
 Infark pasca trauma yang terjadi selama fase akut di rumah sakit
 Operasi intrakranial / tulang belakang dalam 3 bulan sebelumnya
 Riwayat perdarahan intrakranial
 Gejala dan tanda paling konsisten dengan SAH
 Struktural GI keganasan
 Kejadian perdarahan gastrointestinal dalam waktu 21 hari
 Trombosit <100 000 / mm3
 INR> 1,7
 aPTT> 40 dt PT> 15 dt s Dosis pengobatan LMWH dalam 24 jam
sebelumnya
 Mengambil penghambat trombin langsung atau langsung faktor Xa
inhibitor, tes aktivitas koagulasi yang sesuai adalah normal atau pasien
belum menerima dosis agen ini selama> 48 jam (dengan asumsi fungsi
metabolisme ginjal normal)
 Pemberian agen antiplatelet bersamaan yang menghambat reseptor
glikoprotein IIb / IIIa di luar percobaan klinis
 Gejala yang konsisten dengan endokarditis infektif
 Dikenal atau diduga terkait dengan diseksi lengkung aorta
 Intopranial neop intra-aksial kejang

Rekomendasi Tambahan (Kelas IIa dan IIb). Situasi yang membutuhkan Penilaian
Manfaat Resiko Pasien Perorangan dimana administrasi alteplase IV dapat
dipertimbangkan
 Jika dalam 3 jam onset
o Gejala non-disabilitas ringan
 Jika 3-4,5 jam dari onset
o Usia 80 tahun
o Mengambil warfarin dan dengan INR ≤ 1.7

23
o Stroke sebelumnya dan diabetes mellitus
o Stroke ringan
o NIHSS > 25
 Cacat yang sudah ada sebelumnya (mRS ≥ 2)
 Demensia yang sudah ada sebelumnya
 Stroke iskemik sedang hingga berat dengan perbaikan awal tetapi tetap
mengalami gangguan sedang dan berpotensi cacat
 Kejang pada saat itu waktu onset, jika bukti menunjukkan bahwa
gangguan residu adalah sekunder akibat stroke
 Kadar glukosa darah awal <50 atau> 400 mg / dL dengan defisit persisten
setelah kontrol glukosa
 Riwayat klinis potensi diatesis perdarahan atau koagulopati
 Sejarah penggunaan warfarin dan INR. ≤1.7 dan / atau PT <15 detik
 Tusukan lumbar dural dalam 7 hari sebelumnya
 Tusukan arteri pembuluh darah yang tidak terkompresi dalam 7 hari
 Trauma besar baru-baru ini (dalam 1 4 hari) tidak melibatkan kepala
 Operasi besar dalam 14 hari sebelumnya
 Perdarahan genitourinari atau perdarahan gastrointestinal dalam 21 hari
sebelumnya
 Wanita yang sedang menstruasi dan tidak memiliki riwayat menorrhagia
 Wanita dengan riwayat menorrhagia baru-baru ini atau aktif tanpa secara
klinis signifikan anemia atau hipotensi
 Pendarahan vagina baru-baru ini atau aktif yang menyebabkan anemia
signifikan secara klinis (setelah konsultasi darurat dengan dokter
kandungan)
 Diseksi arteri serviks ekstrakranial
 Diseksi arteri intrakranial
 Aneurisma intrakranial yang tidak pecah dan tidak beres
 risiko malformasi intrakranial yang tidak diobservasi (CM MRI
ditunjukkan pada risiko CMM) dari ICH lebih tinggi adalah beban CMB>
10)

24
 Neoplasma intrakranial ekstra-aksial MI MI akut serentak
 MI dalam 3 bulan terakhir
 Perikarditis akut
 AIS mayor yang cenderung menimbulkan kecacatan parah dan diketahui
trombus atrium atau ventrikel kiri
 AIS mayor kemungkinan terjadi menghasilkan kecacatan parah dan
myxoma jantung atau papiler fibroelastoma
 AIS akibat komplikasi prosedur angiografi jantung atau serebral
 Keganasan sistemik dan harapan hidup> 6 bulan tanpa adanya
kontraindikasi lain
 Kehamilan
 Masa postpartum awal (<14 hari setelah melahirkan)
 Sejarah retinopati hemoragik diabetik atau ophthalmic hemoragik diabetik
lainnya kondisi
 Penyakit sel sabit
 Penggunaan obat terlarang
 Stroke meniru

VII. Evaluasi untuk Trombektomi Mekanik (<24 jam)


 Evaluasi untuk alteplase IV dan evaluasi untuk trombektomi mekanik
terjadi secara bersamaan
 Dalam 6 jam:
o Skor mRS prestroke 0–1
o Stroke iskemik akut menerima alteplase IV intravena dalam 4,5
jam sejak onset
o Oklusi kausatif ICA atau proksimal MCA (M1)
o Usia ≥18 tahun
o Skor NIHSS ≥6
o ASPEK ≥6

25
o Bagi pasien tertentu yang menjalani trombektomi mekanik dalam
6-24 jam memiliki LVO dalam sirkulasi anterior dan memenuhi
kriteria kelayakan lainnya direkomendasikan

VIII. Administer IV alteplase


 Infus 0,9 mg / kg (dosis maksimum 90 mg) selama 60 menit, dengan 10%
dari dosis diberikan sebagai bolus selama 1 menit
 Bawa pasien ke unit perawatan intensif atau unit stroke untuk pemantauan
setidaknya 24 jam
 Jika pasien mengalami sakit kepala parah, hipertensi akut, mual, atau
muntah atau memiliki pemeriksaan neurologis yang memburuk, hentikan
infus (jika alteplase IV sedang diberikan) dan d dapatkan CT scan darurat
 Ukur TD dan lakukan penilaian neurologis setiap 15 menit selama dan
setelah infus alteplase IV selama 2 jam, kemudian setiap 30 menit selama
6 jam, lalu setiap jam hingga 24 jam setelah pengobatan alteplase IV.
 Tingkatkan frekuensi pengukuran BP jika BP sistolik> 180 mm Hg atau
jika BP diastolik> 105 mm Hg. Berikan obat antihipertensi untuk menjaga
tekanan darah pada atau di bawah level ini.
 Penundaan penempatan tabung nasogastrik, kateter kandung kemih yang
berada di dalam, atau kateter tekanan intra-arterial jika pasien dapat
dikelola dengan aman tanpa mereka
 Dapatkan CT scan atau MRI lanjutan pada 24 jam setelah IV alteplase
sebelum memulai antikoagulan atau agen antiplatelet

IX. Administer Mechanical Thrombectomy



Pada pasien tertentu dengan AIS dalam 6-16 jam dari normal yang
diketahui terakhir yang memiliki oklusi pembuluh besar dalam sirkulasi
anterior dan memiliki studi pencitraan yang baik, direkomendasikan untuk
dilakukan trombektomi

26

Studi pencitraan dapat mengindikasikan beberapa pasien dapat melakukan
trombektomi mekanik hingga 24 jam. setelah yang terakhir diketahui
normal

Pada pasien yang menjalani trombektomi mekanik, masuk akal untuk
mempertahankan tekanan darah ≤180/105 selama dan selama 24 jam
setelah prosedur 21

2.10 PENCEGAHAN
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, upaya
yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:

2.10.1. Pencegahan Primordial


Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang
dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang
dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan
memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak,
media elektronik dan billboard.

2.10.2. Pencegahan Primer


Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi
individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup
sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular
aterosklerotik lainnya.

27
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,
buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan
susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.

2.10.3. Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada
tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak
berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai
obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-
320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko
penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan
kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.

2.10.4. Pencegahan Tertier


Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita
stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan

28
sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi wicara
dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu
proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama
adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris
penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan
keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi
okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih
kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi,
memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan
bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan
dan minuman dengan aman serta dapat
berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat
mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak
bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan
mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi.
Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan
konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita
stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup,
hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas
sosial akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-
badan bantuan sosial.

2.11 PROGNOSIS
Prognosis stroke secara umum adalah ad vitam. Tergantung berat stroke
dan komplikasi yang timbul.12

29
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran
status neurologik setelah dirawat. Sebagian disebakan edema otak dan iskemi
otak. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik akan membaik dengan fungsi
normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan jantung kongestif
dan penyakit jantung koroner.9

30
BAB III
KESIMPULAN

Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat ( dalam
detik atau menit). Gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan
kematian, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular
serebral, dapat di bagi dalam :
1 Stroke non hemoragik yang mencakup
 TIA (Transient Ischemic Attack)
 Stroke in-evolution
 Stroke trombotik
 Stroke embolik
 Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.
2 Berdasarkan subtipe penyebab
 Stroke lacunar
 Stroke trombotik pembuluh besar
 Stroke embolik
 Stroke kriptogenik

Jika terbentuk trombus pada aliran darah cepat, dan trombus ini melewati
permukan kasar seperti plaque arteria maka akan terbentuk white clot (gumpalan
platelet dengan fibrin). Obat yang bermanfaat adalah aspirin untuk mengurangi
agregasi platelet ditambah tiklodipin untuk mengurangi daya pelekatan dari fibrin.
Bila kemudian hal ini diikuti oleh stenosis dan pelambatan aliran darah yang
progresif, maka terapi adalah antikoagulan sampai penyebab dapat dihilangkan
atau sampai buntu total dan aliran darah hanya dari kolateral saja baru
antikoagulan dihentikan dan diganti dengan aspirin.

31
BAB IV

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama : Syaripuddin Yahya

Jenis kelamin : Laki-Laki

Usia : 49 Tahun

Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

Alamat : Dusun II Percut

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

Status Pernikahan : Menikah

Agama : Islam

MRS : 27 Juli 2019

a. Anamnesis
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah :
Pasien laki-laki berusia 49 tahun datang ke RS Haji Medan dengan kondisi

penurunan kesadaran yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk RS. Awalnya

keluarga nya menjelaskan pasien 1 hari belakangan ini sering mengantuk dan

merasa lemas, saat pasien tidak sadarkan diri keluarganya menduga pasien

sedang tidur tetapi saat dibangunkan tidak bangun. Sebelumnya tidak

mengalami nyeri kepala. Kejang dan muntah disangkal. Demam, trauma

kepala, sesak nafas disangkal.


Riwayat Penyakit Dahulu

32
Hipertensi (+)
Riwayat pengobatan

lupa nama obat

b. ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : (-)
Traktus Respiratorius : (-)
Traktus Digestivus : (-)
Traktus Urogenitalis : (-)
Penyakit Terdahulu & Kecelakaan : Hipertensi
Intoksikasi & Obat – Obatan : (-)
c. ANAMNESA KELUARGA
Faktor herediter : (-)
Faktor Familier : (-)
Lain – Lain : (-)
d. ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Dalam Batas Normal
Imunisasi : Lengkap
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Perkawinan dan Anak : Baik

e. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum

TD : 190/110 mmHg

HR : 120 x/menit

RR : 24x/menit

Suhu : 37 °C

Kulit dan Selaput Lendir : Dalam Batas Normal

Kelenjar dan Getah Bening : Dalam Batas Normal

Persendian : Dalam Batas Normal

f. KEPALA DAN LEHER


Bentuk dan posisi : Dalam Batas Normal
Pergerakan : Dalam Batas Normal
Kelainan Panca Indra : Dalam Batas Normal
Rongga Mulut dan Gigi : Dalam Batas Normal
Kelenjar Parotis : Dalam Batas Normal
Desah : Dalam Batas Normal
Dan lain – lain : Dalam Batas Normal

33
g. RONGGA DADA DAN ABDOMEN
Inspeksi : Dalam Batas Normal
Perkusi : Dalam Batas Normal
Palpasi : Dalam Batas Normal
Auskultasi : Dalam Batas Normal
h. GENITALIA
Toucher : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
i. STATUS NEUROLOGIS
 Sensorium : Apatis
 Kranium : Dalam Batas Normal
Bentuk : Dalam Batas Normal
Fontanella : Dalam Batas Normal
Palpasi : Dalam Batas Normal
Perkusi : Dalam Batas Normal
Auskultasi : Dalam Batas Normal
Transluminasi : (-)
 RANGSANGAN MENINGEAL
Kaku kuduk : (-)
Tanda kernig : (-)
Tanda laseque : (-)
Tanda brudzinski I : (-)
Tanda brudzinski II : (-)
 PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)

SARAF OTAK/NERVUS KRANIALIS


NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meastus Nasi Sin

- Normosmia : SDN SDN


- Anosmia : - -
- Parosmia : - -
- Hiposmia : - -

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)

- Visus : - -

Lapangan Pandang

 Normal : SDN SDN


 Menyempit : - -
 Hemianopsia : - -
 Scotoma : - -
 Refleks Ancaman : - -
 Fundus Oculi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

34
 Warna : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
 Batas : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
 Ekstavasio : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
 Arteri : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
 Vena : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
 Gerakan Bola Mata : SDN SDN
 Nistagmus : - -
Pupil
 Lebar : 3 mm 3 mm
 Bentuk : Bulat, isokor Bulat,isokor
 R.C langsung : + +
 R.C tak langsung : + +
 Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
 Deviasi Konjugate : - -
 Fenomena Doll’s Eye : TDP TDP
 Strabismus : - -

NERVUS V Kanan Kiri


Motorik
 Membuka dan Menutup Mulut : SDN SDN
 Palpasi otot maseter&temporal : SDN SDN
 Kekuatan gigitan : SDN SDN
Sensorik
 Kulit : SDN
 Selaput lendir : SDN
Refleks kornea
 Langsung : SDN SDN
 Tidak langsung : SDN SDN
Refleks maseter : SDN
Refleks bersin : SDN
NERVUS VII Kanan Kiri
Motorik
 Mimik : SDN
 Kerut kening : SDN SDN
 Menutup mata : SDN SDN
 Meniup sekuatnya : SDN
 Memperlihatkan gigi : SDN
 Tertawa : SDN
 Sudut mulut : SDN
Sensorik

 Pengecapan 2/3 depan lidah : TDP


 Produksi kelenjar ludah : TDP

35
 Hiperakusis : -
 Refleks stapedial : -

NERVUS VIII Kanan Kiri


Auditorius
 Pendengaran : SDN SDN
 Test Rinne : TDP
 Test Weber : TDP
 Test Schwabach : TDP
Vestibularis
 Nistagmus : - -
 Reaksi Kalori : TDP
 Vertigo : SDN
 Tinnitus : SDN
NERVUS IX, X
Pallatum mole : Simetris
Uvula : Medial
Disfagia :-
Disartria :-
Disfonia :-
Refleks Muntah :-
Pengecapan 1/3 belakang : TDP

NERVUS XI
Mengangkat bahu : SDN
Fungsi otot Sternokleidomastoideus : SDN
NERVUS XII
Lidah
 Tremor : -
 Atrofi : -
 Fasikulasi : -
Ujung lidah sewaktu istirahat : -
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : SDN
SISTEM MOTORIK Dextra Sinistra
Trofi : Normotrofi Normotrofi
Tonus : Hipotonus Normotonus
Kekuatan Otot : SDN Lateralisasi Dextra

ESD ESS

EID EIS

Gerakan Spontan Abnormal


 Tremor : -

36
 Khorea : -
 Ballismus : -
 Mioklonus : -
 Ateotsis : -
 Distonia : -
 Spasme : -
 Tic : -
 Dan lain-lain : -
TES SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Nyeri (SDN), raba (SDN), suhu (SDN)
Propioseptif : Gerak (SDN), tekanan (SDN), sikap (SDN)
Fungsi kortikal untuk sensibilatas
Sterognosis : TDP
 Pengenalan 2 titik : TDP
 Grafestesia : TDP
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
 Biceps : + ++
 Triceps : + ++
 Radioperiost : + ++
 APR : + ++
 KPR : + ++
 Strumple : TDP
Refleks Patologis Kanan Kiri
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaeffer : - -
Hoffman – Tromner : - -
Klonus Lutut : - -
Klonus Kaki : - -
Refleks Primitif : - -
KOORDINASI
Lenggang : TDP
Bicara : TDP
Menulis : TDP
Percobaan Apraksia : TDP
Mimik : SDN
Test telunjuk-telunjuk : Tangan kanan (TDP), tangan kiri (TDP)
Tes Telunjuk-hidung : Tangan kanan (TDP), tangan kiri (TDP)
Tes tumit-lutut : TDP
Tes Romberg : TDP
VEGETATIF
Vasomotorik : TDP
Sudomotorik : TDP
Pilo-erektor : TDP

37
Miksi : (+) Sedikit
Defekasi : (-)
Potensi dan Libido : TDP
VERTEBRA
Bentuk
 Normal : DBN
 Scoliosis :-
 Hiperlordosis :-
Pergerakan
 Leher : DBN
 Pinggang : DBN

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER


Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Tes Lhermitte : (-)
Test Naffziger : (-)
Patrick’s sign : (-)
Cross Patrick : (-)
GEJALA-GEJALA SEREBELLAR
Ataksia :-
Disartria :-
Tremor :-
Nistagmus : -
Fenomena Rebound : -
Vertigo :-
Dan lain-lain : -
GEJALA-GEJALA EKSTRAPRAMIDAL
Tremor :-
Rigiditas :-
Bradikinesia :-
Dan lain-lain :-
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Apatis
Ingatan Baru : SDN
Ingatan Lama : SDN
Orientasi
Diri : SDN
Tempat : SDN
Waktu : SDN
Situasi : SDN
Intelegensia : SDN
Daya Pertimbangan : SDN
Reaksi Emosi : SDN
Afasia
 Represif :-
 Ekspresif :-
 Apraksia :-

38
 Agnosia :-
 Agnosia visual :-
 Agnosia jari-jari :-
 Akalkulia :-
 Disorientasi Kanan-Kiri :-

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
- Hematologi
a. Haemoglobin 13,9 g/dl
b. Eritrosit 5,2 /ul
c. Hitung leukosit 15.690 /ul
d. Hitung trombosit 300.000 /ul
e. Laju endap darah 47 mm/jam
- Kimia Klinik
a. Glukosa Darah Sewaktu 88 mg/dl
b. Elektrolit kalium 7,4 mmol/L

39
CT-SCAN KEPALA
Head CT-Scan tanpa kontras, hasilnya :
- Infratentorial cerebellum, pons dan ventricle 4 tidak tampak kelainan.
- Supratentorial tampak gambaran lesi hypodense didaerah parietal kiri.
- Tidak tampak midline shift
- Cortical sulci dan ventricular system baik.
-

Kesan :

- Cerebral infark (luas) diparietal kiri.

Foto Thoraks

Sinus costoprenicus normal, diapragma normal

40
Jantung : CTR 50%

Paru : Corakan brocho vascular normal

Tak tampak kelainan aktif spesifik dan pathologic

Kesan : Cor Pulmo dalam batas normal

Kesimpulan Pemeriksaan
Pasien datang ke Rumah Sakit haji Medan dengan keluhan :
- Dengan penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu
- Tidak menyeluhkan nyeri kepala.
- Mual (-)
- Muntah (-)
- BAK (+) sedikit
- BAB (+)

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Apatis

GCS : E4V1M4

Tanda Vital : TD : 190/110 mmHg

HR : 120 x/menit

RR : 24 x/menit

Suhu : 37 °C

 Romberg test : (-)


 Tandem gait test : (-)

Diagnosis

 Diagnosis Fungsional : Penurunan kesadaran, Hemiparesis

Dextra,

 Diagnosis Etiologik : Trombus

 Diagnosis Anatomik : Gangguan di Supratentorial, lobus parietal

kiri

41
 Diagnosis Banding : Stroke Iskemik

Stroke Hemorrhagic

 Diagnosis Kerja : Stroke Iskemik

Penatalaksanaan
Farmakologi :
 IVFD RL 20 gtt/i
 Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
 Inj Citicoline 250 mg/12 jam
 Inj. Ditranex 1amp/8 jam
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
 manitol 125/6 jam
 Amlodipin 10mg 1x1
 Aspilet 1 x 1

PROGNOSIS

 Ad vitam : Dubia et bonam


 Ad Functionam : Dubia et bonam
 Ad sanationam : Dubia et bonam

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th edition. Massachusetts:


Blackwell Publishing; 2005. P. 25.
2. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Clinical neurologi. 8 th edition.
New York: McGraw-Hill; 2012. P. 2276.
3. Corwin EJ. Patofisiologi : buku saku ; alih bahasa, Subekti NB; editor
Yudha EK. 3rd edition. Jakarta: EGC; 2009. P. 251
4. Ginsberg L. Lecture note: Neurology. 8th edition. Jakarta: Erlangga; 2007.
P. 89
5. Setyopranoto I. Stroke: gejala dan penatalaksanaan. CDK 185. 2011; 38
(4) : 247.
6. Chandra, B. Stroke dalam nurology klinik. Surabaya: Bagian Ilmu
Penyakit Saraf FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1994. P. 28-51.
7. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology. 2nd
edition. Editor: Harsono. Yogyakarta: Gadjah Mada university press; 2005.
P. 81-3.
8. Widjaja L. Stroke patofisiologi dan penatalaksanaan. Surabaya: Bagian
Ilmu Penyakit Saraf FK. UNAIR/RSUD Dr. Soetomo; 1993. P. 20.
9. Gilroy J. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd
edition. New York: McGraw Hill; 2000. P. 225-8.
10. Misbach J. Stroke in Indonesia: a first Large Prospective Hospital-Based
Study of Acute Stroke in 28 Hospitals in Indonesia. Journal of Clinical
Neurosciences 8; 2000. P. 245-9.
11. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa
kedokteran. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.
h.761-2
12. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung
Pada Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.
13. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2014.
14. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit jilid 2. EGC. Jakarta. 2006: 1110-19

43
15. Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke.
PT Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.
16. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit jilid 1. EGC. Jakarta. 2006: 580-81.
17. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2005.h.1105-30.
18. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar
patologi. Volume 2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC;
2002. h.474-510.
19. Smith WS, English JD, Johnston SC. Cerebrovascular diseases in
harrison’s neurology in clinical medicine. 3rd edition. New York: Mcgraw
Hill; 2013. P. 261.
20. Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK
USU.medan.2010.
21. Powers WJ, Rabinstein AA, Ackerson T, Adeoye OM, Bambakidis NC, Becker
K, Biller J, Brown M, Demaerschalk BM, Hoh B, Jauch EC. 2018 guidelines for
the early management of patients with acute ischemic stroke: a guideline for
healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. 2018 Mar;49(3):e46-99.

44

Anda mungkin juga menyukai