Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan


peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang
mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong,
2004).

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh


injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi
dan Rita Yuliani, 2001).

Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari


proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia
(kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan
edema dan hiperkolesterolemia (Rauf, 2002).

Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan


proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema.
Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan
filtrasi glomerulus. Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan
kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria
massif hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai
edema dan hiperkolestrolemia.
B. Insiden

 Insiden lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan.

 Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik


bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia
anak, kondisi yang mendasari, dan responnya terhadap
pengobatan.
 Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
dan biasanya berkembang pada usia 2-6 tahun.
 Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) mencakup 60 –
90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak.
 Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi
5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.
 Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk
nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz,
2002)
 Merupakan gangguan gunjal yang dapat terjadi pada semua usia.
NS pada anak, terutama berkembang pada usia 2-6 tahun,
kejadiannya 2/100.000 anak, dan lebih umum di Asia dan anak
laki-laki. Insiden pada orang dewasa adalah 3-4/100.000 dan
tanpa usia dominan. Pada dewasa, rasio terjadi NS pada laki-laki
dan perempuan sama. Dan lebih sering terjadi di Native
American (orang-orang pribumi Amerika), Hispanic, dan
populasi orang hitam dibandingkan kelompok etnis lain.

C. Etiologi

Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui,


akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi
merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli
membagi etiologinya menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi


maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua
pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah
pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak
berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal
dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
disebabkan oleh:
a. Malaria kuartana atau parasit lain.
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid
c. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena
renalis.
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam
emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia,
nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.

3. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi


ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop
elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu:
kelainan minimal ,nefropati membranosa, glumerulonefritis
proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.

D. Patofisiologi

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling


utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai
manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena
kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya
belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative
gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik
keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak
akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan
dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).

Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari


yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan
hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar
albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema
belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema
terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler
yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan
keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan
pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).

Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan


volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume
sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume
intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi
ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan
meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan
mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang
akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang
reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan
hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam
duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume
plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air
yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas,
2002: 383).

Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti


diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada
sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein
serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan
terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan
kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan
arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).

E. Manifestasi klinik

1. Edema yang berat dan menyebar

Catatan : edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan,


umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut
ke abdomen, daerah genitalia, dan ekstremitas bawah.
2. Proteinuria (> 3,0 – 3,5 g/hari)

3. Hipoalbuminemia (< 3,0 g/mL)

4. Oliguria (< 400 mL/24 jam)

5. Lipiduria (oval fat bodies/maltase cross bodies)

6. Ascites

7. Berat badan meningkat signifikan

8. Efusi pleura: suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura


dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah
cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 mL. Cairan pleura
komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan
pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 g/dl.
9. Dyspnea

10. Hipertensi

11. Hipertensi ortostatik

12. Stria kulit


13. Mungkin pasien mengeluh sakit kepala, iritabilitas, anoreksia,
dan/atau kelelahan

F. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : Minimal Change


Nephrotic Syndrome)

Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal


jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak. Di Indonesia
gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda
dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya
44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik
primer yang dibiopsi, sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan
39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik
primer yang dibiopsi..

2. Sindrom Nefrotik Sekunder

Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau


sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya
efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
✓ Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus,
amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.
✓ Infeksi : hepatitis B, malaria kuartana, schistosomiasis,
lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
✓ Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin,
probenesid, racun serangga, bisa ular.
✓ Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus
eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schönlein,
sarkoidosis.
✓ Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor
gastrointestinal.

✓ Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena


renalis.

✓ Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin,


garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
✓ Penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif
autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya
pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit
ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan
dialysis.

G. Faktor risiko

a. Jenis kelamin: pada anak lebih sering terjadi pada anak laki-laki.
Dengan angka kejadian 2/100.000 kelahiran/tahun. Sementara
untuk orang dewasa perbandingannya sama antara laki-laki dan
perempuan.
b. Usia: biasanya banyak di usia 2-6 tahun .
c. Punya riwayat keluarga yang pernah menderita NS
d. Penyakit genetic
e. Penyakit imun
f. Penggunaan obat intravena (heroin, dll)
g. Infeksi hepatitis B atau C, HIV
h. Imunosupresi (hasil penggunaan cyclosprine)
i. Kanker
j. Penggunaan analgesik kronik
k. Kehamilan
l. Alergi

H. Pemeriksaan penunjang
1. Uji urine
a. Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2
g/m2/hari), bentuk hialin dan granular, hematuria
b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine : meningkat
2. Uji darah
a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450
sampai 1000 mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum : meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
e. Hitung trombosit meningkat (mencapai 500.000 sampai
1.000.000/ul)
f. Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan
penyakit perorangan.
c. Uji diagnostic : biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)
I. Pathway
(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)

Virus, bakteri, protozoa inflamasi Perubahan


glomerulus permeabilitas
DM peningkatan viskositas darah membrane
Sistemik lupus eritematous regulasi glomerlurus
Mekanisme
kekebalan terganggu proliferasi
Kerusakan penghalang
abnormal leukosit
glomerlurus protein

Protein & Kegagalan Kebocoran


albumin lolos dalam proses molekul besar
dalam filtrasi & filtrasi (immunoglobuli
Gangguan masuk ke urine n)
citra tubuh Protein dalam Protein dalam Pengeluaran
urine meningkat darah menurun IgG dan IgA
(D.0083)
Pembengka Proteinuria Hipoalbuminemia Sel T dalam
kan pada sirkulasi
periorbita menurun
Ekstravaksi SINDROM Gangguan
Mata cairan NEFROTIK imunitas

Penumpukan Volume Resiko infeksi (D.0142)


Oedema
cairan ke ruang intravaskuler
intestinum ADH Reabsorbsi
air

Penekanan Paru-paru Asites Hipervolemia


pada tubuh (D.0022)
terlalu dalam Efusi pleura Tekanan Menekan
abdomen diafragma
Nutrisi & O2 bersihan jalan meningkat
nafas tidak Nafas
Otot tidak
pernafasan
Mendesak
Anoreksia,
efektif (D.0001) adekuat
tidak optimal
Hipoksia Metabolism ronggavomitus
nausea, lambung
jaringan anaerob
Gangguan Pola napas
Iskemia Produksi asam
pemenuhan tidak efektif
laktat (D.0005)
Nekrosis nutrisi
Menumpuk di Defisit nutrisi Volume urin
otot (D.0019) yang diekskresi
Perfusi perifer
tidak efektif Kelemahan, Oliguri
(D.0009) keletihan,
mudah capek
Intoleransi
aktivitas (D.0056)

Absorbsi
Hipovolemia
air oleh usus Tekanan arteri
Feses mengeras Sekresi renin Granulasi sel-
sel glomerulus
Konstipasi Mengubah
angiotensin Aldosterone
(D.0049)
menjadi
angiotensin I & Merangsang
II reabsorbsi Na+
Efek dan air
vasokontriksi Volume plasma
arterioral
perifer
Tekanan darah

J. Penatalaksanaan Beban kerja Penurunan curah


jantung jantung (D.0008)
1. Pengobatan SN terdiri dari pengobatan spesifik yang ditujukan
terhadap penyakit dasar dan pengobatan non-spesifik untuk
mengurangi protenuria, mengontrol edema dan mengobati
komplikasi. Etiologi sekunder dari sindrom nefrotik harus dicari dan
diberi terapi, dan obat-obatan yang menjadi penyebabnya
disingkirkan.

2. Diuretik
Diuretik misalnya furosemid (dosis awal 20-40 mg/hari) atau
golongan tiazid dengan atau tanpa kombinasi dengan potassium
sparing diuretic (spironolakton) digunakan untuk mengobati edema
dan hipertensi. Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 0,5
kg/hari.

3. Diet.
Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgbb./hari, sebagian besar terdiri
dari karbohidrat. Diet rendah garam (2-3 gr/hari), rendah lemak harus
diberikan. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada pasien dengan
penyakit ginjal tertentu, asupan yang rendah protein adalah aman,
dapat mengurangi proteinuria dan memperlambat hilangnya fungsi
ginjal, mungkin dengan menurunkan tekanan intraglomerulus.
Derajat pembatasan protein yang akan dianjurkan pada pasien yang
kekurangan protein akibat sindrom nefrotik belum ditetapkan.
Pembatasan asupan protein 0,8-1,0 gr/ kgBB/hari dapat mengurangi
proteinuria. Tambahan vitamin D dapat diberikan kalau pasien
mengalami kekurangan vitamin ini.

4. Terapiantikoagulan
Bila didiagnosis adanya peristiwa tromboembolisme , terapi
antikoagulan dengan heparin harus dimulai. Jumlah heparin yang
diperlukan untuk mencapai waktu tromboplastin parsial (PTT)
terapeutik mungkin meningkat karena adanya penurunan jumlah
antitrombin III. Setelah terapi heparin intravena , antikoagulasi oral
dengan warfarin dilanjutkan sampai sindrom nefrotik dapat diatasi.

5. TerapiObat
Terapi khusus untuk sindroma nefrotik adalah pemberian
kortikosteroid yaitu prednisone 1 – 1,5 mg/kgBB/hari dosis tunggal
pagi hari selama 4 – 6 minggu. Kemudian dikurangi 5 mg/minggu
sampai tercapai dosis maintenance (5 – 10 mg) kemudian diberikan 5
mg selang sehari dan dihentikan dalam 1-2 minggu. Bila pada saat
tapering off, keadaan penderita memburuk kembali (timbul edema,
protenuri), diberikan kembali full dose selama 4 minggu kemudian
tapering off kembali. Obat kortikosteroid menjadi pilihan utama
untuk menangani sindroma nefrotik (prednisone, metil prednisone)
terutama pada minimal glomerular lesion (MGL), focal segmental
glomerulosclerosis (FSG) dan sistemik lupus glomerulonephritis.
Obat antiradang nonsteroid (NSAID) telah digunakan pada pasien
dengan nefropati membranosa dan glomerulosklerosis fokal untuk
mengurangi sintesis prostaglandin yang menyebabkan dilatasi. Ini
menyebabkan vasokonstriksi ginjal, pengurangan tekanan
intraglomerulus, dan dalam banyak kasus penurunan proteinuria
sampai 75 %. Sitostatika diberikan bila dengan pemberian prednisone
tidak ada respon, kambuh yang berulang kali atau timbul efek
samping kortikosteroid. Dapat diberikan siklofosfamid 1,5
mg/kgBB/hari. Obat penurun lemak golongan statin seperti
simvastatin, pravastatin dan lovastatin dapat menurunkan kolesterol
LDL, trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL.

6. Obat anti proteinurik misalnya ACE inhibitor (Captopril 3 x 12,5


mg), kalsium antagonis (Herbeser 180 mg) atau beta bloker. Obat
penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting
enzyme inhibitors) dan antagonis reseptor angiotensin II dapat
menurunkan tekanan darah dan kombinasi keduanya mempunyai efek
aditif dalam menurunkan proteinuria..

K. Komplikasi

1. Malnutrisi karena hipoalbuminemia berat dan berlangsung lama


menyebabkan penurunan keadaan umum pasien
2. Gangguan koagulasi karena SN mempunyai sifat hiperkoagulasi
(peningkatan faktor pembekuan V dan VII, fibrinogen, dan
trombosit) menyebabkan fenomena tromboemboli pada arteri dan
vena misal trombosit vena renalis (dapat sebagai etiologi dan
komplikasi).
3. Akselerasi aterosklerosis disebabkan hiperlipidemia.
4. Kolaps hipovolemia disebabkan proteinuria > 60 g per hari
terutama pada anak.
5. Efek samping dari obat-obatan diuretic, antibiotik, kortikosteroid,
anti hipertensi, dll.
6. Infeksi sekunder mungkin terjadi karena kadar imunoglobulin
yang rendah akibat hipoalbuminemia.
7. Shock: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 g / 100
mL) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga
menyebabkan shock.
8. Trombosis vaskuler mungkin akibat gangguan sistem koagulasi
sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma. Akibat kehilangan
anti-thrombin 3 yang berfungsi mencegah terjadinya trombosis.
9. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan
ginjal.
10. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia.
11. Edema pulmonalakibat kebocoran cairan kadang- kadang masuk
pada paru-paru dan bisa mengakibatkan dispnea atau apnea.
12. Anemia

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah
(3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh
dan kelainan genetik sejak lahir.
b) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6
tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada
fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan
dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa
ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
c) Agama
d) Suku/bangsa
e) Status
f) Pendidikan
g) Pekerjaan
2. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites)
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
1) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
2) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
3) Kaji adanya anoreksia pada klien
4) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
6. Riwayat kehamilan
a) Prenatal
Adakah penyakit penyerta selama kehamilan seperti HT, DM,
penyakit jantung dll. Bagaimana keadaan kehamilan ibu, diperiksakan
atan tidak?
b) Intranatal
Bagaimana proses persalianan ibu dan cara persalinan ibu?
c) Postnatal
Adakah masalah kesehatan pada bayi dan ibu setelah proses
persalianan? Seperti Hpp pada ibu, sepsis neonatum pada bayi
7. Riwayat psikologis
Kaji bagaimana keadaan suasana hati (emosional) klien dan keluarga
dalam menghadapi penyakit yang diderita, biasanya suasana hati klien
kurang baik (gelisah) dan keluarga biasanya cemas.

8. Riwayat sosial ekonomi


Mengkaji kehidupan sosial ekonomi klien, tipe keluarga bagaimana
dari segi ekonomi dan tinggal bersama siapa klien. Bagaimana interaksi
klien baik di kehidupan sosial maupun masyarakat atau selama di rumah
sakit.

9. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
a) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
b) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
c) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
d) Pola istirahat tidur: Susah tidur
e) Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
f) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri

10. Pertumbuhan dan perkembangan anak


Dengan mengetahui penyimpangan tumbuh kembang secara dini
sehingga upaya-upaya pencegahan, stimulasi dan penyembuhan serta
pemulihannya dapat dilakukan sedini mungkin pada masa-masa peka
proses tumbuh kembang anak. Pengkajian antropemetri anak diwajibkan
untuk mengetahui pertumbuhan anak.

Perkembangan anak :
1) Anak pada usia 3-6 bulan mengangkat kepala dengan tegak pada
posisi telungkup.
2) Anak pada usia 9-12 bulan berjalan dengan berpegangan.
3) Anak pada usia 12-18 bulan minum sendiri dari gelas tanpa tumpah.
4) Anak pada usia 18-24 bulan mencorat-coret dengan alat tulis.
5) Anak pada usia 1-3 tahun mampu melakukan toilet training.
6) Anak pada usia 2-3 tahun berdiri dengan satu kaki tanpa
berpegangan, melepas pakaian sendiri.
7) Anak pada usia 3-4 tahun mengenal dan menyebutkan paling sedikit
1 warna.
8) Anak pada usia 4-5 tahun mencuci dan mengeringkan tangan tanpa
bantuan (Depkes RI, 2009).

11. Pemeriksaan Fisik


1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh

a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan
nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama
pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya
gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan
asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder
dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum

12. Pemeriksaan Diagnostik


Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas
membran glomerulus. (Astuti, 2014; Munandar, 2014).

Menurut Wong (2008), Pengkajian kasus Sindrom nefrotik sebagai


berikut :
a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan
adanya peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan
berat badan, edema, bengkak pada wajah (khususnya di sekitar
mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari),
pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas (efusi pleura),
pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urine (peningkatan
volume, urine berbusa).
d. Pengkajian diagnostik meliputi analisa urin untuk protein, dan sel
darah merah, analisa darah untuk serum protein (total
albumin/globulin ratio, kolesterol) jumlah darah, serum sodium.
B. Diagnosa
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tidak
maksimal
2. bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan napas
3. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
4. Defisit nurtrisi berhubungan dengan dengan ketidakmampuan
menelan makanan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
6. perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penekanan tubuh
terlalu dalam akibat edema
7. penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi
jantung
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh
9. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan cairan
10. Risiko infeksi berhubungandengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder

C. Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Pola napas tidak efektif NOC : 1. Observasi keadaan umum pasien
2. Kaji keluhan pasien
berhubungan dengan  Respiratory Status : 3. Monitor vital sign
ekspansi paru tidak ventilation 4. Berikan pasien posisi yang
(status respirasi :
maksimal nyaman
ventilasi) 5. Ajarkan pasien teknik napas
 Respiratory Status :
dalam
airway patency 6. Ajarkan pasien batuk efektif
(status respirasi 7. Kolaboratif dalam pemberian
:kepatenan jalan nafas) terapi
 Vital Sign Status
(tanda-tanda vital)
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
napas yang bersih
b. Tidak ada sianosis dan
dispnea
c. Menunjukkan jalan napas
yang paten
d. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
2. Bersihan jalan nafas tidak NOC : 1. Monitor respiratori dan status
efektif berhubungan  Respiratory Status : oksigen pasien
2. Posisikan pasien untuk
dengan hipersekresi jalan ventilation
 Respiratory Status : memaksimalkan ventilasi
napas
3. Aukultasi suara napas, catat jika
airway patency
terdapat suara tambahan
Kriteria hasil : 4. Atur intake untuk cairan
a. Pasien mampu batuk mengoptimalkan keseimbangan
efektif 5. Kolaboratif dalam pemberian
b. Suara napas bersih oksigen menggunakan nasal
c. Tidak ada sianosis dan
kanul dengan dosis yang sesuai
dispnea
d. Frekuensi pernapasan dengan intruksi
6. Berikan bronkodilator bila perlu
dalam rentang normal
e. Tidak ada suara napas
tambahan
3. Hipervolemia NOC : 1. Kaji indikasi retensi atau
berhubungan dengan  Electrolit and Acid Base kelebihan cairan (cracles, CVP,
gangguan mekanisme Balance (keseimbangan edema, distensi vena leher, asites)
regulasi asam basa) 2. Monitor masukan cairan
 Fluid Balance 3. Monitor vital sign
4. Monitor hasil Hb yang sesuai
(keseimbangan cairan)
 Hydration (hidrasi) dengan retensi cairan
5. Timbang popok jika perlu
Kriteria Hasil : 6. Pertahankan catatan intake dan
a. Terbebas dari edema, output yang akurat
efusi, anaskara 7. Pasang urine kateter jika
b. Tidak ada suara napas diperlukan
tambahan 8. Kolaboratif dalam pemberian
c. Vital sign dalam rentang diuretic sesuai intruksi
normal
d. Tidak mengalami
kelelahan
4. Defisit nurtrisi NOC : 1. Observasi adanya penurunan
berhubungan dengan  Nutritional Status : berat badan
2. Kaji adanya alergi makanan
dengan ketidakmampuan Food and Fluid Intake 3. Kaji kemampuan pasien untuk
menelan makanan (status nutrisi : intake mendapatkan nutrisi yang
makanan dan cairan) dibutuhkan
 Nutritional Status : 4. Monitor jumlah nutrisi dan
Nutrient Intake kandungan kalori
 Weight Control (kontrol 5. Berikan makanan yang terpilih
berat badan) (sudah dikonsultasikan dengan
Kriteria Hasil : ahli gizi)
a. Adanya peningkatan 6. Ajarkan keluarga pasien
berat badan sesuai tujuan bagaimana membuat catatan
b. Berat badan ideal sesuai makanan harian
dengan tinggi badan 7. Berikan keluarga informasi
c. Mampu mengidentifikasi mengenai kebutuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
d. Tidak ada tanda-tanda menentukan jumlah kalori dan
malnutrisi nutrisi yang dibutuhkan pasien
e. Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
5. Intoleransi aktivitas  Energy Conservation 1. Observasi keadaan umum pasien
berhubungan dengan (konservasi energi) 2. Bantu pasien untuk
 Activity Tolerance
ketidakseimbangan antara mengidentifikasi aktivitas yang
(toleransi aktivitas)
suplai dan kebutuhan mampu dilakukan
 Self Care : ADLs 3. Bantu untuk mengidentifikasi
oksigen
(perawatan diri : ADL) aktivitas yang disukai
Kriteria Hasil : 4. Bantu klien dan keluarga untuk
a. Mampu melakukan membuat jadwal latihan di waktu
aktivitas sehari-hari luang
5. Kolaborasi dengan tenaga
secara mandiri
b. Vital sign dalam rentang rehabilitasi medic dalam
normal merencanakan program terapi
c. Mampu berpindah yang tepat
dengan atau tanpa
bantuan alat
d. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
6. perfusi perifer tidak efektif NOC : 1. Monitor adanya daerah tertentu
berhubungan dengan  Circulation Status yang hanya peka terhadap
penekanan tubuh terlalu (status sirkulasi) panas/dingin/tajam/tumpul
 Tissue Perfusion : 2. Monitor adanya paretese
dalam akibat edema
3. Intruksikan keluarga untuk
cerebral
(perfusi jaringan mengobservasi kulit jika ada lesi
serebral) atau laserasi
Kriteria hasil :
a. Tekanan systole dan
diastole dalam rentang
normal
b. Vital sign dalam rentang
normal
c. Tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan
intracranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
7. penurunan curah jantung NOC : 1. Monitor balance cairan
2. Monitor adanya perubahan
berhubungan dengan  Cardiac Pump
tekanan darah
perubahan frekuensi Effecktiveness 3. Monitor toleransi aktivitas pasien
jantung (efektivitas pompa 4. Monitor adanya dispnea, fatigue,
jantung ) tacipnea, dan ortopnea
 Circulation Status 5. Monitor vital sign
6. Monitor irama jantung
(status sirkulasi) 7. Monitor suhu, warna dan
 Vital Sign Status (status
kelembaban kulit
tanda-tanda vital)
Kriteria hasil :
a. Tanda vital dalam
rentang normal
b. Dapat melakukan
aktivitas dan tidak
kelelahan
c. Tidak ada edema paru,
perifer, dan asites
d. Tidak ada penurunan
kesadaran
8. Gangguan citra tubuh NOC : 1. Kaji secara verbal dan nonverbal
berhubungan dengan  Body Image (citra respon pasien terhadap tubuhnya
2. Dorong pasien mengungkapkan
perubahan bentuk tubuh tubuh)
 Self Esteem (harga diri) perasaannya
3. Fasilitasi kontak dengan individu
Kriteria hasil :
lain dalam kelompok kecil
a. Body image positif

9. Konstipasi berhubungan NOC : 1. Monitor tanda dan gejala


dengan ketidakcukupan  Bowel Elimination konstipasi
2. Monitor bising usus
asupan cairan (elimimasi fekal) 3. Monitor feses : frekuensi,
 Hydration (hidrasi)
konsistensi, dan volume
Kriteria hasil : 4. Anjurkan pasien/keluarga pasien
a. Mempertahankan bentuk untuk diet tinggi serat
feses lunak 1-3 hari 5. Ajarkan pasien/keluarga pasien
b. Bebas dari
mengenai cara pemakaian obat
ketidaknyamanan dan
pencahar yang benar
konstipasi 6. Konsultasikan dengan dokter
c. Feses lunak dan
tentang penurunan dan
berbentuk
peningkatan bising usus
7. Kolaborasi dalam pemberian
laktasif
10. Risiko infeksi NOC : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
berhubungandengan  Immune Status (status sistemik dan local
2. Monitor hitung granullosit, WBC
ketidakadekuatan imun) 3. Bersihkan ligkungan setelah
pertahanan tubuh sekunder  Knowledge : Infection
digunakan oleh pasien lain
Control (Pengetahuan: 4. Batasi pengunjung bila perlu
Pengendalian Infeksi) 5. Instruksikan pada pengunjung
 Risk Control (kontrol untuk mencuci tangan saat
resiko) berkunjung dan setelah
Kriteria hasil : berkunjung
a. Tidak terdapat tanda dan 6. Ajarkan pasien/keluarga pasien
gejala infeksi cara menghindari infeksi
b. Jumlah leukosit dalam 7. Kolaboratif dalam pemberian
rentang normal terapi antibiotik (Infection
c. Menunjukkan perilaku Protection) bila perlu
hidup sehat

D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya : Intervensi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien
dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien. Pada tahap
implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi berfokus pada ketepatan perawatan yang diberikan dan
kemajuan pasien atau kemunduran pasien terhadap hasil yang diharapkan.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu karena setiap
tindakan keperawatan dilakukan, respon klien dicatat dan dievaluasi
dalam hubungannya dengan hasil yang yang diharapkan. Kemudian
berdasarkan respon klien, direvisi intervensi keperawatan atau hasil yang
diperlukan. Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan
computer keperawatan, yaitu :
1. Proses (sumatif)
Fokus tipe ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan, dilaksanakan untuk
membantu keefektifan terhadap tindakan.
2. Hasil (formatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien

Daftar Pustaka
Alatas, H., 2002, Pemeriksaan Laboratorium pada Penyakit Ginjal, dalam Alatas, H.,
Tambunan, T., Trihono, P., dan Pardede, S. (Editor), Buku Ajar Nefrologi
Anak: Jakarta, Balai Penerbit FKUI, hal. 51-72.

Betz, cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby’s Pediatric Nursing
Reference). Edisi 3. Jakarta : EGC

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Donna L. Wong. et all. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik. Cetakan pertama.
Jakarta : EGC

Munandar, Utami. (2014). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:


Rineka Cipta

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 3. Jogjakarta: MediAction

Price, Sylvia. A, Lorraine, M. Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi “Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit”. Edisi : 4. Jakarta : EGC.

SDKI, DPP & PPNI, 2016. Sandar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi dan
indicator diagnostic. Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Suriadi, Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Dalam. Edisi 1.
Jakarta: Agung Setia.

Whaley and Wong. (2000). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai