Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Epidemiologi

Pada suatu epidemiologi di Amerika didapatkan suatu data dari Centers for
Disease Control and Prevention, National Center for Health Statistics dan Amerika
Heart Association yang menyatakan bahwa kasus kematian tertinggi akibat
penyakit kardiovaskular disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Penyakit
jantung koroner ini menyumbang sebesar 46 % dari total penyakit kardiovaskuler
dan sisa persentase yang lain disumbang oleh penyakit stroke, demam rematik,
defek kardiovaskuler kongenital, penyakit jantung kongestif, tekanan darah tinggi,
dan lain-lain. Stroke menyumbang sekitar 17 %, demam rematik menyumbang
sekitar 0,5 %. Defek kardiovaskular kongenital menyumbang sekitar 0,5 %,
penyakit jantung kongestif menyumbang sekitar 5 %, tekanan darah tinggi
menyumbang sekitar 5 % dan lain-lain menyumbang sekitar 25 %. (Silvya)

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) di Indonesia menyatakan


bahwa pada tahun 2004 terdapat 1,3 % penduduk yang berusia diatas 15 tahun
pernah didiagnosis mengalami penyakit jantung iskemik dan 0,9 % diantaranya
sudah pernah diobati. Dilaporkan juga bahwa 51 per 1000 penduduk Indonesia yang
berusia diatas 15 tahun telah mengalami gejala penyakit jantung iskemik berupa
angina pektoris dan 93 % diantaranya tidak mendapatkan pengobatan yang sesuai.
Pada tahun 2005, terdapat suatu data global yang menyatakan bahwa 7,6 %
penduduk di dunia meninggal karena serangan jantung. Pada tahun 2007, menurut
Laporan Nasional Riskesdas di Indonesia terdapat 5,1 % penduduk yang mengalami
kematian akibat penyakit jantung iskemik. (jurnal 1).

Pada tahun 2007 telah dilakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
terhadap 600.021 responden yang dilaksanakan di 440 kabupaten di 33 provinsi di
Indonesia. Pada Survei tersebut ditemukan 5 kabupaten di Indonesia yang memiliki

1
prevalensi terjadinya angina pektoris tertinggi yaitu Jeneponto, Manggarai Barat,
Natuna, Lembata, Aceh Selatan. Terdapat juga 5 kabupaten di Indonesia yang
memiliki prevalensi terjadinya angina pectoris terendah yaitu Bengkulu Utara,
Sidoarjo, Maluku Tengah, Pulau Pisau, Muaro Jambi.

Tabel 1 : Lima Kabupaten dengan Persentase Angina Pektoris Tertinggi


dan Terendah

2
Terdapat suatu data global yang menyatakan bahwa prevalensi terjadinya
angina pektoris meningkat dengan bertambahnya usia dan dengan adanya
perbedaan jenis kelamin. Hal ini dibuktikan pada wanita yang berusia 45 - 65 tahun
terdapat data dimana 5 -7 % wanita diantaranya mengalami angina pektoris stabil,
sedangkan pada wanita berusia 65 – 84 tahun ditemukan 10 – 12 % diantaranya
mengalami angina pektoris stabil. Pada laki-laki berusia 45 - 64 tahun ditemukan 4
– 7 % yang mengalami angina pektoris stabil, sedangkan laki-laki berusia 65 -84
tahun ditemukan 12 – 14 % yang mengalami angina pektoris. (IPD)

Selain dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, ternyata tingginya angka
kejadian angina pectoris juga berhubungan dengan pekerjaan, status ekonomi,
tempat tinggal dan rendahnya pendidikan. Berikut ini merupakan tabel yang
menunjukkan tingginya angka kejadian angina pektoris :

3
Tabel 2: Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan,
Pekerjaan,Tempat tinggal dan Status Ekonomi dengan kejadian Angina
Pektoris Stabil di Indonesia

Tabel di atas memberikan suatu data bahwa kejadian angina pectoris


banyak dialami oleh penduduk Indonesia yang berusia 45 – 54 tahun, dengan
jenis kelamin perempuanlah yang mendominasi. Pada penduduk dengan status
ekonomi yang rendah kejadian angina pectoris paling banyak dialami oleh
penduduk dengan status ekonomi kuintil 3. Penduduk yang tinggal di daerah
pedesaan pun juga menunjukkan angka kejadian angina pectoris yang tinggi
dibandingkan dengan penduduk kota. Tabel di atas juga menerangkan bahwa
pendidikan rendah sangat menyumbang angka kejadian angina pectoris
dengan presentase 83,9 %.

4
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

2.1.1 Definisi secara umum

Angina pektoris merupakan suatu kompleks gejala dari penyakit jantung


iskemik sebagai akibat berkurangnya aliran darah dan pasokan oksigen ke dalam
miokardium.(Robin) Sindrom ini menimbulkan rasa nyeri pada dada substrenum
sebelah kiri dan dapat menjalar ke leher, rahang, dan punggung bagian kiri sampai
dengan lengan kiri serta jari-jari bagian ulnar.(Lili). Kualitas dari rasa nyeri ini
merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih di dada, dan ada desakan dari
dalam atau dari bawah diafragma sehingga timbul rasa seperti dada mau pecah
(IPD)

2.1.2 Karakteristik Angina Pektoris

Secara klinis beratnya nyeri dada dari angina pectoris menggambarkan


beratnya iskemik dari otot jantung, sehingga terdapat klasifikasi untuk nyeri dada,
dimana hal ini akan memudahkan dalam penatalaksanaan selanjutnya. Klasifikasi
nyeri dada dari angina pectoris menurut Candadian Cardiovaskular Society (CCS)
adalah sebagai berikut :

 CCS Kelas I : Pada aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan nyeri


dada, tetapi nyeri dada akan muncul ketika melakukan aktivitas
yang berat seperti berjalan cepat atau berlari.
 CCS Kelas II : Nyeri dada akan muncul ketika melakukan aktivitas
yang agak berat dari biasanya seperti naik tangga lebih dari satu
lantai atau berjalan kaki dua blok perumahan

5
 CCS Kelas III : Nyeri dada akan muncul ketika melakukan aktivitas
seperti biasa contohnya ketika berjalan kaki dengan kecepatan
biasa.
 CCS Kelas IV : Nyeri dada akan muncul ketika istirahat dan ketika
beraktivitas sehari-hari seperti menyapu dan mandi.(IPD)

2.1.3 Klasifikasi Angina Pektoris

Terdapat 4 tipe dari angina pectoris yang dibedakan berdasarkan penyebab


dan jenis serangan yaitu :

1. Angina pectoris stabil disebut juga angina tipikal (khas), merupakan


angina yang disebabkan oleh atherosclerosis dimana terdapat 75 % plak
eritromatosa yang menyumbat arteri koronaria sehingga akan menghalangi
aliran darah menuju ke miokardium, akibatnya miokardium mengalami
iskemik dan menimbulkan gejala angina pectoris. Angina pectoris stabil ini
dapat muncul ketika seseorang yang memiliki plak eritromatosa melakukan
aktifitas fisik yang berat dimana membutuhkan pasokan oksigen yang
banyak. Pada saat gejala angina pectoris stabil ini muncul maka hal yang
dapat menghilangkannya adalah dengan beristirahat yang cukup dan tidak
melakukan aktifitas berat berulang-ulang. (Lili)
Terdapat beberapa ciri-ciri dari angina pectoris stabil yang dapat
dijadikan patokan dalam membedakannya dengan nyeri non kardiak yaitu
nyeri pada angina pectoris tidak dipengaruhi oleh gerakan pernafasan atau
gerakan dada, nyeri ini timbul saat beraktivitas dan akan hilang saat
istirahat. Nyeri pada angina pektoris pertama kali muncul biasanya hanya
beberapa menit sampai kurang dari 20 menit, apabila nyeri lebih dari 20
menit maka harus dipertimbangkan sebagai angina tidak stabil. Pada angina
pectoris stabil nyeri dapat dihilangkan dengan pemberian nitrogliserin
sublingual, nyeri pada angina pectoris berlangsung tidak terus-menerus
tetapi hilang timbul bisa makin bertambah maupun makin berkurang sampai
terkontrol, apabila terjadi nyeri yang terus-menerus sepanjang hari atau
sampai berhari-hari bukanlah nyeri dari angina pekoris. (IPD)

6
Terdapat tiga karakteristik dari nyeri dada (angina pectoris stabil)
yaitu :
 Rasa nyeri yang tidak nyaman di bagian retrosternal
 Rasa nyeri dapat timbul jika dipicu oleh aktivitas fisik atau
stress emosional
 Rasa nyeri akan berkurang apabila diberikan nitrat atau
dengan istirahat (IPD)
2. Angina pectoris varian disebut juga angina prinzmetal, merupakan
angina yang disebabkan oleh spasme arteri koronaria. Gejala angina
pectoris varian ini sering muncul pada keadaan istirahat dan jarang sekali
mucul pada saat melakukan aktifitas. Pemberian vasodilator seperti
nitrogliserida dan penghambat kanal kalsium dapat segera menghilangkan
nyeri dari angina pectoris prinzmetal. (Robins)
3. Angina pectoris tidak stabil disebut juga angina kresendo,
merupakan angina yang disebabkan oleh atherosclerosis dimana terdapat 90
% plak eritromatosa yang menyumbat arteri coronaria diikuti dengan
pembentukan thrombus parsial, dan dapat juga disebabkan oleh adanya
embolisasi atau vasospasme. Angina pectoris tidak stabil dapat muncul pada
saat beristirahat maupun saat melakukan aktivitas fisik. Angina pectoris
tidak stabil ini merupakan gejala awal dari serangan infark miokardium
sehingga sering juga disebut sebagai angina prainfark. (Robin)
4. Angina mikrovaskuler merupakan nyeri dada yang disebabkan oleh
kerusakan cadangan vasodilator di arteri coronaria. Angina mikrovaskular
ini tidak ditandai dengan penyumbatan arteri coronaria. Serangan dari
angina mikrovaskuler ini mirip dengan angina lainnya tetapi serangan ini
terjadi pada pembuluh darah yang normal. Angina mikrovaskular ini dapat
menjadi gejala awal dari penyakit coroner mikrovaskular (MVD). (buku)

2.2 Faktor Resiko

7
Faktor resiko terjadinya angina pectoris sama dengan faktor resiko penyakit
jantung koroner (PJK) akibat atherosclerosis yang meliputi berbagai hal, yaitu:

1. Genetik, yaitu pewarisan gen dimana pada keluarga yang mengalami


atherosklerosis sebagian besar bersifat poligenik, poligenik ini merupakan
pewarisan sifat yang dipengaruhi beberapa gen dan tidak diketahui persis
bagamaina proses pewarisannya.
2. Faktor usia sangat mempengaruhi, dimana usia lanjutlah yang rentan
menderita angina pectoris, karena pada usia lanjut pembuluh darah
dijantung sudah tidak elastis lagi dan mudah untuk terbentuknya plak
ertiromatosa sebagai tanda dari atherosclerosis.
3. Jenis Kelamin, pada wanita premenopause sangat jarang mengalami
atherosclerosis akan tetapi pada wanita posmenopause sangat rentan
mengalami atherosclerosis akibat berkurangnya hormon estrogen. Pada
laki-laki juga sangat rentan mengalami atherosklerosis daripada wanita
premenopause.
4. Merokok merupakan faktor resiko terjadinya angina pectoris karena di
dalam rokok mengandung 200 macam racun, dimana salah satu racunnya
dapat mendegradasi Nitrit Oksida (NO), padahal secara normal NO
berfungsi untuk merapatkan dan melicinkan pembuluh darah khususnya
pembuluh darah di jantung. Jika pembuluh darah di jantung kekurangan
NO, lapisan subendotel pembuluh darah di jantung akan menjadi renggang
dan mudah untuk dimasuki oleh lipid-lipid yang beredar di dalam darah,
selanjutnya lipid-lipid tadi akan tertimbun di arteri coronaria dan
menyebabkan terjadinya atherosclerosis yang akan menyumbat aliran darah
ke dalam miokardium akibatnya menyebabkan iskemik dan berujung ke
gejala angina pectoris. (jurnal rokok)
5. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama dari atherosclerosis ?
6. Diabetes Melitus, kandungan glukosa darah menjadi tinggi sehingga
menyebabkan viskositas darah meningkat, yang selanjutnya akan membuat
darah relative statis sehingga lebih banyak kolesterol darah yang akan
mengendap di pembuluh darah khususnya di arteri koronaria. Selain itu

8
diabetes mellitus juga memicu terjadinya hiperkolesterolemia, sehingga
sangat rentan untuk terbentuknya atherosclerosis.
7. Hiperlipidemia terutama hiperkolesterolemia yaitu peningkatan kadar
kolesterol serum sangat dapat untuk merangsang terbentuknya lesi di
pembuluh darah, bahkan jika tidak ada faktor resiko lain yang mendukung.
Hiperkolesterolemia yang sangat berpengaruh adalah peningkatan dari
LDL, yaitu suatu lipoprotein densitas rendah yang berfungsi sebagai
pembawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer. Semakin tinggi kadar LDL
maka semakin banyak juga kolesterol yang diangkut ke jaringan perifer dan
akan membentuk suatu lesi pada pembuluh darah. Terbentuknya lesi ini
akan memicu terbentuknya suatu plak atheroma. (Robin)
8. Aktifitas fisik, dimana kurangnya aktifitas fisik akan terjadi penurunan dari
HDL yaitu suatu lipoprotein densitas tinggi yang berdungsi memobilisasi
kolesterol dari plak atheroma yang sedang atau sudah terbentuk dan
mengangkutnya ke hati untuk di ekskresikan di empedu. Penurunan HDL
ini sangat beresiko terbentuknya atherosclerosis. (Robin)
9. Asupan makanan, dimana asupan makanan yang mengadung kaya akan
kolesterol dan lipid jenuh seperti pada kuning telur, lipid hewani, dan
mentega akan meningkatkan kadar kolesterol plasma darah, sehingga
memicu untuk terjadinya atherosclerosis. (Robin)
10. Obesitas, dimana berat badan yang berlebihan berkaitan erat dengan
peningkatan kadar LDL sehingga mudah sekali terbentuk suatu
atherosklerosis, selain itu obesitas juga berhubungan dengan peningkatan
beban kerja dari jantung, sehingga kebutuhan oksigen jantung juga akan
meningkat dan cenderung untuk memperparah penyakit jantung coroner.
(Jurnal iyus)

2.3 Etiologi

Penyebab dari Angina pektoris stabil dibagi menjadi beberapa, yaitu :

1. Atherosclerosis
2. Spasmus arteri coronaria

9
3. Aorta isufisiensi.
4. Anemia berat

2.4 Patofisiologi Angina Pectoris

2.4.1 Patofisiologi Secara Umum

Angina pectoris stabil merupakan suatu gejala nyeri dada yang ditimbulkan
akibat adanya penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik ini 90 %
awalnya dipicu oleh terbentuknya aterosklerosis, sehingga akan menghalangi aliran
darah yang menuju ke miokardium, akibatnya jantung kekurangan suplay oksigen.
Jika penyakit jantung iskemik berlangsung lama dapat menyebabkan kematian otot
jantung (infark miokardium), gagal jantung, dan kematian jantung mendadak.
Peningkatan terjadinya penyakit jantung iskemik disebabkan karena adanya
stenosis atau penyempitan pembuluh darah, pembentukan thrombus akibat
rupturnya plak ateromatosa, spasme pembuluh darah, dan adanya inflamasi karena
infeksi bakteri. (harison)

2.4.2 Patofisiologi Atherosclerosis

Pada referat ini akan lebih mendalam dibahas tentang patofisiologi angina
pectoris yang disebabkan oleh atherosclerosis. Aterosklerosis adalah suatu kelainan
dari pembuluh darah yang ditandai dengan adanya atheroma, plak ateromatosa atau
fibrofatty plaque, yang dapat mengganggu aliran pembuluh darah apabilaplak
ateromatosa tersebut cukup besar. Pada atrerosklerosis terjadi penimbunan lipid dan
jaringan fibrosa dalam arteri koroner yang lama kelamaan akan mempersempit
lumen pembuluh darah (Robin)

Awal kejadian ditandai dengan munculnya fatty streak di aorta pada semua
anak yang berusia lebih dari 10 tahun, semakin bertambah usia menjadi remaja fatty
streak ini muncul di tempat-tempat yang rentan membentuk plak seperti di arteri
coronaria. Faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan kebiasaan orang dewasa
(terutama merokok, asupan berlebih untuk makanan berlemak, kurangnya aktifitas
fisik) sangat berhubungan dengan fatty streak ini, sebagian bukti penelitian

10
menjelaskan bahwa fatty streak ini dapat berubah menjadi plak aterosklerotik jika
dipicu terus-menerus oleh faktor resiko tersebut.(robin)

Selain diawali oleh adanya fatty streak, atherosclerosis juga dapat diawali
dengan adanya cedera endotel. Cedera endotel dapat disebabkan antara lain karena
respon metabolik akibat asap rokok, infeksi bakteri atau virus, dan homosistein.
Cedera endotel ini menyebabkan disfungsi dari endotel sehingga terjadi
peningkatan permeabilitas endotel, perlekatan leukosit dan trombosit. Cedera
endotel ini juga menyebabkan munculnya proses inflamasi sehingga endotel akan
mengeluarkan sitokin-sitokin seperti TNF yang nantinya dapat mendorong
terbentuknya atherosclerosis.

Gambar 1 : Monosit yang memakan lipoprotein yang sudah teroksidasi


kemudian berubah menjadi sel busa (Nabel, G., dan Braunwald, E., 2012)

Terjadi akumulasi dari lipoprotein terutama LDL pada permukaan lapisan


tunika intima untuk kemudian masuk ke dalam tunika intima, dan poprotein
tersebut akan mengalami proses oksidasi dan glikasi. Proses oksidatif yang terjadi
akan memicu terbentuknya sitokin-sitokin yang akan meningkatkan ekspresi
molekul perekat (adhesion molecule). Molekul perekat ini akan membuat leukosit-

11
leukosit menempel pada permukaan tunika intima, dan kemudian leukosit akan
bermigrasi ke dalam tunika intima melalui molekul kemoatraktan. Dengan adanya
reseptor pemangsa (scavenger reseptor) di dalam tunika intima, leukosit dapat
memakan lipoprotein yang telah mengalami oksidasi dan glikasi sehingga leukosit
tadi akan berubah menjadi sel busa sesuai dengan yang terdapat pada gambar 1.

Gambar 2. Migrasi sel otot polos menuju tunika intima (Kumar, dkk. 2005)

Setelah terbentuknya sel busa, sel otot polos yang terdapat pada tunika
media akan berproliferasi dan bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima.
Migrasi dari sel otot polos tersebut juga akan menyebabkan akumulasi dari matriks
ekstraseluler dan terjadi pembentukan fibrosis. Pembentukan fibrosis ini
menyababkan terbentuknya suatu benjolan pada arteria coronaria yang akan
menyumbat aliran darah yang menuju ke otot jantung

12
Gambar 3: Tiga Zona di dalam plak ateromatosa (Kumar, dkk. 2005)

Apabila proses fibrosis berjalan terus maka juga disertai apoptosis dari sel
otot polos dan berubah menjadi kumpulan debris-debris seperti pada gambar 3.
Pada gambar 3 terlihat adanya 3 zona di dalam plak eritomatosa, yaitu :

1. Penutup (cap) fibrosa yang terletak tepat dibawah endotel, yang terdiri atas
kolagen padat, sel otot polos, dan makrofag yang tersebar di pembuluh
darah.
2. Zona Lipid yang terletak dibawah penutup (cap fibrosa). Zona ini terdiri atas
lipid ekstraseluler, sel busa, dan debris-debris.
3. Zona Basal yang terletak dibawah zona lipid. Zona ini terdiri atas sel otot
polos yang berproliferasi dan jaringan penyambung.

13
Gambar 4: Perbedaan plak stabil dan plak unstabil (Kumar, dkk. 2005)

Pada angina stabil yang disebabkan oleh terbentuknya atherosklerosis.


Atherosklerosis ini terdiri dari plak-plak yang stabil, dimana plak stabil ini memiliki
zona lipid yang tipis dan fibrous cap dengan sel otot polos yang tebal, sehingga
tidak mudah ruptur seperti terlihat pada gambar 4. Selain plak stabil terdapat satu
lagi jenis plak yaitu plak rentan/plak rawan, dimana plak ini memiliki zona lipid
dengan banyak sel busa dan lemak ekstraseluler dan memiliki fibrous cap yang tipis
dengan sedikit sel otot polos dan beberapa sel radang, sehingga mudah sekali untuk
mengalami ruptur. Plak rentan ini biasanya terjadi pada atherosklerosis yang
menyebabkan angina pectoris tidak stabil, plak rentan ini mudah sekali mengalami
perubahan morfologi dan bermanifestasi perdarahan, yang nantinya dapat
mengaktifkan jalur koagulasi untuk meningkatkan massa trombus. Dalam hitungan

14
detik trombus pun dapat berkembang untuk menyumbat secara total seluruh lumeh
pembuluh coronaria, sehingga dapat menyebabkan infark miokardium.

Gambar 5. Atherosklerosis menyebabkan penyumbatan pada arteri koronaria


(Libby, P., 2013)

15
2.5 Pemeriksaan

2.5.1 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada angina pectoris stabil seringkali


tidak menunjukkan tanda-tanda yang khusus/spesifik dan sering didapatkan hasil
yang normal. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah mulai dari inspeksi, palpasi,
perkusi, sampai dengan auskultasi, serta pemeriksaan vital sign. Pada inspeksi
sering ditemukan pasien tampak merasa kesakitan pada daerah dada sebelah kiri,
juga ditemukan adanya xanthelasma yaitu penimbunan lemak pada kelopak mata.
Pada palpasi sering ditemukan arteri perifer yang menebal sebagai tanda
pembesaran jantung dan kontraksi yang tidak normal, selain itu juga ditemukan
nadi dorsalis pedis atau tibialis posterior yang tidak teraba. Pada perkusi biasanya
tidak ditemukan hal-hal yang spesifik dan hasilnya pun kebanyakan normal.

Pada auskultasi saat nyeri dada sedang berlangsung ditemukan adanya


bunyi jantung tiga (S3) dan bunyi jantung empat (S4) karena adanya disfungsi
ventrikel kiri sementara. Selain itu juga terdengar bunyi murmur regurgitasi mitral
akibat disfungsi otot papillaris sewaktu iskemia miokard terjadi. Pada paru-paru
juga ditemukan bunyi abnormal yaitu adanya ronki basah dibagian basal kedua paru
yang mungkin mengindikasikan adanya gagal jantung kongestif. (lili)

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk angina pectoris stabil meliputi beberapa,


diantaranya adalah :

1. Pemeriksaan Lab, pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan mengenai


hemoglobin (Hb), hematocrit (Ht), trombosit, gula darah, profil lipid, enzim
creatinine kinase (CK) / creatinine kinasemuscle brain (CKMB), C-reactive
protein(CRP), dan troponin. Pemeriksaan lab yang utama untuk angina
pectoris hanyalah untuk memeriksa hemoglobin, hematocrit, dan trombosit.
Pada pemeriksaan gula darah dan profil lipid merupakan pemeriksaan
terhadap faktor resiko dari penyakit jantung coroner. Pada pemeriksaan

16
enzim creatinine kinase (CK) / creatinine kinasemuscle brain (CKMB), C-
reactive protein(CRP), dan troponin dilakukan bila nyeri dada cukup berat
dan lama, pemeriksaan ini untuk mengetahui penanda inflamasi akut. (IPD)
2. Foto thoraks, pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya kalsifikasi
coroner maupun katup jantung, selain itu pemeriksaan foto thoraks pada
angina pectoris juga dapat menunjukkan akibat penyakit jantung iskemik
yaitu pembesaran jantung, aneurisma ventrikel, atau tanda gagal jantung
(Harrison).
3. Elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan EKG untuk angina pectoris terbagi
menjadi 2 yaitu saat istirahat dan saat beraktivitas. EKG saat istirahat
menunjukkan adanya kelainan EKG 12 leads yang khas dengan perubahan
segmen ST-T yang sesuai dengan iskemik miokardium. Pada segmen ST
sering dijumpai adanya depresi segmen ST, kadang juga elevasi segmen ST
atau normalisasi segmen ST. Perubahan segmen ST ini berarti menyokong
diagnosis untuk angina pectoris.
Pemeriksaa EKG saat beraktivitas direkomendasikan untuk pasien dengan
abnormalitas EKG saat istirahat yang perlu dievaluasi lebih lanjut,
pemeriksaan ini penting dilakukan untuk pasien yang amat dicurigai
mengalami angina pectoris. Pada gambaran EKG menunjukkan adanya
bundle branch block (BBB) dan depresi segmen ST
4. Ekokardiografi, pemeriksaan ini sangat penting pada pasien dengan murmur
sistolik yang memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta atau
kardiomiopati hipertrofik. Ekokardiografi juga dapat menentukan luas dari
iskemik bila pemeriksaan dilakukan saat nyeri dada berlangsung. Apabila
pemeriksaan ekokardiografi ini dilakukan 30 menit setelah terjadi serangan
angina pectoris, maka sangat mungkin masih memperlihatkan adanya
segmen miokardium yang disfungsi karena iskemik akut. Segmen
miokardium yang disfungsi akan segera kembali normal apabila iskemik
akut telah hilang. (IPD)
5. Pemeriksaan angiografi koroner atau kateterisasi jantung diperlukan untuk
pasien angina pektoris stabil kelas III-IV meskipun telah mendapat terapi

17
yang cukup, pasien dengan risiko tinggi tanpa mempertimbangkan beratnya
angina, dan pasien yang pulih dari serangan aritmia ventrikel yang berat
sampai cardiac arrest, yang telah berhasil diatasi. Pemeriksaan angiografi
coroner ini untuk mendeteksi bukti penting arteriosklerosis koroner atau
menyingkirkan diagnosis ini. (Harrison).

18

Anda mungkin juga menyukai