Angina Pektoris
Angina Pektoris
PENDAHULUAN
1.1 Epidemiologi
Pada suatu epidemiologi di Amerika didapatkan suatu data dari Centers for
Disease Control and Prevention, National Center for Health Statistics dan Amerika
Heart Association yang menyatakan bahwa kasus kematian tertinggi akibat
penyakit kardiovaskular disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Penyakit
jantung koroner ini menyumbang sebesar 46 % dari total penyakit kardiovaskuler
dan sisa persentase yang lain disumbang oleh penyakit stroke, demam rematik,
defek kardiovaskuler kongenital, penyakit jantung kongestif, tekanan darah tinggi,
dan lain-lain. Stroke menyumbang sekitar 17 %, demam rematik menyumbang
sekitar 0,5 %. Defek kardiovaskular kongenital menyumbang sekitar 0,5 %,
penyakit jantung kongestif menyumbang sekitar 5 %, tekanan darah tinggi
menyumbang sekitar 5 % dan lain-lain menyumbang sekitar 25 %. (Silvya)
Pada tahun 2007 telah dilakukan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
terhadap 600.021 responden yang dilaksanakan di 440 kabupaten di 33 provinsi di
Indonesia. Pada Survei tersebut ditemukan 5 kabupaten di Indonesia yang memiliki
1
prevalensi terjadinya angina pektoris tertinggi yaitu Jeneponto, Manggarai Barat,
Natuna, Lembata, Aceh Selatan. Terdapat juga 5 kabupaten di Indonesia yang
memiliki prevalensi terjadinya angina pectoris terendah yaitu Bengkulu Utara,
Sidoarjo, Maluku Tengah, Pulau Pisau, Muaro Jambi.
2
Terdapat suatu data global yang menyatakan bahwa prevalensi terjadinya
angina pektoris meningkat dengan bertambahnya usia dan dengan adanya
perbedaan jenis kelamin. Hal ini dibuktikan pada wanita yang berusia 45 - 65 tahun
terdapat data dimana 5 -7 % wanita diantaranya mengalami angina pektoris stabil,
sedangkan pada wanita berusia 65 – 84 tahun ditemukan 10 – 12 % diantaranya
mengalami angina pektoris stabil. Pada laki-laki berusia 45 - 64 tahun ditemukan 4
– 7 % yang mengalami angina pektoris stabil, sedangkan laki-laki berusia 65 -84
tahun ditemukan 12 – 14 % yang mengalami angina pektoris. (IPD)
Selain dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, ternyata tingginya angka
kejadian angina pectoris juga berhubungan dengan pekerjaan, status ekonomi,
tempat tinggal dan rendahnya pendidikan. Berikut ini merupakan tabel yang
menunjukkan tingginya angka kejadian angina pektoris :
3
Tabel 2: Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan,
Pekerjaan,Tempat tinggal dan Status Ekonomi dengan kejadian Angina
Pektoris Stabil di Indonesia
4
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
5
CCS Kelas III : Nyeri dada akan muncul ketika melakukan aktivitas
seperti biasa contohnya ketika berjalan kaki dengan kecepatan
biasa.
CCS Kelas IV : Nyeri dada akan muncul ketika istirahat dan ketika
beraktivitas sehari-hari seperti menyapu dan mandi.(IPD)
6
Terdapat tiga karakteristik dari nyeri dada (angina pectoris stabil)
yaitu :
Rasa nyeri yang tidak nyaman di bagian retrosternal
Rasa nyeri dapat timbul jika dipicu oleh aktivitas fisik atau
stress emosional
Rasa nyeri akan berkurang apabila diberikan nitrat atau
dengan istirahat (IPD)
2. Angina pectoris varian disebut juga angina prinzmetal, merupakan
angina yang disebabkan oleh spasme arteri koronaria. Gejala angina
pectoris varian ini sering muncul pada keadaan istirahat dan jarang sekali
mucul pada saat melakukan aktifitas. Pemberian vasodilator seperti
nitrogliserida dan penghambat kanal kalsium dapat segera menghilangkan
nyeri dari angina pectoris prinzmetal. (Robins)
3. Angina pectoris tidak stabil disebut juga angina kresendo,
merupakan angina yang disebabkan oleh atherosclerosis dimana terdapat 90
% plak eritromatosa yang menyumbat arteri coronaria diikuti dengan
pembentukan thrombus parsial, dan dapat juga disebabkan oleh adanya
embolisasi atau vasospasme. Angina pectoris tidak stabil dapat muncul pada
saat beristirahat maupun saat melakukan aktivitas fisik. Angina pectoris
tidak stabil ini merupakan gejala awal dari serangan infark miokardium
sehingga sering juga disebut sebagai angina prainfark. (Robin)
4. Angina mikrovaskuler merupakan nyeri dada yang disebabkan oleh
kerusakan cadangan vasodilator di arteri coronaria. Angina mikrovaskular
ini tidak ditandai dengan penyumbatan arteri coronaria. Serangan dari
angina mikrovaskuler ini mirip dengan angina lainnya tetapi serangan ini
terjadi pada pembuluh darah yang normal. Angina mikrovaskular ini dapat
menjadi gejala awal dari penyakit coroner mikrovaskular (MVD). (buku)
7
Faktor resiko terjadinya angina pectoris sama dengan faktor resiko penyakit
jantung koroner (PJK) akibat atherosclerosis yang meliputi berbagai hal, yaitu:
8
diabetes mellitus juga memicu terjadinya hiperkolesterolemia, sehingga
sangat rentan untuk terbentuknya atherosclerosis.
7. Hiperlipidemia terutama hiperkolesterolemia yaitu peningkatan kadar
kolesterol serum sangat dapat untuk merangsang terbentuknya lesi di
pembuluh darah, bahkan jika tidak ada faktor resiko lain yang mendukung.
Hiperkolesterolemia yang sangat berpengaruh adalah peningkatan dari
LDL, yaitu suatu lipoprotein densitas rendah yang berfungsi sebagai
pembawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer. Semakin tinggi kadar LDL
maka semakin banyak juga kolesterol yang diangkut ke jaringan perifer dan
akan membentuk suatu lesi pada pembuluh darah. Terbentuknya lesi ini
akan memicu terbentuknya suatu plak atheroma. (Robin)
8. Aktifitas fisik, dimana kurangnya aktifitas fisik akan terjadi penurunan dari
HDL yaitu suatu lipoprotein densitas tinggi yang berdungsi memobilisasi
kolesterol dari plak atheroma yang sedang atau sudah terbentuk dan
mengangkutnya ke hati untuk di ekskresikan di empedu. Penurunan HDL
ini sangat beresiko terbentuknya atherosclerosis. (Robin)
9. Asupan makanan, dimana asupan makanan yang mengadung kaya akan
kolesterol dan lipid jenuh seperti pada kuning telur, lipid hewani, dan
mentega akan meningkatkan kadar kolesterol plasma darah, sehingga
memicu untuk terjadinya atherosclerosis. (Robin)
10. Obesitas, dimana berat badan yang berlebihan berkaitan erat dengan
peningkatan kadar LDL sehingga mudah sekali terbentuk suatu
atherosklerosis, selain itu obesitas juga berhubungan dengan peningkatan
beban kerja dari jantung, sehingga kebutuhan oksigen jantung juga akan
meningkat dan cenderung untuk memperparah penyakit jantung coroner.
(Jurnal iyus)
2.3 Etiologi
1. Atherosclerosis
2. Spasmus arteri coronaria
9
3. Aorta isufisiensi.
4. Anemia berat
Angina pectoris stabil merupakan suatu gejala nyeri dada yang ditimbulkan
akibat adanya penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik ini 90 %
awalnya dipicu oleh terbentuknya aterosklerosis, sehingga akan menghalangi aliran
darah yang menuju ke miokardium, akibatnya jantung kekurangan suplay oksigen.
Jika penyakit jantung iskemik berlangsung lama dapat menyebabkan kematian otot
jantung (infark miokardium), gagal jantung, dan kematian jantung mendadak.
Peningkatan terjadinya penyakit jantung iskemik disebabkan karena adanya
stenosis atau penyempitan pembuluh darah, pembentukan thrombus akibat
rupturnya plak ateromatosa, spasme pembuluh darah, dan adanya inflamasi karena
infeksi bakteri. (harison)
Pada referat ini akan lebih mendalam dibahas tentang patofisiologi angina
pectoris yang disebabkan oleh atherosclerosis. Aterosklerosis adalah suatu kelainan
dari pembuluh darah yang ditandai dengan adanya atheroma, plak ateromatosa atau
fibrofatty plaque, yang dapat mengganggu aliran pembuluh darah apabilaplak
ateromatosa tersebut cukup besar. Pada atrerosklerosis terjadi penimbunan lipid dan
jaringan fibrosa dalam arteri koroner yang lama kelamaan akan mempersempit
lumen pembuluh darah (Robin)
Awal kejadian ditandai dengan munculnya fatty streak di aorta pada semua
anak yang berusia lebih dari 10 tahun, semakin bertambah usia menjadi remaja fatty
streak ini muncul di tempat-tempat yang rentan membentuk plak seperti di arteri
coronaria. Faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan kebiasaan orang dewasa
(terutama merokok, asupan berlebih untuk makanan berlemak, kurangnya aktifitas
fisik) sangat berhubungan dengan fatty streak ini, sebagian bukti penelitian
10
menjelaskan bahwa fatty streak ini dapat berubah menjadi plak aterosklerotik jika
dipicu terus-menerus oleh faktor resiko tersebut.(robin)
Selain diawali oleh adanya fatty streak, atherosclerosis juga dapat diawali
dengan adanya cedera endotel. Cedera endotel dapat disebabkan antara lain karena
respon metabolik akibat asap rokok, infeksi bakteri atau virus, dan homosistein.
Cedera endotel ini menyebabkan disfungsi dari endotel sehingga terjadi
peningkatan permeabilitas endotel, perlekatan leukosit dan trombosit. Cedera
endotel ini juga menyebabkan munculnya proses inflamasi sehingga endotel akan
mengeluarkan sitokin-sitokin seperti TNF yang nantinya dapat mendorong
terbentuknya atherosclerosis.
11
leukosit menempel pada permukaan tunika intima, dan kemudian leukosit akan
bermigrasi ke dalam tunika intima melalui molekul kemoatraktan. Dengan adanya
reseptor pemangsa (scavenger reseptor) di dalam tunika intima, leukosit dapat
memakan lipoprotein yang telah mengalami oksidasi dan glikasi sehingga leukosit
tadi akan berubah menjadi sel busa sesuai dengan yang terdapat pada gambar 1.
Gambar 2. Migrasi sel otot polos menuju tunika intima (Kumar, dkk. 2005)
Setelah terbentuknya sel busa, sel otot polos yang terdapat pada tunika
media akan berproliferasi dan bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima.
Migrasi dari sel otot polos tersebut juga akan menyebabkan akumulasi dari matriks
ekstraseluler dan terjadi pembentukan fibrosis. Pembentukan fibrosis ini
menyababkan terbentuknya suatu benjolan pada arteria coronaria yang akan
menyumbat aliran darah yang menuju ke otot jantung
12
Gambar 3: Tiga Zona di dalam plak ateromatosa (Kumar, dkk. 2005)
Apabila proses fibrosis berjalan terus maka juga disertai apoptosis dari sel
otot polos dan berubah menjadi kumpulan debris-debris seperti pada gambar 3.
Pada gambar 3 terlihat adanya 3 zona di dalam plak eritomatosa, yaitu :
1. Penutup (cap) fibrosa yang terletak tepat dibawah endotel, yang terdiri atas
kolagen padat, sel otot polos, dan makrofag yang tersebar di pembuluh
darah.
2. Zona Lipid yang terletak dibawah penutup (cap fibrosa). Zona ini terdiri atas
lipid ekstraseluler, sel busa, dan debris-debris.
3. Zona Basal yang terletak dibawah zona lipid. Zona ini terdiri atas sel otot
polos yang berproliferasi dan jaringan penyambung.
13
Gambar 4: Perbedaan plak stabil dan plak unstabil (Kumar, dkk. 2005)
14
detik trombus pun dapat berkembang untuk menyumbat secara total seluruh lumeh
pembuluh coronaria, sehingga dapat menyebabkan infark miokardium.
15
2.5 Pemeriksaan
16
enzim creatinine kinase (CK) / creatinine kinasemuscle brain (CKMB), C-
reactive protein(CRP), dan troponin dilakukan bila nyeri dada cukup berat
dan lama, pemeriksaan ini untuk mengetahui penanda inflamasi akut. (IPD)
2. Foto thoraks, pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya kalsifikasi
coroner maupun katup jantung, selain itu pemeriksaan foto thoraks pada
angina pectoris juga dapat menunjukkan akibat penyakit jantung iskemik
yaitu pembesaran jantung, aneurisma ventrikel, atau tanda gagal jantung
(Harrison).
3. Elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan EKG untuk angina pectoris terbagi
menjadi 2 yaitu saat istirahat dan saat beraktivitas. EKG saat istirahat
menunjukkan adanya kelainan EKG 12 leads yang khas dengan perubahan
segmen ST-T yang sesuai dengan iskemik miokardium. Pada segmen ST
sering dijumpai adanya depresi segmen ST, kadang juga elevasi segmen ST
atau normalisasi segmen ST. Perubahan segmen ST ini berarti menyokong
diagnosis untuk angina pectoris.
Pemeriksaa EKG saat beraktivitas direkomendasikan untuk pasien dengan
abnormalitas EKG saat istirahat yang perlu dievaluasi lebih lanjut,
pemeriksaan ini penting dilakukan untuk pasien yang amat dicurigai
mengalami angina pectoris. Pada gambaran EKG menunjukkan adanya
bundle branch block (BBB) dan depresi segmen ST
4. Ekokardiografi, pemeriksaan ini sangat penting pada pasien dengan murmur
sistolik yang memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta atau
kardiomiopati hipertrofik. Ekokardiografi juga dapat menentukan luas dari
iskemik bila pemeriksaan dilakukan saat nyeri dada berlangsung. Apabila
pemeriksaan ekokardiografi ini dilakukan 30 menit setelah terjadi serangan
angina pectoris, maka sangat mungkin masih memperlihatkan adanya
segmen miokardium yang disfungsi karena iskemik akut. Segmen
miokardium yang disfungsi akan segera kembali normal apabila iskemik
akut telah hilang. (IPD)
5. Pemeriksaan angiografi koroner atau kateterisasi jantung diperlukan untuk
pasien angina pektoris stabil kelas III-IV meskipun telah mendapat terapi
17
yang cukup, pasien dengan risiko tinggi tanpa mempertimbangkan beratnya
angina, dan pasien yang pulih dari serangan aritmia ventrikel yang berat
sampai cardiac arrest, yang telah berhasil diatasi. Pemeriksaan angiografi
coroner ini untuk mendeteksi bukti penting arteriosklerosis koroner atau
menyingkirkan diagnosis ini. (Harrison).
18