Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ELEKTIF KEPERAWATAN

TERAPI PEMBERIAN OKSIGEN

Dosen Pembimbing : Siti Mulidah, S.Pd, S.Kep, Ns, M.Kes

Disusun oleh :
Lora Ardya Pramesti
P1337420216079
Tingkat III B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah tentang “Tugas Elektif
Keperawatan Terapi Pemberian Oksigen” dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan suatu
pelajaran.
Tidak lupa pula kami mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh
rekan-rekan yang telah ikut serta mendukung dalam penyusunan makalah ini,
khususnya kepada Dosen Mata Kuliah Keperawatan Elektif yang selalu
memberikan dukungan kepada kami. Adapun kritik dan saran yang membangun
sangat terbuka demi kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 14 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................2
D. Manfaat Penulisan........................................................................2
BAB II ISI
A. Pengertian Terapi Oksigen............................................................3
B. Tujuan Terapi Oksigen..................................................................4
C. Indikasi Terapi Oksigen.................................................................4
D. Kontraindikasi Terapi Oksigen......................................................4
E. Metode Pemberian Terapi Oksigen................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................17
B. Saran.............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh
sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup
udara ruangan dalam setiap kali bernapas. Penyampaian oksigen ke
jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler,
dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan oksigen ditandai dengan
keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian
jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan (Anggraini & Hafifah dalam
febriyanti dkk 2017).
Seorang perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan harus
melakukan metode keperawatan berupa pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi, hal tersebut
terintegrasi dalam sebuah proses manajemen keperawatan dimana
pengkajian, masih terintegrasi dalam fungsi manajemen perencanaan.
Intervensi, indikasi, dan tujuan terintegrasi dalam fungsi
pengorganisasian. Implementasi keperawatan terintegrasi dalam fungsi
manajemen pengarahan, dan evaluasi terintegrasi dalam fungsi
manajemen pengawasan. Integrasi tersebut menyimpulkan bahwa
manajemen terapi oksigen yang diberikan oleh perawat dimulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan dalam
pemberian oksigen pada pasien (Harahap, 2004 dalam Marques &
Huston, 2010).
Perawat melakukan pengamatan dan penilaian yang tepat selama
terapi oksigen agar cedera pada pasien dapat dicegah. Perawat harus
terus memantau kebutuhan oksigen dan menilai berapa persen oksigen
harus diberikan. Targetnya adalah untuk menghindari hyperoxia atau
hipoksia, dan fluktuasi diantaranya (Solberg, 2010).

4
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud terapi oksigen ?
2. Apa saja tujuan terapi oksigen ?
3. Apa indikasi menggunakan terapi oksigen ?
4. Apa kontraindikasi dalam pemberian terapi oksigen ?
5. Apa saja metode dalam pemberian terapi oksigen ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui materi tentang terapi oksigen.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa yang dimaksud terapi oksigen.
b. Mengetahui apa saja tujuan terapi oksigen.
c. Mengetahui apa indikasi menggunakan terapi oksigen.
d. Mengetahui apa kontraindikasi dalam pemberian terapi oksigen.
e. Mengetahui apa saja metode pemberian terapi oksigen.

D. Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai terapi oksigen.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Terapi oksigen


Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital
dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara
menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernapas. Penyampaian
oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi,
kardiovaskuler, dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan oksigen
ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat
menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan
(Anggraini & Hafifah dalam febriyanti dkk 2017).
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Terapi Oksigen
merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan
oksigen kedalam paru melalui saluran pernapasan dengan
menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat
diberikan melalui tiga cara yaitu: melalui kanula nasal, kateter nasal,
masker dengan tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah
terjadinya hipoksia (Andarmoyo, 2012).
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen pada konsentrasi yang
lebih timggi dari udara bebas untuk mencegah terjadinya hipoksemia dan
hipoksia yang akan mengakibatkan terjadinya kematian sel. (Patria &
Fairuz, 2012)
Terapi oksigen selain dapat memenuhi kebutuhan oksigen kepada
klien, juga dapat menimbulkan bahaya. Keracunan oksigen terjadi
apabila terapi oksigen diberikan dengan konsentrasi yang tinggi dalam
jangka waktu yang lama. Hal tersebut kemudian dapat menyebabkan
kerusakan struktur jaringan paru seperti: atelektasis dan kerusakan

6
surfaktans. Infeksi paru, terjadi akibat alat-alat yang digunakan telah
terkontaminasi. Pengeringan mukosa saluran napas, terjadi bila O 2 yang
diberikan tidak dihumidifikasi. Oksigen yang diperoleh dari sumber
O2merupakan udara kering yang belum mengalami humidifikasi
(Asmadi, 2009).

B. Tujuan Terapi Oksigen


Tujuan dari terapi oksigen adalah: ( Alimul & Uliyah, 2005).
1. Memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh
2. Mencegah terjadinya hipoksia
3. Untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard
4. Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil
Analisa Gas Darah.

C. Indikasi Terapi Oksigen


Menurut Tarwoto &Wartonah (2010) terapi oksigen efektifdiberikan
pada klien yang mengalami:
1. Gagal nafas
2. Gangguan jantung (gagal jantung)
3. Kelumpuhan alat pernafasan
4. Perubahan pola napas
5. Keadaan gawat (misalnya: koma)
6. Trauma paru
7. Metabolisme yang meningkat
8. Post operasi
9. Keracunan karbon monoksida.

Berdasarkan tujuan terapi oksigen yang telah disebutkan, makaadapun


indikasi utama pemberian oksigen ini adalah sebagai berikut :

1. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah.
2. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon

7
terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju
dandalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan
pernafasan.
3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung
berusaha untuk mengatasi gangguan O 2 melalui peningkatan
lajupompa jantung yang adekuat.

D. Kontra Indikasi Pemberian Terapi Oksigen


Aryani (2009) menjelaskan Tidak ada konsentrasi pada pemberian
terapi oksigen dengan syarat pemberian jenis dan jumlah aliran
yang tepat. Namun demikan, perhatikan pada khusus berikut ini :
1. Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang
mulai bernafas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing
dan non rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan
oksigen. Hal ini dikarenakan jenis maskerrebreathing dan non-
rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang
tinggi yaitu sekitar 90-95%.
2. Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami
muntah-muntah.
3. Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal
kanul.
Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa terapi
oksigen pada pasien yang mengalami gangguan pernafasan mampu
memperbaiki aliran oksigen ke paru dan meningkatkan pertahanan
paru dan membantu transport mukosilier dan pembersihan.
Pemberiaan terapi oksigen diberikan dengan hati-hati karna
masing-masing metode terapi oksigen mempunyai cara yang
berbeda dan ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi sebelum
melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan
optimal dan indikasi yang tepat pada pemberian terapi oksigen itu
sendiri.

8
9
E. Metode Pemberian Terapi Oksigen
Metode pemberian oksigen dapat dibagi menjadi 2 teknik yaitu:
sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi. (Andarmoyo, 2012)
1. Sistem Aliran Rendah (low flow oxygen device)
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan, menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernapasan dengan patokan volume tidal klien. Ditujukan untuk klien
yang memerlukan oksigen, namun masih mampu bernafas dengan pola
pernapasan norma, misalnya klien dengan volume tidal 500 ml dengan
kecepatan pernapasan 16-20 kali permenit.
Teknik oksigenasi dengan low flow low concentration ini memberikan
oksigen dengan konsentrasi yang rendah dan dengan aliran yang rendah.
Adapun teknik yang digunakan adalah sebagai berikut (Ni Luh Suciati,
2010):
1) Kateter Nasal
Aliran oksigen yang bisa diberikan dengan alat ini adalah sekitar
1–6 liter/menit dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur
pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam
hidung sampai naso faring. Persentase oksigen yang mencapai
paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan,
terutama jika mukosa nasal membengkak atau pada pasien yang
bernafas melalui mulut.
Indikasi:
Diberikan pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka
pendek dengan konsentrasi rendah sampai sedang.
Kontraindikasi:
Fraktur dasar tengkorak kepala, trauma maksilofasial, dan
obstruksi nasal.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Pengukuran panjangnya kateter yang akan dimasukkan
harus tepat yaitu dalamnya kateter dari hidung sampai

10
faring diukur dengan cara jarak dari telinga ke hidung
b. Kateter harus diganti setiap 8 jam dengan bergantian
lubang hidungnya untuk mencegah iritasi dan infeksi
Keuntungan:
a. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama
b. Oksigen yang diberikan lebih stabil
c. Klien mudah bergerak, makan dan minum, berbicara dan
membersihkan mulut
d. Teknik ini lebih murah dan nyaman serta dapat juga
dipakai sebagai kateter penghisap
Kerugian:
a. Teknik memasukan kateter nasal ini lebih sulit dari pada
kanula nasal
b. Pasien merasakan nyeri saat kateter melewati nasofaring
dan mukosa nasal sehingga bisa mengalami trauma
c. Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih
dari 44%
d. Kateter harus diganti tiap 8 jam dan diinsersi kedalam
nostril lain
e. Dapat terjadi distensi lambung
f. Dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring
g. Aliran > 6 liter/menit dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung
h. Kateter mudah tersumbat dan tertekuk

11
2) Nasal Kanul/Kanul Binasal
Nasal kanul adalah alat sederhana yang murah dan sering
digunakan untuk menghantarkan oksigen. Nasal kanul terdapat dua
kanula yang panjangnya masing-masing 1,5 cm (1/2 inci) menonjol
pada bagian tengah selang dan dapat dimasukkan ke dalam lubang
hidung untuk memberikan oksigen dan yang memungkinkan klien
bernapas melalui mulut dan hidungnya. Oksigen yang diberikan
dapat secara kontinyu dengan aliran 1-6 liter/menit. Konsentrasi
oksigen yang dihasilkan dengan nasal kanul sama dengan kateter
nasal yaitu 24 % - 44 %. Berikut ini adalah aliran FiO2 yang
dihasilkan nasal kanul:
 1 Liter /min : 24 %
 2 Liter /min : 28 %
 3 Liter /min : 32 %
 4 Liter /min : 36 %
 5 Liter /min : 40 %
 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Indikasi: (Suparmi, 2008 & Ignatavicius, 2006)

12
a. Pasien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat
bantu nasal kanula untuk memenuhi kebutuhan oksigen
(keadaan sesak atau tidak sesak).
b. Pasien dengan gangguan oksigenasi seperti klien dengan
asthma, PPOK, atau penyakit paru yang lain
c. Pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka
panjang
Kontraindikasi: (Suparmi, 2008 & Ignatavicius, 2006)
a. Pada pasien dengan obstruksi nasal
b. Pasien yang apneu
Hal-hal yang harus diperhatikan (Potter & Perry, 2010):
a. Pastikan jalan napas harus paten tanpa adanya sumbatan di
nasal
b. Hati-hati terhadap pemakaian kanul nasal yang terlalu ketat
dapat menyebabkan kerusakan kulit ditelinga dan hidung.
c. Jangan terlalu sering menggunakan aliran > 4 liter/menit
karena dapat menimbulkan efek pengeringan pada mukosa
Keuntungan: (Ni Luh Suciati, 2010)
a. Pemasangannya lebih mudah dibandingkan dengan kateter
nasal
b. Lebih murah dan disposibel
c. Pasien lebih mudah makan, minum dan berbicara
d. Pasien lebih mudah mentolerir dan merasa nyaman
e. Pemberian oksigen lebih stabil dengan volume tidal dan
laju pernafasan yang teratur
Kerugian: (Ni Luh Suciati, 2010)
a. Konsentrasi yang diberikan tidak bisa lebih dari 44%
b. Mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1-1.5 cm
c. Oksigen bisa berkurang jika pasien bernapas melalui mulut

13
d. Aliran Oksigen > 4 liter/menit jarang digunakantidak
akan menambah FiO2 dan bisa menyebabkan iritasi selaput
lender serta mukosa kering
e. Pemasangan selang nasal yang terlalu ketat dapat
mengiritasi kulit di daerah telinga dan hidung

Sedangkan teknik oksigenasi dengan low flow high concentration ini


memberikan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi tapi dengan aliran
yang rendah. Adapun teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Sungkup Muka Sederhana (Simple Face Mask)
Alat ini memberikan oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang
seling serta konsentrasi oksigen yang diberikan dari tingkat rendah
sampai sedang. Aliran oksigen yang diberikan sekitar 5-8 liter/menit

14
dengan konsentrasi oksigen antara 40-60%. Berikut ini adalah aliran
FiO2 yang dihasilkan masker sederhana:
 5-6 Liter/menit : 40 %
 6-7 Liter/ menit : 50 %
 7-8 Liter/ menit : 60 %
Indikasi: (Ni Luh Suciati, 2010)
Pasien dengan kondisi seperti nyeri dada (baik karena serangan
jantung atau penyebab lain) dan pasien dengan sakit kepala
Kontraindikasi : (Ni Luh Suciati, 2010)
Pada pasien dengan retensi CO2 karena akan memperburuk retensi
Hal-hal yang harus diperhatikan (Ignatavicius, 2006 & Suzanne,
2008):
a. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit karena untuk
mendorong CO2 keluar dari masker
b. Saat pemasangan perlu adanya pengikat wajah dan jangan
terlalu ketat pemasangan karena dapat menyebabkan
penekanan kulit yang bisa menimbulkan rasa phobia ruang
tertutup
c. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan masker dan
tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit
Keuntungan: (Suparmi, 2008)
a. Sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan
sungkup yang berlubang besar
b. Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih besar daripada kanul
nasal ataupun kateter nasal
c. Dapat diberikan juga pada pasien yang mendapatkan terapi
aerosol
Kerugian : (Suparmi, 2008)
a. Konsentrasi oksigen yang diberikan tidak bisa kurang dari 40%
b. Dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika alirannya rendah

15
c. Pemasangannya menyekap sehingga tidak memungkinkan
untuk makan dan batuk
d. Bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah
e. Umumnya menimbulkan rasa tidak nyaman pada pasien
f. Menimbulkan rasa panas sehingga kemungkinan dapat
mengiritasi mulut dan pipi

2) Sungkup Muka Dengan Kantong (Rebreathing)


Suatu teknik pemberian osigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60-80%
dengan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus
mengembang, baik saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat inspirasi,
oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan
kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam
lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur
dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada
simple face mask (Ni Luh Suciati, 2010)
Indikasi: (Potter & Perry, 2010 )
Pasien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah
Kontraindikasi: (Potter & Perry, 2010 )
Pada pasien dengan retensi CO2 karena akan memperburuk retensi
Hal-hal yang harus diperhatikan (Ni Luh Suciati, 2010):

16
a. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan
cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal
2/3 bagian kantong reservoir.
b. Memasang kapas kering di daerah yang tertekan sungkup dan
tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit
c. Jangan sampai kantong oksigen terlipat atau mengempes
karena apabila ini terjadi, aliran yang rendah dapat
menyebabkan pasien menghirup sejumlah besar
karbondioksida.
Keuntungan:
a. Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi daripada
sungkup muka sederhana
b. Tidak mengeringkan selaput lendir
Kerugian:
a. Tidak dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi yang
rendah
b. Kantong oksigen mudah terlipat, terputar atau mengempes
c. Jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan
CO2
d. Pemasangannya menyekap sehingga tidak memungkinkan
untuk makan dan batuk
e. Bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah

17
3) Sungkup Muka Dengan Kantong (Non-Rebreathing)
Non-rebreathing mask mengalirkan oksigen dengan konsentrasi
oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12
liter/menit. Prinsip alat ini yaitu udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka
pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi, dan ada 1 katup
lagi yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat
inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi (Ni Luh Suciati,
2010).
Indikasi : (Potter & Perry, 2010)
Pasien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi, pasien COPD,
pasien dengan status pernapasan yang tidak stabil dan pasien yang
memerlukan intubasi
Kontraindikasi: (Potter & Perry, 2010)
Pada pasien dengan retensi CO2 karena akan memperburuk retensi
Hal-hal yang perlu diperhatikan (Ni Luh Suciati, 2010):
a. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong
dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir
b. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan
sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit
c. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus
pada tempatnya
d. Menjaga supaya kantong O2 tidak terlipat/mengempes
untuk mencegah bertambahnya CO2
Keuntungan:
a. Konsentrasi oksigen yang diperoleh bisa tinggi bahkan
sampai 100%
b. Tidak mengeringkan selaput lendir
Kerugian:

18
a. Tidak dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi yang
rendah
b. Kantong oksigen mudah terlipat, terputar atau mengempes
c. Pemasangannya menyekap sehingga tidak memungkinkan
untuk makan dan batuk
d. Terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama ketika pasien
tidak sadar

2. Sistem Aliran Tinggi (high flow oxygen device)

Merupakan teknik emberian oksigen dimana FiO2 lebih stabil dan


tidak dipengaruhi oleh tipe pernapasan sehingga dengan teknik ini dapat
menambahkan konsentrasi oksigen lebih tinggi, tepat dan teratur. Contoh
teknik system aliran tinggi adalah sungkup muka dengan ventury.

Prinsip pemberian oksigen dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan
dari tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk
mengatur suplai oksigen sehingga tercipta tekanan negative, akibatnya
udara luar dapat dihisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak.
Aliran udara pada alat ini sekitar 4-14 liter permenit dengan konsentrasi
30-55%.

Keuntungan :

19
Konsentrasi oksigen yang diberikan konsttan sesuai dengan petunjuk pada
alat dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan
kelembaban gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2.

Kerugian:

Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran rendah


dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bias terlipat.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi oksigen dapat diartikan sebagai suatu terapi yang
memasukkan O2 kedalam paru-paru melalui saluran pernapasan dengan
menggunakan alat khusus, yang bertujuan untuk membantu menambah
kekurangan O2 dan menghindari serta memperbaiki hipoksia,
meningkatkan tekanan alveolar.
Selum memberikan terapi oksigen pada pasien kita harus
mengetahui metode dalam pemberian terapi osigen apa saja yaitu pada
sistem aliran rendah (low flow oxygen device) terdapat beberapa macam
alat yaitu kateter nasal, nasal kanul, sungkup muka sederhana, sungkup
muka dengan kantong (rebreathing) dan sungkup muka tanpa kantong
(non rebreathing) sedangkan pada sitem aliran tinggi (high flow oxygen
device) yaitu sungkup muka ventury dimana pada aliran tinggi ini jarang
sekali digunakan.

B. Saran
Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan
mewujud nyatakan peran perawat yang prefesional, serta dapat
melaksanakan tugas – tugas sesuai dengan standar operasional
pelaksanaan dengan penuh tanggung jawab, dan selalu mengembangkan
ilmu keperawatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ignatavicius. 2006. Medical Surgical Nursing. Critical Thinking for Collaborative


Care. 5 Ed. United States of America: Elsevier Saunders

Perry, P. 2010. Fundamental Keperawatan. Buku 3 Edisi 7. Alih Bahasa: Diah


Nur. Jakarta: EGC

Suciati, N L. 2010. Oxygen Therapy. Karangasem: Nursing Community PPNI


Karangasem.

Suparmi, Yulia. 2008. Panduan Praktik Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia.


Yogyakarta : Citra Aji Parama.

Suzzane & Brenda. 2008. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing. Eleventh edition. Philadelphia: Lippincott Williams and wilkins

Alimul & Uliyah. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar


manusia. Jakarta. EGC

Andarmoyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi), Konsep, Proses,


dan Aplikasi dalam Praktik peperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu

Andarmoyo. 2012. Personal Hygiene; Konsep, Proses, dan Aplikasi


dalam Praktik peperawatan, Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu

Aryani, R. 2009. Prosedur Klinik Keperawatan Pada Mata Ajar Kebutuhan


Dasar Manusia. Jakarta : C.V. Trans Info Media

Kusnanto. 2016. Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya:


Keperawatan Universitas Airlangga

Takatelide, Febriyanti W. Kumaat, Lucky T. Malara, Reginus T. 2017. Pengaruh


terapi oksigenasi nasal prong terhadap perubahan Saturasi oksigen pasien
cedera kepala di instalasi gawat Darurat rsup prof. Dr. R. D. Kandou
manado. e-Jurnal Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1

22
Marquis, B & Huston. 2010. Leadership Roles and Menegemen Function in
Nursing. Philadelphia: Lippincott Company

Potter & Perry. 2010. Fundamental Of Nursing; Concepts Process, and


Practises, Mosby Year Book, St. Louis

Solberg. 2010. Nursing Assessment During Oxsygen Administration In Ventilated


Infant

Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan Edisi keempat. Jakarta : Salemba Medika

Unknown. 2014. Terapi oksigen Aliran Rendah.


http://nersdody.blogspot.com/2014/09/terapi-oksigen-aliran-rendah.html,
diakses pada tanggal 13 September 2019

Wijirahayu, Ika Putri. 2014. Oksigenasi.


https://ikaputriwijirahayu.wordpress.com/artikel/oksigenasi/, diakses
pada tanggal 13 September 2019

23
24

Anda mungkin juga menyukai