RINGKASAN JURNAL
A. Identitas Artikel
Adapun identitas artikel yang direview adalah sebagai berikut:
Judul : Scaffolding Learning by Modelling: The Effects of
Partially Worked-Out Models
B. Ringkasan Jurnal
1. Pendahuluan
Latar belakang artikel yang dipaparkan tersebut dapat dijelaskan bahwa
siswa belajar mengenai disiplin formal seperti halnya mempelajari ilmu
sering melibatkan pengembangan suatu model kognitif yang bersumber dari
fenomena,topik, ataupun proses dalam belajar ilmu. Pemodelan dalam
belajar ini dapat dibuat dengan suatu bantuan komputer dalam membuat
animasi suatu pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa lebih mudah
memvisualisasikan suatu proses materi pembelajaran seperti proses
fotosistesis pada biologi. Siswa dapat membuat model pembelajaran melalui
fenomena ilmiah yang dialaminya. Berdasarkan hal tersebut, banyak guru
sains yang sekarang mengenal suatu model pembelajaran yang berpengaruh
terhadap potensi belajar siswa. Hal ini diperkuat oleh beberapa fakta seperti
contohnya desain pemodelan untuk proses pembelajaran yang diterapkan
dinegara Amerika Serikat. Selain itu literatur juga menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan suatu pemodelan akan melibatkan siswa
dalam berbagai proses kognitif seperti analisis, penalaran relasional, sintesis,
3
testing and debugging. Proses kognitif ini terjadi melalui dua tahap dalam
pemodelan yang melalui fenomena ilmiah yaitu tahap perumusan dan tahap
penyebaran. Pembelajaran dengan pemodelan bermanfaat agar siswa dapat
mengeksplorasikan belajarnya melalui fenomena ilmiah yang berinteraksi
dengan komponen sistem dan fungsi dari keseluruhan siswa.
2. Kajian Teori
Adapun teori yang dikaji pada artikel ini adalah pendukung pembelajaran
dengan modelling (dukungan ini dalam bentuk scaffolding yang berfokus pada
software dari scaffolding yang menciptakan model parsial ) dan menguji
efektifitas dari model parsial .
3. Metodologi Penelitian
Sampel penelitian yaitu 70 siswa semester empat dari lima kelas biologi di
SMA Belanda yang terdiri dari 41 siswa perempuan dan 29 siswa laki-laki,
dengan usia rata-rata 15,46 tahun. Siswa dibagi menjadi tiga kelas yaitu
4
kelas kontrol (23 siswa), kelas PM (26 siswa), dan kelas PM+(21 siswa).
Materi yang digunakan dalam penelitian yaitu sistem regulasi glukosa-
insulin
Tahapan pembentukan instrumen penelitian sebagai berikut.
a) Tahap satu: teks intruksional
Pada tahap ini, semua siswa pada setiap kelas diberikan teks
instruksional dan harus membacanya.
b) Tahap Dua: Pemodelan Penugasan
Semua siswa diminta untuk membangun suatu model sistem regulasi
glukosa-insulin yang telah menyelesaikan teks instruksional.
c) Tahap Tiga: Pemodelan lingkungan
Pada tahap ini semua aplikasi komputer yang berhubungan dengan
model lingkungan SCYDDynamics diaktifkan oleh siswa.
d) Tahap Empat: Model Parsial (PM)
Komponen utama yang terdapat pada model lingkungan harus
dikembangkan oleh siswa pada variabel.
e) Model Parsial kompleks (PM+).
Pada model ini, penambahan satu set variabel terhadap model persial.
f) Tes pengetahuan
Pada tes pengetahuan ini terdapat sembilan soal yang membahas topik-
topik pada materi yang dipelajari (domain dan interaksi lokal).
Prosedur
Kelas eksperimen (kelas dengan model PM dan PM +) dikondisikan dalam
dua sesi : (1) sesi pengenalan selama 45 menit (10 menit untuk membaca teks
dan sisanya untuk merumuskan model SCYDynamics) dan (2) sesi praktis
selama 120 menit.
5
Pengukuran
Data dikumpulkan untuk menganalisis perbedaan antara tiga kondisi yang
berkaitan dengan hasil belajar, kegiatan pengujian model, dan keberhasilan
kinerja. Hasil belajar ini bersangkutan dengan pemahaman siswa tentang
regulasi glukosa-insulin, dan ditunjukkan dengan peningkatan nilai pretes-
postes pengetahuan. Kegiatan pengujian Model dinilai dari log file yang
dihasilkan oleh model lingkungan SCYDynamics selama sesi kedua.
6
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menjelaskan bahwa adanya
peningkatan pengetahuan yang signifikan yang dilihat dari nilai pretes-
postes siswa pada semua kelas (kelas eksperimen dan kelas kontrol). Sesuai
dengan harapan peneliti, bahwa kelas yang menggunakan model parsial
dapat membangun suatu model pembelajaran dengan baik daripada siswa
pada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen ini terdapat dua kelas yaitu kelas
yang menggunakan model parsial (MP) dan kelas satunya lagi menggunakan
model parsial kompleks (MP+). Hasil perbandingan model ini menunjukkan
bahwa dukungan yang lebih luas lebih meningkatkan pemahaman
pengetahuan, kualitas model, dan kegiatan pengujian model.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan penelitian ini yaitu:
a. Melalui Model Parsial yang digunakan sebagai pemodelan dalam
pembelajaran dapat memberikan hasil belajar siswa yang baik .
b. Model parsial ini dapat dibuat dengan teknik scaffolding dalam
meningkatkan kinerja siswa dalam perumusan model.
c. Dukungan yang lebih luas pada model parsial akan meningkatkan
pemahaman pengetahuan, kualitas model, dan juga kegiatan dalam
pengujian model.
7
III. PEMBAHASAN
8
Saya menyetujui argumentasi yang diberikan oleh penulis, hal ini karena
pembelajaran dengan model Parsial akan menunjukkan hasil yang lebih baik
apabila adanya dukungan dalam pemodelan tersebut.
9
parsial dapat mempermasalahkan materi pelajaran dalam tiga cara. Pertama,
mereka memusatkan perhatian siswa pada bagian model yang masih perlu
ditentukan sehingga siswa harus menentukan elemen masih hilang dan
bagaimana mereka harus dikaitkan dengan unsur-unsur yang sudah di
tempat. Kedua, model parsial juga dapat melibatkan para siswa dalam tugas
pemodelan dengan membangkitkan rasa ingin tahu mereka. Misalnya, siswa
mungkin bertanya-tanya mengapa dua variabel dalam solusi parsial tidak
terkait, atau mengapa variabel tertentu ditetapkan sebagai konstanta yang
tidak berubah dari waktu ke waktu. Ketiga, model parsial dapat membuat
konflik kognitif ketika pemahaman siswa tentang domain bertentangan
dengan isi dari model parsial yang mereka terima. Dalam setiap cara ini,
model parsial dapat merangsang siswa untuk meneliti kandungan Model
lanjut, yang, pada gilirannya, memberikan kesempatan berharga untuk
belajar.
Menurut saya, pemilihan teori oleh penulis sangat baik. Pada artikel, penulis
memaparkan mengenai apa yang mendukung pembelajaran dengan
pemodelan dengan rinci, dan juga menjelaskan teknik scaffolding yang
digunakan dalam pemodelan pembelajaran. Selain itu penulis juga mengaji
teori tentang efektifitas dari model parsial dengan berbagai sumber untuk
memperkuat dukungan bahwa model parsial ini baik digunakan dalam
meningkatkan kinerja siswa dalam pemodelan pembelajaran.
10
penelitian., serta belum pernah belajar dengan model. Siswa dibagi menjadi tiga
kelas yaitu kelas kontrol, kelas PM, dan kelas PM +. Setiap kelas mempunyai
varians yang sama karena diuji dengan skor ranking kelas. Selama uji, terdapat
siswa yang tidak mengikuti ujian tersebut tidak diikutsertakan dalam penelitian,
sehingga diperoleh 23 siswa pada kelas kontrol, 26 siswa pada kelas PM, dan 21
siswa pada kelas PM +. Materi yang digunakan dalam penelitian yaitu sistem
regulasi glukosa-insulin.
Bantuan model ini untuk memberikan bantuan atas jawaban dari pertanyaan.
Pada sesi kedua (berlangsung setelah beberapa hari) siswa langsung duduk
diruang komputer dan sebelumnya diberikan teks instruksional untuk
dipelajari dan membacanya sampai selesai (umumnya 10 menit), kemudian
siswa diberikan tugas untuk membuat model yang menggambarkan materi
yang akan dipelajarinya (selama 45 menit). Setelah selesai percobaan,
peneliti mengukur data. Data dikumpulkan untuk menganalisis perbedaan
antara tiga kondisi yang berkaitan dengan hasil belajar, kegiatan pengujian
model, dan keberhasilan kinerja. Hasil belajar ini bersangkutan dengan
pemahaman siswa tentang regulasi glukosa-insulin, dan ditunjukkan dengan
peningkatan nilai pretes-postes pengetahuan. Kegiatan pengujian Model
dinilai dari log file yang dihasilkan oleh model lingkungan SCYDynamics
11
selama sesi kedua. Kualitas model ini digunakan sebagai ukuran
keberhasilan kinerja. Skor model dihitung dengan aplikasi pada komputer
dengan menggunakan versi yang disesuaikan dari rubrik yang
dikembangkan oleh Manlove, Lazonder, dan de Jong (2009), yang memiliki
Cohen 's estimasi reliabilitas k lebih dari 0,90. Untuk membangun
kesepakatan antar-penilai dengan aplikasi perangkat lunak, penulis pertama
menghasilkan Cohen 's k 0,94. Dalam mengimbangi skor awal untuk elemen
yang benar, sudah di tempat dalam solusi parsial, skor Model dikonversi ke
nilai persentase. Pada kelas kontrol, skor yang benar 100% berhubungan
dengan 47 poin dari model referensi. Pada kelas PM, di mana dua elemen
bernilai dua poin masing-masing diberi, siswa hanya bisa mencetak 43 poin,
sesuai dengan skor 100% dalam kondisi ini. Pada kelas PM + jumlah
tambahan poin untuk skor 100% adalah 33 karena semua elemen telah
diberikan.
Menurut saya metodologi yang digunakan oleh peneliti sesuai. Saya setuju
dengan langkah-langkah pembentukan pemodelan yang dilakukan peneliti
yaitu dengan memberikan teks instruksional pada langkah awalnya dan
memberikan tes pengetahuan pada langkah akhirnya untuk menguji model
yang digunakan dalam pembelajaran. Saya juga setuju dengan adanya
software dengan teknik scaffolding ini membantu siswa untuk mengatasi
masalah dalam pembelajaran, sehingga siswa memiliki kinerja yang baik
dalam pembelajaran dengan model.
12
siswa, kualitas model yang dibuat, dan kegiatan pengujian model yang telah
siswa buat. Kerangka pemikiran yang lain yaitu scaffolding dengan
pengembangan model parsial menunjukkan beberapa keuntungan yang jelas
dalam tiga bidang yaitu model pengujian, berkinerja dengan sukses, dan nilai
pretes-postes mengalami peningkattan yang lebih tinggi dari pembelajaran
tanpa model.
Saran peneliti dari penelitian ini adalah bahwa penelitian masa depan harus
mencoba untuk memperdalam pemahaman tentang mekanisme yang
mendasari pendukung kinerja siswa dan pembelajaran siswa. Penelitian ini
juga diperlukan untuk memperluas pemahaman tentang efektivitas model
parsial.
13
IV. SIMPULAN
14