Anda di halaman 1dari 10

RANCANG BANGUN SISTEM PENGOLAHAN

LIMBAH CAIR DOMESTIK TERPADU (COMPACT SYSTEM)


Agung Kurniawan1, Rizki Purnaini1, Berlian Sitorus2
1
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura, Pontianak
2
Program Studi Kimia, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak
Email : agoeng_technogreen@engineer.com

ABSTRAK

Pemukiman yang pada umumnya tidak memiliki pengolahan limbah cair, menyebabkan sebagian besar
limbah cairnya (grey water) dibuang melalui sumur peresapan maupun langsung kedalam badan air yang ada
di lingkungan sekitar, sehingga akan mengakibatkan tercemarnya badan air maupun air tanah yang ada.
Dalam upaya menurunkan kandungan pencemar yang terdapat di dalam limbah cair domestik, diperlukan
suatu pengendalian yaitu dibangunnya suatu instalasi pengolahan limbah cair domestik. Tujuan dari
perancangan dan pembuatan instalasi pengolahan limbah cair domestik terpadu ini adalah mendapatkan
kualitas efluen yang memenuhi baku mutu kualitas air kelas III, dan mengetahui efisiensinya. Tahapan
perancangan instalasi pengolahan limbah cair domestik terpadu meliputi : pengumpulan data sekunder dan
analisis awal, perancangan sistem yang diikuti pembuatan sistem, serta pengujian dan evaluasi kinerja yang
dilakukan sebanyak 3 kali pengujian (triplo) dengan kapasitas pengolahan 50 liter. Sampel limbah awal yang
di analisis memiliki karakteristik COD sebesar 108 mg/l, 27 mg/l, 94 mg/l, TSS sebesar 58 mg/l, 2 mg/l, 100
mg/l, sedangkan Total Coliform sebesar 1600, 16x105, 90x104, (MPN). Komponen yang terdapat pada Instalasi
ini yaitu : (1) tangki aerobik dengan dimensi tinggi 43 cm, panjang dan lebar 40 cm dengan ketebalan dinding
tangki 5 cm dan memiliki pengaduk propeller. (2) Tangki clarifier dengan dimensi tinggi dan lebar 48 cm,
panjang 34 cm dengan kedalaman kerucut lumpur 7 cm yang. (3) Tangki filtrasi pasir lambat dengan dimensi
tinggi 48 cm, panjang dan lebar 20 cm dengan media dari atas kebawah yakni pasir halus, pasir kasar, kerikil,
karbon aktif dengan kedalaman masing – masing media 10 cm. (4) Tangki desinfeksi dengan dimensi tinggi 25
cm panjang dan lebar 60 cm yang menggunakan sinar matahari. Karakteristik efluen yang dihasilkan yaitu
COD sebesar 70 mg/l, 41 mg/l, 31 mg/l, TSS sebesar 1 mg/l, 3 mg/l, 1 mg/l, Total Coliform sebesar 0, 1100,
1600 (MPN). Rata – rata efisiensi yang diperoleh dari pengolahan tersebut untuk COD sebesar 51 %, TSS
sebesar 98,5%, Total Coliform sebesar 99,5%. Nilai parameter dari effluen yang dihasilkan telah memenuhi
baku mutu kualitas air kelas III.

Kata kunci: COD, IPAL Compact, Lumpur Aktif, Sinar UV, Total Coliform, TSS,

ABSTRACT

Residential generally do not have wastewater treatmen plantt, causing most of the liquid waste (gray water)
is discharged through infiltration wells or directly into water bodies that exist in the surrounding environment, so
that would lead to contamination of water bodies and ground water. In an effort to reduce the content of
pollutants contained in domestic wastewater, is needed a control that constructed of a domestic wastewater
treatment plant. The purpose of the design and manufacture of domestic wastewater treatment plant is
integrated to get the quality of effluent that meets water quality standards Class III, and determine its efficiency.
Design stages of domestic wastewater treatment plant integrated include: secondary data collection and
preliminary analysis, system design followed by the manufacture of the system, as well as the testing and
evaluation of the performance testing done 3 times (triplo) with a processing capacity of 50 liters. Initial waste
samples in the analysis has the characteristics of COD to 108 mg / l, 27 mg / l, 94 mg / l, TSS of 58 mg / l, 2 mg / l,
100 mg / l, while the Total Coliform of 1600, 16x105, 90x104, (MPN). Components contained in this installation
are: (1) aerobic tank with dimensions of 43 cm high, 40 cm long and the width of the tank wall thickness of 5 cm
and has a propeller stirrer. (2) the clarifier tank with height and width dimensions of 48 cm, length 34 cm with a
depth of 7 cm in the mud cone. (3) Slow sand filtration tank with dimensions of 48 cm high, 20 cm long and the
width of the media from the top down the fine sand, coarse sand, gravel, activated carbon with depth of each
medium 10 cm. (4) desinfection tank with dimensions of length and height 25 cm width 60 cm, using sunlight.
Characteristics of the resulting effluent COD of 70 mg / l, 41 mg / l, 31 mg / l, TSS at 1 mg / l, 3 mg / l, 1 mg / l,
Total Coliform for 0, 1100, 1600 (MPN). The average efficiency obtained from the processing of 51% for COD, TSS
was 98.5%, 99.5% for Total Coliform. Parameter values from the resulting effluent has met the water quality
standards of class III.

Keywords : Activated sludge, COD, Compact WWTP,TSS, Total Coliform, UV rays

1
1. Pendahuluan
Limbah cair domestik merupakan limbah cair yang berasal dari perumahan penduduk, fasilitas
komersial, institusional maupun rekreasi (Metcalf and Eddy, 2003). Volume limbah cair yang
dihasilkan dari sektor domestik memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan volume
limbah cair yang dihasilkan dari sektor perindustrian. Satu meter kubik air limbah domestik
memiliki perkiraan berat sebesar 1.000.000 gr dimana mengandung 500 gram zat padat. Satu
setengah zat padat menjadi zat padat terlarut seperti kalsium, kalium, dan senyawa organik yang
larut (Davis, dan Cornwell, 2008). Air limbah tersebut dapat mengakibatkan badan penerima
menjadi kotor dan senyawa – senyawa pencemar yang terkandung membahayakan terhadap
lingkungan. Senyawa - senyawa yang terkandung dalam limbah bila melebihi kadar yang ditentukan
menyebabkan air tidak dapat dipergunakan untuk keperluan sebagaimana mestinya (Ginting,
2007).
Dalam upaya menurunkan kandungan pencemar yang terdapat di dalam limbah cair domestik
supaya beban yang diterima badan air drainase yakni parit maupun sungai, maka diperlukan suatu
pengendalian agar limbah cair domestik tersebut tidak langsung dibuang ke badan air. Salah satu
bentuk pengendalian tersebut yakni dibangunnya suatu instalasi pengolahan limbah domestik
tersebut. Instalasi pengolahan limbah cair domestik dalam skala rumah tangga perlu dirancang
sesuai dengan debit air buangan yang dihasilkan oleh masing – masing rumah (domestik) tersebut,
sehingga perancangan yang dihasilkan cukup efektif.

2. Metodologi
Proses perancangan sistem dilakukan melalui penerapan primsip penelitian yang telah
dipelajari pada literatur yang mendukung serta penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
sehingga didapat kriteria desain yang harus dipenuhi sebagai dasar dalam membangun Instalasi
Pengolahan Limbah Cair Domestik, yaitu :
a) Volume pengolahan 50 liter.
b) Dengan sistem pengolahan semi kontinu
c) Terdiri dari 4 komponen pengolahan ; tangki aerobik, tangki clarifier/ pengendapan, tangki
filtrasi, tangki desinfeksi
d) Material yang digunakan yaitu ; material fiber glass, dan kaca serta menggunakan besi siku
sebagai rak
e) Proses aerob pada tangki aerob (kontak) dilakukan selama 3 hari dan dilanjutkan dengan filtrasi
dan desinfeksi dengan sinar UV matahari.
f) Hasil pengolahan tidak melebihi nilai ambang batas baku mutu kualitas air kelas III yang
meliputi parameter uji COD menjadi 50 mg/l, TSS menjadi 400 mg/l dan total coliform setelah
diolah menjadi 10000.

A. Pembuatan Sistem
Pembuatan sistem berdasarkan perhitungan yang terdapat pada hasil penelitian pendahuluan
yang kemudian disesuaikan dengan rancangan sistem yang akan dibuat (compact) sehingga didapat
hasil yang diharapkan sama dengan penelitian pendahuluan.

B. Persiapan dan Evaluasi Kinerja


Pengujian dilakukan setelah unit pengolahan tersebut telah siap untuk dijalankan. Proses
persiapan yang perlu dilakukan adalah uji kebocoran, uji ketahanan kondisi unit (suhu) pengolahan,
dan proses seeding bakteri sebelum dilakukannya pengolahan.

C. Pembuatan Molase
Tujuan dari pembuatan starter ini adalah untuk mengembangbiakan bakteri aerob yang sudah
terkondisi dengan sampel limbah cair domestik yang ada, sehingga selanjutnya untuk proses
pengolahan limbah cair pada reaktor yang akan dibuat, bakteri yang ada sudah dapat
menyesuaikan diri dan langsung dapat bekerja dengan baik.
Molase merupakan sari tetes tebu (biang gula). Molase digunakan pada saat pembuatan starter
bakteri aerob. Pembuatan molase dapat dilakukan dengan melarutkan gula putih kedalam air bersih
dengan perbandingan 1:1.

2
D. Seeding Bakteri
Tahap awal dari penelitian ini yaitu pembuatan starter bakteri aerob. Sampel limbah cair yang
sudah di ambil 1,8 liter selanjutnya dimasukkkan ke dalam wadah ember plastik ukuran 5 liter. Pada
air limbah ditambahkan EM 4 sebanyak 100 ml dan molase sebanyak 100 ml dan diberi aerator
serta ember tidak ditutup agar tercipta kondisi aerob, kemudian keadaan ini dibiarkan selama 1
minggu.
EM4 (effective microorganism) yang merupakan campuran dari mikroorganisme bermanfaat
yang terdiri dari lima kelompok, 10 genus 80 spesies. Berupa larutan kecoklatan dengan pH 3,5 –
4,0, yang terdiri dari mikroorganisme aerob dan anaerob. Salah satu kegunaan EM4 adalah untuk
mengaktifkan bakteri pelarut sehingga dapat memfermentasikan bahan organik menjadi asam
amino, maka dari itu EM4 selain mudah di dapat di pasaran dengan harga yang terjangkau dapat
digunakan pada starter bakteri di dalam proses seeding bakteri. (sutrisari sabrina nainggolan,
2012)
Seeding dilakukan 1 kali sebagai awal kehidupan mikroba dalam pengolahan limbah cair
domestik yang terjadi di dalam suasana aerobik. Seeding dilanjutkan dengan mencampur seeding
yang telah di lakukan dengan sampel limbah yang akan diolah di dalam tangki aerobik, hal ini
bertujuan supaya mikroba yang terdapat dari hasil seeding beradaptasi pada limbah yang akan
diolah (aklimatisasi) sehingga pertumbuhan mikroba akan selalu terjadi selama pemberian influen
limbah cair terus dilakukan.

E. Analisis Sampel
Analisis sampel awal dilakukan dengan mengambil sampel influen sebelum pengolahan
(running Alat) yang diberi nama Sampel A1, B1, C1, untuk diuji kandungan COD, TSS, dan Total
coliform , kemudian dilakukam juga analisis sampel akhir dengan mengambil sampel efluen setelah
proses pengolahan (running alat) yang diberi nama sampel A2, B2, C2.
COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai
seluruh bahan organik yang terkandung dalam air (Boyd, 1990). Parameter COD sebagai parameter
utama dalam mengetahui tingkat pencemaran air limbah domestik merupakan gambaran jumlah
total bahan organik yang ada, sehingga nilai dari parameter COD dapat lebih besar atau sama
dengan nilai BOD, namun nilai BOD tidak dapat lebih besar dari nilai COD. Maka dari itu parameter
COD yang akan di uji daripada parameter BOD.

3. Perancangan
Pada umumnya limbah domestik yang dihasilkan dapat diperkirakan dari jumlah banyaknya
pemakaian pada suatu fasilitas domestik, jika pada rumah terdapat 5 orang yang masing-masing
menggunakan 15 liter air bersih dalam memenuhi kebutuhan dan aktivitas sehari-hari maka dari 100 air
buangan 70 % nya tergolong grey water sedangkan 30 % nya adalah black water.
Meskipun air buangan tersebut dihasilkan setiap hari, namun juga tetap memiliki jam-jam tertentu
dimana air buangan yang dihasilkan paling banyak, biasanya terjadi pada pagi hari.

A. Tangki Aerobik
Mengolah limbah dengan bantuan organisme aerob, yang didapat pada starter awal dari bahan
EM4 yang dibiakkan (seeding) juga biasa disebut dengan lumpur aktif, proses yang berlangsung
pada tangki aerobik ini adalah proses pengadukan sempurna dengan waktu detensi selama 3 hari,
adanya oksigen yang diinjeksikan pada tangki tersebut bertujuan supaya tercipta suasana aerob,
Berdasarkan volume pengolahan yang telah ditentukan maka dapat dihitung dimensi tangki
aerobik, yaitu :
Volume yang diinginkan : 50 L
Dimensi Reaktor :
V=PxLxT (1)
V=
= 36, 8
Jadi di dapat 3 sisi bidang dimensi basah sebesar 36,8 cm
Pembulatan sehingga 36, 8 ≈ ‘40 cm
Maka tinggi jagaan :

3
(2)

Free board = T’ - T (3)


40 cm – 31,25 cm =8,75 cm
Tinggi Jagaan 8,75 cm

waktu detensi :
Retention time = 3 hari
= 3 x 24 jam
= 72 jam

Berdasarkan jenis motor DC yang terdapat di pasaran maka dipilih tipe pengaduk jenis propeller
dengan kecepatan pengadukan : 38 RPM

Gambar 1 Propeller

Tangki aerobik dibangun dengan bentuk persegi dimana bentuk tersebut lebih mudah dalam
membuat rangka pembentuknya dan lapisan yang akan diberikan dalam hal ini stereofoam yang
tersedia di pasaran adalah dalam bentuk lapisan persegi. Bentuk persegi memiliki kelemahan dalam
distribusi oksigen yang kurang merata jika hanya menggunakan aerator (blower) maka dari itu cara
mengatasi nya yaitu dengan menambahkan proses pengadukan dalam tangki ini sehingga distribusi
oksigennya lebih merata. Jenis pengaduk mengggunakan jenis propeller karena pengaduk propeller
turbolensi yang dihasilkan bergerak dari dasar tangki ke permukaan tangki sehingga didapat
pengadukan yang lebih efektif dibandingkan dengan jenis paddle
Tangki aerobik di desain harus menunjang syarat hidup bakteri yang dikembangbiakkan
sehingga pada tangki aerobik ini di buat dengan beberapa lapisan supaya suhu didalam tetap
konstan, lapisan ini terdiri dari :
a) Lapisan Fiber 3 mm
b) Lapisan Stereofoam 17 mm
c) Lapisan kedap udara 20 mm

4
Gambar 2 Tangki Aerobik

B. Tangki Clarifier /Pengendapan


Tempat terjadi nya pemisahan/pengendapan antara supernatant dengan lumpur hasil dari
pengolahan sebelumnya.
waktu detensi : 6 jam

Dengan dimensi bak :


Lebar disamakan dengan lebar bak aerobik = 48 cm
Tinggi disamakan dengan tinggi bak filtrasi = 48 cm
Panjang menyesuaikan =
Dengan tinggi jagaan 12 cm

Setelah proses pengendapan lumpur yang telah terpisah dari supernatant maka lumpur aktif
tersebut akan dikembalikan (resirkulasi) ke tangki aerobik sehingga untuk proses pengolahan
berikutnya tidak diperlukan starter bakteri (seeding). Pengendapan lumpur aktif terjadi pada dasar
kerucut tangki clarifier, sedangkan supernatant yang dihasilkan akan dilewatkan dengan pompa
pada output yang terletak di atas bidang kerucut dimana lumpur aktif berada. Setelah supernatant
dialirkan ke tangki berikutnya maka lumpur aktif yang mengendap dibidang kerucut didasar tangki
clarifier langsung dialirkan kembali ke tangki aerobik (resirkulasi).

Gambar 3 Tangki Clarifier

C. Tangki Filtrasi
Menggunakan sistem filtrasi pasir lambat (slow sand filter) dimana influen dialirkan dari atas ke
bawah secara gravitasi. Sistem ini dipilih karena dalam pengoperasiannya lebih mudah untuk
diawasi dan lebih mudah untuk dibangun daripada menggunakan saringan filtrasi pasir cepat,
dimana saringan pasir cepat menggunakan tekanan yang cukup dalam menyaring kotoran yang
masih terdapat pada influen berbeda halnya dengan saringan pasir lambat yang hanya
menggunakan gaya gravitasi dalam proses penyaringan serta berfungsi mengurangi kandungan
padatan terlarut (TSS) pada influent dan mengurangi bau
Dimensi tangki :
20 cm x 20 cm dengan tinggi 48 cm serta masing – masing media filtrasi memiliki ketebalan 10
cm. Adapun susunan media pada tangki filtrasi dari bawah ke atas, yaitu :
a) Karbon Aktif
b) Kerikil
c) Pasir Kasar
d) Pasir Halus

5
Gambar 4 Tangki Filtrasi dan Media Filtrasi
D. Tangki Desinfeksi
Tangki desinfeksi dibangun menggunakan material kaca, berbentuk persegi dengan luas dasar
bidang lebih besar daripada di setiap sisinya supaya sinar UV yang berasal dari matahari dapat
menembus secara merata pada limbah cair yang diolah. Penggunaan kaca jauh lebih murah
daripada menggunakan bahan akrilik, serta lebih mudah di dapat di pasaran
Proses desinfeksi merupakan proses denetralisasi bakteri/ kuman yang masih terdapat pada
efluen sehingga dapat menurunkan parameter mikrobiologi total coliform yang terkandung.
waktu detensi : 6 jam paparan sinar UV (sinar matahari) (Mulyana, 2012).
Dengan dimensi tangki :
P dan L = 60 cm
T = 25 cm
T permukaan basah = 14 cm

Gambar 5 Tangki Desinfeksi

E. Sistem Perpipaan dan Pompa


Pipa yang digunakan adalah pipa PVC ½ in yang disusun berdasarkan letak posisi input dan
output pada masing-masing bak pengolahan. Susunan tersebut dibuat bertujuan agar pemakaian
pompa sebagai alat yang digunakan untuk memindahkan influent hanya menggunakan 2 pompa
saja sehingga rancangan sistem perpipaan menggunakan buka tutup keran. Penggunaan 2 pompa
dinilai sudah cukup optimal dan murah dari pada memakaikan 1 pompa ditiap tangki pengolahan,
susunan tersebut dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6 Sistem Perpipaan

Khusus pada bak filtrasi dipasang pompa untuk menaikkan influent ke bak desinfektan. Pompa
ini khusus dipasang pada bak filtrasi karena sistem pengaliran air dari tangki clarifier menuju bak
filtrasi haruslah bersamaan dengan pengaliran yang terjadi dari bak filtrasi menuju bak desinfeksi,
sehingga proses filtrasi influen berjalan dengan baik.

4. Hasil dan Diskusi

6
Alat pengolahan limbah domestik ini terbuat dari bahan yang mudah di dapat di pasaran , atau
juga dapat dengan mudah di buat maupun dipesan. Material yang digunakan yaitu bahan fiber, kaca,
dan besi
Alat pengolahan domestik ini terdiri dari 4 bagian komponen utama :
a) Tangki Aerobik
b) Tangki Clarifier
c) Tangki Filtrasi
d) Tangki Desinfeksi
Alat pengolahan ini bekerja dengan cara memasukkan limbah ke dalam tangki aerobik yang
sebelumnya telah di masukkan starter bakteri, volume limbah yang dimasukkan sebesar 50 liter
kemudian nyalakan motor pengaduk dan di biarkan selama 3 hari, setelah itu dialirkan ke tangki
clarifier untuk proses pengendapan selama 4-6 jam sehingga terdapat endapan lumpur pada dasar
tangki clarifier, lumpur yang mengendap akan di alirkan kembali ke tangki aerobik setelah efluen
(supernatan) telah mengalir ke tangki filtrasi. Tangki terakhir setelah air limbah melewati proses
filtrasi adalah tangki desinfeksi sebagai tempat pendegradasian bakteri / mikroba yang masih
terdapat pada efluen.
Uji coba alat pengolahan air limbah domestik ini dilakukan sebanyak 3 kali running secara
kontinu dengan sumber limbah dari kos puteri ananda. Lama pengolahan untuk 1 kali running
membutuhkan waktu 5 hari, sehingga total 3 kali running membutuhkan waktu selama 15 hari.
Sampel yang di analisis adalah sampel influen dan sampel efluen. Parameter yang di uji adalah
parameter COD, TSS, dan Total coliform. Sampel influen untuk 3 kali running secara kontinu, secara
berurutan diberi kode A1, B1 ,dan C1, sedangkan sampel effluen untuk 3 kali running secara
kontinu , secara berurutan diberi kode A2, B2 ,dan C2.
Secara sistem alat pengolahan limbah ini termsuk jenis pengolahan dengan menggunakan
sistem semi kontinu, dimana proses pengolahan limbah domestik tersebut tidak sepenuhnya
kontinu, karena masih diperlukan control dalam mengalirkan aliran efluen pada masing-masing
komponen, selain itu pengolahan yang terjadi pada tiap tangki menggunakan sistem tuang (batch)
dengan waktu detensi tertentu.

A. Aklimatisasi
Pengolahan secara biologi bertujuan untuk mengurangi kadar zat organik dengan
memanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
proses pengolahan ini diantaranya kondisi lingkungan dan nutrient yang optimum juga keberadaan
mikroorganisme. Mikroorganisme ini diharapkan mempunyai kemampuan untuk mendegradasi zat-
zat organik yang terkandung dalam limbah yang akan diolah. Untuk memperoleh mikroorganisme
yang mampu mendegradasi zat-zat organik tersebut, maka sebelumnya dilakukan proses
pengadaptasian atau aklimatisasi mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur aktif dengan limbah
cair yang akan diolah. Dengan proses ini diharapkan mikroorganisme dominan yang dapat
beradaptasi dengan limbah diperoleh. Mikroorganisme dominan ini mampu mendegradasi dan
memanfaatkan bahan - bahan organik dan anorganik yang terdapat dalam limbah cair dan dapat
membentuk flok seperti mikroorganisme jenis bakteri.
Pada tahap aklimatisasi ini, limbah dimasukkan ke dalam tangki aerob, lumpur aktif kemudian
dicampur dengan starter bakteri yang telah dibuat dan diaerasi selama 1 minggu karena pada
waktu ini mikroorganisme sedang mengalami fase pertumbuhan lag (eksponensial). Waktu fase ini
terjadi merupakan waktu yang tepat untuk memulai running alat. Nutrien yang diberikan
merupakan starter bakteri yang sebelumnya sudah dibuat yaitu limbah cair yang sudah di ambil 1,8
liter yang selanjutnya dimasukkkan ke dalam wadah ember plastik ukuran 5 liter. Pada air limbah
ditambahkan EM 4 sebanyak 100ml dan molase sebanyak 100 ml dan diberi aerator serta ember
tidak ditutup agar tercipta kondisi aerob, kemudian keadaan ini dibiarkan selama 1 minggu.
(Mulyana, 2013).
Proses lumpur aktif terbentuk oleh proses aerasi limbah yang dapat didegradasi secara biologi
ditandai dengan warna kecoklatan hingga coklat kehitaman yang terlihat pada tangki aerobik untuk
selang waktu tertentu sampai terbentuk flok yang lebih besar dan dapat diendapkan. Proses lumpur
aktif merupakan proses aerobik dan memerlukan suplai oksigen sedikitnya 0,5 mg/l selama sistem
ini beroperasi (McKinney, 1962). Oksigen merupakan faktor pembatas dalam sistem lumpur aktif
konvensional. Karena konsentrasi oksigen terlarut dalam limbah jumlahnya sangat kecil maka
diperlukan tambahan oksigen untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi mikroorganisme.
7
B. Perbandingan Nilai Parameter COD
Perbandingan parameter uji COD dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1 Hasil Uji Laboratorium Parameter COD


Running Running Running
Analisis
ke-1 ke-2 ke-3
Influen (mg/l) 108 27 94
Effluen (mg/l) 70 41 31
Berdasarkan data penelitian sebagaimana tersaji pada tabel 1 maka dapat dilihat adanya
penurunan kandungan pencemar setelah proses pengolahan, namun tidak pada running yang ke-2 .
Pada running yang ke-2 kandungan parameter COD setelah proses pengolahan memiliki nilai yang
lebih tinggi dari pada sebelum proses pengolahan, Kandungan parameter COD pada sampel influen
running ke 2 memiliki nilai yang kecil yaitu 27 mg/l sedangkan nilai parameter COD sampel
sebelumnya adalah 70 mg/l. Naiknya nilai parameter COD pada running k-2 dapat dipengaruhi oleh
besaran nilai efluen yang tersisa pada running sebelumnya (running ke-1) dan menurunnya kinerja
dari bakteri, sehingga kemampuan bakteri dalam mendegradasi kandungan COD tidak optimal.
Selain itu jika dilihat dari nilai parameter COD pada sampel influen di running ke-2 , nilai tersebut
sudah dibawah baku mutu kelas III.

C. Perbandingan Nilai Parameter TSS


Perbandingan parameter uji TSS dapat dilihat pada tabel 2

Tabel 2 Hasil Uji Laboratorium Parameter TSS


Running Running Running
Analisis
ke-1 ke-2 ke-3
Influen (mg/l) 58 2 100
Effluen (mg/l) 1 3 1

Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1μm) yang tertahan
pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam
badan air. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air,
mineral dan garam-garamnya. (Sugiharto, 1987).
Konsentrasi TSS mengalami penurunan meskipun konsentrasi kandungan TSS pada sampel
influen running ke-2 mengalami kenaikan dari nilai 2 mg/l menjadi 3 mg/l namun nilai tersebut
sudah mendekati angka nol dan berada dibawah ambang batas baku mutu kualitas air golongan III,
selain itu pada running pertama dan ke-3 telah mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pada
beberapa komponen sebelum tangki filtrasi sudah mengalami sedimentasi dimana lumpur maupun
polutan yang masa jenis nya lebih berat dari pada air telah mengendap sehingga, hanya tersisa
partikel – partikel halus yang segera dapat tersaring pada komponen filtrasi di tangki filtras.

D. Perbandingan Nilai Parameter Total coliform


Perbandingan parameter uji Total coliform dapat dilihat pada tabel 3

Tabel 3 Hasil Uji Laboratorium Parameter Total coliform


Running Running Running
Analisis
ke-1 ke-2 ke-3
Influen (MPN) 1000 90x104 16x105
Effluen (MPN) 0 1100 1600

8
Tabel 3 menunjukkan penurunan parameter total coliform dimana hasil dari uji lab sampel
eflluen mengikuti kecenderungan penurunan dari hasil uji lab sampel influen. (Suriawiria .1993)
menyatakan bahwa kehadiran mikroba patogen di dalam air akan meningkat jika kandungan bahan
organik di dalam air cukup tinggi, yang berfungsi sebagai tempat dan sumber kehidupan
mikroorganisme. Ini sejalan dengan tingginya kadar COD, TSS, yang menandakan tingginya kadar
bahan organik. dengan efisiensi penyisihan sebesar 100% pada unit UV. Hal ini berarti, penggunaan
UV sebagai desinfektan, sangat efektif. (Sururi et al, 2008). Selain biosand filter, slow sand filter
mampu mereduksi bakteri khusunya E. Coli. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa slow sand
filter mampu mereduksi kadar E. Coli sebesat 90%- 98 %.

E. Efisiensi Pengolahan
Dari hasil dari perbandingan nilai parameter yang di uji yakni parameter COD, TSS, dan Total
coliform maka didapatlah nilai efisiensi alat terhadap masing – masing parameter uji, Nilai tersebut
dapat dilihat di tabel 4.
Tabel 4 Efisiensi Pengolahan Terhadap Parameter Uji
Parameter Running 1 Running 2 Running 3 Rata -Rata
COD (%) 35 -52 67 34
TSS (%) 98 -50 99 65,7
Total coliform (%) 100 98 99 99

Efisiensi alat terhadap parameter uji COD dalam 3 kali percobaan running berturut-turut
sebesar 35%, -52%, dan 67%, pada parameter uji TSS memiliki efisiensi 98%, -50%, 99%, dan
terakhir pada parameter uji Total coliform memiliki efisiensi sebesar 100%, 98%, 99%.
Nilai parameter uji untuk running kedua memiliki data yang menyimpang dari kecenderungan
data sebelum dan sesudahnya, maka dari itu data tersebut harus dipertimbangkan apakah harus
dipertahankan atau dieliminasi . Data – data tersebut dapat diuji dengan menggunakan uji Dixon.
Berdasarkan uji Dixon dapat diketahui persentase nilai pada parameter TSS dapat dieliminasi,
dengan demikian untuk running kedua nilai parameter yang mengikuti dapa pula dieliminasi,
sehingga data terbaik dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Efisiensi Pengolahan Terhadap Parameter Uji Setelah Diuji dengan Uji Dixon
Parameter Running 1 Running 3 Rata -Rata
COD (%) 35 67 51
TSS (%) 98 99 98,5
Total coliform
100 99 99,5
(%)

Dengan plotting grafik antara running alat sebagai X (axis) dan Nilai efisiensi (%) sebagai Y
(ordinat) didapatkan grafik sebagai berikut ini :

Gambar 8 Grafik Nilai Efisiensi Pengolahan Terhadap


Parameter COD, TSS, Total coliform

9
Berdasarkan data penelitian sebagaimana tersaji pada tabel 5 dan gambar grafik 9 maka dapat
dilihat bahwa efisiensi unit pengolahan limbah domestik ini memiliki nilai yang berbeda pada
masing-masing parameter uji. Nilai yang bervariasi ini tak lepas dari beberapa faktor yang dapat
terjadi di lapangan maupun yang berasal dari kekurangan unit pengolahan limbah domestik
tersebut. Faktor alam yang dapat mempengaruhi nilai kandungan influen seperti hujan yang
membuat limbah yang akan diolah terencerkan, dan membuat proses desinfeksi menjadi tidak
optimal dikarenakan tidak optimalnya penyinaran matahari pada tangki desinfeksi. Faktor lainnya
seperti bahan baku pada pembuatan alat yang dapat mempengaruhi kualitas sampel dan kinerja
bekteri yaitu , pemakaian besi sebagai poros rotasi motor dc terhadap propeller sehingga pada
running alat yang membutuhkan 5 hari di setiap running, membuat besi tersebut mejadi berkarat
(korosif) sehingga mempengaruhi kualitas efluen menjadi agak kekuningan.

5. Kesimpulan
Sistem pengolahan menggunakan sistem semi kontinu dengan debit pengolahan 50 liter dalam
5 hari total waktu detensi. Proses pengolahan terdiri dari beberapa komponen yaitu tangki aerobik
dengan dimensi tinggi 43 cm, panjang dan lebar 40 cm dengan ketebalan dinding tangki 5 cm dan
memiliki pengaduk propeller. Tangki clarifier dengan dimensi tinggi dan lebar 48 cm, panjang 34 cm
dengan kedalaman kerucut lumpur 7 cm yang. Tangki filtrasi pasir lambat dengan dimensi tinggi 48
cm, panjang dan lebar 20 cm dengan media dari atas kebawah yakni pasir halus, pasir kasar, kerikil,
karbon aktif dengan kedalaman masing-masing media 10 cm. Tangki desinfeksi dengan dimensi
tinggi 25 cm panjang dan lebar 60 cm yang menggunakan sinar matahari.
Karakteristik efluen limbah cair domestik yang dihasilkan untuk parameter COD berada pada
range nilai 31 mg/l-70 mg/l, sedangkan parameter TSS berada pada range nilai 1 mg/l-3 mg/l, dan
parameter Total Coliform di range 0-1600 MPN. Rata-rata efisiensi penurunan untuk parameter COD
sebesar 51 %, sedangkan parameter TSS sebesar 98,5 %, dan parameter Total Coliform sebesar 99,5
%.

6. Pustaka
Boyd, C.E. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Alabama agricultural Experiment Station.
Alabama. Auburn University. 482 p.
Davis, M.L., dan Cornwell, D.A. 2008. Introduction to Environmental Engineering (4th ed). Boston. Mc
Graw-Hill Publishing
Ginting, P. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri, Bandung, Yrama Widya.
MetCalf & Eddy. 2003. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4th ed. New York,
McGraw Hill Book Co.
McKinney. 1962. Microbiology for Sanitary Engineers, New York: McGraw-Hill Book. Co.
Mulyana, Yunita. 2013. Pengolahan Limbah Cair Domestik untuk Penggunaan Ulang (Water Reuse).
Fakultas Teknik Prodi Teknik Lingkungan. Pontianak. Universitas Tanjungpura.
Nainggolan, Sutrisari Sabrina. 2013, Juni. Effective Microorganism 4 (EM4). Juli 28, 2014.
http://sutrisarisabrinanainggolan.blogspot.com/
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah, edisi 1. Jakarta Universitas Indonesia.
Suriawiria, U. 1993. Mikrobiologi Air, Bandung. Penerbit Alumni.
Sururi, Moh. Rangga, Rachmawati S.Dj, Matina Solihah. 2008. Perbandingan Efektifitas Klor dan Ozon
sebagai Desinfektan pada Sampel Air dari Unit Filtrasi Instalasi PDAM Kota Bandung, Lampung.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II, Universitas Lampung

10

Anda mungkin juga menyukai