22-27
Penelitian
Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Tanah Bumbu,
Jl. Lokalitbang, Gunung Tinggi, Batulicin, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Indonesia
*Korespondensi: ssulasmi99@gmail.com
DOI : http://dx.doi.org/10.22435/jhecds.v3i1.5063.22-27
Tanggal diterima 05 Oktober 2016, Revisi pertama 18 November 2016, Revisi terakhir 13 Maret 2017, Disetujui 11
April 2017, Terbit daring 07 Agustus 2017
Abstract: Malaria is one of communicable disease that still becoming important issue in Indonesia. Tanah Bumbu is one of
district in South Kalimantan province with high malaria prevalence. Malaria cases occur nearly every month with significant raise
of malaria incidences on May, October to July. This was a descriptive research using secondary data of rainfall, temperature and
humidity from Meteorology and Geophysics Board of Banjarbaru and Malaria case of Tanah Bumbu District data within 10 years
term. Results showed that rainfall influenced the increase in the density of mosquitoes. The optimum temperature supports an
increased density of mosquitoes in the 26,5 to 27oC. Humidity, temperature, and rainfall optimum support increased incidence of
malaria cases seen from the figures. Increased surveillance needs to be done at the end of wet months (February to May).
Precautions can be done by observing rainfall, humidity and temperature of the weekly scale.
Keyword: climate variability, humidity, malaria, rainfall, temperature
Abstrak: Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah penting di Indonesia. Tanah
Bumbu merupakan salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan dengan prevalensi malaria yang masih tinggi. Kasus malaria
terjadi hampir disetiap bulan, peningkatan signifikan pada bulan Mei, Oktober hingga Juli. Penelitian ini bersifat deskriptif,
menggunakan data sekunder berupa data curah hujan, kelembaban, temperatur dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika Banjarbaru, juga data kasus malaria Kabupaten Tanah Bumbu selama kurun waktu 10 tahun. Hasil menunjukkan
bahwa curah hujan mempengaruhi peningkatan kepadatan nyamuk. Temperatur optimum mendukung peningkatan
kepadatan nyamuk pada 26,5-27 oC. Kelembaban, temperatur, dan curah hujan optimum mendukung peningkatan
kejadian malaria yang terlihat dari angka kasus. Peningkatan surveilan perlu dilakukan pada akhir bulan basah (bulan
Februari hingga Mei). Kewaspadaan dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan curah hujan, kelembaban dan suhu
skala mingguan.
Kata Kunci: variabilitas iklim , kelembaban, curah hujan, malaria, temperatur
DOI : http://dx.doi.org/10.22435/jhecds.v3i1.5063.22-27
Cara sitasi : Sulasmi S, Setyaningtyas DE, Rosanji A, Rahayu N. Pengaruh curah hujan, kelembaban,
(How to cite) dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan
Selatan. J.Health.Epidemiol. Commun.Dis. 2017;3(1): 22-27.
22
JHECDs Vol. 3, No. 1, Juni 2017
23
S. Sulasmi, D.E. Setyaningtyas, A. Rosanji, N. Rahayu Pengaruh curah hujan terhadap prevalensi Malaria...
Tabel 1. Prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Hasil analisis data menunjukkan bahwa pada saat
Tahun 2009 – 2013 puncak hujan tinggi, kejadian kasus malaria turun,
Tahun namun saat intensitas hujan turun kasus malaria
Bulan
2009 2010 2011 2012 2013 mengalami peningkatan, seperti dapat dilihat
Januari 0,20 0,20 0,70 2,03 0,49 dalam Gambar 1. Fluktuasi intensitas hujan dari
Februari 0,20 0,10 0,90 1,45 1,00
tahun 2009 hingga tahun 2013 cenderung turun,
dan kasus kejadian malaria juga menunjukkan
Maret 0,10 0,10 1,00 1,44 0,90
penurunan mulai tahun 2012.
April 0,20 0,10 0,90 1,43 0,94
Mei 0,50 0,30 1,10 1,46 0,57 Kelembaban dipengaruhi oleh banyaknya
Juni 0,10 0,20 1,40 1,20 0,43 kandungan air dalam udara. Pada Gambar 2 dapat
Juli 0,10 0,20 1,20 0,64 0,34 dilihat bahwa tingkat kelembaban bulanan
Agustus 0,10 0,30 0,90 0,61 0,27 cenderung menurun dari tahun 2010.
Kelembaban paling tinggi terjadi pada pertengahan
September 0,10 0,30 0,70 0,38 0,21
tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2011
Oktober 0,10 0,40 0,70 0,70 0,26
dengan tingkat kelembaban lebih dari 90%.
November 0,10 0,50 1,50 0,59 0,35
Temperatur pada pertengahan tahun 2010
Desember 0,10 0,50 1,80 0,75 0,16 cenderung rendah dibandingkan tahun
Total 1,70 3,10 13,00 13,00 5,90 sebelumnya, maupun pada tahun selanjutnya.
Kecenderungan kenaikan temperatur tersebut
dapat dilihat dalam Gambar 3.
Gambar 1. Grafik hubungan curah hujan dengan kasus malaria di Kab. Tanah Bumbu tahun 2009-2013
Gambar 2. Grafik hubungan kelembaban dengan kasus malaria di Kab. Tanah Bumbu tahun 2009-2013
24
JHECDs Vol. 3, No. 1, Juni 2017
Gambar 3. Grafik hubungan temperatur dengan kasus malaria di Kab. Tanah Bumbu tahun 2009-2013
Hasil analisis data iklim selama kurun waktu 2010 2011 hingga akhir 2013, fluktuasi kelembaban
hingga 2014 menunjukkan bahwa kondisi curah antara 83% – 87%.
hujan di Kabupaten Tanah Bumbu cenderung
Temperatur rata-rata di Kabupaten Tanah Bumbu
menurun. Kelembaban lingkungan menunjukkan
kecenderungan menurun. Data temperatur antara 25,5C – 27,5C. Temperatur terendah
menunjukkan bahwa di Kab. Tanah Bumbu terjadi pada bulan Juli 2011 dan bulan Juli 2012.
temperatur lingkungan dirasakan semakin Gambar 3 menunjukkan bahwa pada kasus tinggi
meningkat. di bulan Mei 2009 temperatur rerata 27C, pada
bulan Mei 2010, dengan 100 kasus temperatur
Prevalensi kejadian malaria tinggi terjadi pada saat maksimal di 27,5C, kasus tertinggi Tahun 2011
kelembaban dan temperatur optimal yakni pada terjadi pada bulan Juli dengan temperatur 26,5C,
temperatur 26,5C dan kelembaban sekitar 85%. pada bulan Oktober temperatur mencapai 27,3C
dan turun hingga 26,5C pada bulan Februari
Pembahasan tahun 2012 dan naik lagi mencapai 26,7C, pada
Kasus malaria yang meningkat di bulan Oktober kondisi ini terjadi kasus malaria yang tinggi.
hingga bulan Juni menunjukkan bahwa faktor iklim Karakteristik hujan yang dinyatakan dalam
menjadi salah satu hal yang mempengaruhi, banyaknya curah hujan mempengaruhi
dimana bulan Oktober - Juni merupakan bulan keberadaan air di permukaan tanah. Semakin
basah (hujan). Faktor iklim meliputi curah hujan, tinggi intensitas hujan semakin besar potensi air
kelembaban, dan temperatur merupakan satu permukaan sebagai genangan yang berfungsi untuk
kesatuan yang akan mempengaruhi karakteristik habitat nyamuk Anopheles sp. Hal ini sejalan
habitat Anopheles sp. dengan penelitian yang dilakukan oleh Munif dan
Curah hujan yang dinyatakan dalam besarnya Sudomo, bahwa hubungan dinamika populasi A.
hujan dengan satuan millimeter (mm). Data curah barbirostris dengan prevalensi malaria
hujan digambarkan dalam grafik (Gambar 1). Tren menunjukkan hubungan korelasi positif dengan
hujan menunjukkan bahwa pada tahun 2010 di kecenderungan yang selaras, makin tinggi
bulan Mei, peningkatan curah hujan sebanding dinamika populasi maka nilai prevalensi makin
dengan adanya peningkatan kasus. Pada tahun tinggi.9
2011, curah hujan bulanan tidak lebih tinggi Hubungan antara kepadatan nyamuk dengan
dibandingkan tahun sebelumnya, namun dapat curah hujan menunjukkan korelasi positif, curah
dilihat bahwa peningkatan curah hujan sejalan hujan tinggi populasi nyamuk makin meningkat.
dengan meningkatnya kasus. Tahun 2012 dan awal Pada musim kemarau (Juli) nyamuk vektor
2013 terjadi hal yang sama, bahwa meningkatnya berumur sangat panjang sehingga nyamuk dapat
curah hujan sejalan dengan meningkatnya kasus. melakukan penularan malaria.9
Kelembaban rata-rata selama lima tahun adalah Penelitian Suwito menyatakan bahwa curah hujan
80% – 93%. Kelembaban minimal sebesar 80% memiliki hubungan bermakna dengan kepadatan
terjadi pada bulan September 2009. Kelembaban Anopheles. Kepadatan Anopheles mempunyai
maksimal sebesar 93% terjadi pada bulan Juni hubungan bermakna dengan jumlah kasus malaria
2010. Dalam Gambar 2, dapat dilihat bahwa awal satu bulan berikutnya. Hasil ini sesuai dengan
tahun 2010 sampai pertengahan tahun 2011, masa inkubasi intrinsik parasit malaria. Pencatatan
kelembaban rata-rata di Kabupaten Tanah Bumbu kasus malaria melebihi waktu masa inkubasi
sangat tinggi, antara 86% – 93%. Pada bulan Mei penyakit, karena penderita biasanya melakukan
25
S. Sulasmi, D.E. Setyaningtyas, A. Rosanji, N. Rahayu Pengaruh curah hujan terhadap prevalensi Malaria...
pengobatan sendiri terlebih dahulu, jika kondisi mengalami penurunan, dengan kisaran antara
makin parah baru dibawa ke puskesmas atau 0,01‰ - 0,31‰.11
rumah sakit.6
Curah hujan cenderung berfluktuasi berkisar
Hubungan antara kepadatan nyamuk dengan antara 2-556 mm, sebaliknya suhu cenderung
curah hujan menunjukkan korelasi positif, curah meningkat berkisar antara 25,5ºC-28,6ºC dan
hujan tinggi populasi nyamuk makin meningkat. kelembaban cenderung stabil berkisar antara 76%
Pada musim kemarau (Juli) nyamuk vektor -89%. Di Kabupaten Sumba Barat NTT
berumur sangat panjang sehingga nyamuk dapat kecenderungan insiden malaria selama lima tahun
melakukan penularan malaria.9 (tahun 2005-2009) terlihat mengalami
peningkatan, dengan kisaran antara 0,02‰ -
Penelitian Mardiana menyatakan bahwa di
1,73‰ sedangkan curah hujan berfluktuasi antara
kobakan, kolam, parit yang airnya tidak mengalir
1 - 282 mm, sebaliknya suhu cenderung stabil
dan genangan air di bawah rumah penduduk
berkisar antara 24,1ºC - 29ºC dan kelembaban
ditemukan jentik Anopheles.8 Penelitian ini
udara berfluktuasi antara 65% - 88%.11
memperkuat bahwa curah hujan yang tinggi akan
meninggalkan genangan pada cekungan-cekungan Hasil penelitian menunjukkan bahwa di
di tanah, sehingga mendukung terbentuknya Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau selama lima
habitat perkembangbiakan Anopheles sp. tahun (tahun 2005-2009) kecenderungan insiden
malaria terlihat mengalami penurunan, dengan
Temperatur akan mempengaruhi perkembangan
kisaran antara 0,11‰ – 2,28‰ sedangkan curah
parasit dalam tubuh nyamuk, Temperatur yang
hujan cenderung stabil berkisar antara 42 mm -
optimum berkisar antara 20C – 30C, semakin 874 mm, keadaan suhu cenderung meningkat
tinggi temperatur akan mengakibatkan masa berkisar antara 25,1ºC - 27,9ºC dan kelembaban
inkubasi ekstrinsik semakin pendek, begitu cenderung stabil berkisar antara 75-95%. Di
sebaliknya.9 Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah selama
Hasil penelitian yang dinyatakan dalam Grafik 2, sepuluh tahun (tahun 2000-2009) kecenderungan
menyatakan bahwa temperatur rata-rata di insiden malaria terlihat mengalami peningkatan,
Kabupaten Tanah Bumbu dalam temperatur dengan kisaran antara 0,02‰ – 1,72‰ sedangkan
optimum, sehingga kemungkinan terjadinya curah hujan rata-rata berkisar antara 4 - 567 mm,
penularan sangat tinggi. Namun berdasarkan keadaan suhu cenderung stabil berkisar antara
pengamatan selama lima tahun, dapat dilihat 25,1ºC - 29,3ºC dan kelembaban udara
bahwa temperatur tidak menunjukkan hubungan cenderung stabil antara 67% - 86%.12
yang signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa Kejadian malaria di Kab. Bintan dan Banggai
temperatur tidak mempengaruhi peningkatan bahwa menurut curah hujan menunjukkan
kasus malaria. Hal ini tidak sejalan dengan kecenderungan yang negatif, karena curah hujan
penelitian Suwito pada tahun 2010 bahwa tidak berpengaruh langsung terhadap kejadian
temperatur tidak mempunyai hubungan bermakna malaria. Kecenderungan peningkatan insiden
dengan kepadatan nyamuk Anopheles.6 malaria, secara tidak langsung dipengaruhi oleh
Kelembaban udara yang rendah akan suhu dan kelembaban, dan secara langsung
memperpendek umur nyamuk, meskipun berpengaruh terhadap parasit malaria dan nyamuk
berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban vektor malaria.12
minimal 60% untuk memungkinkan hidup nyamuk,
Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk Kesimpulan dan Saran
menjadi lebih aktif menggigit, sehingga akan
Curah hujan, kelembaban, dan temperatur
meningkatkan penularan malaria.10
berpengaruh terhadap peningkatan kasus malaria.
Hasil penelitian ini, seperti terlihat bahwa Peningkatan temperatur, kelembaban, dan
fluktuasi kelembaban berpengaruh secara intensitas hujan meningkatkan potensi kasus
terhadap peningkatan kasus kasus malaria. Hal ini malaria di Kabupaten Tanah Bumbu. Kondisi
sejalan dengan penelitian Suwito, bahwa optimal mendukung perkembangbiakan nyamuk
kelembaban dan curah hujan mempunyai sebagai vektor malaria. Peningkatan kewaspadaan
hubungan bermakna dengan kepadatan nyamuk perlu dilakukan pada akhir bulan basah (bulan
Anopheles, dan akan berkorelasi positif dengan Februari hingga Mei). Kewaspadaan dapat
kasus malaria.6 dilakukan dengan melakukan pengamatan curah
hujan, kelembaban dan suhu skala mingguan.
Hasil penelitian di Kabupaten Kapuas, Kalimantan
Tengah selama lima tahun (tahun 2005-2009)
menunjukkan bahwa insiden malaria cenderung
26
JHECDs Vol. 3, No. 1, Juni 2017
Kontribusi Penulis
Kontribusi setiap penulis pada artikel ini adalah SS
bertanggung jawab terhadap semua aspek isi
artikel, NR bertanggung jawab terhadap analisis
dan pembahasan, DES bertanggung jawab
terhadap analisis data dan AR bertanggung jawab
terhadap persiapan dan penyusunan data.
Daftar Pustaka
1. Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber
Binatang Ditjen Pengendalian Penyakit Bersumber
Binatang dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan
Direktur Jenderal Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/
2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia. 2009.
1-36
2. Rahayu N. Faktor Risiko Kejadian Malaria di
Daerah Endemis 6 Kabupaten di Provinsi
Kalimantan Selatan Tahun 2011. Laporan Akhir
Penelitian. Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu. 2011
3. Keman S. Perubahan Iklim Global Kesehatan
Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan. J
Kesehat Lingkung. 2007;3(2):195-204
4. Hakim L, Ipa M. Sistem Kewaspadaan Dini KLB
Malaria berdasarkan Curah Hujan, Kepadatan
Vektor, dan Kesakitan Malaria di Kabupaten
Sukabumi. Media Litbang Kesehatan.
2007;17(2):34-40
5. Achmad H, Mardihusodo SJ, Sutanto, Hartono,
Kusnanto H. Estimasi Tingkat Intensitas Penularan
Malaria dengan Dukungan Penginderaan Jauh
(Studi Kasus di Daerah Endemis Malaria
Pegunungan Menoreh Wilayah Perbatasan
Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta. J Ekol Kesehat. 2003;2(1):157-164
6. Suwito, Hadi UK, Sigit SH, Sukowati S. Hubungan
Iklim, Kepadatan Nyamuk Anopheles dan Kejadian
Penyakit Malaria. Jurnal Entomologi Indonesia.
2010;7(1): 42-53
7. Raharjo M. Malaria Vulnerability Indeks (MLI)
untuk Manajemen Risiko Dampak Perubahan Iklim
Global terhadap Ledakan Malaria di Indonesia.
Vektora. 2012;3(1):53-80
8. Mardiana. Faktor Risiko Akibat Penambangan
Batubara terhadap Kejadian Malaria dan
Kecacingan di Kalsel. Laporan Akhir Penelitian.
27